Shiroi no Me

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : Alur kecepatan, Miss-typo, OOC(maybe) haha ,dll

Don't read if you don't like this pair!.

.

.

.


Halo! Terimakasih banyak sudah meluangkan waktu untuk membaca fic ku ini :D

Lagi-lagi GaaHina dan udah buat fic baru lagi padahal masih ada fic yang belum selesai /dibuang hehehe XD

Maaf, aku nggak tahan untuk nggak nulis yang satu ini XD

Ini pertama kali aku nulis fic non-AU walaupun hanya settingan dunia shinobi nya yang diambil haha

Semoga readers semua menikmatinya ya~ ^^

Silahkan membaca! ^^


Chapter 1

Eyes


.

.

Seorang wanita duduk di kursi putih yang diwarnai keemasan di pinggirnya. Dua pengawal yang berdiri di samping kanan dan kiri kursi tersebut tampak siap siaga. Menjaga seorang gadis yang kini menundukkan wajahnya dalam. Surai indigo gadis tersebut jatuh di atas pangkuannya, tapi tak ada sedikitpun keinginan bagi sang gadis untuk menyingkirkannya.

"Hinata-hime, sebentar lagi keretanya akan datang. Apa anda akan bersiap sekarang?"

"...tunggu sebentar lagi. Sebentar saja," gadis itu tersenyum tipis. Gadis bernama Hinata yang merupakan putri pertama dari kepala klan Hyuuga, kepala klan ternama di Konoha yang merupakan tempat dimana Hinata berada kini. Hinata menggenggam erat kedua tangannya erat seakan jika Ia tak mencengkramnya, Ia akan menghilang begitu saja. Ia lalu menatap salah satu penjaganya dan tersenyum. "Ko, aku sudah siap."

Wajah sang pengawal terlihat tak senang mendengarnya. Ada kecemasan, rasa kesal, dan kesedihan didalamnya saat melihat wajah gadis yang sudah Ia rawat sedari kecil tersebut sebagai pengawal pribadinya. "Baiklah, Hinata-sama."

"Aku sudah bilang panggil aku Hinata." Hinata menatap Ko serius. "Kumohon, ini terakhir kalinya, 'kan?"

"...Baik, Hinata." Ko tersenyum pahit. Ia lalu mengulurkan tangannya, ini akan menjadi kali terakhir baginya untuk menggenggam tangan gadis tersebut. Karena hari ini akan ada orang lain yang menjaga gadis yang akan selalu menjadi gadis kecil untuknya itu. Sudah pasti, dia sudah menjadi pengawal Hinata selama 21 tahun ini.

Hinata yang meraih tangannya ke arah tangan Ko tersenyum senang. Ia lalu bangun dari duduknya dan berdiri tegap. Kimono putih yang Ia kenakan mulai ikut bergerak menyusuri jalan Hinata yang berjalan ke arah luar kamarnya. Saat pintu dibuka, Hinata yang dituntun oleh Ko serta penjaga lainnya segera berjalan menuju salah satu ruangan besar yang terbuka lebar. Ko membisikkan sesuatu ke arah telinga Hinata, membuat Hinata menganggukkan kepalanya paham.

'Mereka ada di depan anda, Hinata-sama.'

Hinata mengangkat kepalanya dan segera tersenyum tipis. Ia lalu duduk bersimpuh dibantu para pelayannya. Ia terdiam sesaat, Ia sangat penasaran dengan keadaan di depannya sekarang.

"Boleh aku tahu, kenapa gadis ini menutup matanya?"

Hinata langsung menoleh ke arah Ko saat mendengar ucapan lelaki yang kini duduk bersimpuh di depannya. Ko yang menyadari maksud Hinata segera mengangguk dan membuka perban yang sedari tadi menutupi mata Hinata.

Dengan perlahan perban putih itu terbuka, memperlihatkan mata Hinata yang mulai terbuka. Hinata kedipkan matanya dua kali dan segera melihat lelaki di depannya. Lelaki yang tampak terbius akan mata Hinata. Mata yang baru Ia jumpai kali ini.

Kedua mata mereka bertemu.

Hinata membuka matanya lebar, pria yang sedang duduk di sampingnya menggunakan ekspresi yang sama dengannya. Rambut marunnya bergerak terbawa angin yang masuk. Tak ada yang bicara, suasananya tiba-tiba sunyi. Hinata sendiri tidak tahu harus berkata apa. Ia terpana dengan pemandangan di depannya. Lelaki berambut marun dengan mata emerald seakan membiusnya.

"...Gaara!" seorang wanita berkuncir empat menyentuh lengan Gaara dan menatapnya tajam. "Jangan lupa tujuanmu datang kemari."

"..." lelaki bernama Gaara itu segera mengangguk dan kembali duduk tegap di hadapan Hinata yang masih terdiam. "Mohon maaf atas ketidak sopanan saya untuk bertanya mengenai mata anda, Hinata-hime."

"..Ah, i-itu bukan masalah─" Hinata segera menundukkan wajahnya dalam.

"Kami kemari untuk mengantar anda ke desa Sunagakure untuk bertemu dengan pemimpin kami. Terimakasih banyak karena kalian bersedia menerima lamaran ini. Dengan begini, hubungan Konoha dan Suna bisa terjalin lebih baik lagi." gadis berambut pirang itu tersenyum tegas dan melirik ke arah Gaara yang duduk di sebelahnya. "Kami berdua yang menjadi perwakilan untuk mengantar anda ke Suna dengan selamat, kami harap anda tidak keberatan."

"Kami sangat berterimakasih kalian sudah jauh-jauh datang kemari. Kami harap anda merasa nyaman di sini."

"Tidak, kami juga berharap begitu. Terutama bagi Hinata-hime sendiri, dia akan meninggalkan daerah dimana Ia lahir. Tentu dia yang paling sedih."

"Mengenai itu─" Ko melirik ke arah Hinata yang hanya diam. "Benar juga. Baiklah, ada baiknya Hinata-sama juga bersiap-siap sebelum matahari turun."

"Saya akan membantu, tenang saja, ada sekitar 20 shinobi kelas atas yang kami bawa. Putri kalian tidak akan terluka."

"Kami mengerti." Ko lalu segera bangun dan kembali membantu Hinata untuk berdiri. "Ini yang terakhir, Hinata-hime."

"...benar," Hinata tertawa pelan dan segera bangun dari duduknya. Ia lalu berdiri dan segera berjalan perlahan menuju ke luar dari kediamannya. Sebelum keluar dari bangunannya, Ia lihat gadis kecil yang sedang mengumpat, melirik ke arahnya malu-malu. Melihat hal tersebut, Hinata segera memanggilnya dengan gerakan tubuh, membuat gadis kecil dengan kimono cokelatnya itu berlari kecil ke arahnya.

"Hinata-neechan! Apa kau benar-benar akan pergi?" gadis bermata sama dengan Hinata memeluk pinggangnya erat. Hinata yang melihatnya hanya bisa tersenyum pahit dan memandangnya lurus.

"Hanabi, kau adalah putri kedua dari keluarga Hyuuga. Kau menggantikkan posisiku disini, jadi bersikaplah selayaknya putri. Kau harus dengan bangga memimpin klan ini untuk Tou-sama yang sedang melakukan perjalan dan Kaa-sama di surga. Kau bisa, 'kan?"

"...U-uhm. Aku mengerti, Ane-ue." Hanabi mengangguk dalam. Ia lalu kembali mendongakkan kepalanya dan melihat raut wajah Hinata. "Kalau kau bicara begitu, kenapa kau terlihat seperti ingin menangis?"

"Hanabi─" Hinata segera mengangkat tubuhnya dan berdiri tegap. "Karena terkadang yang kita inginkan tidak terkabul, ne?"

"Hinata-neechan.."

"Hinata-sama! Kereta anda sudah siap, sebaiknya anda bergegas." Kou yang menghampiri Hinata kembali menuntun Hinata yang sudah selesai berpamitan dengan Hanabi. Hinata yang kini berdiri di depan kereta kuda membalikkan kembali tubuhnya melihat desa yang kini terpampang indah di depannya. Ia tersenyum kecil dan membungkuk dalam.

"Selamat tinggal."

.

.

.


Sudah dua hari Hinata berada di dalam kereta kuda yang membawa dirinya kini menuju Sunagakure yang tampaknya masih belum terlihat tempatnya. Tentu saja, Konoha menuju Suna memakan waktu 3 hari. Entah Hinata harus melakukan apa untuk menghilangkan rasa jenuhnya.

"Apa ada yang anda inginkan?" wanita bernama Temari yang duduk di hadapan Hinata tersenyum simpul. Dari yang Hinata tahu, Temari adalah salah satu penjaga sang pemimpin Sunagakure, orang yang mengirimkan lamarannya.

"Ti-tidak, terimakasih banyak." Hinata menggeleng pelan. Ia memang berada dengan Temari di dalam kereta ini jikalau sewaktu-waktu ada yang menyerangnya. Bagaimanapun Hinata adalah garis keturunan terhormat, nama Sunagakure bisa tercoreng apabila terjadi sesuatu pada gadis bersurai indigo yang satu ini. Meski begitu, Hinata paham akan posisinya. Ia selalu membawa kunai di belakang pinggangnya yang Ia taruh di kantung kecil dalam kimononya.

"Aku baru pertama kali melihat mata sepertimu." gumam Temari membuat Hinata langsung menatapnya kaget. "Ah, maaf jika aku tidak sopan. Tapi, matamu indah. Jadi itu yang namanya Byakugan─"

"...Te-terimakasih." Hinata tersipu malu. Baru kali ini ada orang yang memuji kedua mata lavender miliknya. Beda dengan keluarganya, mata Hinata memang memiliki keunikan tersendiri. Sama seperti yang lainnya, berwarna lavender tetapi jika siang hari mata Hinata seakan menyala berwarna putih, bening dan gemerlap lavender menyertai warnanya saat terpantul matahari.

BRAK

"..Hm?!" Temari dengan segera berdiri dan melihat ke atas atap kereta yang tiba-tiba terhenti. Dengan segera Temari berdiri di depan Hinata, membelakanginya dan mengeluarkan kipas yang sedari tadi Ia taruh di dalam peti. "Jika sudah di perbatasan, selalu saja ada masalah."

"A-ano, ada apa?"

"Tenang saja, di perbatasan menuju Suna banyak missing-nin berkeliaran. Jarang ada kereta beriringan jika bukan orang penting yang datang. Mereka pasti mengincar barang-barang disini." Temari segera membuka pintu kereta dan melayangkan kipasnya. "Hinata-hime, kuharap anda tidak keluar dari sana. Aku akan kembali secepatnya."

"Ah..Ba-baik─" Hinata yang melihat Temari loncat dari atas kereta segera menatapnya bingung. Jujur Hinata bingung harus melakukan apa, ini kali pertama bagi Hinata mengalami hal seperti ini. Dari luar, Ia bisa dengan suara teriakan dan dentingan kunai yang saling menyahut. Dengan segera Hinata melihat keadaan di luar dari jendela kecil yang berada di pinggir kereta. Ia lihat shinobi-shinobi Suna sedang bertarung melawan para ninja tanpa ikat kepala sembari mengelilingi kereta yang ditumpangi Hinata. Hinata tahu mereka semua menjaganya agar tak ada satupun ninja tersebut mendekatinya. "Bagaimana ini,"

Merasa harus melakukan sesuatu, Hinata dengan segera melepas lapisan pertama kimono serta obinya. Dengan cepat Hinata lepas seluruh ornamen ditubuhnya dan kini hanya mengenakan kimono tipis yang berada di dalam pakaiannya dengan kunai yang masih Ia selipkan di ikatan kimono belakangnya. Hinata buka pintu keretanya dan melihat seorang lelaki yang berjaga tepat di depan pintunya.

"Ah! Anda─"

"Apa yang kau lakukan?! Cepat masuk ke dalam!" lelaki berambut marun itu menatap Hinata kaget dan segera menutup pintu kereta meski langsung ditahan oleh Hinata yang tetap mendorongnya keluar.

"Tu-tunggu dulu, aku juga akan membantu─" ujar Hinata seraya tetap menahan pintu yang didorong oleh Gaara dengan kedua tangan serta tubuhnya.

"Tidak perlu!" seru Gaara kencang membuat Hinata bergidik mendengar suaranya. "..Maksud saya, Hinata-hime, keselamatan anda terpenting disini. Jadi anda─"

"Dibelakangmu─!" seru Hinata memotong kalimat Gaara yang langsung menatap ke belakangnya. Gaara melirik ke arah Hinata cepat dan menghela nafasnya pelan. Ia lalu mengeluarkan kunai dari kantungnya dan menahan serangan dari ninja tersebut sigap. Gaara yang menatap lawannya hanya tetap berwajah datar, tak terlihat Ia kesulitan menghadapi musuh di depannya ini. "Ano, aku benar-benar akan turun!"

Hinata dengan segera loncat dari kereta kudanya dan mendarat dengan lancar. Dengan secepat kilat Hinata mengeluarkan kunai di belakang sakunya dan berlari ke arah Gaara. Gaara yang melihat Hinata dari sudut matanya hanya bisa mendecakkan lidahnya dan membiarkan Hinata.

"A-ano, tolong lepaskan dia!" seru Hinata ke arah ninja yang sedang berhadapan dengan Gaara. Hanya dengan satu kalimat itu, bukan hanya Gaara melainkan ninja tersebut ikut diam. Kecanggungan diantara mereka bertiga semakin menjadi-jadi kala Hinata mengarahkan kunainya ke ninja tersebut. "Aku akan menusukmu! Karena itu, lepaskan dia!"

"...Apa-apaan dia." desis sang ninja berambut hitam tersebut. Gaara sendiri hanya bisa diam melihat tingkah laku dari sang putri Hyuuga ini. Belum sempat Gaara melumpuhkan tangan ninja digenggamannya, tiba-tiba dari belakang Hinata seorang ninja lainnya datang membuat Gaara langsung melirik ke arah Hinata cepat.

Hanya dalam hitungan detik kedua ninja yang berada di belakang Hinata dan di depan Gaara kini berada di cengkraman pasir yang tiba-tiba datang mengelilingi mereka. Hinata yang melihatnya hanya bisa tercengang, Ia bahkan baru tahu jika ada ninja lain yang menghampirinya.

"Tsk, pada akhirnya aku menggunakannya." gumam Gaara pelan sembari menatap Hinata tajam. "Hei, Hyuuga-hime. Perbuatanmu barusan sangat fatal, apa kau benar-benar seorang puteri?"

"...A-aku,"

"Mata itu! Kau! Mata yang sama dengan legenda katakan.." salah satu ninja yang berada di genggaman pasir tersebut menatap Hinata histeris. Ia menatap Hinata seakan mata Hinata terlalu menyeramkan untuk di tatap. "Menjijikan.."

Hinata yang mendengarnya dengan segera menundukkan wajahnya dalam. Ia tahu akan begini jadinya jika Ia tidak menutup matanya saat di luar. Hinata sudah terbiasa dengan hal ini, sedari kecil Ko sudah mengajarkannya untuk tidak marah dengan orang-orang yang mengomentari mata miliknya. Ko selalu mengajarkan Hinata untuk tetap mensyukuri mata Hinata yang aslinya hanya dimiliki para klan Hyuuga ini.

"Kau─" Gaara yang berdiri di samping Hinata segera mendekat ke arah ninja tersebut dan mengarahkan kunai tepat di depan matanya. "Apa kau mau matamu kucongkel dengan ini?"

"Gaara! Apa yang kau lakukan?!" Temari yang tiba-tiba datang segera menepis tangan Gaara dan menatapnya tajam. "Ingat, tujuanmu kemari bukan untuk ini. Serahkan ninja-ninja ini pada shinobi yang lain. "

Hinata yang melihat keributan antara Gaara dan Temari segera memundurkan langkahnya. Ia terlalu bingung dengan situasi ini, seharusnya kini Ia bertemu dengan pemimpin Suna dan menerima lamarannya. Tak ada pikiran untuk berada dalam situasi seperti ini. Hinata lihat ke sekelilingnya, penuh darah dan ninja yang bergeletakan disana-sini.

"Kenapa─" bisik Hinata seraya menutup mulutnya karena tak tahan dengan bau darah yang menyengat di hidungnya.

"Mata itu, byakugan?!" salah satu ninja yang masih berdiri melihat Hinata kaget. Bisa dilihat dari penampilannya, Ia adalah kepala dari para missing-nin ini. Dengan segera Ia mengeluarkan kunainya dan berlari menuju ke arah Hinata yang hanya bisa terdiam. Hinata terlalu takut untuk bergerak, matanya bergetar. Tubuhnya yang rapuh itu seakan membeku, Ia hanya bisa termenung diam hingga Hinata kini menyadari tubuhnya di rangkul erat oleh lelaki yang baru saja menatapnya tajam. "Kau! Siapa kau?! Cepat serahkan wanita itu jika kau tidak mau terluka!"

"Hmm─Apa aku belum memperkenalkan diri?" Gaara mendecih pelan dan mengangkat tangannya diikuti pasir-pasir yang kini mengelilingi ninja di depannya. "Ingat ini, aku adalah penerus Kage kelima desa Sunagakure. Jika kau melukai tunanganku, maka aku tidak akan segan-segan memotong lehermu sekarang juga."

"Eh?!" Hinata yang mendengar ucapan Gaara segera mendongakkan kepalanya melihat Gaara yang masih memegang pundaknya erat. Temari yang mendengar pernyataan Gaara hanya bisa menggeleng pasrah. Tak peduli reaksi Hinata, Gaara segera mencengkram tangannya, membuat sang pasir ikut mencengkram tubuh Shinobi yang langsung tak sadarkan diri itu. Gaara lihat sekelilingnya, tampaknya sudah tak ada lagi ninja yang tersisa sekarang. Ia melepaskan tubuh Hinata yang masih terdiam. Hinata benar-benar tidak paham lagi dengan kejadian ini.

"Hinata-hime, maaf─ Kami berbohong padamu. Alasan kami tak memberitahu bahwa Gaara adalah Kazekage karena kami tak ingin anda kaget saat kami menjemput anda." Temari yang mendekati Hinata tersenyum ragu. Ia lihat Hinata yang masih diam tanpa bergerak sedikitpun.

Hinata melirik ke sampingnya, dilihatnya Gaara hanya berdiri diam. Bagaimana Hinata tidak kaget? Tunangan yang harusnya Ia temui nanti di desa,ternyata sudah bersamanya sedari 2 hari lalu. Hinata benar-benar tak menyangka, apalagi sikap Hinata yang Ia rasa kurang sopan terhadap kepala dari Sunagakure yang sangat di hormati.

"Ma-maafkan saya, Kazekage-sama!" Hinata membungkukkan tubuhnya 90 derajat. Wajahnya memerah, bukan karena malu melainkan wajahnya memerah karena Ia terlalu takut dengan hukuman yang akan Ia terima atas perlakuannya pada Gaara sebelumnya. "Saya siap menerima hukuman apapun itu─"

"...Ane-ue, kembali jalankan keretanya. Lalu bereskan ninja-ninja ini dan serahkan ke penjaga." ujar Gaara ke arah Temari. Gaara melirik Hinata dan menarik lengannya kasar menuju kembali ke kereta kudanya. "Masuk."

"Eh..Tapi─"

"Apalagi?" Gaara yang semakin mengeluarkan aura hitamnya menatap Hinata tajam. Hinata yang melihatnya langsung memegang erat kedua tangannya, raut wajahnya yang seakan menahan tagisan langsung Ia hapuskan karena rasa takutnya lebih besar dibanding rasa ingin menangisnya.

"Sa-saya tidak bisa menaikinya." bisik Hinata membuat Gaara yang melihat tinggi untuk menaiki kereta lebih dari 1 meter tersebut.

"Haah─ Apa kau tidak membawa pengawalmu saja?" dengan cepat Gaara mengangkat tubuh Hinata ke atas pijakan dan ikut menaikinya. Hinata yang kini duduk bersebelahan dengan Gaara terasa mati kutu. Ia benar-benar takut salah sedikit saja, mungkin Ia bisa di remukkan dengan pasir tadi. Selagi Hinata bertarung dengan pikirannya, kereta mulai dijalankan kembali, hanya butuh waktu setengah hari lagi mereka sampai di Sunagakure tapi hati Hinata rasanya sudah ingin melayang.

"M-maafkan jika saya tidak sopan. T-tapi apa benar anda yang akan menjadi pendamping saya?" tanya Hinata ragu-ragu.

"Sayang sekali, iya. Kakak laki-lakiku sudah menikah. Jadi, untuk mengadakan koalisi antar Konoha-Suna, hanya aku yang bisa digunakan." Gaara menjawab seadanya. Hinata sendiri hanya bisa menganggukkan kepalanya paham. Hinata melirik ke arah Gaara dan langsung menarik wajahnya lagi saat Gaara menyadarinya.

"Ma-maafkan saya! Saya tidak sengaja melihat mata anda, Kazekage-sama." Hinata yang sudah memerah segera menundukkan wajahnya dalam, Ia benar-benar menyesal dengan apa yang dia lakukan sebelumnya.

"..Matamu─"

"Eh?"

"Aneh."

Hinata sedikit tercengang. Ia tahu Gaara akan mengatakan hal ini, bagaimanapun matanya memang beban terberat untuknya.

"Be, begitulah─ Orang-orang yang melihatnya merasa mata ini menjijikkan, lalu.."

"Bukan itu," potong Gaara. "Saat pertama kau membuka matamu, sebelumnya aku sudah lihat mata itu di klan-mu saat berkumpul. Tapi, hanya matamu yang bersinar."

"...A-ah, i-itu─" Hinata yang mendengar perkataan Gaara langsung menolehkan kepalanya ke jendela. Ia benar-benar senang. Selain Ko, ada laki-laki lain yang memuji matanya.

"Kurasa tidak buruk memilikimu sebagai istri." lanjut Gaara membuat Hinata langsung menoleh ke arahnya. "Meski tampaknya akan menyulitkan jika saat perang kau datang mengarahkan kunai ke lawan seperti tadi."

"Ah! Ta-tadi itu─" Hinata menggeleng cepat dan menatap Gaara serius. "Aku baru pertama kali keluar dari Desa. L-lalu, tadi adalah pertama kalinya aku melihat pertarungan yang sebenarnya."

"..." Gaara yang tak bisa menyembunyikan lagi kekagetannya hanya bisa diam. "Kau terlalu bersih untuk berada di dunia ini.."

"Eh? Ada apa?" tanya Hinata tak bisa mendengar bisikkan Gaara yang pelan.

"Tidak." Gaara lalu mengalihkan pembicaraannya dan mengeluarkan sebuah perban dari sakunya. Hinata yang melihatnya langsung tersenyum senang dan menatap Gaara penuh tanya. "Kau mau memakainya, 'kan?"

"A-apa tidak apa?"

"Tentu saja, lagipula─" Gaara menaruh perban tersebut ke arah mata Hinata dan melingkarkannya di kepala gadis bermata lavender di depannya. Saat sudah selesai memasangkan perbannya, Gaara menatap Hinata lega. "Akan lebih baik jika hanya aku yang melihat mata ini."

.

.

.


Halo semuanya~(lagi)

Terimakasih banyak sudah sampai disini kalian membacanya hehe

Untuk fic ini aku akan buat setiap chapternya pendek biar cepat apdetnya XD

Semoga kalian suka dengan fic ini /

Di cerita ini mata Hinata berbeda dengan byakugan yang lain.

Jika byakugan pada umumnya bermata putih, Hinata memiliki cahaya lavender dimatanya

Semoga kisah hime dan Kage satu ini berjalan mulus /digelindingin/

Kutunggu review dan kesan kalian hwhw w

.

.

Note:

Ane-ue : Kakak perempuan (formal)

Neechan : Kakak perempuan (informal)

Hime : Puteri


20150711

AgehaShiroi