απέραντος

Tolong jangan tertawa atau mengumpat dengan apa yang akan kau baca. Aku menulis cerita ini karena seseorang memaksaku untuk mengungkapkannya. Memang benar sudah dua puluh lima tahun berlalu, tapi aku tidak bisa berhenti mencintainya. Aku membenci perasaan ini, tapi aku juga menyukainya. Entahlah.

Namaku Oh Sehun, aku dulunya adalah seorang Jenderal yang bertugas untuk menjaga sebuah kerajaan Quisseldorf di daerah utara. Semua yang kulakukan hanyalah pekerjaan seorang prajurit pada umumnya, berlatih, memantau anak buahku dan juga menghormati dan melakukan apapun yang diperintahkan oleh Sang Raja. Hari-hariku tidak pernah berjalan dengan tenang seperti saat ini. Sebagai seorang Jenderal Utama dari sebuah kerajaan terbesar nyawaku menjadi taruhan kehormatan setiap harinya, bahkan saat aku terlelap dalam mimpiku. Kecepatan dan kejelianku tidak bisa dianggap remeh, semua orang takut padaku. Bahkan si Raja kejam yang dulu selalu kuurus setiap harinya.

Kerajaan besar yang kulindungi memiliki dua pewaris tahta. Mereka adalah Pangeran Luhan dan Pangeran Kai. Meskipun Pangeran Luhan terlihat lebih muda, dia adalah yang tertua, dan juga termanja. Sebaliknya, Pangeran Kai yang lebih muda memiliki kepribadian yang sangat tertutup. Dia selalu membawa sebuah buku dan menggambar setiap hal yang didapat oleh lensa matanya. Satu hal yang membuatnya lebih sulit dipahami oleh semua orang, dia bisu. Semua orang beranggapan bahwa kekurangannya itulah yang membuatnya tidak bisa menjadi seorang Raja yang sempurna nantinya. Tapi dia sudah terlihat sempurna di mataku.

Setiap hari Pangeran Luhan berlatih di kamp pelatihanku. Dia tumbuh menjadi seorang Pangeran yang tangguh dan pemuda yang saat ini sangat kuhormati dan kutakuti sebagai seorang Raja Quisseldorf. Setiap hari pula Pangeran Kai selalu menjemputnya dengan menunggangi kuda putih kerajaannya dan setiap hari pula aku akan menatap iris matanya yang rapuh dan tampak kelelahan. Sesekali aku menangkap tatapan balasannya namun sekejap itu pula dia selalu mengalihkan perhatiannya. Mencintai sesama jenis dilarang dalam kerajaan ini. Jadi aku cukup bersyukur setiap dia melakukannya, walaupun aku tidak sesenang itu dalam menerimanya.

Kejadian tragis itu terjadi satu tahun berselang setelah Pangeran Luhan mengikuti perlombaan pacuan kuda antar kerajaan, di sana dia bertemu salah satu kolegaku, Jenderal Johnny dari Kerajaan Barat. Selama satu tahun mereka menjalani hubungan mereka secara diam-diam. Namun pada saat musim salju di tahun berikutnya, mayat Johnny telah tergantung tepat di depan jendela kamar Pangeran Luhan tanpa sehelai pakaianpun. Sang Raja mengeluarkan penjelasan atas aksinya yang hampir membuat anaknya gila itu. Sang Raja mengeluarkan pernyataan bahwa seonggok mayat yang digantung tepat di depan jendela kamar anaknya adalah seorang pemuda brengsek yang melecehkan tubuh anaknya dan anaknya memohon agar pemuda itu dihukum dengan kematian. Segera saat aku mendengar pernyataan palsu Raja, aku pergi menuju istana karena aku tahu Pangeran Luhan akan melakukan hal yang bodoh. Saat aku menerobos istana dan mendobrak kamar Pangeran Luhan aku menemukannya meringkuk dengan darah di seluruh tangan kanannya. Aku tahu hal itu akan terjadi, karena itu aku tidak akan takut meskipun mereka menghukumku karena aku menerobos istana. Aku hanya tidak ingin melihat satu lagi mayat di hari itu.

Aku berlari memeluknya meski dia meronta padaku untuk melepaskannya, tanganku menarik paksa belati yang ia genggam pada tangan kirinya dan berteriak pada pelayan (siapapun itu) yang mendengarku. Memerintah untuk membawa air hangat dan peralatan untuk merawat tangan si Pangeran yang dicelakainya sendiri.

"KAU MEMBERITAHUNYA ! KAU PENGKHIANAT KEJI !"

Tubuh ringkihnya kuangkat paksa dan kudorong lembut ke atas ranjangnya. Dengan darah yang mengalir deras dari tangannya. Kamisol putihku seolah berubah warna menjadi merah.

"Pangeran, tolong tenanglah"

Upayaku untuk membuatnya tidak meronta sia-sia. Dia merebut kembali belati yang ada di tanganku dan merobek pipi kiriku dengan benda terkutuk itu.

"XI LUHAN !"

Dia berhenti meronta, aku bersyukur teriakan kemarahanku berhasil membuatnya diam. Namun tatapan tajamnya masih menusukku. Perlahan kuambil kembali belati yang ada di tangannya dan melemparnya keluar ruangan sambil menidurkannya dengan sedikit paksaan. Aku merobek sedikit kamisolku dan membalut tangannya yang masih belum berhenti mengeluarkan darah. Dia diam dengan nafasnya yang masih belum teratur.

"bukan aku. Aku tidak pernah memberitahu Raja tentang hubunganmu"

"bukan kau Jenderal, Pangeran Kai dengan kejujurannya yang memberitahuku"

Raja dengan delapan orang pengawalnya masuk dalam kamar Pangeran Luhan. Kemudian disusul dengan seorang lelaki dengan kamisol putih selutut dengan tatapan tajam pada kakaknya sendiri.

"kalian berlima, pasung dia dalam ruang bawah tanah. Sisanya, lucuti baju Jenderal Sehun dan bawa dia balai kota. Seratus cambukan akan membuatnya menyesal telah mengunci lidah terkutuknya padaku"

Para pengawal menarik paksa tubuh Pangeran Luhan yang ada di sampingku. Tatapan Pangeran Luhan padaku seolah memohon padaku untuk membunuhnya saat itu juga. Sedangkan pengawal lainnya melucuti kamisol putihku. Hanya menyisakan kain putih yang mengelilingi pinggangku. Mereka mengikatku pada salib kayu besar, mengikat pergelangan tangan dan kakiku dengan sangat erat.

Sesuai perintah Raja, para pengawal membawaku menuju Balai Kota dan memberi seratus cambukan terkerasnya pada tubuhku. Perih menjalar pada seluruh tubuhku, tatapanku hampir seluruhnya menghitam sebelum aku menangkap sepasang iris mata yang kukenal di antara kerumunan orang-orang kota yang melihat eksekusiku. Pangeran Kai dalam tudung hitamnya menatap mataku, entah apa yang ada dalam tatapannya itu. Aku berteriak kesakitan saat Algojo memberiku cambukan yang entah sudah keberapa. Saat aku menatap Pangeran Kai kembali, dia sudah berjalan membelakangiku dengan jubah hitamnya. Saat itu, hanya saat itu, aku membencinya.

Setelah puas mengekspos eksekusiku, Raja mempersilahkan seluruh rakyat untuk melemparkan segala macam kotoran padaku. Ada yang sekedar meludah padaku, atau bahkan melempar kotoran kuda pada wajahku. Seorang Jenderal, telah dipermalukan.

Jabatan Jenderalku telah diberikan pada orang lain. Sedangkan aku hanya menjadi penjaga sel tahanan. Semua orang mengenal Jenderal Chanyeol, dan melupakan Jenderal Sehun. Termasuk –mungkin- Pangeran Kai.

Suatu malam, aku meninggalkan pos jagaku. Berjalan lebih jauh ke dalam penjara bawah tanah dan mencoba menemukan Pangeran Luhan karena aku menemukan sebuah catatan dalam baju besiku dengan tanda X di bawah surat itu, yang kutahu itu dari Pangeran Luhan. Namun aku terkejut saat melihat kelima penjaga tergeletak dengan kepala remuk mereka. Pangeran Luhan berdiri di antara mereka, dengan tangan yang masih terhubung dengan sebuah bola besi besar. Alas kakinya yang lusuh ternodai ceceran otak dari korbannya yang sudah tewas. Dia berjalan mendekat padaku dengan mata merahnya yang masih menyimpan amarah yang luar biasa. Aku hanya diam di tempat dengan tampang datarku. Seakan mengerti bahwa Pangeran Luhan akan melakukan hal ini. Membunuh setiap orang yang telah membuatnya jatuh.

"aku tidak akan membunuhmu"

Aku melepas helm pengawalku, tanda kepemilikan kerajaan ini atas diriku (yang tidak lagi kubutuhkan), aku melemparnya keras pada tanah kotor di bawah kakiku dan menyeringai pada Pangeran Luhan.

"apapun untukmu, Pangeran"

Hormatku padanya,

"tidak. Malam ini kau akan memanggilku Raja"

Mataku memicing padanya, namun Pangeran Luhan berjalan mendahuluiku dengan langkah beratnya. Suara deritan bola besi setengah berkarat yang sudah terhiasi oleh pecahan otak dan darah itu memenuhi lorong penjara.

"haruskah aku memotong rantainya ?"

"tidak, aku membutuhkannya"

Pangeran Luhan membuktikan perkataannya yang konyol itu. Seorang pengawal yang menyerang kami dengan sebilah pedangnya dihancurkan dengan mudah oleh Pangeran Luhan. Kami tetap berjalan menyusuri lorong penjara. Sesekali terlibat pertengkaran berujung kematian oleh penjaga penjara dan mengeluarkan seluruh tawanan untuk menjadi bagian dari kami.

Malam itu, adalah malam di mana kami berhasil menaklukan seluruh kerajaan dengan membunuh Raja. Namun di malam itu juga aku kehilangan lengan kiriku, atau mungkin lebih dari itu.

Kami membunuh seluruh pengawal yang menghalangi kami dan semua orang yang ada dalam kerajaan. Aku cukup terkejut saat Jenderal Chanyeol membungkukan badannya pada Pangeran Luhan dan Pangeran Luhan mengatakan,

"Sehun menerima pesanku, terima kasih".

Pangeran Luhan berjalan menuju kamar utama Sang Raja dengan bola besi besar yang masih terikat pada tangannya, dia tidak hanya membunuh ayahnya, dia menghancurkan tubuh ayahnya bahkan Sang Ratu yang sedang mengandung anak ketiganya. Namun saat aku memasuki kamar Pangeran Kai dengan perintah Pangeran Luhan untuk membunuhnya, aku tidak bisa melakukannya. Melihatnya yang meringkuk dalam pojokan kamar dengan tatapannya yang mengiba padaku untuk tidak menghabisinya membuatku tidak ingin menggoreskan luka pada tubuhnya.

Lenganku seakan melemas saat aku merasakan tangannya menggenggam tanganku dengan erat. Namun bodohnya aku, dengan cekatan dia mengambil pedang yang kupegang lalu memotong lengan kiriku seutuhnya. Tangan ringkih Pangeran Kai kembali mengangkat pedangku dia berniat menghunuskannya pada jantungku namun tangan kananku lebih cepat darinya. Pergelangan kurus itu kuputar hingga Pangeran Kai mengeluarkan ringkihan tertahan dari mulutnya. Kuputar tubuh kurusnya menghadapku seiring terdengarnya bunyi pedangku yang terjatuh pada lantai si Pangeran kecil.

Dengan lengan kananku yang masih tersisa, aku memeluk pinggangnya sambil menahan sakit yang masih menjalar bahu kiriku. Keringat dinginku mengucur semakin deras karena sakit yang kutahan. Saat itu aku bisa melihat air mata Pangeran Kai yang turun dari iris indahnya dari jarak yang sangat dekat.

"a … ku tidak ingin. Membunuhmu"

Pangeran Kai berhenti meronta pada pelukanku. Pergelangan tangan Pangeran Kai melemas dalam genggaman tanganku. Dia membuka mulutnya seolah ingin mengatakan sesuatu, namun hanya ringkihan menyedihkan yang keluar dari mulutnya. Aku menciumnya, melumat bibirnya dan menyesapnya dengan perasaan tabooku yang selama ini kusembunyikan. Pangeran Kai tidak menolaknya, dia juga tidak membalasnya. Namun matanya terpejam seolah menikmatinya.

"kau tidak bisa menyetubuhinya dengan satu tangan Oh Sehun"

Pangeran Luhan masuk ke dalam kamar Pangeran Kai. Aku membalikkan badanku, menyembunyikan Pangeran Kai dari amukan kakaknya. Pangeran Luhan seakan mengerti maksudku kemudian tersenyum mengejek padaku.

"kau masih melindungi makhluk cacat itu setelah apa yang dilakukannya padamu ? bahkan setelah memotong lenganmu ?"

Aku merasakan desahan takut dari Pangeran Kai yang ada di belakangku. Entah apa yang kupikirkan, aku ingin melindunginya.

"a … ku mohon padamu. Ja … ngan bunuh dia"

Pangeran Luhan menajamkan tatapannya padaku, lalu seringaiannya terbentuk kembali. Yang kutahu saat itu, dia memiliki rencana yang lebih buruk untuk adiknya.

Pangeran Luhan pergi dari kamar Pangeran Kai tanpa mengatakan apapun, sedangkan aku terduduk di atas ranjang pangeran Kai dengan nafas pendek dan darah yang masih terus bercucuran dari lengan kiriku. Pangeran Kai menatapku dengan matanya yang masih mengeluarkan air mata. Telapak tangannya yang bergetar ketakutan menyentuh bekas luka menonjol pada pipi kiriku. Kami saling bertatapan saat Pangeran Luhan membawa tujuh orang pengikutnya.

"bawa Oh Sehun keluar dan rawat lukanya. Panggil seorang pandai besi untuk membuat lengan palsu untuknya. Kalian berlima,"

Kedua orang yang diperintahkan oleh Pangeran Luhan membawaku keluar dan saat Pangeran Luhan menghentikan kalimatnya, dia menatapku.

"lakukan apa yang kalian suka dengan makhluk cacat itu. Tapi jangan sampai membunuhnya"

Pangeran Kai meringkik ketakutan dia memeluk pinggangku dan meminta pertolongan dariku. Percayalah, kau tidak akan bisa menolak apa yang diinginkan iris sayu itu. Dengan satu lenganku aku mencoba melindunginya. Tapi darah yang keluar dari perpotongan lengan kiriku tidak sedikit, aku hampir tidak mempunyai tenaga untuk melindunginya. Kedua pria berbadan besar itu merebut tubuhku dari pelukan Pangeran Kai.

Kemudian Pangeran Luhan menutup pintu kamar Pangeran Kai saat aku memberontak dari pegangan dua orang bertubuh besar yang merengkuh tubuhku. Orang lain mungkin tidak akan mendengarnya, namun aku mendengar ringkihan kesakitan Pangeran Kai dari dalam sana.

Selama delapan bulan aku tidak keluar dari rumah si pandai besi. Orang itu dengan serius membuat lengan palsu untukku. Aku bersyukur Pangeran, maksudku, Raja Luhan masih mau mengampuniku dan memberikan pasokan besi terbaik untuk membuat lengan palsuku. Selama berada di sana, aku selalu memikirkan Pangeran Kai. Atau mungkin dia sudah tidak menjadi pangeran lagi. Sedangkan jabatanku sekarang telah berubah menjadi penasehat Raja. Jabatan tertinggi dan juga termalas, kau hanya perlu menjadi pandai dalam pekerjaan itu. Namun Raja Luhan masih tetap menjadikanku Jenderal tertingginya. Aku tidak tahu apa yang dipikirkan olehnya, tapi aku menganggap jabatan ganda itu sebagai hukuman.

Lengan besi yang menggantikan lengan berhargaku kini terpasang permanen pada tubuhku. Pemasangan yang menyakitkan itu akhirnya berakhir dengan cukup menyakitkan pula. Tapi aku cukup lega semua penantian untuk mendapatkan lengan baru itu berakhir. Aku bersyukur si Pandai Besi pintar dalam merapal mantra, yang membuat lengan besi palsu ini menyatu dalam sendiku. Tapi sehebat apapun mantra yang ia rapalkan, aku tidak menyukainya. Itu tetap menyakitkan.

Lalu pada akhirnya, aku kembali menuju istana. Dengan kulit sepucat beras karena tidak pernah menyapa matahari selama delapan bulan. Aku cukup terkejut saat melihat kehidupan masyarakat yang biasa-biasa saja, mereka tetap makmur dengan Raja baru mereka yang terakhir kali kulihat menghancurkan hampir seluruh bangsawan dalam kerajaan.

Aku menunggangi kuda hitamku melewati Balai Kota, lintasan memori eksekusi pencambukanku mulai terngiang kembali. Lalu aku mengingat tatapan laki-laki pujaanku. Aku bahkan tidak tahu apa dia masih hidup saat itu.

Ketika berada di depan gerbang istana, aku tidak menyangkan bahwa aku disambut oleh Raja Luhan sendiri bersama Jenderal Chanyeol di sampingnya. Aku turun dari kudaku lalu memberi hormat pada Sang Raja. Namun aku melihat orang lain yang bekerja di belakang tubuhnya, seorang lelaki tanpa sehelai busana yang menutupi tubuhnya sedang membersihkan lantai halaman istana. Menungging dan menggosoknya.

"bangunlah, Jenderal"

Aku bangun menatap Raja yang tingginya hanya mencapai separuh kepalaku. Wajahnya masih sama saat aku mengasuhnya dulu sebagai Pangeran Kecil. Namun kurasa tidak dengan kepribadiannya.

"katakan padaku, Rajaku"

Raja Luhan menyimak ucapanku,

"jika aku membeli budak itu, bisakah dia memakai setidaknya kamisol tipis dalam melakukan pekerjaannya ?"

Raja Luhan tersenyum padaku, sedangkan Pangeran Kai, maksudku, Kai yang ada di bealakangnya menatapku tidak percaya.

"setelah sekian lama …"

Ucap Raja Luhan yang masih mengembangkan senyumnya. Dia membalikkan tubuhnya dan menatap tajam budak yang juga adik kandungnya itu. Lalu menatapku kembali.

"dia tidak dijual, Jenderal"

"lalu apa yang bisa kulakukan untuk memilikinya ?"

Raja Luhan tersenyum meremehkan. Dia diam sambil terus menatapku, lalu sebuah seringaiannya terbentuk dengan sempurna. Dia berjalan mendekat padaku dan membisikkan perkataannya yang cukup membuatku ingin menamparnya sekaligus memeluknya.

"lihatlah pantatnya yang kenyal itu, dan juga pinggang sempitnya yang selalu mempermainkan mata dan nafsu semua penduduk istana. Makhluk itu sudah melayani semua orang di sini termasuk aku, Jenderal. Tapi dia tidak pernah mendesah atau memperlihatkan raut kenikmatanannya saat kami menyetubuhinya. Ini tantangan dariku, setubuhi makhluk cacat itu di sini. Jika dia menikmatinya dan mendesahkan namamu, dia milikmu"

Kutatap tajam Raja yang masih berada di sampingku.

"Rajaku, dia bisu. Dia tidak akan pernah mendesahkan nama orang yang menyetubuhinya"

Sang Raja menyeringai kembali.

"tantangan tidak akan menyenangkan tanpa sesuatu yang mustahil, Jenderal"

To Be Continued

Fanfiction ini dibuat untuk event HunKai in Luv. Karena sudah lama tidak menulis cerita atau berkecimpung di dunia FF, saya mohon maaf kalau ada banyak kesalahan dalam FF ini. Ini imajinasi yang didapat karena kebanyakan nonton Game of Thrones dan Captain America : The Winterl Soldier. Jadi jalan ceritanya memang agak beda dari FF yang biasanya kutulis. Sebenernya, FF ini mau aku jadiin oneshot. Tapi karena kayaknya kepanjangan dan masih mau belajar nulis NC yang ngeh, jadi aku jadiin dua chapter. Chapter kedua akan keluar satu minggu lagi. Saya mohon maaf atas semua kekurangan yang ada di FF ini, termasuk typo dan alur yang terlalu cepat. Di chapter dua nanti bakal banyak HunKai moment nya, tapi … Jangan nangis lagi ya. Soalnya di Review AI banyak yang nangis, aku nggak tahu harus terharu atau merasa bersalah soal itu. Chapter depan akan dipost setelah jam buka puasa. Untuk FF lain yang belum saya selesaikan, -mungkin- akan saya lanjutkan tapi tidak dalam waktu dekat karena feel yang udah didapat dulu keburu kabur dari hati.

Review juseyo :) Kamsahamnida :)