Jongin menentang kerikil kecil di sepanjang jalan setapak menuju taman asrama. Sejak mereka pulang dari China, Jongin sama sekali tidak menghubungi Sehun. Begitupun sebaliknya.

Apa dia terlalu kekanakkan?

Jongin menggeleng, menghilangkan pikiran aneh dari kepalanya. Tidak, Sehun yang bodoh. Itu saja.

"Jongin! Kau bolos dua mata pelajaran lagi."

Mino menyusul dan meraih pundak Jongin mendekat. Sejak pagi—ralat, dua minggu ini Jongin sering membolos banyak mata pelajaran. Dia tahu karena Jongin sedang jadi topik pembicaraan seluruh angkatan kelas gedung c.

Jongin menggumam, mencoba mengabaikan kakak sekaligus kembar tidak identik Sehun.

"Adikmu itu idiot."

Mino tergelak, sudut bibir nya tertarik. "Kau baru sadar?"

Jongin mendengus, Mendorong dada Mino menjauh. "Dia menyebalkan." gumamnya pelan ketika melihat Mino tertawa keras.

"Sudah malam. Sebaiknya kita masuk kedalam. Ayahku takkan senang melihat siswa favoritnya melanggar jam malam." Mino menarik lengan Jongin, membawa lelaki itu masuk kedalam asrama.

——————

Mino melempar kemeja putih kotornya kedalam rak, dibelakangnya Jongin melakukan hal sama. Dering alarm diluar merupakan pertanda waktu tidur. Sayang sekali, Kedua nya belum merasa kantuk.

Jongin melempar tubuh nya ke atas ranjang empuk Mino. Dibanding kasur alot miliknya di sana. Oh jelas.. Anak pemilik asrama memang berbeda. Jongin terbaring menatap kosong langi-langit di ruangan mereka.

Dia terlalu memikirkan Sehun.

Mino mengangkat kedua alisnya, terheran melihat Jongin menguasai ranjang miliknya sendirian. "Hei, pindah."

Jongin menggeleng, "No, thanks." balasnya singkat. Mino memutar kedua matanya malas, berjalan menuju ranjang Jongin.

"Aku mungkin tidak tahu masalahmu apa. Tapi selesaikan masalahmu dengan Sehun. Hubungi dia." Jongin mendengar nasihat Mino dengan seksama sebelum lampu dimatikan.

Secara perlahan Jongin menarik nafas lelah.

Sial.

—————

"O, wow. Kau Sehun?"

Sulli menjerit histeris membuat seluruh orang di kelas mendesis pada gadis itu. Sehun menaruh tasnya di meja, duduk dengan raut sebal. Ini terlalu pagi mendengar cicit berisik Sulli.

Sekolah sudah dimulai seminggu lalu, Dan gadis didepannya baru saja masuk setelah sembilan hari absen dengan alasan kepentingan keluarga. Sehun tahu Sulli pergi berlibur. Dasar.

"Diam."

Sulli menutup bibirnya rapat melihat tatapan tajam Sehun. Gadis itu merasa kesal beberapa siswi melirik Sehun minat. Oh, tsk..kemana mereka saat si bodoh ini masih menjadi si cupu—siswa berpenampilan aneh dengan kacamata tebalnya. Sulli yakin, Jika Jongin disini, temannya itu pasti akan menyumpah serapahi mereka.

Ukh Jongin.. Sulli merindukannya.

"Sehun, kapan kita bisa menemui baby bear?"

Sehun tersentak, mengingat jika Jongin masih merasa kesal padanya. Semua panggilannya dan pesan juga diabaikan Jongin.

"Entah?"

Sulli menautkan kedua alisnya curiga, menaruh kedua tangannya berkacak pinggang. "Apa maksudmu entah!?"

Sehun menghela nafas, mengusap telinganya yang berdenging. "Kami bertengkar. Jadi.. Yeah." jelasnya malas. Dia sama sekali tidak ingin menceritakan seluruh titik permasalahan pada Sulli karena tau sikap berlebihan gadis itu jika mengenai Jongin.

Berbeda dari apa yang dipikirkannya. Justru sebaliknya, Sehun melihat raut Sulli berubah khawatir. Gadis itu menarik bangku dan duduk di depannya. "Wae?" tuntut Sulli ingin mendengar penjelasan seluruhnya.

"Tentang janji kami di masa lalu. Itu saja." Sehun mengibas tangannya seolah apa yang diucapkannya takkam dimengerti Sulli. Toh gadis itu tidak tahu janji antara mereka berdua.

Sulli terdiam, mencoba mengingat jika dia pernah mendengar hal tentang janji atau tidak dari Jongin. Ah,ya.. Janji itu? Sulli mengangguk-angguk mengerti.

"Maksudmu janji tentang orang tua mu itu?"

Kedua mata Sehun membulat. "Bagaima—"

"Kami sering bertukar cerita." potong Sulli.

Melihat Sehun terdiam, Sulli meneruskan, "jadi?"

"Aku ingin Jongin melupakannya." Sehun langsung meneguk ludah mendengar pekikan Sulli.

Gadis itu mengusap wajahnya lesu, " Ya ampun, Sehun. Apa yang kau lakukan?"

Sehun mengerjap. "Apa?"

Sulli menatap tajam Sehun lalu menggelengkan kepalanya. "Terakhir kali aku mendengar Jongin, Dia ingin mempertemukanmu dengan mereka bulan ini."

Lagi, Sehun terdiam. Segumpal rasa kesal menyelimuti hatinya. Apa yang dia harus lakukan sekarang?

—————

Kris mengetuk pintu kelas yang terbuka, meminta izin dari guru pengajar di dalam untuk memanggil seseorang.

"Sehun." ucapnya singkat, diikuti dengan Sehun yang segera beranjak dari bangku.

...

Sehun berjalan mengikuti punggung paman Jongin. Setahu Sehun urusan pria itu sudah selesai di sekolah ini, kenapa tidak seperti Luhan yang berhenti menunjukkan mukanya disini?

"Ada apa?"

Kris berhenti berjalan, berbalik menghadap sahabat keponakannya. Ia menatap Sehun. "Apa yang akan kau lakukan?"

"Aku?" Sehun menggeleng sebagai jawaban.

"Jongin tidak akan menghubungimu jika itu yang kau pikirkan."

Shit..

"Oh." Sehun mengetuk sol sepatu nya ke lantai, "aku harus meminta maaf?"

Kris memutar kedua bola matanya malas, yang benar saja. Kenapa Jongin menyukai lelaki bodoh ini?

"Ya."

Sehun mengernyit, "Tapi aku—"

Tiba-tiba tubuh Sehun terbanting pada dinding di belakangnya. Kris mendekat menarik kerah Sehun untuk berdiri. "Berhenti lah berbuat bodoh."

Kris menyentak lepas kerah Sehun, membuat lelaki itu jatuh terduduk. Dengan raut marahnya dia berbalik meninggalkan Sehun.

Sehun meringis merasakan punggung nya berdenyut nyeri. Dia mengumpat pelan, menyumpahi Kris yang memanggilnya hanya untuk menghajarnya. Jempolnya mengusap darah di sudut bibirnya.

—————

Lagi-lagi Sulli menjerit histeris, Dia tergopoh menghampiri Sehun yang kini terduduk di ranjang uks dengan wanita berjas putih di sampingnya.

"Oh my Gosh! Baby, Kenapa dengan wajahmu?!" Sulli menarik wajah Sehun, namun ditepis kesal oleh lelaki itu.

"Ups.." Sehun menyentuh rahangnya pelan. Melirik kesal Sulli yang kini tersenyum lebar.

Wanita berjas putih tak jauh dari mereka menggeleng pelan, berjalan menjauh membiarkan keduanya sendirian.

Melihat dokter itu pergi, Sulli segera menarik kursi dan duduk disana memperhatikan wajah lebam Sehun. Oh Wow..

"God, Sehun. Kau harus berkaca sekarang. Kau terlihat menggiurkan. Aku yakin para siswi— Oh okay, Maaf." Sulli menghentikan ocehannya ketika Sehun memberinya tatapan tajam.

"Kris menghajarku." Sehun mengerang, sekarang dagu nya terasa berdenyut. Ditambah punggungnya yang mungkin kini berbekas lebam keungungan besar disana.

Sulli kembali histeris, Raut terkejut Sulli sangat menggelikan. Jika tidak dalam kondisi ini Sehun pasti akan tertawa keras.

"Kris?! O, Shit. Paman Jongin? Guru konseling paling tampan di sekolah kita itu, yang tadi memanggilmu?" tanya Sulli beruntun.

Sehun memegang salah satu telinganya, suata menyebalkan Sulli sangat keras. Dia tidak tahu harus apa untuk membuat gadis ini diam.

"Ya."

"Kurasa aku akan berencana menikahi paman Jongin nanti." Sehun hanya menghela nafas mendengar ucapan random Sulli tentang Kris. Andai gadis ini tahu, Kris itu sudah bertunangan. Oh, jika itu terjadi, Sehun akan jadi orang pertama yang tertawa.

—————

Ditempat lain, Jongin duduk disudut kantin , memakan makan siangnya sendirian. Ada beberapa murid yang melirik penasaran padanya. Tapi dengan segera Jongin menunduk menghindari mereka. Sudah cukup lama Jongin bersekolah disini. Dia belum memiliki satupun teman kecuali Mino. Selama disini, Dia juga belum menemui keluarga nya. Jongin berpikir untuk menghubungi kakak perempuannya nanti.

"Panggilan untuk siswa bernama Kim Jongin, murid gedung C. Untuk datang ke ruang kepala sekolah."

Mengabaikan tatapan ingin tahu murid disekitarnya, Jongin segera beranjak sebelum mendengar lebih banyak bisikan bodoh mereka.

Selama ia berjalan di lorong, Jongin merasa menyebalkan menerima tatapan menilai dari murid-murid yang dilewatinya. Hampir setiap hari..

Jongin tidak akan terkejut jika setiap pagi selalu ada berita aneh tentangnya. Oh, dia pikir hanya perempuan. Ternyata lelaki pun juga sama. Mereka mungkin tidak memiliki pekerjaan lain selain mengganggu mood Jongin.

Tok Tok, Ketuk Jongin ketika sampai. Pintu dihadapannya terbuka menampilkan tuan Oh yang sedang tersenyum tipis pada nya.

"Kau bisa duduk. Aku hanya ingin berbicara singkat saja." Jongin menurut, menduduki sofa biru di sudut. Tuan Oh berjalan menyulut pipa rokok dan meniupnya.

"Jongin, Apa kau yakin Sehun mau menemui ku?" tanya pria tua itu dengan suara sendu. Mengingat dia tidak pernah ada mendampingi Sehun tumbuh besar.

Jongin menunduk, dia teringat bagaimana Sehun menyuruhnya untuk melupakan saja janji nya. Apa dia.. Bodoh? Itu seperti, usaha Jongin selama ini sia-sia. Dan, dan.. Tidak dihargai.

Jongin tersentak oleh tepukan di bahu kanannya, menemukan Mino menyeringai padanya. "Kita tidak sedang terburu, Jongin. Kita semua butuh waktu. Jika Sehun menolaknya, itu wajar." ucap Mino tenang menyambung perkataan ayahnya.

"A-akhir bulan.."

Kedua lelaki bermarga Oh itu menatap Jongin yang terlihat gelisah. "Aku bisa memberi kalian alamat Se—"

Tuan Oh menggeleng dengan senyum kecil, "Terima kasih." ucapnya tulus, menghilangkan sejenak kegelisahan Jongin.

Mino tertawa, menepuk-nepuk kedua bahu ringkih Jongin. "Aku penasaran bagaimana rupa adikku itu."

Jongin hanya tersenyum membalas ucapan Mino.

'Syukurlah..'

—————

Langit sore begitu memikau, berkilat jingga dan pink. Sehun berjalan menelusuri gank sempit menuju apartemen nya. Dia mengeluarkan ponsel dari saku, dan mulai mengetikkan beberapa kalimat lalu mengirimnya pada Jongin.

Jika Jongin ingin menepati janji itu. Sehun tidak punya pilihan lain selain memberi nya kesempatan. Kedua tangannya terasa dingin karena gugup memikirkan pertemuan nya dengan keluarga nya— untuk pertama kalinya.

Sejujurnya, Sehun tidak membenci bagaimana dia hingga sekarang hidup sendiri. Sama sekali. Dia tidak mendendam, dia sudah lama menerima keadaan— maka dari itu dia ingin Jongin melupakannya saja.

Sehun yakin janji keduanya sangat memberatkan Jongin.

Kris menceritakan semuanya padanya, lalu detail yang diceritakan Sulli. Dan Luhan, Pria brother-complex yang terobsesi menikahi adik beda ibu nya sendiri.

Benar juga.. Luhan.

Sehun menarik nafas panjang, memasukkan kedua tangannya dalam saku celana. Mendengar jika Luhan berkeinginan kuat menikahi Jongin, Sehun merasa terbakar di dalam. Ada bagian dari nya yang merasa marah dan tidak rela.

Beruntung sekali, Jongin tidak memiliki perasaan apapun pada Luhan.

"Lalu, kenapa aku merasa cemburu?"

Sehun mendengus, menyimpan jawabannya sendirian.

Jongin.

...

To be continue...

Note:

hae, gais. Ini hasil update an lewat aplikasi ffn. baru tau kemarin, ini app bisa buat nge post story. alhamdulillah kalo gini.