"Aho! Cepetan!"

"Bentar, bentar! Buru-buru banget sih!" Aomine mengikat tali sepatu favoritnya−Air Jordan Classic No. 1 warna biru-hitam−dengan hati-hati.

Rrrrrrr

Kali ini ponsel Aomine yang berbunyi.

"Yo, Satsuki?" tanya Aomine dengan nada malas seperti biasanya pada gadis bersurai baby pink teman masa kecilnya itu.

Kagami tidak dengar jelas apa yang dikatakan gadis itu di telepon. Yang jelas, ia tahu gadis itu bicara dengan nada tinggi−agaknya kesal dengan pemuda dim ini. Kagami cuma bisa menahan tawa sambil sesekali melirik Aomine yang sibuk menggaruk-garuk kulit kepalanya yang tidak gatal, berkali-kali berusaha menjelaskan sesuatu pada Momoi.

"Masih di apartemen Kagami, nih," ujar Aomine.

"Eh?" Kagami kontan berhenti tertawa begitu namanya disebut.

.

Theory of Happiness

A Fanfiction by OrdinaryFujoshi

Kuroko no Basuke Fujimaki Tadatoshi

Cover Image by megumonster

.

.

Chapter 5 : Lovers, Rivals

.

"Ya, ya, ya," Aomine menjawab malas gadis di ujung lain sambungan telepon itu. "Ya udah, gue jalan ini, ya. Ketemu nanti." Telepon ditutup.

"Kenapa, Aomine?" tanya Kagami.

"Suruh buruan," jawab Aomine singkat. "Katanya kita yang terakhir," lanjutnya. Aomine mempercepat langkahnya, membuat Kagami juga ikut berlari kecil untuk menyamai langkah Aomine yang besar-besar itu.

"Kenapa ada Momoi juga?" Kagami bertanya heran. "Orang-orang Touou ada semua, berarti?"

"Nggak lah, bego," jawab Aomine sekenanya. "Satsuki cuma dateng buat ngerusuh, kayak biasanya. Oh, atau paling cuma mau cari asupan."−agaknya Aomine tahu kegemaran tidak sehat teman masa kecilnya itu.

"Asupan...? Oi! Chotto! Ahomine!" Kagami berlari mengejar Aomine yang entah bagaimana sudah melangkahkan kaki memasuki bus.

.

"Jangan duduk sebelah gue!"

"Tch, mau dimana lagi, Aho?"

"Berdiri aja sana," Aomine menutup wajahnya yang separuh blushing(?). Bukannya ia tak mau duduk di sebelah Kagami, hanya saja tempat duduk di bis terasa sempit kalau mereka bersebelahan−uhuk padahal sebenarnya yang sempit cuma celana Aomine saja uhuk−tapi akhirnya ia mengalah.

"Di lapangan basket dekat Seirin, kan?" tanya Aomine, memastikan lokasi streetball mereka hari ini.

"Iya," jawab Kagami singkat. "Siapa aja yang ikut sih sebenernya, selain kiseki no sedai?"

.

Pertanyaan Kagami terjawab ketika dua pemuda di posisi Power Forward itu melangkahkan kakinya masuk ke area lapangan basket. Sekelompok pemuda dengan surai warna-warni bak pelangi, dan dua orang gadis sudah menunggu.

"Dai-chan!" Momoi langsung menghambur dan menjewer telinga kanan Aomine. "Bukannya sudah dari kemarin malam aku sms?!"

Kagami menoleh pada dua sahabat masa kecil ini. Nggak, Kagami nggak cemburu kok sama Momoi. Ia hanya melihat Momoi sebagai sahabat Aomine yang sedari dulu masuk sekolah yang sama, pulang ke rumah bersama karena rumahnya dekat, gadis ber-oppai besar sesuai dengan tipe Aomine−itu cemburu, ya?

Melihat hawa-hawa nggak enak dari arah pemuda alis cabang ini, Aomine langsung men-death glare Momoi. Gadis itu nyalinya langsung ciut, mengingat teman sepermainannya ini sudah punya kekasih−pemuda tipikal uke manis tapi agak sensitif.

"Nggak apa, Kagami. Nggak," Aomine menenangkan Kagami dengan menepuk pelan punggungnya. Kagami blushing, ia berusaha menjauh sedikitdari Aomine.

"Banyak orang, Aho!" Kagami bergumam pelan.

Iya aja sih Kagami reaksinya begitu. Kalau hanya Kuroko dan Kise juga Himuro dan Murasakibara−yang beberapa waktu lalu ikut kencan perdana mereka ke Kiseki Land−sih tidak apa-apa. Tapi kali ini? Pemuda yang sering disangka cosplay wortel dan pacarnya yang terkadang dipanggil Bakao, mas-mas heterochrome dengan coretchihuahuacoret pemuda bersurai cokelat muda yang dicurigai [dipaksa menjadi] kekasihnya [dengan ancaman gunting], dan−

"Senpai?!" manik merah crimson Kagami membelalak.

"Naa~ Kagami~ Kesini juga? Tanoshi, naa~ Nee, Hyuuga?" pemuda itu mengalungkan lengannya ke bahu pemuda berkacamata yang lebih pendek darinya.

"Urusai, d'aho!" Hyuuga berusaha menyingkirkan tangan segede gaban Kiyoshi, tapi gagal.

−juga ikut.

"Kiyoshi-senpai... Bukannya ke Amerika? Lututnya gimana?" tanya Kagami khawatir.

"Tch, gue juga udah bilang gitu sama ini Iron Heart," Hyuuga memberi tekanan pada nama julukan Kiyoshi. "Kayaknya yang sekeras besi bukan cuma hatinya, kepalanya juga," Hyuuga melanjutkan.

"Hyuuga-san, jangan ketularan sifat tsundere-nya Shin-chan dong. Sebenarnya senang kan Kiyoshi-san pulang," Takao menggoda Hyuuga.

"Diam, Takao! Kau berisik, nanodayo."

"Shin-chan kalau tidak mau aku dekat-dekat yang lain bilang saja~" Takao menjadi-jadi.

"Aku tidak— Sudahlah!" agaknya pemuda berpigmen hijau(?) ini mengalah.

Jeritan tertahan mirip tikus kejepit pintu terdengar dari arah dua orang gadis yang juga ada di sana−Momoi dan Riko. Belum ada 15 menit, hints humu sudah bertebaran dimana-mana. Hal ini mengundang perhatian Kuroko—yang notabene fudan terselubung berwajah polos. Kuroko mengarahkan pandangannya ke arah mereka. Ia menebak, anggota Kisedai pasti diundang Momoi kesini. Dua senpainya itu... Pasti Riko yang mengundangnya, karena kurang dua orang untuk membentuk 4 tim 3-on-3−atau sebenarnya karena Riko ngeship teman seangkatannya itu.

"Eh, Aomine Daiki, kan? Power Forward Akademi Touou?" tanya Kiyoshi pada pemuda dim yang datang bersama Kagami itu.

"Pacar Kagamicchi!" seru Kise. Setelahnya, Kise langsung dibekap Kuroko.

'Three... Two... One..' Kagami menghitung dalam hati.

"HYUUGAAA! AKU MERASA TUA!" Kiyoshi menjatuhkan berat tubuhnya ke pelukan Hyuuga.

'Here it comes,' –batin Kuroko, Riko, Kagami, dan juga pemuda chihuahua itu, Furihata.

"Lepasin gue! D'aho!" Hyuuga berseru kesal. "Apa-apaan, Kiyoshi?! Biar saja mereka pacaran, kalau mereka pacaran terus apa?!"

"Kamu nyebut dirimu 'mama' buat mereka, tapi reaksimu gini?" Kiyoshi pasang pose 'Kamu Jahat'. Cukup ekstrim untuk seseorang dengan tubuh sebesar Kiyoshi.

"GUE BUKAN MAMA!" Hyuuga mengamuk. "Lo sendiri kan yang bilang gue mama?! Lagian kalo lo nggak bisa relain mereka punya pacar, lo bukan papa yang baik! Gue yakin Aomine orang baik kok, Kagami pasti seneng-seneng aja sama dia—" Ups, Hyuuga~

Semua mata langsung terarah pada pasangan murid kelas 2 SMA Seirin itu. Bagi tiga pemuda anggota klub basket Seirin dan pelatihnya—yang dadanya rata itu—ke-papah-mamah-an Kiyoshi dan Hyuuga sudah jadi pemandangan sehari-hari. Tapi bagi yang lain mungkin debat bak pasangan suami-istri itu hal yang baru. Akashi dan Midorima pura-pura tidak dengar saja sambil menahan tawa. Takao sudah guling-guling. Maibou Murasakibara jatuh dari genggamannya. Himuro tersenyum ala Riko yang menahan amarah—ia belum sepenuhnya percaya Aomine benar orang baik dan Kagami bahagia bersamanya. Dan wajah gosong Aomie merah padam.

Rasanya ingin Aomine langsung sembah sujud di hadapan Hyuuga karena langsung memberi izin untuk memacari Taiga—tidak seperti Himuro. Rasanya ingin ia langsung memeluk Hyuuga erat-erat, namun diurungkannya karena tak mau kepalanya kenapa-kenapa akibat vice claw Kiyoshi.

Jadilah. Seketika satu lapangan tahu Aomine memacari Kagami. Bahkan Riko—teman seperfujoan Momoi—juga baru tahu. Riko langsung jejeritan menemani Momoi yang sudah fangirlingan. Memang AoKaga bukan otepe utamanya—OTP Riko sudah jelas, KiyoHyuu—tapi tetap saja menurutnya lumayan manis. Ditambah sekarang ini Aomine blushu-blushu, berusaha menghentikan Kagami yang asyik menghajar Kise—karena semua ini akibat satu kalimat dari bibir si kuning itu.

"Sudah! Ayo mulai main saja! Bagi tim dulu!" seru Takao, di tangannya ada kertas-kertas kecil yang diujungnya berwarna, tersembunyi di dalam telapak tangannya.

Masing-masing orang mengambil satu—kecuali Momoi dan Riko. Mereka berdua sedang suit, menentukan siapa yang menjadi wasit dan yang bertugas di papan skor.

"Atsushi, dapat apa?" tanya Himuro sayang.

"Muro-chin dapat apa? Kuning?" tanya si titan ungu sambil menunjukkan selembar kertas dengan warna biru di ujungnya.

"Kurokocchi! Kita setim-ssu!" Kise memeluk Kuroko sambil mengacungkan tinggi-tinggi dua kertas berujung merah.

"Shin-chan dapat hijau? Pffftt! Apa karena namamu Midorima?" Takao melambai-lambaikan kertas berujung kuning pada Midorima.

"Diam saja, Bakao!"

"Junpei. Bertukar denganku," ujar pemuda bersurai merah yang kurang tinggi badannya.

"A-Akashi-s-san... T-Tidak p-perlu begitu..."

"Kau berani menentang aku yang absolut ini, Kouki?" sebuah gunting terhunus(?) ke depan wajah pemuda yang gemetar ketakutan.

"Ya, ya. Nih, Bakashi. Sebelum Kiyoshi ngambek karena kau menyiksa 'anak'nya dengan gunting keramatmu itu." Hyuuga memberikan kertas berujung hijau pada Akashi—warna yang sama dengan milih Furihata.

"Kagami, biru?" tanya Kiyoshi pada pemuda bersurai merah tua.

"Ya, senpai," Kagami mengangguk. "Aomine, lo?"

"Merah," Aomine menjawab singkat.

Dalam hati sih Kagami agak dongkol. Beda tim dengan Aomine. Tapi mana mungkin ia meniru-niru Akashi seperti itu. Kan dia tidak bawa gunting, eh, kan dia jaim-jaim gitu. Lagipula baginya bermain lawan Aomine, berada di tim yang berbeda dengannya, bisa menambah semangatnya bermain.

"Minna! Sudah selesai bagi tim?" pertanyaan Riko membuat 12 pemuda yang ribut sendiri itu berhenti. Dibantu Momoi, Riko mendata anggota tim dan memberikan kaus−bentuknya mirip dengan jersey tapi hanya untuk dobelan saja−dengan warna sesuai tim.

"Tim biru," ucap Momoi, "Mukkun, Kiyoshi-kun, dan Kagamin!"

"Tim kuning," lanjut Riko. "Himuro-san, Takao-kun, dan Hyuuga!" katanya. "Mou! OTP-ku pisah!" gumamnya. Riko pun di puk-puk Momoi.

"OTP ku juga pisah, Riko-chan..." katanya. "Tim merah, Dai-chan, Ki-chan, dan Tetsu-kun," lanjutnya.

'Apa-apaan tim itu?!' Furihata bergumam dalam hati. "M-Mana mungkin.. Lawan tiga anggota kiseki no sedai..."

"Tidak apa, Kouki. Kita pasti menang," Akashi menenangkan Point Guard junior Seirin itu.

"A-Akashi-san..."

"Percayalah. Aku absolut." Akashi berkata lembut sambil mencolek dagu Furihata. Momoi dan Riko menjerit kompak. Tambahkan daftar kapal kalian, girls.

"Ehem," Riko berdeham setelah menjerit fangirling singkat tadi. "Yang terakhir, tim hijau. Akashi-kun dan Furihata," Riko berdeham lagi, "juga Midorima-kun."

"Tim pertama yang main... Tim kuning dan biru!"

"Ready? Tip off!"

.

.

Skip ajah yah. Dari formasi mungkin sudah kelihatan siapa yang menang, kan? *wink wink*

.

.

Priiiiitt

Peluit akhir permainan dibunyikan Momoi yang menjadi wasit. "Tim biru menang dengan skor 21-3!"

"Pasti!" Kagami—seperti biasa—menjawab dengan penuh semangat. "Ada Center Yosen disini, pasti kami menang!" Kagami dihadiahi jitakan dari Hyuuga.

"Paling nggak gue berhasil nyetak three-pointer sekali! Lo udah sering combo sih, sama Kiyoshi, dia kan eks Point Guard. Coba kalo cuma lo, si Aho itu, sama titan ungu tukang makan ini. Abis dah lo!" Hyuuga berteriak OOC—kesal. Himuro cuma ketawa-ketawa ala mama, meskipun sebenarnya dia agak nggak rela big baby-nya Atsushi dibilang titan tukang makan. Toh kalimat Hyuuga ada benarnya, salah, benar adanya. Kalau tidak ada Kiyoshi mungkin yang ada Kagami dan Murasakibara sudah bertengkar, mengingat sifat mereka kadang kekanakan.

Kagami manyun. Senpai-nya yang berkacamata ini, meskipun waktu tes hanya peringkat 108—kalau ia tidak salah—logikanya ternyata jalan juga.

Pertandingan streetball itu dilanjutkan. Tim hijau lawan tim merah. Tsundere lawan deredere. Pemuda moe-moe lawan yang sesama moe. Absolut melawan yang hanya bisa dikalahkan dirinya sendiri. Cukup sengit. Dari luar lapangan saja auranya sudah jelas sangat intense.

"Shin-chan!" panggil Takao pada Ace Shuutoku partnernya. Is berjalan mendekati pemuda berkacamata itu.

Cup

Satu kecupan manis mendarat di pipi Midorima. Wajah Midorima yang biasanya stay calm dan cool itu memerah.

"J-Jangan mentang-mentang kau tahu hari ini ramalan Oha-Asa mengatakan Cancer beruntung kalau dekat dengan Scorpio kau jadi curi-curi kesempatan, nanodayo!"

Untung Momoi dan Riko belum minum banyak akua hari ini. Tingkat fokus mereka juga sudah berkurang karena membagi fokus dengan streetball game ini. Jadi mereka loading agak lama sebelum mencerna apa yang baru saja Takao lakukan.

Aomine sedikit iri melihatnya. Tentu saja. Tidak jarang Kagami melakukan hal-hal manis seperti itu. Keseharian mereka selama menjalin kasih tidak jauh berbeda dengan sebelumnya. Aomine masih sering datang ke apartemen Kagami tanpa diundang, Kagami masih memasak makanan enak untuk Aomine, mereka masih sering one-on-one, tak lupa mereka juga bertengkar hampir setiap saat. Sebenarnya sekali-sekali Aomine ingin Kagami manis-manis padanya. Cuma mau bilang Aomine ragu. Takut nanti Kagami tersipu malu, dia yang kena imbasnya karena mimisan nggak berhenti. Mending sih kalau cuma tersipu, lah kalau dihadiahi jurus totok seribu? Author hanya bermain main dengan rima. Lagi berguru sama Izuki-sensei.

Kagami agaknya merasakan hal aneh pada pemuda dim Ace kiseki no sedai ini. Tetapi ia tidak tahu apa. Ditepuknya bahu pemuda yang lebih tinggi 2 cm darinya perlahan, nama pemuda itu meluncur mulus dari bibirnya yang kemerahan.

"A-Aomine..." panggil Kagami malu-malu.

Cup

Bibir dingin pemuda bersurai biru gelap dikecup. Aomine cengo. Kiyoshi tertawa khas. Hyuuga dahinya berkedut, ada perempatan emosi imajinernya. Himuro aura nerakanya kambuh. Murasakibara masih asik mengunyah keripik. Akashi dan Furihata bengong−kompak. Kuroko memasang wajah datar seperti biasa−padahal dalam hati jejeritan dan guling kesana kemari macam cacing kepanasan. Kise njerit bareng dua penggemar romansa antar lelaki itu−duet maut fujoshi Momoi-Riko.

Kecupan yang berlangsung hanya beberapa detik itu diputus oleh pemuda alis belah. Reaksi manusia surai warna-warni di sekeliling mereka langsung berubah normal seakan tidak terjadi apa-apa.

"T-Tadi...?" Aomine agaknya masih terkejut dengan kecupan singkat itu.

"Lucky charm..." Kagami wajah dan telinganya sudah semerah rambutnya. Agak mirip dengan cepot, kalau dikasih blangkon dan giginya besar satu /Author di gorok fansnya Kagami

Momoi pingsan di tempat. Kubangan(?) cairan pekat warna merah membanjir di sekitar tempatnya pingsan. Riko panik.

"TEMEN FANGIRLING GUEEEE!" Riko mengguncang-guncang tubuh Momoi yang terkulai tak coretbernapascoret bergerak. Euh, Riko, kayaknya salah kamu mencemaskan Momoi hanya karena dia teman fangirlingmu. Oh, satu lagi. Itu Kuroko juga sebenernya fudan kok. Coba ajak dia 'hilang akal sehat' sementara waktu sekali-sekali.

Momoi digotong (baca : diseret) keluar lapangan oleh teman masa kecilnya yang dekil dan maaf, bodoh. Posisi sebagai wasit digantikan oleh Kiyoshi selama pertandingan tim merah lawan tim hijau.

Priiiitt

Peluit tanda muai quarter pertama dibunyikan. Aomine dan Midorima melompat bersamaan untuk mengambil bola yang dilempar Kiyoshi. And Aomine got the ball. Entah bagaimana ia terlihat sangat bersemangat−karena melawan Akashi atau karena lucky charm dari Kagami, author pun bingung−bola jingga tua di tangannya di pass kepada Kise, bagai tanpa perlawanan ia melewati Akashi dan Furihata yang men-double team-nya, ankle break Akashi seakan tak mempan pada langkahnya yang besar dan kuat, dalam sekejap ia sudah berada di bawah ring lawan. Dari Kise bola di pass kepada Kuroko, dengan satu ignite pass bola diberikan pada Aomine yang melayang di tengah udara.

Brukk!

Suara keras bola menjebol ring dan berat tubuh Aomine yang menggantung−hasil dari alley hoop sempurna−menggetarkan gendang telinga manusia lain yang berada di area lapangan itu.

Menakjubkan. Kata itu tepat untuk menggambarkan proses scoring Aomine barusan. Memang pada dasarnya statistik kemampuan Aomine hanya berbeda satu angka dari Akashi−tapi entah bagaimana agaknya dari 50 skor penuh kemampuan seorang pemain basket, Aomine menembus angka 52. Bahkan ia belum masuk ke dalam zone. Tidak terbayang seperti apa Aomine kalau di pertandingan asli, melawan orang yang ia anggap lebih kuat atau sama kuat dengannya, lalu memasuki zone setelah mendapat kecupan lucky charm dari Kagami.

Akashi yang dilewati Aomine dengan mudahnya agaknya naik darah. Ekspresinya sih tetap sama seperti biasa, tapi kilatan di manik heterochrome-nya membuat sang kekasih Furihata merinding. Counter attack dari tim hijau berlangsung setelah bola yang menjebol ring mereka berada di tangan Akashi sebagai Point Guard di tim ini. Furihata menggantikan tugas Small Forward−berusaha melakukan drive dan shoot dari bagian dalam lapangan. Kuroko yang satu tim dengannya di Seirin, jujur saja, terkejut melihat timing dan posisi shoot Furihata yang tiba-tiba melejit dari kemampuan normalnya. Berkat pass sempurna dari Akashi −tentu saja. Percobaan pertama shoot dari tim hijau digagalkan Power Forward ganguro yang mem-block bola jingga dengan senyum yang terkesan mengejek di wajahnya.

Percobaan kedua, three pointer legendaris Midorima Shintarou. Perlu diingat Midorima tadi juga mendapat 'lucky charm'−"Aku tak mau menyebutnya lucky charm, nodayo"−dari Takao. Efeknya tak sampai seperti Aomine, sih. Tapi cukup untuk nge-boost semangat dan memotong waktu perhitungannya. Bola melayang di atas tangan Aomine yang berusaha memblok jalannya bola. Lalu masuk sempurna ke dalam ring.

Sengit. Panas. Mendebarkan. Memang hanya 3-on-3 streetball biasa, tapi atmosfirnya serasa ada di pertandingan final suatu kejuaraan. Tak ada yang mau mengalah. Semua bermain high tension. Yang ada di luar lapangan tak berkedip melihatnya. Yang bermain juga mengeluarkan kemampuan terbaik mereka.

"Furiiii! Tidak apa-apa nak?"

Pembaca pasti bisa menebak suara siapa ini.

"Senpai hanya lebih tua setahun dariku!" seru Furihata dari tengah lapangan. Sempat-sempatnya ia menjawab Kiyoshi yang sekarang ini sedang menikmati cinta dari Hyuuga dalam bentuk percobaan memelintir tangan.

Pertandingan terus berlanjut, hingga−

.

.

.

Priiiiittt!

−peluit tanda akhir dibunyikan.

Tepat sebelum peluit ditiup oleh pemuda tinggi bersurai kecokelatan, Aomine masih sempat mencetak sebuah dunk cantik yang mengakhiri permainannya.

Riko menambah jumlah skor untuk tim merah. "Tim merah melawan tim hijau! Skor 21-20! Pemenangnya.. Tim merah!"

Jegeeerrrrr

Rasanya seperti ada badai melanda hati Akashi. Ia kalah dua kali. Dari Seirin, dan dari bocah dekil yang modus dikecup Taiga. Ia tak percaya sudah dikalahkan lagi. Apa ke-absolut-annya berkurang? Atau, apakah ia tidak all out karena mencemaskan Furi, kalau-kalau ia pingsan karena satu lapangan dengan 4 anggota kiseki no sedai dan Panthom Sixth Man-nya?

Bukan hanya Akashi yang melongo tidak percaya. Aomine juga. Padahal ia yang mencetak sebagian besar skor untuk tim-nya. Ia mengalahkan Akashi. Yah, bukan cuma dia, sih. Perfect copy Kise dan misdirection serta panthom shot Kuroko juga berperan cukup besar−ditambah kerja sama tim mereka. Aomine yang dulu bukan Aomine yang sekarang, kata Author. Ia bisa lebih bekerja sama serta lebih peduli pada orang lain. All thanks to Kagami, for sure.

.

.

Dengan resminya kekalahan kedua Akashi−author nyaris dirajam gunting, Akashi bilang tidak perlu diulangi kata 'kekalahan kedua' itu−pertandingan terakhir jadi pertandingan sengit antara tim merah dan tim biru. Aho dan Baka. Putih susu dan cokelat eksotis. Lovers and rivals.

Kagami terombang-ambing. Di satu sisi ia senang Aomine menang dari Akashi, ia bisa melawan Aomine lagi meskipun tidak dalam one-on-one. Di sisi lain ia agak menyesal sudah memberikan lucky charm itu, ia tidak menyangka efeknya akan sedalam ini untuk Aomine.

"Naa, Kagami," Aomine menepuk bahu Kagami. "Makasih buat yang tadi. Moodbooster," lanjutnya.

Ujung telinga Kagami langsung kemerahan. Aomine ternyata manis juga kata-katanya. Padahal yang biasa keluar dari mulut pemuda dekil ini kan ledekan dan sindiran untuk Kagami−yang selalu dianggapnya bentuk rasa sayang Aomine padanya.

"D-Douita," Kagami langsung gugup. Lalu ia terbatuk sedikit dan bersin.

"Hey, mau bertaruh?" Aomine menepuk punggung Kagami.

"Ber-uhuk-taruh?" ulang Kagami. Ia masih agak terbatuk, mungkin masuk angin karena selama beberapa waktu saat pertandingan Aomine tadi, ia melepas kausnya. Panas, katanya. Huh, nafsu melihat kerennya Aomine bilang saja, Kagami.

"Yup," Aomine mengangguk. "Kalau aku menang, aku akan membuatmu merasa enak malam ini," ucapnya.

"E-Eh?"

"Kalau kau yang menang, buat aku merasa puas," lanjut Aomine.

"EEEHHH?! TARUHAN MACAM APA ITU?!" Kagami berseru dengan suara kencang.

Agaknya Momoi−yang barusan saja sadar−dengar soal taruh-taruhan antara Aomine dan Kagami. ia langsung pingsan lagi begitu mendengar kata-kata Aomine. Kasihan Momoi. Tidak sempat ia melihat duel sengit AoKaga di lapangan saat final sparingstreetball ini. Yang pada akhirnya... Dimenangkan Aomine, tentu saja.

.

.

.

Maap, untuk peristiwa 3-on-3 AoKaga ini author tidak sedang di tempat untuk merekam kejadian. Author mendadak harus pergi untuk memenuhi panggilan alam. Sekali lagi maap.

.

.

.

"Kagami?" Aomine memanggil nama kekasihnya saat mereka sampai di apartemen Kagami−nadanya seduktif sekali.

"Y-Ya?" Kagami hilang kontrol. Ke-uke-annya melejit ke level yang membuat Aomine seketika masuk ICU karena anemia akut. Rona merah di wajahnya, juga nafasnya yang panas dan tersegal-segal akibat agak masuk angin dan lelah bermain basket menambah tingkat ke-uke-annya. RIP, Aomine Daiki.

"Sesuai taruhan kita?" sebelah matanya dikedipkan. Ah, bang ganguro, apa nafsumu menyerang Kagami membuatmu batal anemia? Apa imutnya Taiga masih kurang, bang?

.

.

.

Sampai sini, ra-ha-si-a~! (boong ding)

.

.

.

to be continued...

.


Ordinary's Note

HAI HAI! Kembali bersama mba Fujo anjay yang bernaung di bawah tumpukan dojin. /apasihini

Ordin sadar semakin lama kalimat pembuka Ordinary's Note ini semakin gaje. Ah. Sudahlah. Relain ya?

JADI! Chappie ini, yang banyak hints maksanya ini, juga sebuah hadiah untuk kouhai /ditonjok/ Ordin, Kirigaya Kyuu!

Yep, ini early bithday present buat dia. Dia ulang tahun baru tanggal 2 Juli besok, chapter ini udah di publish tanggal 1. Gapapa ya Kyuu... Besok kalo Ordin kuat (dan sempat) Ordin bikinin birthday fic yang lain. gakjanjiye.

Untuk suira jeans, chapter ini menjawab request-mu! Semoga kamu seneng bacanya (iya kalo baca, Din. Geer lu -_-)

Very special thanks to :

Ao Yuuki Shintaro, Kirigaya Kyuu, kaylakeychan, Kiga Ritsuya, Shiroruki (a.k.a Gladys), juga Scrybean yang menyempatkan diri untuk me-review fic ini. Juga untuk kau, Silent Reader! Terimakasih sudah menambah jumlah viewers fic ini! Thanks to reader yang udah ninggalin FAV dan FOLLOW! I lop yu pul!

.

.

PS : KUROBAS UDAH END YA? TT-TT *demo ke rumah Fujimaki-sensei di Japun minta season 4*

.

Mind to Read and Review? Arigatou gozaimashita!

.


OMAKE

Khusus chapter ini! Ada OMAKE-nya!

.

"Mnh... Daiki.. Pelan saja.."

Pemuda yang disebut 'Daiki' tidak merespon. Nafasnya setengah tersegal, kecepatan tangannya tak berkurang. "Licin sekali.. Taiga."

"Hmh-annhh.. Jangan kasar-kasar.. Sakit..." pemuda yang terbaring lemah di kasur makin menjadi-jadi.

"Sudah kubilang, kan... Aku akan membuatmu merasa enak malam ini..." suara baritone seksi dibisikkan ke telinga pemuda bersurai merah.

"Jangan keras-keras... Nanti luka..."

"Aku takkan melukaimu, sayang."

"D-Daiki! Ahh~! Disana! Ahh.. Terus..!" ada yang menggelinjang keenakan sepertinya.

.

.

.

"OI! DIKEROKIN DOANG GA USAH BERISIK! LU MASUK ANGIN, TAUK! INI BIAR ANGINNYA KELUAR!" bentak Aomine. Tangannya yang menggenggam koin seratus rupiah lama tak berhenti digoreskan dengan kasar di punggung Kagami yang licin teroles balsam.

"TAPI SAKIT!" Kagami balas membentak.

Jadilah. Dua manusia basuke-baka itu beradu mulut lagi−mengganggu para tetangga Kagami yang mungkin sedang enak-enaknya tidur. Ayolah, kalian berdua. TENANG SEDIKIT!