Karena itu Kau

Fairy Tail milik Hiro Mashima

Karena itu Kau by Nalu D

All is Lucy POV

Apa kau bisa menjelaskan apa artinya cinta itu? Selama aku hidup, nampaknya aku masih tidak mengerti konsep tentang cinta. Jika harus dijelaskan dengan kata-kata, berapa banyak kata yang harus kutuliskan? Puluhan? Ratusan? Ribuan? Milyaran? Atau bahkan tak terhingga?

Jika harus mengartikan apa itu cinta dalam satu kalimat yang terdiri dari rangkaian tiga kata, mungkin aku akan mengartikannya seperti ini, 'Cinta itu Natsu'. Natsu?

Natsu Dragneel adalah teman sekelasku. Ini adalah tahun kedua kami berada di kelas yang sama. Bisa dibilang hubungan pertemanan kami itu dekat. Tapi meskipun begitu, tetap saja ada batasan diantara kami. Aku sangat paham betul mengenai itu. Sudah berkali-kali aku berniat untuk menyatakan perasaanku ini padanya. Sayang, aku tak bisa melakukannya. Bukan tanpa alasan, aku tahu sebuah rahasia kecil yang Natsu jaga.

Dia membuka rahasia itu untukku. Sebuah kotak Pandora milik Natsu yang seharusnya tak perlu ku tahu. Apa boleh buat, dia terlanjur mengatakannya padaku. Dan aku tak mungkin memintanya untuk menarik apa yang diucapkannya itu. Sebuah kenyataan pahit memukulku, aku tak punya hak untuk itu. Aku bukanlah siapa-siapa untuknya. Kami hanya teman.

Ingatan tentang rahasia yang dikatakan Natsu kembali menggema dalam pikiranku. Bagaikan racun yang seketika menyebar dengan kencangnya. Seakan membuat seluruh saraf dalam tubuhku mati. Setiap apa yang ia ucapkan, dengan jelas berputar dalam ingatanku. Padahal itu hanya sebuah kalimat. Tapi terasa layaknya bom Nuklir yang meledak dalam tubuhku.

Aku tidaklah bodoh. Aku juga tidaklah lemah, aku berusaha keras untuk melupakan kejadian itu. Setiap hari aku mencoba mengubur semua yang ku dengar pada hari itu. Berusaha keras menenggelamkan semuanya.

Percuma, sangat percuma. Perkataan Natsu bagaikan kanker yang sudah mengakar terlalu dalam. Aku tak berdaya dan tak bisa apa-apa selain menerima kenyataan jika aku memang harus terluka. Natsu adalah orang yang paling berharga bagiku. Meskipun cintaku untuknya begitu besar, kenyataan tetap tidak akan berubah. Karena itulah, aku akan selalu terluka.

Magnolia, SMA Fairy Tail

Hari ini, di pagi yang tidak teramat cerah seperti biasanya kelas dipenuhi hiruk pikuk pengisinya yang sibuk mengerjakan tuga yang barus saja diberikan oleh guru mereka. Hari ini, Gildarts-sensei selaku guru Fisika menugaskan kami untuk mengerjakan 20 soal yang menurutku akan memakan waktu puluhan tahun. Jujur saja aku benci Fisika dan semua hal mengenai itu. Bahkan aku sangat sangat sangattttt membenci Gildarts-sensei.

Yah, aku adalah pelajar disini. Dan dia adalah guru. Sebenci apapun, aku tak akan bisa protes padanya. Lagi-lagi aku hanya bisa menerima dengan pasrah apa yang diperintahkan oleh iblis Fisika itu. Untung saja, tugas kali ini berkelompok. Satu kelompok lima orang, dan aku yah mungkin termasuk orang yang beruntung. Aku bisa satu tim dengan Erza, ketua kelas kami yang tegas juga menakutkan. Tapi dia juga punya sisi manis loh.

Lalu ada Gray juga. Pemuda dengan rambut berwarna raven yang sedikit bodoh juga berisik bukan main jika harus disatu timkan dengan Natsu. Natsu, yah dia satu tim denganku. Baiklah, harus kuakui aku sangat bahagia disini. Bisa satu tim dengan Natsu bukanlah perkara biasa-biasa saja. Aku menyukainya dan aku suka jika kami harus mengerjakan sesuatu bersama.

Yang terakhir adalah Juvia, gadis berambut biru melewati bahu yang ternyata memendam perasaannya pada Gray. Sangat disayangkan, karena Gray itu bodoh dia tak menyadarinya sama sekali. Gray dan Natsu sama saja. Mereka sama-sama bodoh juga berisik. Selalu meributkan hal sepele. Juvia dan aku mungkin saja mengalami hal yang sama. Sama-sama mencintai orang bodoh yang sulit untuk peka.

Aku kemudian teringat. Kami memang sama tapi juga ada sebuah perbedaan mencolok disana. Juvia memiliki peluang untuk bersama Gray. Aku sudah berteman dengan Gray cukup lama dan aku tahu, sampai saat ini Gray tidak pernah menyukai siapapun. Juvia memiliki kesempatan. Dia bisa mewujudkan apa yang diinginkan hatinya.

Sementara aku, Natsu bukanlah Gray. Mereka memang sama-sama bodoh. Tapi Natsu sama sekali bukan Gray. Natsu itu…

"LUCEEEE!" Sebuah panggilan menghancurkan apa yang baru saja kupikirkan.

"A-ada apa?" Rupanya yang memanggilku itu Natsu. Wajahnya saat ini benar-benar dekat dengan wajahku. Dan itu berhasil membuatku gugup. "Kau kenapa? Daritadi kuperhatikan kau melamun terus. Ada masalah?"

Itu dia! Sikapmu yang seperti ini justru yang jadi masalah untukku. Natsu bodoh, mundurlah sedikit. Kalau begini terus jantungku bisa meledak sungguhan.

"Ti-tidak kok, hehe" Dipaksakan! Suaraku terdengar dipaksakan. Semoga Natsu tak menyadarinya. "Dasar aneh." Natsu hanya menggelengkan kepalanya pelan. Aku memasang senyum yang sedikit dipaksakan.

"Baiklah semuanya, satu orang mengambil 4 soal. Lalu hasilnya akan digabungkan." Erza memberi penjelasan mengenai kerja tim Fisika dengan suara tegasnya.

"Tunggu dulu, jika seperti itu aku yakin hasilnya tidak seperti yang kita inginkan." Aku jelas saja langsung protes dengan keputusan Erza. Aku benci fisika, meski itu Cuma 4 soal, bisa kujamin aku akan kewalahan dibuatnya.

"Apa alasannya?" Tanya Erza. "Ini FISIKA loh Erza. Kau yakin kami akan bisa mengerjakannya?" Aku berusaha mengubah keputusan Erza. Mendengar alasanku Erza memandang kami satu persatu lalu mulai mengangguk. Nampaknya ia mulai mengerti.

"Baiklah. Kalau begitu Juvia dan Gray kerjakan no 1-5, lalu Natsu dan Lucy no 11-15. Itu soal teori aku yakin kalian bisa mengerjakannya. Kalian bisa mencari jawabannya di perpustakaan. Sisanya biar aku yang urus." Erza yang seperti inilah yang kusuka. Jika teori aku masih bisa mengerjakannya, karena jelas tertulis di buku. Yang lain sepertinya merasakan apa yang kurasakan.

"Kalau begitu, mari kita mulai." Titah Erza seraya melangkahkan kakinya dan membuatku heran. "Erza? Kau mau kemana?" Dia kan tak harus pergi ke perpus. Erza berdehem, "A-aku akan mengerjakannya dengan Jellal." Bisa kulihat dia tampak malu-malu. Erza versi begini memang manis.

Kami semua hanya mengangguk dan memasang senyum jahil tanda mengerti. Erza segera pergi meninggalkan kami.

"Luce, ayo kita ke perpustakaan." Seru Natsu.

Gray langsung membentangkan tangannya dan menghalangi Natsu. "Aku yang akan ke perpus, Bodoh!" Empat siku-siku langsung muncul di kepala Natsu. "Kami yang akan ke sana, Hentai." Yah ini dia. Perdebatan mereka dimulai.

"Kami yang di perpus, bego!"

"Huh? Kamilah yang disana, dasar putri es!"

Begitu saja seterusnya. Hingga keduanya mulai lelah dan memutuskan untuk berganti tempat.

"Baiklah, ayo di taman belakang sekolah, Luce."

"Kita di kelas saja Juvia."

Pada akhirnya tidak ada dari kami yang mengerjakan tugas fisika di perpus. Sangat bodoh sekali. Gray dan Juvia bergegas kembali ke bangku yang mereka duduki dan mulai mengerjakan tugasnya. Aku dan Natsu juga berjalan bersama menuju taman belakang sekolah.

Hembusan angin, indahnya langit siang itu, juga kehadiran Natsu benar-benar membuatku terkesiap. Natsu ada disebelahku. Dan kami sedang mengerjakan tugas sejak setengah jam yang lalu. Meskipun fokusku terus menerus mengarah pada Natsu, aku berusaha menyembunyikannya.

"Akhirnya selesai juga." Setelah satu jam lebih berjuang di tengah badai, akhirnya kami berhasil mengerjakan semua soalnya. Natsu menunjukkan grinnya padaku. Seketika aku tak bisa mengalihkan pandanganku darinya.

Mata kami bertemu. Mata onyx itu selalu begitu tajam hingga menembus hatiku. Jantungku berdegup semakin cepat. Dalam hati aku berdoa berharap Natsu tak mendengar detak jantungku ini. Tiba-tiba saja dia memalingkan wajahnya dariku.

Tak lama kemudian, matanya menatap ke arah langit. Mata onyx itu begitu sendu.

"Aku ini payah, bukan?" Natsu tiba-tiba saja mengeluarkan sebuah kalimat yang mengejutkan. Kenapa tiba-tiba saja dia berubah seperti ini?

Kami berdua terdiam. Lambat laun aku mengerti. Apa yang dirasakan Natsu saat ini, dan alasan dia berkata seperti itu. "Kau selalu mengingatnya bukan?" Pertanyaan ku ini tentu saja membuatku sangat terluka.

Natsu mengangguk. Aku tahu, dia pasti sulit mengucapkannya dalam sebuah kalimat. Butuh kekuatan yang besar untuk mengatakannya secara langsung. "A…Aku ingin bertemu dengannya." Suara Natsu serak. Mungkinkah dia…

Natsu yang seperti ini, aku tak menyukainya. Aku membenci Natsu yang seperti ini. Dia tampak begitu menyedihkan. Air matanya mengalir. Dia menangis dan itu menyakiti hatiku. Dia menangisi gadis itu. Dia merindukannya. Dan aku hanya bisa menjadi penonton disini.

Hembusan angin yang masih berdesir lembut, detik-detik waktu yang terus berdetak sedikit demi sedikit mulai menenangkan Natsu. Ini adalah pertama kalinya aku melihat dia menangis. Natsu yang biasanya selalu ceria dan kuat, kini tengah menangis. Meskipun tak bersuara, aku tahu ini sangat menyakitkan baginya. Dia terluka parah begitupun dengan aku.

"Ma..af…" Tak lama kemudian. Dia mulai tenang. Natsu membalikkan wajahnya dariku. Aku tahu, dia pasti merasa malu. Bagaimanapun dia itu laki-laki dan aku ini perempuan. Dia pasti tak mau terlihat lemah di depan gadis manapun.

"Maaf kau harus melihat hal memalukan kayak tadi." Ujarnya dengan suara yang masih terdengar bergetar. Bekas air matanya masih terlihat. Aku tahu dia ini tegar.

"Tidak apa." Natsu menatapku sendu. Mungkin dia masih ingin mengeluarkan uneg-unegnya. "Apa masih belum ada kabar?" Tanyaku.

Natsu menggeleng. "Apa dia lupa padaku?" Wajah frustasi Natsu terpampang dengan sangat jelas.

"Aku tidak tahu. Bukannya ini sudah 2 tahun? Apa kau tidak lelah Natsu?" Ekspresi Natsu berubah. Kuharap aku tidak menanyakan sesuatu yang salah dan menyinggung perasaannya.

"Tentu saja aku lelah, Luce. Tapi apa yang bisa kulakukan?"

Aku terdiam. Jika masalah hati, solusi apa yang harus dilakukan? Apakah ada jalan keluar untuk itu? "Maaf, aku juga tidak tahu. Aku paham betapa sulitnya itu. Tapi Natsu, apa kau sudah mencoba untuk membuka hatimu?"

"Berkali-kali aku mencobanya. Bukannya berhasil, aku semakin merindukan dia."

"Mungkin kau kurang keras mencobanya?"

Bisa kulihat Natsu tampaknya tersinggung dengan apa yang baru saja kau katakan. "Jangan salah paham, aku bukanlah laki-laki yang memiliki hati yang lemah. Aku sudah berusaha sebisa yang kulakukan. Tapi apa bagusnya memaksakan sesuatu? Apa menurutmu terpaksa itu hal yang bagus?"

Baiklah, aku salah disini. Natsu tersinggung dan bisa kurasakan ada amarah dalam suaranya itu. "Bukan begitu, maafkan aku. Aku hanya ingin kau merasa lebih baik."Natsu terdiam begitupun aku. Kami memang duduk bersebelahan. Tapi hati Natsu tidak ada disebelahku.

Hey Natsu, apa kau sama sekali tak menyadarinya? Orang yang selalu ada disisimu ini sangat mencintaimu. Tak bisakah kau menyadarinya? Tak bisakah kau melihatku walau hanya sebentar? Hey Natsu, apakah tak ada tempat untukku di hatimu?

PUK

Tangan hangat itu menempuk puncak kepalaku pelan. "Maaf, kau ini memang terlalu baik Luce. Karena itulah mungkin aku sangat menyukaimu. Kau adalah teman berhargaku." Ucap Natsu seraya tersenyum ke arahku. Dia berdiri dan mengulurkan tangannya ke arahku. "Ayo, Erza mungkin sudah selesai dan menunggu kita."

"Yah." Tangan itu ku raih. Tangan besar dan hangatnya. Meski hanya sebentar, kehangatan yang kurasakan dari tepukan tangannya pada kepalaku, juga genggaman tangannya masih begitu terasa. Tangan itu kini menggantung bebas. Jika bisa, aku ingin menggenggamnya lagi.

Tapi aku tak punya hak untuk itu. Karena itulah aku hanya mengepalkan kedua tanganku. Aku tak boleh bertindak ceroboh. Aku tak mau Natsu membenciku. Aku ingin selalu ada disisinya, tak masalah meski itu hanya sebagai teman berharganya.

Tuhan,

Jika aku terus mencintainya, akankah ada yang berubah nantinya?

Gimana FF nya? Seru atau gaje? Maaf yah kalo kurang seru atau kurang menarik. Semoga kalian terhibur. Juga ditunggu commentnya. Arigatou