Permanent

Cast : Min Yoongi (BTS), Jung Hoseok (BTS), Min (Choi) Youngjae (GOT7) as Yoongi's son, etc.

Pair : Yoonseok (Seme!Yoongi, Uke!Hoseok)

Rate : T+ (bisa berubah sewaktu-waktu)

Warning : YAOI, Straight, Typo(s), OOC, Don't Like Don't Read

Disclaimer : The story plot belong to Hamosuga. I just translate it into Bahasa.

Note : Annyeong...! Aku bawa TransFic baru. Sambil nyelesein TransFic The Family, aku upload FF ini. Pair-nya emang jarang banget dibikin FF, tapi jujur, ini pair fav keduaku setelah pair namseok. Buat yg suka pair yoonmin, mianhamnida, yoongi-nya aku pinjem dulu buat jadi pasangan hoseok hehehe. Kalau misal nggak suka sama pair-nya gapapa kok kalau mau nge-klik tombol close :)

p.s : ini akan jadi kumpulan oneshoot tentang keluarga kecil Yoonseok and little Youngjae.

Happy reading!

.

.

.

-Pertama kali Yoongi bertemu Hoseok adalah ketika pria berusia dua puluh enam tahun itu mendapat ijin untuk pulang lebih awal dari atasannya-

"Daddy akan pulang lebih awal hari ini, jadi Daddy bisa menjemputmu sepulang sekolah nanti dan kita akan jalan-jalan dulu sebelum Mom datang." Kata Yoongi sambil berjongkok di depan seorang anak laki-laki berumur enam tahun. Ia menunjukkan gummy smile-nya. Senyum yang terlihat begitu tulus.

Anak laki-laki itu ikut tersenyum. Senyum yang sama sepertinya. Seperti kata pepatah, like father like son. Hal itu juga yang dikatakan oleh Ibu Yoongi saat pertama kali melihat sang bayi.

"Apa itu artinya Daddy bisa bertemu dengan guruku? Guruku itu mengingatkanku pada Daddy." Tanya Youngjae—anak laki-laki Yoongi—dengan ceria.

Yoongi berdiri dan mengangguk mantap. Ia akan melakukan apapun untuk membuat anaknya senang, jadi bertemu dengan guru Youngjae di sekolah sepertinya bukan hal yang buruk.

Youngjae memekik senang, lalu menggandeng tangan Yoongi dan berjalan beriringan menuju ke depan apartemen mereka.

"Jangan membuat masalah dan patuhi gurumu, araseo?" Ucap Yoongi ketika mereka berhenti di depan pintu masuk apartemen. Ia menunduk untuk memberikan kecupan di kening anaknya—sesuatu yang sangat ia benci dulu.

Youngjae sedikit menghindarinya sambil mengeluarkan suara geraman. Namun, ia tetap mengangguk.

"That's my boy." Yoongi merapatkan jaket yang dipakai Youngjae, lalu menuntunnya untuk masuk ke dalam bus sekolah. Ia melambaikan tangannya pada Youngjae saat bus itu melaju pelan. Setelah dirasa bus yang mengantar anaknya itu cukup jauh, ia berjalan santai dengan kedua tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana menuju mobilnya.

.

.

.

Yoongi melangkah menuju sebuah gedung kecil dengan arsitektur kuno. Suara ribut-ribut yang berasal dari anak-anak memenuhi udara begitu ia memasuki pintu utama gedung. Di luar gedung, banyak guru-guru yang berjaga, memastikan murid-murid mereka keluar dengan aman dan tidak berlari ke jalan raya. Banyak anak-anak yang bermain bersama sambil menunggu orang tua mereka.

"Dad!" Terdengar suara yang sangat familiar di telinga Yoongi. Dengan insting seorang ayah, pria itu menoleh dan menemukan Youngjae berlari kecil ke arahnya. Senyumnya terkembang. Perasaan lelah yang ia rasakan hilang seketika.

Youngjae berlari lebih cepat untuk memeluk kaki Daddy-nya.

"Hey, kiddo. Bagaimana sekolahmu hari ini?" Yoongi membungkuk dan merengkuh Youngjae ke dalam gendongannya.

"Menyenangkan, Dad! Aku mendapat lebih banyak kue karena membantu mengambilkan pensil warna milik teman perempuan di kelasku yang terjatuh."

Yoongi tertawa dan mengusak rambut hitam anaknya. "Sepertinya kau akan menjadi pencuri hati para gadis."

Youngjae menatapnya sambil mengerutkan kening. Bingung karena perkataan Daddy-nya itu. "Aku tidak ingin mencuri hati para gadis, Dad." Gumamnya dengan bibir yang bergetar dan mata berkaca-kaca.

Yoongi langsung saja mengusakkan ujung hidungnya di leher Youngjae. Membuat anak laki-laki tampan itu tertawa keras sampai menangis karena geli. Polosnya anak ini, batin Yoongi.

"Kau harus bertemu Hobi!" Teriak Youngjae tiba-tiba. Seperti sebuah kebetulan, seorang pria yang sepertinya seumuran dengan Yoongi berjalan ke arah mereka.

"Ada yang memanggilku?" Tanya pria itu dengan senyum yang menyilaukan, menunjukkan deretan gigi-giginya yang sangat rapi. Youngjae memekik riang, membuat pria itu tertawa. "Annyeonghaseo. Jung Hoseok imnida. Saya adalah guru di kelas Youngjae. Anda pasti ayahnya. Kalian mempunyai senyum yang sangat mirip."

Bagaimana pria ini bisa mengingatkan Youngjae padaku? Yoongi membatin.

"Annyeonghaseo. Min Yoongi imnida. Senang bertemu dengan Anda." Yoongi benar-benar berusaha keras untuk bersikap seramah mungkin. Ketika ia bersama anaknya, ia memang menjadi pribadi yang sangat ceria. Tapi, jika menyangkut orang dewasa seumurannya, ia jadi sedikit anti-sosial.

"Putra Anda sangat mengagumkan. Youngjae suka menari, benar bukan?" Hoseok menatap Youngjae yang menganggukkan kepalanya semangat hingga kepalanya membentur bahu Yoongi. "Youngjae bersikap baik di sekolah. Nilainya juga baik. Dia suka membantu temannya sebanyak dia menyukai tidur."

Yoongi tidak bisa menahan tawanya mendengar perkataan Hoseok yang satu ini. Setiap hari Minggu, mereka memang akan berdiam diri di rumah. Entah itu tidur atau memakan pizza yang dipesan Yoongi melalui delivery order.

"Oh, kami mengirimkan surat ke setiap rumah murid-murid kami, tapi karena kita bertemu di sini, saya akan mengatakannya langsung pada Anda. Sekolah akan mengadakan pertemuan guru dengan orang tua murid bulan depan. Saya harap Anda dapat menghadirinya. Kami juga akan menyerahkan tugas-tugas dan hasil karya murid. Ditambah akan ada banyak makanan gratis di sana." Jelas Hoseok.

"Dad, kita harus datang! Aku menggambar banyak untuk Daddy." Youngjae menangkup kedua pipi Yoongi dan menggoyangkannya ke kanan-kiri. Ia kembali merengek. "Datang ya, Dad? Eoh?"

"Araseo araseo. Daddy akan meminta ijin untuk pulang lebih awal dan kita akan datang ke pertemuan itu." Kata Yoongi menyetujui. Membuat Youngjae memeluk lehernya dan mengecup pipinya.

Hoseok tersenyum melihat interaksi ayah dan anak itu. "Sampai bertemu di pertemuan itu, Mr. Min."

.

.

.

-Pertemuan mereka selanjutnya adalah ketika mereka menghadiri acara pertemuan guru dan orang tua murid-

Yoongi berjalan di koridor sekolah dengan menggandeng tangan mungil Youngjae. Anak itu sibuk bercerita tentang berbagai hal. Teman-temannya, gurunya, bahkan kamar mandi sekoahnya. Ketika mereka sampai di kelas Youngjae, mereka harus menunggu dulu di luar karena Hoseok sedang berbicara dengan orang tua murid lainnya.

Beberapa menit kemudian, seorang wanita berjalan keluar dari ruangan kelas bersama dengan anak perempuannya.

"Bagaimana bisa dia belum menikah? Kalau saja aku belum menikah, mungkin aku akan menikahinya." Gumamnya—yang masih dapat terdengar jelas di telinga Yoongi. Anak perempuan yang bersamanya melambaikan tangan pada Youngjae sebelum mereka berjalan menjauh.

"Oh, Mr. Min dan Youngjae. Silahkan masuk." Suara lembut namun ceria milik Hoseok membuat mereka berdiri lalu melangkah memasuki kelas.

"Cukup memanggilku dengan Yoongi. Dan tidak usah berbicara terlalu formal—sepertinya kita seumuran. Rasanya sangat aneh melihat panggilan itu di surat dan email yang dikirimkan oleh sekolah ini." Kata Yoongi canggung. Ia jadi merasa lebih tua setiap dipanggil seperti itu.

"Kata Daddy, hanya karena Daddy adalah seorang pemalas dan tulangnya sering bergemeretak, bukan berarti Daddy sudah tua." Kata Youngjae sambil duduk di kursinya. Yoongi menghembuskan nafas frustasi saat Hoseok tertawa.

"Ini adalah folder Youngjae. Kau bisa membawanya pulang. Tapi..." Hoseok memelankan suaranya agar hanya Yoongi yang mendengar. "Ada satu gambarnya yang membuatku tertarik."

Hoseok menyerahkan sebuah gambar di hadapan Yoongi. Gambar itu adalah gambar dirinya dan Youngjae dengan sebuah rumah diatas tebing. Di sudut bawah kertas itu ada potret seorang wanita dan seorang pria lain.

"Apa rumah tanggamu baik-baik saja?" Tanya Hoseok hati-hati. Yoongi menatap Hoseok yang terlihat prihatin dan simpati.

"Semuanya baik-baik saja. Wanita dan pria di gambar itu adalah ibunya dan kekasihnya. Youngjae mengunjungi ibunya saat akhir pekan dan tinggal bersamaku. Dia lebih menyukaiku." Jelas Yoongi.

Hoseok mengangguk, lalu kembali tersenyum. Ia menatap Youngjae yang sibuk dengan barang-barangnya di meja. "Youngjae selalu bilang kalau kau sibuk bekerja. Pasti sulit mengurus anak seorang diri."

"Ya, tapi aku bisa mengatasinya. Aku punya teman yang mengasuh Youngjae sampai aku pulang. Tapi, kadang-kadang tidak sampai tengah malam karena bayaran yang dia minta tidak murah." Yoongi mengerutkan keningnya. Memikirkan permintaan gaji Jimin yang tidak bisa dibilang sedikit, apalagi terakhir kali, pemuda itu sampai menginap di apartemennya untuk menjaga Youngjae.

"Kalau kau membutuhkan bantuan untuk menjaga Youngjae, hubungi aku. Aku sangat menyukai anak itu."

"Terima kasih atas tawarannya, tapi kau tidak perlu repot-repot." Yoongi adalah tipe orang yang tidak gampang menerima bantuan orang lain—tidak suka membebani orang lain sebenarnya. Ia kadang benci saat harus meminta Jimin untuk menjaga Youngjae.

"Well, paling tidak, simpan kartu namaku. Aku akan dengan senang hati menjaga Youngjae. Tanpa bayaran." Hoseok mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum kecil.

Yoongi tidak tahu harus bagaimana merespon guru anaknya itu. Jadi, ia hanya mengambil kartu nama Hoseok dan menyimpannya ke dalam saku celananya.

"Nilai-nilai Youngjae masih tetap sempurna seperti biasanya. Aku tidak ada keluhan apapun untuknya. Dia sangat sopan dan berperilaku baik. Kau membesarkannya dengan baik." Lanjut Hoseok.

Yoongi merasa tersanjung dengan pujian pria yang memiliki bibir berbentuk hati saat tersenyum itu. Ketika Youngjae lahir, ia sempat khawatir jika nanti ia tidak bisa membesarkan anaknya sebagaimana mestinya. Ia takut Youngjae memiliki ayah yang gagal mendidiknya.

"Gomawo." Kata Yoongi kemudian.

.

.

.

-Kali ketiga mereka bertemu, Yoongi sedang sangat putus asa saat itu-

"Kencan? Are you serious?"

"..."

"Arro, arro. Pergilah."

Yoongi memutuskan sambungan teleponnya. Ia baru saja menelpon Jimin, meminta pemuda itu untuk menjaga Youngjae karena ia akan lembur. Tapi, pemuda yang tinggal di sebelah apartemennya itu bilang bahwa ia tidak bisa. Bahwa ia ada kencan bersama kekasihnya malam ini.

Pria berambut cokelat karamel itu mengacak rambutnya frustasi. Malam ini ia dipaksa oleh Namjoon—teman sekaligus atasannya—untuk menyelesaikan lagu yang sedang digarap oleh mereka. Namun, Yoongi terhenti setelah menulis beberapa bait. Ia tidak bisa memilih kata-kata yang tepat untuk bait selanjutnya.

Dengan cepat, pria itu mendial nomor lain di ponselnya, tapi nihil. Orang yang ia telepon tidak manjwab panggilannya. Yoongi menghela nafas perlahan, lalu memandangi jam tangannya. Sekali lagi, ia mencari kontak telepon yang ada di ponselnya. Jarinya berhenti saat membaca satu kontak yang menarik perhatiannya.

Jung Hoseok.

Entah apa yang ia pikirkan, tapi sepertinya Yoongi akan menyesali keputusannya untuk menghubungi pria itu—atau mungkin malah sebaliknya?

"Yeobseyo?"

"Um, uh, Hoseok-ssi, annyeong. Ini Min Yoongi, ayah Youngjae." Kata Yoongi gugup.

"Oh, Yoongi-ssi, annyeong."

Yoongi tidak memungkiri betapa ia menyukai namanya saat diucapkan oleh Hoseok untuk pertama kalinya.

"Uh, temanku yang biasanya menjaga Youngjae sedang sibuk dan sepertinya yang lain juga seperti itu. Apa kau bisa menggantikannya? Hanya beberapa jam atau sampai kau harus pergi. Kalau tidak bisa juga tidak apa-apa." Yoongi mengatakannya sambil gelisah di kursi putar di depan komputernya. Membuat Namjoon—yang memang berada di sampingnya—menatapnya dengan pandangan aneh.

"Baiklah. Aku baru saja akan keluar. Apa aku boleh mengajak Youngjae berbelanja?"

"Ya, tentu saja. Youngjae sangat suka shopping. Aku akan menggajimu. Terima kasih banyak, Hoseok-ssi."

"Panggil aku Hoseok. Tanpa ambel-embel –ssi. Jangan khawatirkan hal itu. Aku tidak membutuhkan uang. Kirimkan alamatmu, aku akan segera menjemputnya."

Yoongi bisa membayangkan jika saat ini Hoseok sedang tersenyum lebar. Mereka pun memutuskan sambungan dan Yoongi mengingat pesan Hoseok untuk memanggilnya tanpa embel-embel –ssi. Ia segera mengetikkan alamatnya dan mengirim alamat tersebut ke nomor Hoseok.

Ketika ia menelpon Youngjae, anak laki-lakinya itu sangat senang sekali bahkan sampai bertanya kenapa ia tidak menghubungi Hoseok sejak tadi. Saat Yoongi kembali fokus pada pekerjaannya, Namjoon terkekeh pelan.

"I'm sorry, man. Deadline is a deadline." Katanya.

"Araseo. Diamlah, Namjoon. Aku sedang konsentrasi." Desis Yoongi sambil menatap layar komputernya. Ia mengetikkan beberapa kata di sana.

Namjoon mendecih. "Ck. Oke oke."

.

.

.

Yoongi berjalan terseok-seok memasuki apartemennya. Ia benar-benar lelah dan butuh tidur. Ia terkejut melihat Hoseok duduk di sofanya sambil menonton televisi. Oh! Sepertinya Yoongi lupa jika yang menjaga Youngjae malam ini adalah Hoseok, bukan Jimin.

"Kau sudah pulang? Youngjae—" Hoseok menghentikan perkataannya saat melihat keadaan Yoongi. "Kau terlihat kacau."

Yoongi mengedikkan bahunya. Ia sudah biasa mendapat komentar seperti itu dari Jimin.

"Youngjae sudah tidur. Kuharap kau tidak keberatan aku memasak makan malam. Aku sudah menyisihkannya untukmu." Lanjut Hoseok. Ia berdiri dan mendekati Yoongi yang sedang kesusahan melepas coat-nya. Pria itu membantu sang pemilik rumah melepaskannya dengan mudah. Hoseok menuntun Yoongi ke dapur dan mendudukkannya di kursi meja makan. Ia lalu bergumam, "Apa kau sudah makan hari ini?"

"Aku tidak butuh makan. Yang kubutuhkan hanya tidur." Sela Yoongi.

Hoseok memasukkan semangkuk sup ke dalam microwave dan melirik pria yang setengah tertidur di meja makan. Bagaimana dia bisa jalan ke sini? Tanyanya dalam hati. "Itu tidak baik untukmu. Kau harus makan untuk menambah tenagamu. Apalagi kau memiliki anak yang sangat aktif."

"Beritahu aku apa yang tidak kuketahui." Keluh Yoongi. "Tapi, aku tidak akan pernah lelah kalau sudah melihat senyuman Youngjae."

Senyuman Yoongi terlihat sangat tulus di mata Hoseok dan hal itu membuat Hoseok merasa jatuh hati pada ayah satu anak ini. Ia meletakkan semangkuk sup hangat di hadapan Yoongi. "Bagaimanapun juga, kau harus tetap memperhatikan dirimu sendiri. Karena aku sudah mengasuh Youngjae tadi, sekarang kau harus mengasuh dirimu sendiri."

Yoongi tidak merespon. Ia hanya memandangi sup itu dengan mata yang sedikit terpejam. Mungkin terlalu mengantuk dan terlalu malas untuk menyuapkan makanan ke mulutnya sendiri.

"Apa aku harus menyuapimu?" Tanya Hoseok. Ia tersenyum melihat rona merah samar menghiasi pipi pria di hadapannya itu. Ia mengambil sendok dan menyuapkan sup pada Yoongi.

Yoongi sendiri terlalu lelah untuk melemparkan protes, jadi dengan patuh, ia membuka mulutnya.

"Kupikir, kau orang yang sangat mengintimidasi karena tindikan di telingamu dan cara berpakaianmu. Tapi, ternyata kau seorang ayah berhati hangat yang menempatkan anaknya di urutan pertama prioritasmu." Gumam Hoseok sambil mengusap kuah sup yang menetes di bibir Yoongi yang terasa kembut di kulit jarinya.

"Pada dasarnya aku memang irang yang seperti itu." Jawab Yoongi setelah menelan supnya.

Setelah Hoseok menyuruh Yoongi untuk memakan sisa supnya sendiri, Yoongi mengambil dompetnya. Tapi, Hoseok memegang pergelangan tangannya untuk mencegah pria itu mengeluarkan uangnya.

"Aku harus membayarmu. Sekarang sudah jam dua dini hari dan kau juga sudah merawatku." Kata Yoongi sambil mengerutkan keningnya.

"Tidak apa-apa. Aku senang bisa membantu. Lagipula, aku melakukannya karena naluriku mengatakan demikian." Ucap Hoseok. Pria itu tersenyum lebar penuh kasih sayang. "Kalau kau ingin membayarku, biarkan aku tidur di sini sampai besok pagi. Aku tidak yakin bisa menyetir dalam keadaan mengantuk seperti ini."

"Tentu saja boleh. Kau bisa menggunakan kamarku. Aku akan tidur di sini. Ada sikat gigi baru di lemari kecil di kamar mandi, kau bisa memakainya. Aku akan mengambilkan baju ganti untukmu." Kata Yoongi pelan lebih seperti berkata pada dirinya sendiri sebelum ia berjalan menuju kamarnya.

Hoseok memutuskan untuk tidak berargumen. Ia tahu Yoongi adalah tipe orang yang akan terus memaksanya untuk tidur di dalam kamar, jadi ia hanya mengikuti pria itu. Setelah mengambilkan baju tidur, Yoongi tersenyum dan mengatakan terima kasih dengan tulus, lalu kembali menuju ruang tamu.

Hoseok berada di kamar mandi sekarang. Ia menatap bayangannya dalam balutan baju tidur Yoongi di cermin kamar mandi. Penasaran, pria itu mengendus baju yang dipakainya. Baunya seperti perpaduan pewangi pakaian dan parfum. Sepertinya Yoongi sudah memakai ini sebelumnya. Ia pun hanya mengedikkan bahunya tidak peduli.

Hoseok beranjak keluar dari kamar mandi dan langsung menuju ruang tamu. Ia berniat mengatakan pada Yoongi bahwa ia sudah selesai menggunakan kamar mandi jika Yoongi ingin memakainya. Tapi, yang ia temui adalah sosok Yoongi yang sudah tertidur pulas di sofa ruang tamu. Ia segera membuka ruang penyimpanan barang—Youngjae menunjukkan seluruh sudut apartemen ini padanya tadi—dan mengambil sebuah selimut untuk ayah anak muridnya itu. Ia memakaikan selimut ke tubuh Yoongi dan—seperti yang ia lakukan pada Youngjae—ia mengecup keningnya.

.

.

.

-Yoongi jadi lebih sering bertemu Hoseok sejak hari itu-

Hoseok sering mengantar Youngjae pulang dan menemaninya sampai ayahnya pulang dari kantor. Ketika Yoongi sampai di apartemennya, Hoseok akan menyapanya sambil menggendong Youngjae. Dan seluruh sudut ruangan akan dipenuhi oleh harum masakan Hoseok yang terlihat lezat.

Yoongi tidak bodoh dan ia akui rasanya seperti ia disambut oleh pasangannya sepulang bekerja. Beberapa kali, Yoongi harus menghentikan dirinya untuk mengecup bibir pink guru anaknya itu.

Saat ini, Youngjae sudah tidur dan Yoongi memutuskan untuk mengambil dua kaleng bir dari kulkas. Hari ini ia sukses memproduksi satu lagi lagu dan moodnya sedang sangat bagus. Ia mengulurkan satu kaleng bir pada Hoseok dan dibalas dengan senyum serta gumaman terima kasih dari pria manis itu.

"Sepertinya Youngjae labih menyayangimu daripada ayahnya sendiri." Kata Yoongi sambil meneguk birnya.

Hoseok membulatkan matanya. Ia menelan bir dengan susah payah. "Benarkah? Aku tidak bermaksud untuk menggantikan posisimu. Mianhae, Hyung. Aku akan berusaha untuk tidak berkunjung sesering mungkin."

Yoongi menatapnya selama beberapa saat. Membuat Hoseok merasa gugup karena dipandangi begitu intens oleh mata tajam Yoongi.

"Bukan begitu maksudku, Hoseok-ah. Aku senang kau ada disini." Suara Yoongi erdengar lebih berat dari sebelumnya. Hoseok merasa tenggorokannya kering dan dadanya mulai berdegup dua kali lebih kencang.

Tapi, Hoseok jadi sedikit merasa kecewa mendengar kalimat Yoongi selanjutnya.

"Youngjae menginginkan kau ada di sini.—"

Ah, jadi seperti itu, pikir Hoseok.

"—tapi aku juga senang kau ada di sini. Kalau bukan karenamu, aku mungkin masih bertahan dengan gaya hidup yang tidak baik seperti sebelumnya. Aku sangat bersyukur. Apa kau mau berkencan denganku Sabtu ini?" Lanjut Yoongi.

Hoseok kembali tersenyum mendengarnya. Tapi seketika ia mematung menyadari kalimat terakhir Yoongi. Ah, tidak, tidak, sebenarnya itu sebuah pertanyaan. Jantungnya berdetak tak karuan. Apa ia tidak salah dengar? Tapi dilihat dari wajah Yoongi yang sedikit memerah—padahal ia belum menghabiskan kaleng pertama birnya—ia sedikit yakin bahwa itulah yang didengarnya.

"Ya." Jawab Hoseok. Pria itu menghabiskan birnya dengan sekali tegukan. Berharap cairan memabukkan itu dapat menghilangkan kegugupannya. Sedangkan Yoongi menatapnya sambil tersenyum. Senyum itu tidak—belum—setulus saat ia tersenyum pada Youngjae, namun Hoseok berharap ia bisa mendapatkan kesempatan untuk melihat Yoongi tersenyum seperti itu suatu hari nanti.

"Baiklah. Kau bisa menginap malam ini." Ucap Yoongi, lalu juga ikut menghabiskan birnya.

"Kau tidak perlu mengingatkanku dua kali, Hyung." Kata Hoseok dengan ceria. Ia merasa lebih berdebar. Bukan, bukan. Bukan karena efek bir yang baru saja ia minum, tapi karena rasanya banyak sekali kupu-kupu di dalam perutnya yang berontak ingin keluar.

.

.

.

Tanpa terasa hari Sabtu bergulir dengan cepat. Youngjae berada di rumah ibunya meninggalkan Yoongi sendirian di apartemen mereka. Yoongi berdiri di depan lemari pakaiannya. Semua pakaiannya tidak ada yang pantas untuk dipakai pergi berkencan. Sudah lama sekali sejak terakhir kali ia berkencan dan rasanya Yoongi seperti kembali ke masa-masa remajanya.

"Apa yang kulakukan? Hoseok bahkan sudah melihatku memakai baju tidur." Remeh Yoongi pada dirinya sendiri. Ia menambahkan sedikit gel rambut. Menyisir rambut karamelnya agar terlihat rapi. Ia mengecek kembali penampilannya ketika bel apartemen berbunyi.

Yoongi segera keluar dari kamarnya dan membukakan pintu untuk Hoseok. Ia sempat sedikit tercengang melihat penampilan Hoseok dalam balutan pakaian santai. Selama ini ia hanya melihat Hoseok dalam balutan pakaian kerja—dan tentu saja baju tidurnya.

Hoseok terlihat sangat manis di matanya dengan mengenakan kaos putih, celana dan jaket jeans berwarna biru. Rambut hitamnya tersisir rapi dengan poni yang menutupi keningnya. Sepertinya Yoongi tidak salah memilih kaos putih dengan kemeja biru tua yang tidak dikancingkan di luarnya dan celana jeans hitam.

Ah, Yoongi jadi menyesal kenapa tidak dari dulu ia mengajak pria yang lebih muda satu tahun darinya itu untuk berkencan.

"Hai!" Sapa Hoseok ceria.

"Hai juga, Hoseok-ah." Balas Yoongi.

"Um, sudah siap?" Tanya Hoseok. Yoongi menjawabnya dengan anggukan. Ia menutup pintu apartemennya dan berjalan berdampingan menuju basement. Mereka memutuskan untuk pergi menggunakan mobil Yoongi.

.

.

.

"Kau memproduksi musik, Hyung?" Tanya Hoseok sambil memandang Yoongi yang sedang menyetir. Saat ini mereka dalam perjalanan menuju salah satu cafe tempat mereka akan berkencan. Mereka banyak mengobrol tentang diri mereka.

"Itu adalah pekerjaan yang paling keren. Jika dibandingkan dengan menjadi seorang guru." Lanjut pria manis itu. Selama ini Hoseok memang tidak pernah tahu pekerjaan Yoongi.

"Kalau kau menyukai pekerjaanmu, kau akan menikmatinya. Bagiku musik adalah hal yang paling berharga untukku setelah Youngjae." Yoongi tersenyum tulus. Ia pernah membuat sebuah lagu anak-anak saat Youngjae masih kecil. lagu itu selalu membuat Youngjae tertidur nyenyak dalam waktu yang lama sampai anaknya itu menyadari bahwa tidur adalah tujuan hidupnya. (Haha bener-bener nih pasangan ayah-anak. Sukanya tidur mulu.)

"Mengajar sangat menyenangkan. Aku menyayangi anak-anak." Kini giliran Hoseok yang tersenyum tulus. Ia jadi membayangkan anak-anak didiknya.

"Mereka juga menyayangimu, Hoseok-ah. Youngjae pernah berkata padaku kalau kau mengingatkannya padaku." Yoongi berujar tanpa mengalihkan pandangannya dari jalanan.

"Youngjae adalah anak yang pintar. Kurasa dia memang berniat menjodohkan kita." Hoseok tertawa pelan. Ia menatap Yoongi dengan cengiran lebarnya saat pria itu juga ikut tertawa.

Yoongi memarkirkan mobilnya sebelum menatap Hoseok sambil mengerlingkan matanya. "Kita harus berterima kasih padanya nanti."

Hoseok merona parah mendengar perkataan Yoongi. Ditambah lagi pria itu membukakan pintu mobilnya layaknya seorang gentleman.

Yoongi menggenggam tangan Hoseok dan menggandengnya ke dalam cafe. Mereka duduk di dekat kaca besar yang membatasi cafe dengan jalanan. Mereka kembali mengobrol sambil menunggu makanan mereka.

"Kalau kau tidak keberatan, aku ingin bertanya sesuatu, Hyung." Kata Hoseok memulai pembicaraan.

Yoongi menatapnya intens. Lalu berkata dengan senyum kecil di bibirnya. "Tentu saja tidak. Apa yang ingin kau tanyakan, Hoseok-ah?"

"Apa kau sudah menikah sebelumnya?" Tanya Hoseok dengan hati-hati.

"Aku belum menikah. Aku benar-benar ingin mempunyai seorang anak. Darah dagingku sendiri. Dan teman kuliahku juga punya keinginan yang sama. Kami sepakat untuk memiliki anak bersama." Cerita Yoongi terpotong oleh seorang pelayan yang membawa pesanan mereka. Yoongi dan Hoseok berucap terima kasih pada pelayan itu.

Setelah pelayan itu pergi, Hoseok mengangguk pada Yoongi. Mengisyaratkan agar pria itu melanjutkan ceritanya.

"Kami masih berhubungan baik sampai saat ini dan kami juga selalu pergi ke acara keluarga bersama. Bahkan kekasihnya, Jin, juga menerima kehadiran Youngjae. Jin-hyung juga menyayanginya. Semua orang menyayangi anak itu." Lanjut Yoongi. Ia menyeruput sodanya pelan.

"Wow!" Hoseok berkata sambil memandangnya takjub. "Itu adalah cerita yang sangat menarik. Apa kalian tidak canggung?"

"Aniya. Ehm, maksudku, saat melakukannya memang terasa sangat canggung. Tapi selain itu, semuanya berjalan lancar. Jika aku dilahirkan lagi, aku akan tetap memilih keputusan itu." Yoongi tersenyum dengan segenap hatinya. Ia membayangkan ketika Youngjae pertama kali dilahirkan di dunia ini. Ia merasa sangat bahagia saat itu.

"Kau benar-benar ayah yang hebat, Hyung!"

"Kau juga sama." Kata Yoongi dengan nada yang serius. Hoseok menatapnya dengan senyuman lembut. "Youngjae menggambar sesuatu kemarin. Untukmu. Tapi kau sudah pulang saat dia menyelesaikan gambarnya. Aku berjanji akan memberikan gambarnya itu padamu malam ini."

Yoongi mengeluarkan kertas yang sudah dilipat-lipat dari saku belakang jeansnya dan menyodorkan kertas itu pada Hoseok. Pemuda manis itu menerimanya. Di bagian luar kertas terlihat tulisan tangan Youngjae yang berbunyi "Untuk Appa".

Hoseok segera membuka kertas itu. Ia sedikit terkejut melihat ada gambar Yoongi, Youngjae dan dirinya sedang bergandengan tangan di sana. Dan ia tidak bisa menahan air matanya karena terharu saat membaca tulisan "I love my family" di bawah gambar itu.

"Youngjae menyebutmu sebagai ayah keduanya saat aku menidurkannya." Dan aku setuju dengannya. Yoongi menggigit bagian dalam pipinya agar ia tidak kelepasan mengatakan kalimat terakhirnya itu.

Hoseok tertawa pelan. Ia menutupi wajahnya yang sudah basah karena air mata. "Anak itu benar-benar luar biasa."

"Dia belajar dari ayahnya." Yoongi menampilkan gummy smile-nya. Sedangkan Hoseok mengusap air matanya dengan sapu tangan yang ia bawa.

"Ya. Kalian adalah killer combo." Ucap Hoseok jujur. Ia tertawa lagi sambil menyeka air matanya.

"Maaf, Hoseok-ah. Aku tidak bermaksud membuatmu menangis di kencan pertama kita. Kuharap kencan kita selanjutnya akan penuh dengan senyuman." Yoongi menumpukan dagunya ke tangannya, lalu menatap Hoseok dengan alis yang dinaik-turunkan sambil tersenyum tampan.

Hoseok tidak berkutik. Ia tidak bisa tidak merona ditatap seperti itu. Jadi, ia hanya mengangguk sambil bergumam. "Aku menantikannya."

.

.

.

"Merry Christmas!" Pekikan Youngjae memenuhi apartemen mereka.

Yoongi mengerang kesal karena tidurnya terganggu. Ia melirik jam di meja nakas—berhati-hati agar tidak membangunkan seseorang di pelukannya. Ia kembali mengerang melihat angka pada jam itu. It's just four-fucking-a.m!

Hoseok—yang berada di pelukan Yoongi—bergerak sambil mengucek matanya ketika Youngjae bergabung di ranjang ayahnya.

"Araseo, araseo, little monster. Aku bangun." Omel Yoongi.

"Cepatlah, Dad, Appa! Santa sudah ke sini. Dia memakan kue kering kita. Semuanya." Youngjae kembali berlari ke ruang tamu.

"Aku tidak percaya kita menghabiskan tiga puluh kue kering." Yoongi menghela nafasnya. Ia bergerak mendekat untuk mencium leher Hoseok. "Kita adalah orang tua yang hebat."

"Tentu saja, Hyung. Sekarang, ayo bangun. Aku ingin melihat wajah Youngjae saat dia membuka semua kado yang dia inginkan." Hoseok mendudukkan tubuhnya. Tapi ia tidak bergerak untuk turun dari ranjang. Ranjang mereka.

"Berikan aku beberapa—" Yoongi kembali memejamkan mata sambil mengerucutkan bibirnya.

Hoseok menghela nafasnya. Sangat tahu apa yang diinginkan kekasihnya ini. Ia mencium bibir Yoongi dengan lembut. Paling tidak, lebih lembut dari ciuman pertama mereka beberapa waktu yang lalu. Ia jadi tahu jika Yoongi terkadang juga bisa kasar.

Ciuman mereka berlangsung cukup lama—walaupun tidak lebih dari dua menit. Hoseok memutuskan ciuman mereka tepat saat Yoongi ingin menautkan lidah keduanya.

"Youngjae." Bisik Hoseok. Ia mengecup bibir Yoongi sekali lagi.

Yoongi mengangguk mengerti. Merasa lebih sadar dari alam pun berjalan berdampingan menuju ruang tamu dimana Youngjae sudah duduk di bawah pohon natal sambil menghitung kado natalnya.

"Kau sangat pintar, Nak." Yoongi mengusak rambut lembut Youngjae, lalu menggandeng Hoseok untuk duduk di sofa bersamanya. Kekasihnya itu menyandarkan kepalanya di bahunya.

Youngjae memekik senang melihat kado yang ia dapat adalah semua yang ia inginkan. Hoseok tertawa senang, sedangkan Yoongi memperhatikan mereka. Memperhatikan anak laki-lakinya yang sangat menikmati hari natalnya tahun ini. Memperhatikan Hoseok yang menjadi bagian dari hari natal mereka.

"Dad, apa kita akan memberikan hadiah Appa sekarang?" Tanya Youngjae sambil mendongak menatap Yoongi.

Yoongi tersenyum sambil melirik Hoseok yang kini sudah menegakkan tubuhnya dan memandanginya dengan pandangan bertanya. "Ya. Sekarang atau tidak sama sekali."

Yoongi menghadap ke arah Hoseok dan menggenggam kedua tangannya. Hoseok memiringkan kepalanya sedikit. Bingung dengan sikap kekasih tampannya itu.

"Hoseok-ah, aku dan Youngjae ingin mengatakan sesuatu." Ucap Yoongi dengan nada serius. Membuat Hoseok mau tidak mau merasa gugup.

Yoongi membuka mulutnya, namun Youngjae mendahuluinya dengan berkata, " Maukah Appa tinggal bersama kami dan menjadi Appa-ku yang sebenarnya bersama dengan Daddy-ku yang sebenar-benarnya?"

"Will you permanently be a part of our family and live here with us?" Yoongi bertanya lagi. Memperjelas pertanyaan Youngjae. Ia merasa wajahnya sangat merah sekarang.

"Yeah!" Pekik Youngjae.

"Of course." Hoseok menghembuskan nafasnya lega. Air mata sudah menggenang di pelupuk matanya.

Youngjae bangkit dan membawa sebuah kotak beludru berwarna merah di tangannya. Anak itu membukanya di hadapan Hoseok.

"Hyung, kau tidak..." Hoseok manatap Youngjae, cincin di kotak beludru itu dan Yoongi bergantian. Ia lalu menundukkan kepalanya karena malu. "Aku tidak tahu kau bisa seromantis ini."

Yoongi menunjukkan gummy smile yang selalu menjadi favorit Hoseok. "Entahlah. Aku menjadi serius saat memikirkan hal ini meskipun ini bukan style-ku yang swag."

"Swag king!" Pekik Youngjae sambil terkikik-kikik.

"I love you." Ujar Hoseok ketika Yoongi memakaikan cincin di jari manis tangan kirinya. Pria itu menatap Hoseok seperti ia menatap Youngjae. Membuat Hoseok benar-benar lebih mencintainya.

"I love you, too." Yoongi mencium bibirnya lembut. Hanya menempelkan kedua benda kenyal itu saja, tidak lebih. Hoseok menatap cincin pemberian Yoongi yang kini terpasang di jari manisnya. Ia tidak menyangka hari natalnya sangat indah tahun ini.

"I want love, too!" Teriak Youngjae sambil memeluk kedua ayahnya.

-END-

Sampai bertemu di chapter selanjutnya :)

With love,

Aiko