Jongdae dan Minseok mengakui diam-diam, jika apa yang mereka lihat saat ini membuat perut mereka tergelitik dan menghangat, bahkan terasa seperti ada letupan-letupan menggembirakan berwarna merah muda manis, merah delima indah dan merah keunguan cantik—warna khas untuk seseorang yang dijatuhkan dengan telak oleh sesuatu istimewa yang bernama cinta. Dan mereka menyukai sensasi ajaibnya. Sangat menyukainya.

Terlarut cukup lama, sampai akhirnya Tao berdeham meminta perhatian yang tidak diindahkan oleh Jongdae dan Minseok. Tapi lelaki jangkung itu acuh tak acuh, setelah pada akhirnya ia berkata dengan seringai kecil yang seksi begitu mengetahui bahwa reaksi Jongdae dan Minseok selanjutnya bahkan sesuai dengan dugaannya. Berjengit, menoleh kearahnya dengan raut wajah syok luar biasa, disertai rona merah menyala yang menjalar hingga ke sepasang telinga mereka.

Begitu juga dengan reaksi berlebihan Luhan dan Baekhyun yang menjerit histeris tidak percaya, Chanyeol yang lagi-lagi tertawa dengan suara awkward-nya, Yifan-Joonmyun-dan Jongin yang bersiul-siul nakal, Sehun-Kyungsoo dan Yixing yang hanya melotot lebar—sangat mengerikan terutama Kyungsoo.

"Baiklah, karena masing-masing kubu sudah memiliki perwakilan, akan aku beritahu pertarungan macam apa yang harus mereka lakukan, yaitu: pertarungan ala Oscar Fish, sebuah pertarungan yang dilakukan oleh sepasang ikan dengan menggunakan bibir masing-masing. Saling membentur-benturkan bibir hingga salah satu dari mereka terluka dan memutuskan untuk menyerah.

Atau lebih mudahnya, kalian berdua bertarung dengan menggunakan bibir alias harus berciuman, hingga salah satu dari kalian mengaku menyerah telak.

Bagaimana? Pertarungan yang berbeda, tidak menghabiskan banyak tenaga dan memiliki perbandingan kemampuan yang netral, benar..?"

"Tunggu—APA?!"


.

.

The Battle of High School

.

Screenplays!ChenMin and!others

.

Akai Momo

.

I don't own anything, except storyline

.

T+

.

Yaoi/ BL/ Be eL/ Boys Love/ Alternative Universe!High School with much baby typo

.

No like, don't read!

.

Summary!::

Langit senja yang ramah. Lapangan halaman belakang sekolah. Dua geng terkenal di sekolah. Dua ketua geng yang sama-sama keras kepala dan sangat keras kepala. Satu solusi—solusi teramat-sangat-gila.


.

.

1] Halo. Panggil aku Akai atau Momo.

2] Hanya merekomendasikan sebuah lagu di bawah ini, lagu yang cocok sekali penggambarannya dengan bagian ini dan entah kenapa aku berpikir bahwa Jongdae cs-lah/ Minseok cs-lah yang menyanyikannya. Ha-ha-ha-ha-hiks.

3] Maafkan aku jika ada perubahan pendeskripsiannya, ya, kawan. Terutama dengan deskripsi rasa/ sensasi dari ciumannya. Karena sejujurnya aku belum pernah berciuman. Love you.

4] RnR!please for next story soon.


.

.

"Close your eyes, gimme your hand, darling.

Do you feel my heart-beating, do you understand?

Do you feel the same, Am I only dreaming?

Or is this burning in eternal flame?

I believe it's meant to be, darling.

I watch you when you are sleeping,

You belong with me.

Do you feel the same, Am I only dreaming?

Or is this burning in eternal flame?

Say my name, sunshines through the rain,

A whole of life so lonely, you come and ease the pain.

I don't wanna lose this feeling." (Eternal Flame – Human Nature)


.

.


Chapter 4 of 4 "Clumsy, But It Feels Great"

.

.

Belum sempat Jongdae dan Minseok menolak mentah-mentah usul Tao, Joonmyun dan Luhan bersekongkol menjawab bahwa mereka menyetujuinya. Lagi, Yifan dan Jongin bersiul-siul menggoda kedua perwakilan mereka. Sementara sisanya, hanya bisa diam dengan wajah mengenaskan meminta penjelasan akan tingkah aneh dari kawan-kawannya, lain halnya dengan Tao yang hanya mendengus bangga akan ide brilian yang tiba-tiba muncul di kepalanya.

Ya. Ide brilian untuk mempermalukan Jongdae dan Minseok, dua insan yang saling jatuh cinta diam-diam.

Minseok mengutuk Luhan, dalam pikirannya ia sudah berencana untuk membalaskan dendam terhadap rusa betina yang centil itu. Mungkin dengan menyebarkan tulisan-tulisan pada buku harian Luhan yang berisi bahwa ia menyukai Oh Sehun dan memuja-muja adik kelas mereka tersebut ke dunia maya cukup menyenangkan, begitu pikir Minseok sadis.

Begitu juga Jongdae. Ia membuat daftar tentang: cara-cara menyenangkan untuk membalaskan dendam pada kawan yang berkhianat dengan menyenangkan. Dan salah satu diantaranya memasukkan daftar berupa Jongdae yang akan menyiarkan rekaman suara Joonmyun yang mengigau tentang betapa osis Kim itu ingin menodai Zhang Yixing, ketika liburan musim panas lalu di villa milik keluarga Park di radio sekolah. Itu adalah pembalasan dendam yang sangat-sangat-sangat menyenangkan, batinnya bahagia.

Dan di belakang sana, tiba-tiba Joonmyun juga Luhan merasakan firasat buruk.

Tetapi mereka abaikan, dan memilih untuk mengompori kawan-kawan geng lain demi memperlancar rencana licik yang telah diberikan kesempatan oleh sang waktu.

"Aku tidak mau!" seru Jongdae dan Minseok. Menatap garang kepada Tao yang ternyata saat ini sedang dihubungi oleh mamanya. Tao hanya melirik sekilas, lalu setelah membungkam ponselnya dengan sebelah tangan, lelaki yang sangat menyukai panda itu berkata, "Aku tidak peduli, karena aku hanya memberi saran. Silahkan tanya yang lainnya, apakah mereka setuju atau tidak," Tao melangkah mundur, mendekati salah satu pohon rindang yang terdapat tumpukan ransel kelima kawannya di sana. "tapi satu yang pasti, aku tidak mau berlama-lama untuk melakukan pertengkaran konyol saat ini karena hari sudah sore dan mama khawatir padaku."

Semuanya diam. Kemudian saling mengangguk dan berdeham setuju ketika suara kicauan burung khas senja samar-samar membelai indera pendengaran mereka.

"Ya sudah, sebaiknya cepat kalian bertarung," ucapan Yixing membuat Jongdae dan Minseok melotot. "karena aku ingin sekali bermain di halaman ini walau sebentar, sebelum pulang untuk lanjut bekerja sambilan."

"Aku juga lelah. Aku mengantuk, Min-gege." Adu Kyungsoo. Bahkan kini ia menguap lucu. "tapi aku akan coba bertahan beberapa menit untuk keinginanmu yang ingin menyelamatkan harga dirimu dan harga diri kita."

"Ne, Minseok-gege," kini giliran si manis Baekhyun berkata. "sudah lakukan saja. Aku yakin kamu sudah terbiasa berciuman dengan orang lain sebelumnya, benar?"

"Benarkah?!" Jongdae tidak bisa menyembunyikan keterkejutan dan rasa kecewanya, dan Minseok yang merutuki ucapan seenak udel Baekhyun yang membuatnya kalang kabut dan mati-matian menolak pernyataan tersebut pada Jongdae. "Tidak! Itu tidak benar! Baekhyun berbohong, Baekhyun mengigau aneh-aneh, Jongdae, aku bersumpah! Aku tidak pernah melakukan hal itu, karena aku ingin melakukannya dengan seseorang yang aku suka! Percaya padaku!"

Jongdae kaget dengan sanggahan panik Minseok, seolah menyatakan dengan makna tersirat bahwa lelaki berpipi tembam tersebut tidak ingin membuat kesalahpahaman diantara mereka. Dan itu cukup membuatnya tersentuh diam-diam.

Maka, Jongdae pun tersenyum kecil dan berkata, "Baiklah. Aku percaya padamu." Cukup membuat Minseok lega dan mengangguk kecil secara tidak sadar.

Di belakang mereka, Joonmyun dan Luhan menahan tawa yang hendak menyembur tidak sopan. Yifan-Baekhyun-Chanyeol dan Jongin melongo, sedangkan Sehun-Yixing-Tao dan Kyungsoo berdecak merasa sebal dengan adegan telenovela yang dipamerkan keduanya barusan.

"Kalau begitu, bisa dimulai pertarungannya?" goda Luhan. Kedua alisnya naik turun, dan dimata Minseok, ekspresi Luhan seperti tante-tante yang sedang menggoda anak-anak muda. Menggelikan. "Kurasa Yixing dan Kyungsoo tidak mempermasalahkannya, benar? Karena memang apa yang dikatakan Tao masuk akal."

Minseok menyemburkan kekesalannya, mengatakan bahwa ia membenci Luhan yang entah kenapa seolah ingin menjatuhkannya dan menganggapnya sebagai tumbal untuk kubu sebelah.

Sedangkan Jongdae, ia tidak merespon apapun melainkan mengingat kembali bisik-bisik dan wewejangan Joonmyun-Yifan padanya beberapa menit lalu. Joonmyun berkata bahwa, saat ini adalah saat yang tepat untuk menunjukan rasa ketertarikannya pada Minseok, dan kalau bisa sekaligus menyatakan cinta padanya juga. Sang ketua osis pun melanjutkan, jika kemungkinan tidak akan ada lagi kesempatan yang bahkan tidak lebih baik dari saat ini untuk bergerak maju menangkap Kim minseok.

Mungkin memang saat ini adalah saat yang tepat, Kim Jongdae, katanya menyemangati diri sendiri. Baiklah, ayo kita tangkap Kim Minseok.

"Hei, Minseok! (Minseok: "panggil aku sunbae, bocah unta!") Ayo kita memulainya sekarang juga. Lihat, mereka mulai tidak sabar untuk memiliki hak milik tempat ini!" pancing Jongdae. Lagi. "Tapi jika kamu memilih untuk menyerah, silahkan saja. Lagipula itu tidak merugikan kami berenam, benar kawan-kawan?" terdengar seruan kesetujuan dari balik punggung Jongdae. "dan itu artinya, kamu memang ketua yang tidak pantas dielu-elukan dan pengecut, Minseok."

Gigi-gigi putih Minseok bergemeletukkan. Meskipun wajahnya memerah karena membayangkan seperti apa pertarungan ala ikan Oscar, Minseok tidak lantas menyerah begitu saja jika permasalahannya membawa-bawa harga diri. Maka dari itu, ia kembali ke posisi semula, dengan kedua tangan berkacak pinggang-tubuh yang dicondongkan-dahi yang menempel mesra-dan deru nafas yang menerpa wajah satu sama lain, Minseok menerima tantangan dan pancingan Jongdae mentah-mentah.

Kyungsoo berdeham. Lalu berkata dengan nada parau menahan kantuk, "Baiklah. Jadi pertarungan yang akan dilakukan Jongdae dan Min-gege adalah adu mulut—maksudku, adu bibir alias bertarung ciuman.

Aturan mainnya sederhana, kalian hanya harus menyimpan kedua tangan di punggung masing-masing dan siapapun yang memilih untuk melepaskan ciuman lebih dulu, itu artinya dialah yang kalah. Bagaimana?"

Minseok menyeringai. Matanya yang telah menyipit kini semakin sipit dan tampak seperti memiliki empat alis bagi orang-orang yang melihatnya. Ia mendengus, menatap angkuh dan berkoar-koar dalam hati bahwa dialah sang pemenang utama, bahkan sebelum perang di mulai.

Sedangkan Jongdae, hanya membalas seringai lelaki yang menjadi crush-nya sejak lama hanya dengan senyum kecil, dan bisikan lirih yang entah mengapa cukup membuat Minseok menciut dan meremang lemas: "Mohon bantuannya, sunbae montok."


.

.


Saat itu, Minseok sedang membuka salah satu buku yang bertumpuk di hadapan Yixing, mereka berdua ada di perpustakaan ketika istirahat masih berlangsung. Buku yang ia pilih secara acak, yang ia baca sekilas dan begitu mengetahui bahwa itu adalah novel romansa, Minseok pun merautkan wajah jelek dan mengembalikannya ke tempat. Lalu kembali melakukannya pada buku-buku lain, hingga sama saja berakhir dengan Minseok yang menunjukan ekspresi jijik dan meletakkan buku itu kembali.

Kemudian, ia menjelalatkan mata berkilau cantiknya ke segala sudut-sudut ruangan perpustakaan yang lumayan ramai oleh sekumpulan anak kutu buku, lalu melihat Luhan yang masih sibuk berjingkat-jingkat mengambil buku novel yang masih belum ia gapai. Minseok memutarkan bola matanya searah jarum jam, berpikir jika betapa inginnya Luhan mengambil buku novel itu dengan tanpa bantuan, padahal beberapa siswa mengintip-ngintip dari balik rak buku—berharap salah satu dari mereka ingin dimintai bantuan.

Minseok tahu Luhan pasti tidak ingin melakukannya dengan satu alasan yang terus menerus ia koar-koarkan pada semua orang: karena aku manly!

Apa hubungannya dengan dirimu yang manly atau tidak sama sekali dengan butuhnya dirimu akan bantuan..? Luhan memang seperti itu orangnya.

Memutuskan untuk pura-pura tidak tahu, bersamaan dengan angin yang datang menghampiri dan bermain-main dengan helai rambutnya, Minseok berujar, "Kamu yakin ingin meminjam novel-eugh-romansa sebanyak ini, Xing-ah?"

"Tidak." Kata Yixing. Matanya tidak lepas dari sebuah novel detektif yang ia coba untuk membacanya. Dan sungguh, novel detektif ini membuatnya sungkan untuk mengalihkan pandangan. "Novel yang baru saja kau lihat-lihat tadi sudah aku baca dan ingin aku kembalikan, gege." Minseok mendesah mendengarnya. "Apa sih, yang kamu nikmati dari novel romansa? Aku tidak menyukainya. Aku lebih menyukai novel detektif atau horor."

"Masing-masing orang memiliki macam-macam ketertarikan terhadap genre novel yang mereka sukai."

"Termasuk bagaimana rasa dari ciuman yang pernah mereka rasakan masing-masing? Kamu juga pasti memiliki rasa yang berbeda dari ciuman yang pernah kamu lakukan, Xing-ah."

"Apa?" Yixing mengerjap dengan gugup mendengar balasan luar biasa dari kakak tingkat di hadapannya. "A-apa yang kamu bicarakan, gege?"

"Jangan berpura-pura tidak tahu," Seringai kecil terlukis di wajah Minseok yang tampak awet muda. "lima hari yang lalu, sepulang sekolah dan di dalam ruang osis yang pintunya terbuka agak lebar, aku melihatmu sedang berciuman bersama Joonmyun—si ketua osis bantet itu."

Yixing berjengit, bahkan ia meletakkan novel detektifnya dengan tidak baik-baik, "Tidak! Kamu salah melihat, itu bukan aku!" Yixing histeris tertahan. "Itu bukan aku! Mana mungkin aku ada di ruang osis dan bersama dengan si ketua bantet yang aku benci itu!?"

"Benarkah?" Minseok merautkan wajah kaget yang dimain-mainkan. "Berarti ada orang lain yang saat itu memanggil Joonmyun dengan nama si ketua bantet selainmu?! Berarti ada orang lain yang memiliki suara yang sama persis dengan suaramu, yang berkata bahwa orang itu meminta sebuah ciuman pada Joonmyun?! Dan berarti ada orang lain memiliki wajah persis sepertimu lengkap dengan bagaimana lesung pipi terbentuk ketika dia tersenyum sehabis berciuman?!"

Zhang Yixing tampak gugup, bola matanya bergulir ke sana ke mari, kedua pipinya yang berkulit putih kekuningan khas asian terutama negeri tirai bambu merona cantik, dan tubuhnya bergerak-gerak gelisah. Kim Minseok masih dengan ekspresi seringai liciknya yang jahil, hingga tak lama Yixing pun memelas pada gegenya untuk tidak memberitahu hal itu kepada siapapun—kepada siapapun. Tawa kecil mengalun dari bibir Minseok, dan begitu mereka berdua melakukan pinky promise yang tampak menggelikan, setidaknya Yixing sedikit memberikan kepercayaan untuk menjaga rahasia pada gegenya.

Dan dengan tempat duduk mereka yang jauh dari keramaian dan dekat dengan pojok perpustakaan, Minseok berbisik-bisik, "So, how with taste?"

"What taste?"

"Your first kiss?"

"Uh, i think that not my first kissed." Minseok terperanjat. "Maksudmu, kalian sering melakukannya?!" pekiknya tertahan.

Mau tidak mau, dengan wajah kembali memerah, Yixing mengangguk mengakuinya. "Kami sering melakukannya, kalau kondisinya aman dan ketika kami hanya berdua saja."

"Sejauh apa," Minseok sangat penasaran. Alisnya mengerut dan ujungnya saling mencumbu lucu. "sejauh apa hubungan kalian?"

"uh," Yixing menutupi wajahnya dengan buku novel. Dan samar-samar, Minseok mendengar dengungan yang berasal dari balik buku itu. "empat bulan yang lalu aku menerima perjodohan dan lamaran pertunangan dengannya di rumahku."

Pemuda Kim berpipi tembam itu mengangga. "A-a-ak-aku tidak berpikir jika hubungan kalian sudah sejauh itu!"

"Berisik, gege," bisik Yixing. "Semuanya memperhatikan kita berdua."

Dan memang benar, semua orang-orang yang ada di perpustakaan (kecuali Luhan yang masih sibuk mengumpat kasar betapa jauhnya letak novel yang hendak ia pinjam hari ini) menoleh kearah mereka dengan ekspresi terganggu, akhirnya Minseok membungkuk kecil diiringi permintaan maaf yang malu-malu.

Kemudian, pembicaraan mereka berdua merembet ke cincin pertunangan, yang tanpa disangka-sangka, Yixing tidak mengenakannya di jari rampingnya melainkan ia buat dan kenakan menjadi kalung, setelah dengan sedikit paksaan Minseok menyuruh Yixing membuka dua kancing teratas seragamnya. Cincin itu berwarna perak indah dengan satu batu ruby kecil di tengah dan ukiran nama lengkap Joonmyun di lingkaran dalamnya mengantung indah dibalik seragam yang selalu Yixing kenakan. Cincin yang membuat Minseok terpana dan melongo dongo mendengar kisaran harga yang Joonmyun keluarkan hanya untuk benda sekecil itu.

"Apa memang sekaya itu orang tuanya?"

"Orang tuanya memang kaya, seperti yang sering kita dengar-dengar di sekolah," jawab Yixing dengan wajah geli. "Tapi Joonmyun membeli ini dengan uang tabungan dan hasil usahanya mendirikan satu cafe kecil di pinggir jalan menuju dermaga kota. Kamu tahu 'kan, kalau dermaga itu cukup ramai dikunjungi orang-orang karena tempat itu menjadi salah satu tempat wisata, apalagi pelancong yang ingin datang ke kota ini." Lanjutnya.

"Well, jadi sekarang secara tidak langsung kamu membanggakannya?"

"Oh, Jangan memulainya, gege."

Dan kembali lagi ke permasalahan tentang bagaimana rasa berciuman dengan orang yang kau kasihi, seperti yang ditanya ulang oleh Minseok pada Yixing. Awalnya, Yixing mengelak untuk memberitahu, dan berlindung di balik kata-kata bahwa suatu hari nanti Minseok akan merasakannya sendiri. Tetapi Minseok jika memang sangat penasaran, kekeraskepalaannya hampir-hampir menyamai kekeraskepalaan Luhan, dan menyerang balik jika ia hanyalah anak polos yang butuh jawaban dari orang-orang yang pernah melakukannya, daripada ia disesatkan oleh jawaban-jawaban aneh jika ia bertanya pada yang lain—jika kamu tahu maksudku.

"Kamu tahu kenapa aku sangat penasaran, Yixing-ah?" saat itu Yixing melihat kilap-kilap cantik khas anak kecil yang memang sangat ingin tahu di sepasang mata sipit namun indah milik gegenya. Kilap mata yang membuatnya terdiam dan mulai sungkan untuk berpura-pura tidak peduli. "Karena saat itu, saat aku tidak sengaja mendengar suaramu yang meminta Joonmyun untuk menciummu, dan saat aku melihat dari pintu ruang osis yang terbuka sedikit, aku melihatmu yang langsung menutup mata begitu bibir kalian saling bersentuhan.

"Aku melihat bahasa tubuhmu, yang berkata bahwa kamu menyukai ketika bibirmu bersentuhan dengan, well, sebegitu sempurna dan intimnya dalam rengkuhan si ketua osis itu. Terutama ketika tanganmu yang memeluk erat lehernya, mengusap-usap lembut punggungnya.

"Aku lalu melihat wajahmu yang memerah, matamu yang tertutup tenang, dan dengung samar-samar yang tertahan diantara bibir kalian. Aku benar-benar malu dan terkejut melihat kalian berciuman dengan penuh rasa dan hasrat seperti itu, tapi dari semuanya, aku cukup terpana dan menyadari bahwa kamu memang sangat-sangat-sangat menikmatinya.

"Terlebih begitu kalian selesai melakukannya, kamu tersenyum lembut sekali," Minseok tersenyum kecil. "senyum yang sangat jarang kamu lakukan di depan dan untuk orang lain sebelumnya.

"Sehabis itu, kalian tertawa kecil sambil menempelkan dahi masing-masing, dan kembali berciuman, bahkan lebih-lebih ganas dari sebelumnya. Aku sampai menganga seperti orang dungu dan mengipas-ngipasi tubuh dengan tanganku, dan memilih pergi pulang sambil berkeringat dingin," Minseok tertawa kecil namun puas ketika mengingat ekspresinya yang menangkap basah Yixing dan ekspresi merona Yixing yang hebat sekali. "Setelah itu, aku tidak tahu apa yang terjadi diantara kalian."

Hening semua diantara keduanya, hingga Yixing dengan tergagap memecahnya. "Ka-Ka-kau melihat sampai sebegitunya, gege." Ia melirih malu. "Ak-ak-akan aku marahi si ketua osis bantet itu nanti karena kecerobohannya yang tidak menutup pintu rapat-rapat! Padahal sudah aku suruh dia melakukannya!"

"Kamu tahu, bahkan ketika aku melihatmu saat itu, aku merasa bahwa kamu terlihat cantik ketika melakukannya dengan Joonmyun." Minseok mengangguk-angguk. Wajahnya serius. "Pantas saja Joonmyun sesekali membuka matanya untuk menatap wajahmu saat itu."

"Apa? Dasar ketua osis bantet mesum! Sudah kubilang jangan menatapku kalau ingin melakukannya!"

"Dengar, semakin lama kamu seperti memberi peluang kepada pikian orang lain bahwa kamu memang memiliki hubungan khusus dengan Joonmyun, bahkan sebelum kamu beritahu pada mereka jika kalian bertunangan."

Yixing mengatupkan bibirnya. Lalu memilih untuk sedikit menyingkirkan buku-buku yang tertumpuk tak rapi di mejanya, untuk kemudian ia rebahkan kepalanya di balik lipatan tangan di sana. "Rasanya aneh."

"Rasa apa?"

"Ciuman kami?"

"Aneh bagaimana? Kamu berkata bahwa ciuman kalian terasa aneh, tapi kamu mengakui jika kalian sering melakukannya."

"Aku tidak bohong, rasanya aneh," bela Yixing. "ketika bibir kami saling mengecup dan merasakan satu sama lain, rasanya perutku tergelitik, lalu menjadi hangat dan tiba-tiba aku membayangkan bahwa ada kembang api yang meletus-letus cantik di dalam tubuhku, atau kupu-kupu indah yang terbang kesana-kemari seolah ingin merangsek keluar." Ketika itu, dibalik helai-helainya yang menari bersama angin, Minseok mengamati sorot sendu yang lembut dan tampak seperti merindukan sesuatu. "dan tubuhku seperti menginginkan hal lebih dari sekedar itu.

"Lalu, ketika kami berciuman, aku seperti dapat merasakan rasa dari semua warna-warna dunia, seperti rasa manis dari warna merah, rasa pahit dari warna hitam, rasa menenangkan dari warna biru dan hijau, rasa menyenangkan dari warna oranye, dan lain-lain.

"Diantara itu semua, aku bisa merasakan rasa sayang dan cinta yang dia berikan padaku, dibalik rasa cappucino yang ia teguk dan rasa manis dari kue croissant yang aku berikan padanya saat itu. Dan alasan lain kenapa ciuman darinya terasa aneh, karena itu membuatku ketagihan. Ya, ciuman darinya membuatku ketagihan, gege.

"dari sanalah, aku berpikir bahwa ciuman yang dia berikan benar-benar menakjubkan."

Minseok tercekat. Yixing tidak mengetahui, ketika ia mendeskripsikan rasa dari ciumannya bersama Joonmyun, Minseok bisa membayangkan sesuai yang dikatakannya, dan ia tidak menyangkal jika hanya dengan membayangkan dengan hatinya saja tampak menakjubkan, bagaimana jika Minseok sendiri yang mengalaminya?

"Apa memang semenakjubkan itu, Yixing?" Minseok ikut-ikut meletakkan kepalanya dibalik lipatan tangan. Menatap lurus kearah Yixing yang kembali menyorotkan tatapan seperti biasa. "Apa aku juga akan merasakan hal yang sama seperti yang kamu rasakan saat berciuman nanti, Yixing-ah?"

Mereka berdiam saling diam dan saling menatap lekat satu sama lain. Di mata Yixing, Minseok seperti benar-benar ingin merasakan dengan jelas bagaimana rasa dari ciuman dengan orang yang dikasih itu sendiri, dan itu cukup membuatnya terenyuh.

Karenanya, ketika sebelah tangan Yixing mendarat di pucuk kepala sang gege dan mengusap-usap pelan, pemuda Zhang itu berkata dengan lembut, "Semua orang memiliki sensasinya sendiri-sendiri ketika mereka berciuman dengan orang terkasih, gege. Dan kamu juga akan begitu.

"Tapi, walaupun mungkin bukan saat ini juga, mungkin bukan dalam waktu yang dekatpun, suatu hari nanti kamu akan merasakannya. Dan mungkin sensasinya lebih dari yang aku rasakan.

"Kamu hanya perlu bersabar, gege, karena ciuman adalah bahasa tubuh kasih sayang sakral yang tidak boleh kamu umbar ke siapapun, hanya untuk seseorang yang kamu kasihi dan yang mengasihi kamu."

Senyum kecil Minseok berikan pada Yixing. "Kamu benar. Aku hanya perlu bersabar, karena suatu hari nanti aku juga akan merasakannya," ia tertawa renyah. "Ngomong-ngomong, apakah dengan menjadikanmu sebagai tunangan Joonmyun, membuat pola pikirmu tampak dewasa, Yixing-ah?"

"Gege," sebuah pukulan kecil mengenai pucuk kepala Minseok. "jangan memulainya."


.

.


Kim Minseok memang mempercayai dan menyetujui ucapan Yixing waktu itu, tetapi tidak ia sangka-sangka jika waktunya adalah sekarang—sekarang, dengan Kim Jongdae, hanya dengan alasan pertarungan perebutan wilayah halaman belakang sekolah.

Rasanya Minseok ingin mengubur diri atau terbang ke antariksa saja, jika bibirnya yang ia jaga-jaga untuk ciuman sakral berharga di masa nanti, akan hilang tak lama lagi karena masalah ini. Dan pasangannya adalah dia, orang itu, pemuda berwajah simetris, Kim Jongdae yang Minseok akui bahwa ia memiliki rasa ketertarikan padanya sudah sejak lama. Mungkin seperti inilah kondisi dimana kamu malu-malu tapi mau, begitu benaknya mencemooh. Dan Minseok tidak menyangkalnya.

Tetapi, mengingat bahwa tak ada celah untuk mundur, sambil dadanya berdegup-degup dan tubuhnya bergetar tak tenang, Minseok pun ikut memajukan tubuh dan wajahnya tatkala Jongdae di hadapannya melakukan hal demikian.

Perlahan tapi pasti, deru nafas satu sama lain saling menyapa, jarak antara mereka saling menyempit, kecanggungan mulai merajai sekeliling tubuh keduanya, namun semakin lama degup jantung semakin membuat merasa mulai merasakan sensasi menyenangkan, di dalam perut mereka ada tangan-tangan imajiner yang menggelitik-gelitik dan seperti ada kupu-kupu cantik yang mulai melebarkan sayap warna-warninya, dan juga entah mengapa tubuh mereka seperti tidak sabar untuk saling mendekat lebih intim satu sama lain.

Dan inilah dia, tepat ketika kedua pasang mata Jongdae dan Minseok menutup perlahan, dengna bibir mereka yang bergetar seperti ada sengatan listrik yang menyenangkan ketika menyentuh lembut permukaan satu sama lain, untuk pertama kalinya Minseok merasakan sensasi luar biasa hebat.

Ketika bibirnya saling bertautan dengan bibir Jongdae, memorinya mengingat-ngingat pengakuan rasa berciuman menurut Yixing, dan ia mengakui bahwa sensasi yang ia rasakan saat ini tidak berbeda jauh dengannya—tidak berbeda jauh, karena ia menyadari bahwa ada sensasi lain yang dirasakan tubuh dan kesadarannya.

Sensasi itu adalah, rasa ciuman Jongdae yang bukanlah perpaduan antara cappucino dan kue croissant, tapi kombinasi antara legitnya coklat yang ia makan berbaur dengan pahitnya kopi hitam yang selalu menjadi kenikmatan Jongdae setiap jam istirahat. Lalu tak lama rasanya berubah, menjadi manisnya puding fla strawberi yang ia makan saat istirahat dan pedasnya saus bolognese dari spageti yang Jongdae nikmati di jam sepulang sekolah tadi. Dan yang terakhir yang Minseok rasakan di permukaan bibir Jongdae, adalah rasa mint dari permen yang dikulumnya beberapa belas menit lalu dan rasa asamnya jeruk mandarin yang Minseok nikmati bersama-sama dalam perjalanan menuju halaman belakang sekolah.

Luar biasa. Minseok nyaris saja terbuai dan mendaratkan tangannya yang berada di balik punggung bergetar-getar ke pundak tegap Jongdae, jika ia tidak merasakan rasa perih dan ngilu bibir bawahnya di gigit-gigit dan dihisap tidak sopan oleh Jongdae.

"uh," Minseok berjengit, alisnya berkerut dan pipinya semakin memperlihatkan rona merah alami. "Jo-Jongdae.." desahnya tanpa ia sadari, bahkan tidak tahu jika kesepuluh pemuda di sekelilingnya merona malu dan melongo mendengarnya. "uh.. Jongdae~"

Sementara itu di sisi Jongdae, hatinya ketar-ketir mendengar lirihan menggoda yang dialunkan Minseok. Pemuda berwajah simetris itu bahkan nyaris saja memutuskan untuk menubruk dan menindih tubuh Minseok yang beberapa senti lebih pendek darinya ke permukaan tanah berumputan, jika ia tidak menyadari jika Minseokpun melakukan hal yang pada pada bibir atasnya: menjilat-mengigit-menghisap gemas. Itu membuat tubuhnya bergetar dan hasratnya mulai memberontak, bahkan kepala tangan di balik punggungnya mulai berkeringat dingin.

Jilatan. Hisapan. Gigitan. Dan kecupan-kecupan lembut nan lembab mereka lakukan. Dan tubuh mereka pun mulai saling berhimpitan, saling menyentuh satu sama lain dengan suhu yang mulai memanas dan gerah karena birahi. Pusing melanda keduanya, tapi tertutupi oleh sensasi nikmat yang memabukkan.

Hingga akhirnya Jongdae berhasil melesakkan daging tak bertulangnya ke dalam rongga mulat Minseok, membuat Minseok mengedikkan kedua bahunya dan melepaskan tautan tangannya yang kini mengudara di kedua sisi tubuh. "mmhh~" dengung Minseok tatkala ujung lidah Jongdae menyapa langit-langit rongga mulutnya. Tubuhnya mulai gemetar ke seluruh sudut-sudut, dan kakinya seolah seperti jelly yang akan meleleh kapan saja. "hhh.. Jongdae~"

"hhmmh..?" balas Jongdae.

"ngh!" Minseok membuka matanya segaris, dan kembali menutup ketika ia tidak bisa melihat apapun dengan jelas kecuali bayang-bayang imajiner berwarna merah muda yang terganggu oleh bulir-bulir air mata. Bahkan Minseok mengakui jika serangan ganas Jongdae berhasil membuatnya menangis terharu dan bertekuk lutut meskipun pertarungan baru saja di mulai. "nggh-mmmhh~" tetapi Minseok tidak peduli melainkan untuk lebih menikmatinya perlahan-lahan dan menghayati.

Tidak peduli, termasuk dengan teman-temannya mulai menyingkir diam-diam untuk pulang dan meninggalkannya hanya berdua dengan Jongdae, begitu pula yang dilakukan oleh teman-teman Jongdae. Jongdaepun tidak peduli, hanya fokus untuk menjelajahi dalam bibir pujaan hatinya yang mulai luluh dan menumpukan tubuh padanya, dan menikmati sensasi luar biasa selanjutnya ketika ia bergerilya di sana.

Kini, sensasi yang Jongdae rasakan bahkan lebih-lebih hebat daripada sebelumnya.

Ketika lidahnya menyentuh deret-deret gigi bawah Minseok, Jongdae merasakan aroma buah jeruk bercampur wangi mawar merah yang mekar. Kemudian, ketika lidahnya menyentuh deret-deret gigi atas sang pujaan hati yang kini meremat-remat kedua pundaknya dengan tangan gemetar, tubuhnya merasakan sensasi angin musim gugur yang bercampur aroma hujan membasahi bumi.

Lalu, begitu lidahnya menyapa langit-langit rongga mulut Minseok, ia merasakan sensasi seperti dunia menyapa ramah padanya. Dan yang terakhir, ketika lidah mereka saling menyentuh canggung untuk pertama kali, lalu memberanikan diri untuk saling melilit, keduanya sama-sama seperti bisa merasakan rasa dari warna-warna pelangi, lengkap dengan sensasi menggelitik akan adanya kembang api yang meletus-letus cantik di dalam tubuh.

"Uh, Minseokkie~"

"ah, Jongdae-ya~"

Masing-masing saling merengkuh, saling bertumpu, saling menghantarkan hangat tubuh, hingga akhirnya kaki-kaki mereka tak tahan untuk berdiri dan memilih untuk menyamankan diri di permukaan tanah rerumputan yang lembut. Setelahnya, ketika kedua pasang tangan saling mengusap-usap penuh kasih tubuh dalam rengkuhan mereka, Minseok mulai menunjukan kegelisahan. Jongdae yang memahami bahasa tubuhnya pun mulai melepaskan tautan bibir mereka, membiarkan benang saliva terbentuk dan terputus untuk membahasi sudut-sudut bibir.

Minseok sedang menetralkan jantung dan meraup nafas dalam-dalam, ketika tak lama kemudian wajahnya merasakan deru nafas yang hangat dan kedua telinganya mendengar lirihan menggoda, "Hey, That was amazing. The kiss."

"Uh-huh," balas Minseok, pelan matanya terbuka. Terhipnotis seketika begitu melihat Jongdae menatapnya dengan penuh makna. "clumsy, but feels great." Merekapun tertawa.

"Yang lain pergi," kata Jongdae. "diam-diam meninggalkan kita berdua di sini tanpa pesan."

"Biarkan saja," kata Minseok, tangannya yang melingkar di leher Jongdaepun bergerak untuk mendekatkan wajah tampan itu padanya. "aku masih ingin di sini. Berdua bersamamu." Paraunya menggoda, matanya tidak lagi menatap mata Jongdae melainkan kearah bibir pemuda itu yang agak membengkak-merah merona-dan basah.

Jongdae yang mengerti apa keinginan Minseok hanya menyeringai kecil, dan kemudian berbisik sebelum akhirnya ia mencicip ulang nikmat memabukkan yang tercipta diantara mereka saat beciuman. "Sayang kamu, hyung."

"Aku juga, Jongdae-ya."

Kembali mereka melakukan pertarungan di bawah langit sore menjelang malam. Pertarungan yang nikmat, memabukkan dan membuat keduanya kecanduan.


.

.


The End

.