Pairing : HunKai, ChanKai, HanKai, BaeKai, MyungKai!Incest, AllXKai

Rated : T

Warning : Typo(s), Title with plot not match, Not the basic, OOC, OC, Too much conflict, YAOI (BOYSXBOYS)

Genre : Drama, romance, little hurt/comfort

Selamat membaca!

My Lovely Teacher

Chapter 1 : A New Teacher

By : Ryuu Sakamaki

.

Entah apa yang pemuda berkulit tan itu lakukan disini, berdiri di depan gerbang sebuah sekolah mewah dengan sebelah tangan menggenggam erat ransel hitam dibahunya, sembari menatap tempat dimana ia akan membagi ilmunya pada orang-orang kekurangan ilmu itu, dalam diam. Pipi bagian dalam yang digigit olehnya menjadi sasaran empuk untuk menghilangkan akan rasa gugup yang terus membayanginya sejak seminggu yang lalu, tepatnya dimana ia ditunjuk untuk mengajar disekolah ini, sekolah yang berisi murid-murid kaya namun bersikap layaknya preman.

"Huh, jika aku bisa memilih aku takkan pernah mau menginjakkan kakiku di tempat ini 'lagi'," keluhnya dengan bibir mengerucut tak suka. Dan wajahnya semakin tertekuk ketika sebuah suara mengintrupsi kegiatannya memandang bangunan di hadapannya dengan pandangan tak suka.

"Oh, kau guru baru itu kan?" sahut orang tersebut bernada keras. Melihat sekitarnya dengan seksama dan memastikan bahwa orang itu berbicara dengannya, ia hanya mengangguk ragu sembari mengukir senyum paksa. "Y-Ya itu aku," jawabnya terbata-bata. 'Damn it, kenapa itu yang harus keluar?' lanjutnya dalam hati seraya meruntuki kebodohannya dengan berbagai umpatan yang ia ketahui.

Seharusnya tadi ia menggelengkan kepalanya dan segera pergi menjauhi tempat terkutuk ini, tetapi mengapa otak dan mulutnya tak bisa diajak kerjasama? Astaga, satu lagi masalah yang menambah beban pikirannya."Baiklah, mari saya antar keruang Kepala Sekolah terlebih dahulu untuk melapor, setelahnya kau bisa mulai mengajar,"

Orang asing berpakaian rapi ーmemakai kemeja kotak-kotak berwarna biru-putih dimana bagian lengan dilipat hingga siku dan celana kain berwarna hitamー itu mengukir seulas senyum menawan yang sanggup melelehkan hati bagi yang melihatnya, namun itu takkan berlaku pada lawan bicaranya mengingat pemuda tan itu tidak dalam kondisi untuk memuji senyuman orang lain.

'Semoga aku bisa bertahan selama mungkin,' batinnya berharap dalam hati.

.

.

.

.

Sejam berlalu dan runtukan pedas dari dirinya terus keluar ketika ruang Kepala Sekolah itu telah di tinggal olehnya. Dengan sebelah tangan menyentuh telinganya yang berdengung, ia melangkahkan kakinya dengan malas melewati koridor sekolah yang keterlaluan panjangnyaーmenurutnya. Sesekali ia mengulas senyum paksa sekedar memberikan kesan ramah ketika dirinya kini dijadikan objek dadakan oleh para murid-murid di sekolah ini.

Sebuah papan nama yang terpaku di sebelah ventilasi pintu masuk kelas yang menjadi tujuannya, menghentikan langkahnya sejenak sekedar mempersiapkan diri untuk menerima apapun yang akan ia dapatkan nantinya. "Semangat," ucapnya bersuara kecil dengan tangan kanan terkepal.

Danー

Oh astaga, apa-apaan ini?

Bagaikan terhempas dari bangunan tertinggi, semangatnya seketika surut saat sepasang manik sayunya melihat pemandangan di XI A tempat ia mengajar nantinyaーsementaraーdengan horror. 'Ini sungguhan kelas?' batinnya bergumam dengan ekspresi jijik melihat keadaan kelas yang jauh dari kata pantas untuk dijadikan tempat belajar. Tak salah jika dirinya membantin demikian, siapapun orangnya pasti akan menyumpah serapahi orang-orang di dalam kelas ini yang menjadi pihak tersangka.

Bayangkan saja, letak meja yang seharusnya diatur baris per baris terlihat berantakan bahkan beberapa di taruh secara terbalik. Coretan yang memenuhi tembok kelas terlihat kotor dan menyedihkan dimatanya, suara obrolan, cekikikan dan tawa yang mengganggu memenuhi setiap sudut ruangan tanpa ada sedikitpun ketenangan, dan jangan lupakan rempah-rempah cemilan serta perlatan makeup para siswi yang memenuhi meja. Intinya, kelas ini tidak waras. 'Ini bahkan belum awalnya' keluhnya untuk kesekian kalinya hari ini. Berulang kali ia berusaha mengembalikan moodnya yang sudah jatuh semakin jatuh hingga kedasar dengan menyemangati dirinya berulang-kali. Setelah merasa yakin, ia berjalan dengan dagu terangkat ke depan tepat dimana bocah-bocah itu akan melihatnyaーmungkin.

"Ekhmー" Ia berdehem sekali. Namun seolah dirinya bukan siapa-siapa, tidak ada satupun sahutan yang ia terima, justru suara bising itu semakin keras memenuhi rongga telinganya. Menahan diri sekali lagi, ia kembali mencoba.

"Perhatianー" Bukan lagi deheman yang terdengar, ia membuka suara dengan sedikit berteriak. Dan untuk kedua kalinya, ia kembali dihiraukan.

Perlahan wajahnya terlihat memerah hingga ke telinga menahan amarah yang membludak. Perlu diketahui ia bukan tipe orang yang mudah bersabar ataupun memiliki kesabaran yang besar. Ia hanya seseorang bertempramental tinggi yang suka menyumpah yang terkurung dalam tubuh anti sosial dan pemalu ini.

Jadi,ー

"BRENGSEK, BISAKAH KALIAN DIAM DAN BERESKAN KEKACAUAN INI!?" Mengabaikan tata krama seorang guru untuk bersikap sopan dan lemah-lembut, ia justru memaki orang-orang itu yang seketika terdiam dengan tatapan mengarah padanya. "Kau siapー" "BERHENTI BERTANYA DAN LAKUKAN PERKATAANKU, DASAR BOCAH SIALAN." potongnya masih dengan cara berteriak.

BRAKK

Serentak siswa-siswi yang terkenal dengan kelas biang onar dan tempat dimana para 'Penguasa' itu tinggal, segera bangun dari duduknya dan mulai 'merapikan' kelas itu seperti sedia kala ketika sosok asing itu kembali mengeluarkan teriakannya yang terdengar sedikit berat khas seorang lelaki dengan bumbu membanting meja guru dengan cukup kuat.

Jujur, ia rasanya ingin menangis sekarang dengan rasa penyesalan yang memenuhi rongga dadanya kini. Apa yang telah ia lakukan? Tak hanya membentak, ia juga memaki dan membanting meja? Oh astaga, belum sehari dan ia sudah kehilangan kontrol, ringisnya dalam hati. Otaknya mulai bekerja keras, menghitung uang yang akan ia keluarkan sebagai ganti rugi atas apa yang telah ia lakukan. Namun sisi baiknya mereka menuruti ucapannya, kan? Tapi tetap saja uang yang ia kumpulkan dengan susah payah akan habis dalam sehari? Bunuh saja dia sekarang.

Beberapa orang yang memperhatikan sejak awal dari luar kelas hanya tersenyum puas dengan guru tersebut. "Dia istimewa, bukankah begitu Kepala Sekolah?" Perempuan cantik berpakaian serba ketat itu mengangguk dengan pandangan masih mengarah pada kelas yang tengah ia amati kini.

Memperbaiki letak kacamatanya sejenak, ia membalikkan tubuhnya dan berucap, "Katakan sekali lagi padanya untuk tak mengkhawatirkan apapun dengan bayaran ia bisa mengubah kelas bermasalah ini. Astaga, berarti dari tadi ia tak mendengar satupun ucapanku? Dan oh, sebaiknya kau segera menyiapkan meja baru untuk mengganti meja itu, Minho Saem"ーdan sang kepala sekolah itu berlalu begitu saja.

Pemuda yang sebelumnya mengantarkan guru baru itu ke ruang kepala sekolah hanya tersenyum sembari menganggukkan kepalanya atas perintah yang dilontarkan dari atasannya. "Semoga saja kau bisa mengubah kelas ini. Kami berharap banyak padamu," gumamnya pada udara kosong.

.

.

.

.

Hal mengesalkan yang terjadi begitu saja tanpa ia sadari,ーsekali lagi salahkan pada emosinya yang tak terkendali. Namun ia tak terlalu kecewa melihat kelas itu kini lebih layak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar daripada sebelumnya, tapi tetap saja uangnyaーoh lupakan saja. "Siapa kau?" Seorang pemuda berpakaian yang sangat jauh dari kata rapi dengan rambut hitamnya yang berantakan itu bertanya atau lebih tepatnya memerintah dirinya untuk menjawab dengan telunjuk kiri mengacung kearahnya. Suara bisik-bisik kembali terdengar, namun ia hanya terdiam memandang seisi kelas dan menemukan 4 bangku kosong.

Oke, di hari pertama ia masuk ke sekolah ini yang jauh dari kata 'mulus', ia mendapatkan 4 orang tak masuk ke dalam kelasnya? Meski ia hanya guru pengganti sementara, ini tak bisa dibiarkan, makinya dalam hati. Meletakkan tas ransel hitam yang sejak tadi disampirkan pada bahunyaーyang jujur saja sering dikatai seperti milik perempuanーke meja guru yang menjadi korban pada peristiwa sebelumnyaーsebaiknya jangan disebutkanーdengan tangan terlipat didepan dada. Bibirnya masih terkatup rapat sembari menatap satu-satunya pintu keluar-masuk itu dengan tatapan tajam.

BRAKK

Sudah datang rupanya, dengusnya dalam hati ketika pintu itu terbuka kasar dan lihat siapa yang ia temukan? Empat orang berandalan yang sebelumnya ia di peringatkan untuk jangan membuat masalah dengan mereka. Yeah, ia memang tak terlalu memperhatikanーlebih tepatnya menulikan pendengarannyaーucapan kepala sekolah cantik bertubuh sexy yang bukan tipenya sama sekali namun sangat disayangkan terlalu cerewet, ia hanya menangkap beberapa kalimat bahwa anak-anak disekolah ini hanya tunduk pada empat orang yang mulai sekarang berada dibawah pengawasannya hingga guru serta pembimbing 'asli' kelas ini kembali.

"Darimana saja kalian?" Berusaha membuat suaranya terdengar menakutkan, ia terus memperhatikan tingkah laku ke-4 pemuda itu yang seolah-olah tuli dengan tetap melangkah ke bangku masing-masing dan membaringkan kepala diatas meja ingin segera berlabuh kedunia mimpi. Ia memperkirakan bahwa mereka sudah terbiasa bersikap seperti itu dan bagaimana bisa mereka melakukannya secara bersamaan? tanyanya dalam hati yang takkan pernah terjawab.

"Dasar para bocah menyedihkan, menyusahkan, memalukan, merepotkan, tak berguna," ucapnya bagaikan sebuah mantra yang mampu terdengar hingga kepenjuru ruangan, dan perkataannya itu membuat keempat orang itu membuka mata,ーhanya membuka mata. "Apa yang sedang kau katakan? Dan lagi, siapa kau? Kau belum menjawab pertanyaanku!" Bocah tengil yang sebelumnya mengajukan pertanyaan atau memerintah dirinya itu kembali bersuara.

"Mulai sekarang, aku adalah guru matematika sekaligus pengganti sementara wali kelas kalian yang lama," Mengulas seringaian tipis ketika mendapatkan ekspresi bocah-bocah itu terlebih ke-4 berandalan yang kini menjauhkan kepalanya dari atas meja dan menatap kearahnya. "Namaku adalah Kim Jongin. Dan ingat ini baik-baik diotak sempit kalian, jangan pernah menyamakanku dengan guru disini yang akan tunduk dengan mudahnya pada bocah berandalan seperti kalian. Aku tak akan segan-segan memastikan tulang hingga patah atau jika aku baik aku hanya menukar rusuk kalian jika berani melakukan hal yang bertentangan denganku. Dan ucapanku, tak pernah kuingkari." tuntasnya dengan penuh penekanan dan senyum kepuasan.

.

.

.

.

"Oh Ya Tuhan, sepertinya aku sudah gila," ringisnya sembari membenamkan wajahnya sedalam-dalamnya pada meja yang mulai sekarang ditempati olehnya yang tersedia di ruang guru. Beberapa guru yang tak mengajar, menatap kearahnya dengan pandangan kasihan sekaligus meringis sesekali ketika guru baru itu membenturkan kepalanya berulang-ulang hingga terdengar suara debuman menyakitkan. Minho, pemuda tampan yang menjadi idola di kalangan guru maupun murid itu hanya bisa menggelengkan kepalanya ketika sosok yang sebelumnya cukup membuat ia tercengang kini bertingkah kekanakan seperti sekarang

PUKK

"Tenanglah, Kim Saem. Kau melakukan hal yang terlalu berani sekaligus cukup membuatku kagum dengan tingkahmu tadi." Mengabaikan Minho yang menaruh jus jeruk dalam bentuk kalengan, ia masih setia melakukan kegiatan yang selalu dilakukannya ketika tingkahnya terlalu kelewatan menurutnya.

"Huweee ini semua salahmu. Jika saja kau tidak menulis bahwa aku tak perlu mengkhawatirkan apapun dan bersikap sesuai kemauanku. Ini semua takkan terjadi. Dan lagi, jangan pernah berharap aku akan tersentuh dengan pujianmu itu," ucap Jongin sembari jari telunjuk terus menunjuk sosok Minho yang tengah duduk di atas mejanya dan kembali membenamkan kepalanya seperti sebelumnya. Minho yang melihat tingkah menggemaskan guru baru itu tertawa kecil yang cukup membuat para guru perempuan menahan jeritannya melihat kharisma yang keluar dari guru tampan tersebut. "Kepala Sekolah yang menyuruhku untuk memberi tahukanmu,"

Jongin kembali mengangkat kepalanya, "Tetapi tidak saat aku sedang mengajarkan?"ーdan ia membenamkan kepalanya, lagi. "Iya sih itu memang salahku,"

BRAKK

Minho seketika terdiam sembari berdiri dari duduknya saat melihat beberapa sosok yang tak asing berada di hadapannya. Tanpa berucap sepatah katapun pada pemuda yang kini terus memaki dirinya sendiri itu, ia berlalu begitu saja.

PUKK

"Yakk, jangan mengー," bentakan Jongin dengan kepala yang kembali terangkat ketika kaleng jus itu megenai kepalanya, seketika terhenti ketika melihat ruang guru itu sepi dan menyisakan dirinya seorang dengan keempat pemuda yang telah menjadi anak didiknya,ーsementara. "K-Kalian?" dahi Jongin mengerut memandang wajah para muridnya yang cukup ーlumayanー tampan. Ia takkan mau mengakuinya.

"Hey, Saem apa kau sungguh akan mematahkan tulangku jika berlaku tidak sesuai kehendakmu?" Pemuda berambut silver yang ditata acak dengan sebuah kacamata berlensa, membuka suara dengan sebuah apel ditangannya.

"I-Itu akuー,"

"Aku penasaran, apa yang akan kau lakukan jika aku bertindak seperti ini,"

CUPP

BUGG

PLAKK

.

.

.

.

.

.

To Be Continued