Pertama saya ingin mengucapkan terima kasih banyak untuk review yang masuk untuk chapter-chapter sebelumnya! Review kalian sangat berharga untuk saya!

Silahkan menikmati final chapter dari fic ini~

.

.

BoboiBoy © Animonsta

BE MINE! © Penjual Senjata Haram Pa Gogo

Genre : Romance & Drama

Rated : M

Warning(s) : AR, yaoi, rated M for lemon scene, typo(s), OOC, OC, BoboiBoyXFang, 6 years skiptime, highschool life, Indonesian

.

Don't like, don't read!

.

.

.

OMAKE

BoboiBoy menoleh, mendapati pemuda berkacamata yang kini menatapnya seperti tengah menuntut sesuatu.

"Apa?" tanyanya sambil menaikkan sebelah alis.

Yang ditanya hanya diam. Fang menghela nafas panjang, lalu menunduk. Debaran jantungnya semakin keras saja, seolah akan keluar dari posisinya.

"Fang…?"

'Jangan berhenti,'

Dua kata. Entah mengapa lidah Fang terasa kelu saat hendak mengucapkan frasa tersebut. Akibatnya ia hanya menggigit bibir bawahnya, berharap akan ada kekuatan yang entah muncul dari mana, memberinya keberanian untuk mengungkapkan isi hatinya yang sebenarnya.

"Fang kau tidak enak bad—"

"BERISIK! KAU ITU BODOH ATAU APA?!"

"—eh?"

Hanya meneriakkan satu kalimat, Fang seolah kehabisan nafas. Pemuda itu tanpa sadar ngos-ngosan, berupaya menetralkan nafasnya, menatap lawan bicaranya dengan tatapan marah.

BoboiBoy jadi dibuat bingung sendiri. Padahal mereka baru saja berbaikan tadi. Apa ia telah mengatakan sesuatu yang meyinggung pemuda yang memang pada dasarnya sudah sensitif ini? BoboiBoy menggaruk kepalanya yang tidak gatal, berupaya mencari cara untuk menenangkan si China sensi manis yang satu ini.

"Fang, kalau kau tidak mengatakannya, bagaimana aku tahu…?" bujuk BoboiBoy sambil sedikit maju. Ia tidak terkejut saat Fang tersentak dan langsung mengambil langkah mundur, memperlebar jarak antara mereka.

"Fang…?" kali ini BoboiBoy nekat, memegang kedua bahu kurus lelaki yang kini berjarak tiga puluh senti darinya. Fang kembali tersentak, namun tidak menyerang balik atas dasar perlindungan diri.

BoboiBoy mengatupkan bibirnya, seolah kehilangan kata-kata.

Fang yang berdiri di depannya kini tidak benar-benar terlihat seperti Fang, sahabat sekaligus rivalnya. Lelaki yang dicintainya tengah menggigit bibir bawah, melihat ke arah lain, ditambah kedua belah pipi yang merona merah sungguh mengacaukan mental BoboiBoy.

Seketika ia tegang.

Baik psikologis maupun yang ada di bawah.

Namun ia berupaya untuk berpikir logis, mengembalikan kesadarnnya secara utuh. BoboiBoy memejamkan mata sejenak sambil menghela nafas panjang, lalu membuka matanya secara perlahan, menatap Fang dengan serius.

"Fang, lihat aku,"

Fang tidak punya pilihan lain selain menurut. BoboiBoy memang lebih rendah darinya, namun entah sejak kapan ia harus sedikit mendongkak untuk menatap iris hazel itu. Sebelum ia tersadar, dirinya sudah terkurung, dengan tembok yang menghalangi jalannya dari belakang.

Lalu pandangan mereka bertemu. Hazel bertemu karamel.

BoboiBoy seolah tengah menelanjangi pikirannya, membuatnya sama sekali tidak berkutik. Anehnya, ia tetap balas menatap mata bulat itu, seolah ia rela seluruh yang ia pikirkan terbaca oleh BoboiBoy.

Tak ada kata-kata yang terucap. Hanya isyarat bola mata yang hanya bisa dibaca oleh orang yang terlibat kala itu. Kala udara menusuk yang mengisi volume bumi, serta cahaya bulan yang memperjelas peglihatan si penghuni. Termasuk dua orang yang saling memandang, menyalurkan perasaan masing-masing melalui iris yang membesar entah akibat gelap, atau karena sesuatu yang membuncah dalam dada.

Pertama mata mereka, lalu bibir mereka.

Saat BoboiBoy menarik wajah itu perlahan, menyentuh organ kenyal manis itu dengan miliknya sendiri.

Kali ini Fang tidak melawan.

.

~(^w^~) (~^o^)~

.

Fang sama sekali tak protes saat jemari BoboiBoy mengapit jemarinya sendiri. Bahkan pemuda itu menyita sarung tangannya, dengan alasan ingin menyentuh telapak tangannya tanpa batasan apapun. Fang terima saja. Toh, jemarinya masih tetap hangat oleh jemari yang menggenggamnya erat itu.

Keduanya berjalan dalam diam, membiarkan keheningan malam menyalurkan perasaan mereka. Fang sendiri harus menahan diri untuk tidak bergerak gelisah saat merasakan jantungnya berdebar makin kencang.

Untungnya jalanan itu cukup sepi. Ia tak bisa membayangkan bagaimana jika ada orang lain yang melihat mereka seperti ini.

"Kalau suka ya bilang saja. Kau ini tsundere atau apa?" ucapan BoboiBoy yang disusul dengan gelak tawa langsung menyentakkan pemuda China itu.

Fang seketika berhenti berjalan, merasakan wajahnya kembali memanas. "Apa kau bilang?" serunya tidak terima. Yah meski ucapannya sungguh bertolak belakang dengan reaksi tubuhnya—yang membuatnya makin terlihat manis.

BoboiBoy memasang seringainya, menarik tangan Fang hingga tubuh mereka nyaris bertubrukan. "Kau juga suka padaku 'kan?"

Refleks, Fang langsung menarik tangannya dari genggaman BoboiBoy, mengambil langkah seribu meninggalkan pemuda itu. Ia tak bermaksud sepenuhnya untuk pergi, lantaran Fang hanya berjalan cepat, hingga ia tiga meter berada di depan BoboiBoy.

BoboiBoy sendiri nampak agak terkejut dengan sikap Fang yang tiba-tiba. Tanpa pikir panjang ia segera berlari menyusul pemuda itu, dan dengan kurang ajarnya merangkul bahu pemuda itu dengan santai.

Plak!

Untuk yang kedua kalinya tamparan panas pemuda tirai bambu itu mendarat dengan mulus di pipinya yang masih perawan(?).

BoboiBoy mendengus, menatap punggung Fang yang berada satu meter di depannya dengan kesal. Namun rasa kesal itu seketika menguap saat melihat telinga Fang yang berwarna merah.

Sial, pemuda itu benar-benar manis!

BoboiBoy menjerit dalam hati. Ia pun kembali mengejar pemuda itu, dan kali ini—tak ingin ditampar lagi—hanya menggenggam jemari yang telanjang itu.

Padahal baru ditinggal beberapa saat, tapi telapak tangan Fang sudah dingin termakan suhu. Kali ini Fang tidak melawan. Hanya menatap ke depan dengan wajah datar—meski rona merah di wajahnya membuatnya terlihat memalukan.

BoboiBoy terkekeh, lalu kembali melanjutkan perjalanan.

Ia tak butuh pengakuan. Reaksi Fang menjawab segalanya.

"Woy, kenapa senyam-senyum gitu? Seram tau!" teguran Fang menyadarkan BoboiBoy dari lamunannya. Ia mengerjap-kerjapkan mata, menyadari bahwa kini mereka berdua sudah berada di depan pagar rumah Fang.

Dalam hati BoboiBoy menggerutu. Padahal ia ingin menghabiskan waktunya dengan pemuda ini lebih lama lagi.

"Habisnya aku gak nyangka kalau kau juga suka padaku," BoboiBoy menjawab enteng, dengan senyum kekanak-kanakannya. "Aku bahagia sekali Fang!"

"S─siapa bilang?! Kau jangan ge-er!"

BoboiBoy hanya tertawa kecil, meraih kedua belah pipi pemuda di depannya dan mencubitnya gemas.

"A─apaan sih!?" Fang segera menepis kedua tangan itu, lalu mengelus kedua pipinya yang merona—entah karena telah dianiaya oleh jari BoboiBoy atau karena aliran darahnya yang terpusat di sana.

"Hehe, ya sudah. Aku pulang dulu,"

"Gak apa pulang sendirian malam-malam beg—" Fang segera menangkup kedua bibirnya saat tanpa sadar ia mengucapkan kalimat yang langsung mengembangkan binar di wajah BoboiBoy.

"Kau khawatir padaku?" goda BoboiBoy.

Fang ingin sekali menonjok wajah pemuda yang tidak pernah bosan menggodanya itu. Berpikir untuk tidak menimbulkan keributan di malam yang hening itu, ia hanya medengus. "Sudahlah. Sampai bes—"

Cup~!

Ucapannya kembali terpotong, kali ini karena ulah BoboiBoy.

Saat pemuda itu langsung menarik bahunya, membuatnya harus membungkuk, dan kemudian merasakan sesuatu yang dingin menyentuh dahinya.

Fang mengerjap.

Ia menyesali dirinya yang berpikir BoboiBoy akan menciumnya di bibir (lagi)—sepersekian detik yang lalu.

BoboiBoy pun membebaskan genggamannya, membuat Fang kembali tegak. Ia tak tahu harus berkata apa, dimana tatapannya seolah dikunci dengan sepasang iris hazel yang menatapnya penuh kelembutan.

"Suatu saat, aku yang akan membungkuk untuk melakukan itu,"

"Eh?"

"Sampai besok!" mengacak surai indigo pemuda yang dicintainya dengan bebas, BoboiBoy pun berlari menjauh, meninggalkan Fang yang masih terdiam.

Ia lalu berhenti saat dirinya dan Fang berjarak sepuluh meter. BoboiBoy berbalik, menengadahkan kedua tangannya di dekat mulut, pose seorang yang sedang berteriak.

"DAN SUATU SAAT NANTI, KAU YANG AKAN MEMELAS PADAKU UNTUK MENCUMBUMU!" teriak BoboiBoy dari kejauhan, sebelum ia membalik tubuh dan langsung berlari sekencang yang ia bisa.

Tawa BoboiBoy masih terdengar menggema meski tubuh pemuda itu sudah nyaris tak kelihatan.

Tangan Fang terkepal erat. Giginya gemerutuk, dan wajahnya sudah sangat panas. Meski tempat ini sedang sepi, tak menutup kemungkinan orang yang berada di dalam rumah sekitar sana tak mendengar teriakan BoboiBoy tadi.

Fang meninju pagar rumahnya sendiri, merasakan dinginnya besi menusuk kepalan tanganya kanannya yang tak terbalut apapun.

Ah, BoboiBoy bahkan tidak mengembalikkan sarung tangannya.

"SIALAN KAU BOBOIBOY!"

.

~(^w^~) (~^o^)~

.

Fang sendiri kurang paham mengapa ia bisa terbaring di sini. Di sebuah ranjang kecil yang makin terasa sempit dengan kehadiran BoboiBoy di sana. Ya BoboiBoy. Pemuda yang tengah mendengkur halus, menghapnya, mengabaikan sinar senja yang mulai mendominasi ruangan itu.

Untungnya pakaiannya masih utuh. Juga pakaian BoboiBoy (meski berusaha untuk tidak memikirkannya, Fang tetap saja belum dapat menghilangkan traumanya sepenuhnya).

Mereka hanya tidur siang bersama. Awalnya hanya Fang yang saat itu kelelahan belajar semalaman untuk ulangan matematika, dan siangnya harus mengajari BoboiBoy yang ikut remedial pada ulangan yang sama. Dan dengan kurang ajarnya si tamu malah ikut-ikutan naik ke ranjang, seenaknya saja menenggelamkan diri kea lam mimpi. Yah, meski harus menghabiskan tenaga untuk menenangkan Fang yang memberontak habis-habisan sebelum akhirnya menyerah dan membiarkan BoboiBoy melakukan sesuka hatinya dengan catatan lelaki itu tidak macam-macam.

Tidak mudah membuat BoboiBoy bisa datang ke rumah kecil milik rivalnya ini. Ia harus memohon dengan sangat, mengikuti kemana pun Fang pergi, dan pada akhirnya memperoleh izin juga. Yah, meski harus dilempar berbagai macam alat tulis, dicaci maki, didorong, dibentak, bahkan BoboiBoy sempat mendapatkan cakaran bayang saat tengah memohon (sampai memojokkan Fang di tembok) dan dianggap sebagai ancaman oleh si pemuda Orintal. Well, tidak ada yang bilang bahwa seorang Fang adalah lelaki yang lembut.

Fang hanya bisa diam, memperhatikan wajah tidur BoboiBoy yang nampak begitu tenang. Topinya masih ia kenakan, meski agak merosot.

"Seperti bayi," gumam Fang, tertawa kecil. Tentu saja BoboiBoy yang notabene sudah melalui masa pubertas terlihat seperti bayi kala sedang tidur, dengan wajah bulatnya itu.

Tidak akan ada yang mengira bahwa lelaki imut ini memiliki sisi lain dalam dirinya. Sisi lain yang hanya Fang yang mengetahuinya. Rasa cinta yang posesif, kepemilikan yang absolut. Dan Fang sendiri tidak mengerti mengapa ia memaafkan sifat BoboiBoy yang demikian. Membiarkan dirinya jatuh ke pelukan pemuda itu, tanpa mempedulikan resiko jika sewaktu-waktu BoboiBoy bisa 'kumat' lagi.

Ia sendiri juga ingin tahu kenapa.

Fang sudah 17 tahun. Bukan di usianya ia bisa terus-terusan membohongi dirinya sendiri. Fang bukannya tidak tahu. Ia hanya tidak ingin tahu.

Perasaan hangat dan berdebar-debar di saat yang sama yang selalu mengusiknya.

Fang tidak begitu ingat kapan perasaan itu muncul. Mungkin sudah cukup lama, ia hanya tidak bisa menerimanya. Dan BoboiBoy datang memaksanya untuk menerima perasaan tersebut.

Matanya menatap wajah tidur itu dengan tatapan menerawang. Sedikit rona merah menghiasi kedua belah pipinya. Bibirnya terbuka sedikit, menghela nafas kecil.

"Aku mencintaimu…"

FIN


Akhirnya saya bisa menamatkan fic ini sampai akhir~ Maaf atas keterlambatannya. Saya sibuk berurusan dengan si Ejojo, yang kebelet banget mau ngalahin BoboiBoy.

Ngomong-ngomong sudah lihat klien baru saya? Itutuh, alien yang dua kali lima wajahnya dengan saya, kapten Kaizoh~ Hohohohooo~ Saya yakin kakak-kakak dan abang-abang sekalian sudah tak sabar ingin nonton eps selanjutnya! Kalau begitu ayo kita demo pihak Monsta agar update secep—eh! Eh! Apa ini?! Kenapa saya diborgol nih?! EEEEHHHHH!?

Oke, pemirsa sekalian, karena saya ada urusan dengan pihak police semesta, saya pamit dulu. Maklum, orang kaya, banyak bisnis!

Akhir kata, review pleaseeee~

.

.


TAMBAHAN

"Aku mencintaimu…"

"Harusnya kau bilang begitu saat aku bangun," ucap lelaki di depannya dengan mata yang masih terpejam.

"EH?!"