Kemunculannya yang tiba-tiba, pelukannya yang tak terduga, dan ucapan maafnya yang terasa bagaikan mimpi sangat mengejutkan Lucy. Hati gadis itu telah hancur untuk kesekian kalinya, padahal akhirnya gadis itu mulai memaksa untuk menerima kenyataan. Tapi mengapa, saat dia berusaha Natsu muncul dan meminta maaf padanya?

Tuhan memang selalu memiliki rencana besar dibalik apa yang telah terjadi. Apapun itu, Lucy hanya berharap dia tidak akan terluka lagi. Karena jika Natsu kembali melukainya, hati Lucy akan betul-betul mati untuk selamanya.

Karena itu Kau

Fairy Tail milik Hiro Mashima

Karena itu Kau by Nalu D

Warning : Gaje, Typo, OOC, Gomenasai. Don't like Don't Read!

Mind RnR please!

LAST CHAPTER, Happy Reading

Kemunculan Natsu yang tiba-tiba tentu saja membuat mereka terkejut. Belum lagi apa yang dilakukan Natsu. Kenapa Natsu harus memeluk Lucy? Dan juga apa yang baru saja dibisikkannya di telinga gadis itu? Maaf?

Lucy terkejut, tapi tetap saja dia masih menangis di pelukan laki-laki yang tak lama ini baru saja menyakitinya dengan begitu kejamnya. "Maafkan aku, Luce…" Natsu berkata lirih. Tangan kekarnya masih memeluk erat Lucy, seakan enggan kehilangan gadis itu.

Gray dan Juvia hanya tercengang melihat kejadian yang teramat mendadak dan di luar dugaan ini. Juvia—yang langsung mulai mengerti situasinya—menarik sebelah tangan Gray dan menyeretnya keluar dari kamar. Gray awalnya melakukan perlawanan ringan, tapi langsung menurut begitu Juvia memberikan tatapan membunuhnya.

Sebelum mereka keluar, Gray mengatakan sesuatu pada Natsu. Sebuah ancaman tepatnya. "Jika kau menyakitinya lagi, jangan harap kau bisa lolos dariku." Ancam Gray yang hanya dibalas anggukan oleh Natsu. Gray dan Juviapun menghilang dari pandangan Natsu.

Saat ini hanya ada Lucy dan Natsu. Dengan perlahan, Natsu melepaskan pelukan Lucy. Tangan kekarnya mengusap puncuk kepala Lucy pelan. Lucy—yang telah berhasil menghentikan air matanya—menatap balik Natsu. Meminta penjelasan atas apa yang terjadi. Mata caramelnya yang masih basah menghujani Natsu dengan perasaan bersalah tak tertahankan.

Natsu menghela napas. "Aku tak tahu ini bisa dirubah atau tidak. Tapi aku telah menyadarinya. Sejak awal aku telah melakukan banyak kesalahan. Lalu tanpa sadar aku menyakiti banyak orang, terutama dirimu. Dengan tanpa adanya rasa bersalah, aku melakukan kesalahan itu layaknya sesuatu yang wajar. Karena hal itulah, tiap kali aku memikirkannya aku merasa sakit yang tak tertahankan." Natsu berhenti. Dia menarik sebuah napas panjang. Mungkin membutuhkan banyak persiapan untuk mengakui semua kesalahan yang telah ia lakukan.

Natsu menundukkan kepalanya dalam ke arah Lucy. "Maafkan aku, Luce! Aku tahu kau tak bisa memaafkanku begitu saja. Aku juga tak berharap kau mau memaafkan lelaki brengsek sepertiku. Meski begitu, aku tetap harus menebus semua kata-kata kejam yang telah ku katakan padamu." Suara Natsu serak dan terdengar bergemetar.

Buliran air mata mulai berjatuhan. Lucy hanya menatap bingung ke arah Natsu. Apa yang harus ia katakan? Haruskah ia memaafkan Natsu? Lagipula sejak awal Lucy tak pernah membenci Natsu, sekalipun laki-laki itu menghancurkannya dengan kata-katanya yang begitu menyakitkan.

"Aku tak tahu." Jawaban Lucy begitu singkat dan sulit dipahami. Natsu memang tak mengharapkan Lucy dapat memaafkannya dengan cepat, tapi tetap saja kenyataan itu jauh lebih sulit. Natsu berusaha menghentikan air matanya yang terus saja keluar tanpa bisa dikendalikan. "Aku paham, Luce. Kau tak perlu memaafkanku. Tapi…" Natsu meraih sebelah tangan Lucy dan menggenggamnya erat. "…Bisakah kita kembali seperti dulu? Setidaknya bisakah kau menjadi temanku lagi?" Air mata Natsu semakin deras.

Berbicara pada Lucy seperti ini membuatnya sadar betapa ia ketakutan kehilangan gadis itu. Awalnya Natsu pikir semuanya tidak masalah. Tak apa jika Lucy tak memaafkannya, tak apa jika Lucy tak mau menjadi temannya lagi, tak apa jika Lucy meninggalkannya. Betapa Naifnya pikiran bodohnya itu.

Apanya yang tidak apa-apa? Asal tahu saja, melihat respon Lucy yang seakan akan pergi meninggalkannya membuat jantungnya sakit bukan main. Natsu bahkan berpikir mungkin dia bisa mati jika Lucy tak ada.

Lucy tetap diam dalam bisunya. Pikirannya seakan berkelana ke sana kemari. Onyx itu masih menatap mata caramelnya dalam, meminta sebuah jawaban atas apa yang ia ajukkan. Reka ulang kejadian saat Natsu membentaknya terus menghantui Lucy.

Lucy menarik tangannya pelan agar terlepas dari genggaman tangan Natsu. Natsu tersentak kaget, mata onyxnya mengecil, ketakutan mulai merayapinya. Tapi dia berusaha keras mengendalikan emosinya. Lucy mulai membuka suaranya."Jika boleh jujur, aku tak membencimu. Apapun yang kau lakukan padaku aku tak pernah bisa membencimu." Lucy memalingkan pandangannya dari Natsu. Dia beranjak dari duduknya dan berjalan menuju jendela yang ada di pojok kamar Gray.

Perlahan dia menggeser kaca itu pelan, membiarkannya terbuka dan memberi akses masuk bagi angin yang langsung menyeruak tanpa ragu. Surai pirang Lucy bergerak lembut. Mata caramelnya menatap ke arah langit senja.

Natsu mengikuti langkah Lucy, dia ikut berdiri lalu berjalan mendekati Lucy. Saat jarak mereka hanya tinggal satu meter, Natsu menghentikan langkahnya. Dia sadar dia tak pantas berdiri di samping gadis itu. Lucy membalikkan badannya dan menatap Natsu.

"Aku bukanlah Lisanna dan tidak akan pernah menjadi dia. Aku memang mencintaimu, tapi aku tak bisa memenuhi apa yang kau inginkan. Bahkan meski kau menyakitiku, aku tetap mencintaimu. Karena itulah kurasa kita tak bisa kembali seperti dulu."

"T-tapi Luce…" Natsu tak bisa menerimanya.

"Aku mencintaimu." Lucy menekankan kata-katanya. "Seharusnya kau paham apa maksudku. Berada di dekatmu membuatku kesulitan. Kita akan segera melakukan upacara perpisahan, dan aku harap kita berbeda jalan." Yah, inilah yang terbaik. Berada di samping Natsu adalah pilihan yang salah. Selama laki-laki itu berharap pada bulan, tak ada gunanya dia tetap bertahan. Lucy telah memutuskan.

"TAPI AKU TIDAK!" Natsu menolak keras keputusan Lucy. "Jika kau melakukannya aku akan membencimu seumur hidupku."

Lucy tertegun sejenak, lalu ia terkekeh pelan. "Kau selalu curang Natsu. Tapi tak masalah, jika kau mau membenci, bencilah aku seumur hidupmu. Sudah tak ada hubungannya denganku." Lucy kembali membalikkan badannya. Memang kata-katanya itu benar, tapi kenapa dadanya terasa sesak. Matanya kembali terasa memanas.

Natsu harus bisa membuat Lucy kembali. Tanpa ragu, Natsu berjalan menepis jarak diantara mereka lalu memeluknya dari belakang. "Aku memang belum bisa memberikan hatiku padamu. Aku juga tahu memintamu melakukan hal itu sangatlah egois." Natsu melepaskan pelukannya, lalu tangannya memegang bahu Lucy dan memaksa gadis itu berbalik agar melihat ke arahnya.

"Aku mohon Luce, setidaknya tetaplah disisiku." Natsu mengatupkan bibirnya, mencoba menahan air mata yang bisa mengalir kapan saja. "Tak ada jaminan aku tidak akan tersakiti lagi, Natsu," Lucy mengangkat kedua tangannya dan dengan lembut melepaskan cengkraman Natsu dikedua bahunya,"Aku sudah tak memiliki niat untuk mencobanya lagi."

"Kalau begitu," Natsu mengepalkan tangannya,"kau pasti bohong saat kau bilang kau masih mencintaiku." Bisik Natsu tertahan. Suaranya bergetar, tangannya menekan dadanya yang terasa sakit. "Ini memang salahku, aku sudah tak bisa kembali ke masa lalu. Betapa naifnya aku, saat berpikir jika kau akan tetap tinggal disisiku."

Lucy hanya diam tak menjawab. Memang benar jika dia masih mencintai Natsu, tapi apa tak masalah jika ia mengingkari keputusannya sendiri? Harus kembali berjalan di jalan yang pernah menjatuhkanmu dengan kerasnya bukanlah sesuatu yang mudah.

'Ah, sudahlah ini tak akan berhasil. Kesalahanku terlalu banyak. Ini adalah hukumanku. Lucy akan pergi meninggalkanku. Akulah yang sejak awal melepaskannya. Keajaiban tidak akan datang untuk orang seperti diriku'

Batin Natsu menangis. Dia harus menerima kenyataan. Tak ada jalan untuk memperbaiki semua kesalahannya. Dia harus menerima jika Lucy akan segera pergi. Natsu mau tak mau harus kehilangan Lucy.

Natsu mengacak rambut Lucy lembut, bibirnya ia paksakan untuk tersenyum, "Maaf telah membuang waktumu yang berharga." Natsu membalikkan badannya dan mulai menjalankan kakinya yang terasa berat.

Lucy terhenyak, kenapa Natsu harus terus mencuranginya? Setelah ia memutuskan untuk melupakan Natsu, laki-laki itu justru kembali dan memintanya untuk tetap tinggal disisisnya. Kemudian setelah mengatakan semua itu, setelah ia berhasil membuat pikirannya serasa pecah, laki-laki itu seakan-akan mengatakan jika ia menyerah dan memutuskan untuk membiarkan Lucy pergi meninggalkannya.

"Jangan seenaknya bodoh!" Seru Lucy membuat langkah Natsu tertahan. Pelan tapi pasti Natsu membalikkan badannya. Lucy segera menyerbu lelaki itu dengan tinju-tinju kecilnya yang ia sarangkan di dada kekar Natsu. "Setelah membuat kepalaku serasa mau pecah, dengan teganya kau berkata seakan-akan kau menyerah dengan semua ini. Pergi kemana permohonan yang kau pinta dariku dengan sangatnya?"

"H-hey Lucy, Tenanglah."

"Apa kau tahu betapa mengerikannya hariku saat ku tahu bahwa cintaku hanya satu sisi? Apa kau tahu betapa perihnya hatiku saat ku tahu orang yang kau cintai telah kembali? Apa kau tahu bagaimana rasanya saat kau mencaci makiku dengan kata-kata kejammu itu? Kau tak tahu kan betapa busuknya jantungku saat kau pergi meninggalkanku begitu saja?," Lucy masih menyerang Natsu secara membabi buta,"Kau tak tahu kan jadi diamlah dan jangan katakan apapun."

Natsu memang tak tahu bagaimana rasanya. Natsu menahan tinju-tinju Lucy, memegang erat ke dua tangan gadis itu, dan menahannya di udara." Aku memang tidak tahu, maafkan aku. Biarkan aku menebus semua kesalahanku. Jadi kumohon tetaplah tinggal disisiku."

Terdengar segukan tangis tak lama kemudian, Lucy mulai menangis. "Kenapa harus aku?" Bisik Lucy pelan di sela tangisnya. "Kenapa kau tak mencari yang lain, kenapa harus aku Natsu?"

"Karena itu kau," Natsu menatap Lucy dalam. Menarik gadis itu dalam pelukannya, "jika bukan kau aku tak mau."

"Bahkan jika itu Lisanna?"

Jika saja pertanyaan itu dilontarkan seminggu yang lalu, mungkin Natsu akan menjawab, 'Jika itu Lisanna maka aku mau'. Tapi Natsu sudah memantapkan pilihannya. Bulan terlalu jauh baginya, Lisanna tak akan bisa diraih. Lagipula kalaupun bisa Natsu yang sekarang tetap akan menolaknya.

"Aku hanya ingin dirimu." Natsu menjawab mantap. Tak ada keraguan ataupun kebohongan disana. Pelukannya pada Lucy semakin erat, samar Lucy bisa merasakan tekad Natsu.

"Jadi, apa kau berubah pikiran?" Natsu merenggangkan pelukannya dan menatap caramel milik Lucy. "Hn." Lucy hanya berdehem lalu memasang seulas senyum yang entah kenapa dirindukan Natsu. Sangat.

"Jadi—"

"GRAY! JUVIA!" Natsu dan Lucy yang terkejut dengan kehadiran dua orang itu sontak melepaskan pelukan mereka. Semburat merah sudah jelas menghiasi kedua wajah muda mudi ini.

"Y-yah seperti yang kau lihat." Ujar Natsu malu-malu.

Lucy tersenyum memamerkan deretan giginya lalu menunjuk ke arah Natsu, "Tunggu saja, kau pasti akan segera mengatakan jika kau sangat mencintaiku."

Natsu terhenyak, lalu balas tersenyum. "Yah, aku menantikannya."

Setelah itu terdengar canda tawa dari empat remaja yang terasa begitu menghangatkan. Perjalanan mereka masih panjang, pada akhirnya Tuhan memang telah menyiapkan rencana hebat yang akan membawa kebahagiaan. Seperti apa yang terjadi pada Natsu dan Lucy.

~Fin~

Minnachi~ *Bow

Arigatou udah mau mantengin FF author yang gaje ini dari awal sampai akhir. Maaf yah kalo dari awal nyampe ending ceritanya aneh banget atau gak nyambung. Terimakasih buat semua review yang udah membantu author untuk menyelesaikan FF ini.

Tetap nantikan FF author yang lainnya yah.