Author's Note : Makasih untuk semua yang udah ngasih semangat dan review ; Coffey Milk, Natsu Hiru-chan, Vero Therik, Moccachin, DesyNAP, vivi ritsu, Tazkya19, Hariken yuu chan, Mahrani29. Furusawa Aika, Chinkita466, Hanakofrost dan yang lainnya.

Dan untuk yang nggak pernah absen review sampai chapter 5; furutoYang, aries queenzha, K.T-StarSparkleDark1-K.H, latte amour. Korang memang terbaik *ancungin jempol*


.

.

.

Princess Boy

Chapter 6 : My Apologise

Disclaimer : BoBoiBoy belongs to monsta

Warning : typos dan eyd tak sempurna

Don't like, don't read

.

.

.

Pemadam kebakaran datang lima belas menit kemudian bersama beberapa para warga dan orang tua. Sialnya, karena mansion itu terletak di gang yang sempit, mobil itu tidak bisa masuk sehingga mereka terpaksa berbondong-bondong menggunakan cara melelahkan namun sia-sia ; menyiram dengan air di ember.

"Ying!" panggil Tok Aba dengan cemas diantara warga yang masih sedang berusaha menjinakkan api. "Dimana BoBoiBoy!"

"Tok Aba!" Ying berlari menghampiri kakek itu, hampir menangis. "M-mereka masih disana! Mereka belum keluar!"

Sekitar dua-tiga petugas sudah berusaha masuk kedalam untuk menyelamatkan empat anak yang masih terjebak disana. Namun karena api sudah semakin membesar, tidak ada yang bisa dilakukan selain menunggu api untuk padam dengan sendirinya.

Berulang kali Ying menghibur dirinya, bahwa semua temannya sudah berhasil meloloskan dari dari sana, entah bagaimanapun caranya.

Ketika matahari sudah hampir terbenam, dan hari sudah gelap, api padam dengan sendirinya. Semua orang disana langsung menghampiri sisa-sisa puing bangunan itu, melakukan pencarian korban.

Tapi, tidak ada tanda-tanda keberadaan mereka.

"J-jangan-jangan … mereka sudah –" seseorang berkata. Yang lain hanya bisa membisu dengan wajah pucat.

"Maaf," salah satu petugas pemadam kebakaran berseragam merah cerah berkata pada Tok Aba. "saya ikut menyesal atas kematian cucu anda."

Tok Aba hanya terdiam, kedua lengan keriputnya memeluk Ying. Bisa ditebak apa yang sedang dirasakan kakek itu dari wajah sedihnya.

.

Tanah tiba-tiba bergetar.

.

"Atok!" sebuah suara kecil yang amat familiar memanggil dari kejauhan.

Tok Aba tersadar. Semua langsung menoleh kearah asal suara. Agak jauh dari sana, tepatnya di dekat pintu pagar sebelah kiri, empat anak dengan baju dan wajah yang kotor menatap mereka sambil tersenyum lebar.

"BoBoiBoy!"

BoBoiBoy, yang dalam wujud Gempa, menghampiri kakeknya. Teman-temannya di belakang melakukan hal yang sama.

Tok Aba langsung melepaskan Ying dan beralih memeluk cucunya. Kelegaan yang luar bisa tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata.

"Yaya!" Ying memeluk teman perempuannya dengan perasaan yang meluap-luap. Yaya membalas pelukan itu.

Gopal tak kalah senangnya. Apalagi saat melihat ayahnya berada disana. Sambil berlari, ia berteriak memanggil orangtuanya. "Abah!" dan tanpa malu langsung melakukan hal yang sama dengan dua teman lainnya.

Pakcik Kumar tersenyum, mengelus kepala anaknya. "Untung kalian selamat." Setelah mengatakan itu, elusan lembut dikepala Gopal berubah menjadi jitakan keras, yang menghasilkan benjolan kemerahan dikepala.

"Aduh!" anak itu mengelus benjolannya yang sakit. "Apa lah Abah ni?!"

"Hei! Sudah berapa kali abah bilang, jangan main api! Kau tak kapok ya dengan kebakaran disekolah waktu itu!"

"Tapi kan, ini bukan salah aku."

"Tak ada alasan salah siapa! Main api tetap tidak diperbolehkan!"

"Erm, Pakcik," BoBoiBoy bersuara dengan hati-hati. "Sebenarnya … ini salah aku yang menyebabkan kebakaran. Bukan Gopal."

"Nah, kan!" Gopal berseru penuh kemenangan.

Kini semua menatap BoBoiBoy. Tatapan mereka seolah menuntutnya untuk menjelaskan lebih jauh.

Anak itu merasakan seakan-akan jantungnya merosot jatuh kedalam sumur. Tegang. Ia berharap tidak akan dianggap sebagai pelaku criminal kebakaran kali ini.

"Ini salah Probe!" Yaya yang mengatakan itu, memecah kesunyian. "Dia yang buat api semakin membesar."

"Iya. Robot itu sudah menyiram api dengan minyak tanah!" Ying ikut membela dengan nada yang meyakinkan. "BoBoiBoy Cuma berusaha melawan. Dia juga yang sudah menyelamatkan kami." Gadis keturunan Chinese itu sengaja tidak menceritakan bahwa BoBoiBoy lah yang pertama kali memicu munculnya api dirumah itu.

"Bagaimana cara kalian selamat?" Tanya Tok Aba.

"Nah! Begini—" Gopal dengan semangat mulai bercerita.

Flashback,

Lantai koridor yang runtuh membuat BoBoiBoy, Gopal, Yaya dan Fang ikut terjatuh kebawah menuju api yang sudah menguasai seluruh lantai.

"Elang bayang!"

Sesosok burung besar berwarna hitam dengan mata kemerahan muncul, menangkap keempat anak itu sebelum tenggelam kedalam kobaran api. Sayangnya, dengan banyaknya orang yang ada dipunggungnya membuat elang jadi-jadian itu tidak mampu membawa mereka terbang keatas menuju tempat yang aman.

Merasa kelelahan, burung raksasa itu menyerah, menghentikan kepakan sayapnya dan merelakan dirinya untuk jatuh kebawah. Tapi, setidaknya elang itu telah memberi BoBoiBoy cukup waktu untuk bertransformasi.

"BoBoiBoy Gempa! Kiyah!"

Dengan nekad, anak itu meloncat kebawah sebelum teman-temannya. Menahan rasa panas saat tubuhnya mulai diselimuti api, tangan batunya memukul lantai, menciptakan sebuah lubang dan masuk kesana. Ia langsung menutup bagian atas lubang itu dengan tanah ketika semua temannya sudah aman berada dilubang yang sama dengannya.

End of flashback,

"—setelah itu, BoBoiBoy membuat terowongan bawah tanah dan membawa kami keluar dari situ."

"Waah," ayah Gopal menepuk-nepuk pundak BoBoiBoy dengan bangga. "Hebat kamu, Nak. Pintar ide kamu."

Seperti biasa, BoBoiBoy hanya tersipu setiap kali mendapat pujian.

"Fang tidak ada, ya?" Tanya Ying.

"Eh?" saat itulah BoBoiBoy menyadari anak itu tidak ada. "Tadi dia bersama kami kok."

"Oh, kalau Fang sih sudah pulang." Ujar Yaya.

"Hah? Kapan? Kok aku tidak tahu?"

"Tadi waktu Gopal sedang bercerita." Gadis itu menambahkan. "Aku panggil dia tapi dia nya tidak mendengar."

"Ayo, kita susul." Ajak BoBoiBoy, kakinya bersiap untuk meninggalkan tempat itu. Tok Aba segera menarik tangan cucunya, menghentikan langkah si bocah. "Atok!"

"Sudahlah. Kau mau kemana sih? Biarkan saja si Fang itu. Mungkin dia sedang tidak ingin diganggu."

"T-Tapi Tok –"

"Lebih baik sekarang kita pulang." Kakek itu menepiskan debu dan kotoran diwajah cucunya. "Kau juga harus mandi lagi."


~Princess Boy~


Seharusnya BoBoiBoy tahu itu dari awal, bahwa sikap Fang terhadapnya akan berubah sejak kejadian hilang ingatan itu.

Belakangan ini, bocah pengendali bayang itu terkesan lebih pendiam daripada sebelumnya, terutama jika berada diantara teman-temannya. Hal itu bisa dipahami oleh BoBoiBoy sendiri. Walaupun ingatannya sudah kembali, tetap saja, memorinya tentang kesalahpahaman anatara dirinya dan 'Cinderella' tidak pernah terlupakan dari benaknya.

Dan untuk Fang, ia berharap tidak pernah pulih atau, setidaknya, menghilang dari muka bumi ini daripada harus menanggung beban malu yang amat sangat ia rasakan.

Bagaimana tidak? Ia telah salah menganggap teman lelakinya sendiri, sebagai wanita pujaannya. Wajahnya selalu memerah setiap kali membayangakan dirinya yang tengah memeluk bocah itu. Begitu bodohnya kah ia sampai tidak bisa membedakan antara lelaki dan perempuan?

Seandainya saja pindah sekolah itu semudah membalikkan telapak tangan.

Dalam hati, ia ingin marah pada BoBoiBoy dan yang lainnya. Mengapa mereka sengaja membohonginya dan membiarkannya tenggelam dalam kekeliruan itu? Tapi … pantaskah ia menyalahkan mereka?

.

.

.

Siang itu, pada saat jam istirahat, Fang sengaja tidak keluar bersama murid lainnya. Ia ingin sendirian menjauhi keramaian.

Tanpa diketahuinya, si anak bertopi dinasaurus memerhatikannya secara diam-diam dari balik pintu dengan perasaan was-was. Setelah memberanikan diri, anak itu melangkah masuk kedalam kelas. Hari ini juga, ia harus menjelaskan semuanya pada Fang alasan dirinya berbohong selama ia mengalami amnesia. Dengan keadaan kelas yang sepi, maka akan memudahkan mereka berdua untuk saling jujur satu sama lain.

"Uhm … Fang." BoBoiBoy memanggilnya perlahan, nada terdengar ragu.

Fang tidak membalikkan wajah untuk menatap orang yang memanggilnya.

Tapi, dengan diabaikan seperti itu tidak menyurutkan niat BoBoiBoy untuk melaksanakan niatnya. Biarlah ia tetap bicara. Walaupun Fang tetap akan mengabaikannya, setidaknya, ia akan mendengarkan.

"A-aku … m-mau … minta maaf."

Terdengar suara dengusan. BoBoiBoy melanjutkan.

"Aku tahu sudah salah menipumu waktu itu. Tapi percayalah, kami tidak punya pilihan lain. Waktu itu kau keras kepala tidak percaya waku kami bilang kau bukan pangeran. Makanya kami terpaksa berbohong. Tapi ini sebenarnya ide dari Ochobot, lho. Bukan aku."

BoBoiBoy berhenti, menunggu respon dari Fang.

"Sudah, itu saja yang mau aku sampaikan." Lanjutnya, langsung menyerah ketika tidak mendapat balasan. "Aku mau ke kantin dulu. Kau mau nitip sesuatu?"

Masih tak ada jawaban.

"Ya sudah. Aku keluar dulu ya. Dah."

BoBoiBoy berbalik dan menyeret langkahnya menuju pintu. Fang sempat melirik sebentar punggung anak yang akan meninggalkan kelas. Ia mendesah kecil.

"Hei." Panggilnya pelan.

BoBoiBoy langsung menoleh dengan cepat. "Ya? Kau memanggilku?"

Fang membetulkan posisi duduknya. "Memangnya siapa lagi?!" tukasnya. "Sebentar. Aku mau bicara."

BoBoiBoy menunggu, tetap berdiri didepan kelas yang sunyi. Ada jeda beberapa detik sebelum Fang berbicara.

"Aku benar-benar kesal karena kalian sudah membohongiku," ucapnya. "Kau bilang kalian tidak punya pilihan lain? Menggelikan. Tetap saja, aku benci dipermainkan seperti itu." Ia menjeda sebentar. "Sayang sekali aku tidak bisa menyalahkan kalian."

"Jadi?"

"Hah? Kau tidak menangkap maksud ucapanku? Aku memaafkan kalian, Bodoh. Lagipula, aku tidak mau terus-terusan kepikiran tentang hal ini." Ia melipat kedua lengan di dada. "Asalkan dengan satu syarat."

"Syarat apa?" BoBoiBoy bersemangat menanyakan. Syarat apapun akan dilakukannya asalkan semuanya kembali seperti semula.

"Jangan beritahu siapapun tentang … erm, kau tahu, 'pelukan itu' kepada orang lain." Wajah Fang sedikit memanas, hampir kehilangan sikap ketenangan. "Awas saja kalau sampai kau membocorkannya."

"Oh, tenang saja. Pasti akan kurahasiakan kok."

Membocorkan? Oh, yang benar saja. Memikirkannya saja sudah membuatnya ngeri dan geli. Bagaimana bisa ia menceritakannya pada orang lain?

"Satu hal lagi." Fang menambahkan. "Aku ini laki-laki normal, kau tahu. Jadi jangan berpikir aku benar-benar suka padamu waktu itu."

BoBoiBoy memutar bola matanya. "Iya, iya. Aku tahu." Cih, siapa juga yang suka?

"Oke." Fang kembali menyandarkan punggungnya pada sandaran kursi. "Cuma itu saja yang mau aku katakan."

"Aku boleh nanya, gak?"

Fang mengangkat sebelah alis. Kenapa tiba-tiba ada pertanyaan? "Apa?"

"Mmm … sebenarnya aku sedikit penasaran, sih. Kenapa wkatu itu kau bisa menganggapku Cinderella? Padahal kami berdua kan sudah jelas berbeda."

Fang tertawa kecil, terdengar seperti menertawakan dirinya sendiri. "Entahlah. Aku tidak bisa ingat apapun waktu itu. Yang kutahu, setelah aku siuman, kalian semua adalah tokoh Cinderella yang nyata." Disini, BoBoiBoy hanya mengangguk. "Ditambah lagi kalian belum berganti kostum dan suara mu tidak mirip laki-laki. Jadi jangan salahkan aku kenapa bisa sampai ada kejadian seperti itu."

"Mungkin juga karena kau terlalu menghayati peran pangeranmu." Duga BoBoiBoy. "Kan?"

"Erm, mungkin juga sih. Aku … sepertinya … waktu itu …" matanya bertemu dengan BoBoiBoy, yang menatapnya dengan geli. "Kenapa melihatku seperti itu?"

BoBoiBoy terkekeh. "Jadi, selama ini kau suka dengan cerita fantasi Cinderella, ya."

Fang memukul meja, bukan karena marah. "Ugh, rahasiakan itu!"

"Pantas saja kau tidak menolak waktu dapat peran jadi pangeran."

"Setiap anak cowok pasti pengen jadi pangeran, kan." Ia membela diri. "Tapi … untuk saat ini, sepertinya aku mau berhenti saja dari klub teater. Aku akan bilang ke Yaya nanti."

"Aku juga." Ujar BoBoiBoy. "pokoknya, aku tidak mau lagi dapat peran jadi putri kerajaan."

Fang tersenyum. "Tapi kau lumayan cocok pakai gaun."

Entah itu sebuah ejekan atau pujian.

.

.

.

.

.

Seminggu kemudian.

"BoBoiBoy, dua hari lagi kita akan mengadakan drama Sleeping Beauty." Yaya memberitahunya saat mereka sedang makan bersama dikantin. "Gopal mau jadi raja. Aku jadi ratu, Ying jadi Maleficent nya dan Fang yang jadi pangeran Philip. Tapi tidak ada yang mau berperan jadi putri Aurora. Kau mau jadi relawan lagi, kan?" gadis itu memberinya tatapan meminta. "Kumohon …"

BoBoiBoy menepuk jidat. Tidak ada yang bisa menolak permintaan Yaya jika gadis itu sudah mengeluarkan jurus puppy eyes ataupun pena domba dengan buku notesnya.

.

.

.

~FINISH~


Author's Note : *tarik napas panjang, menatap layar laptop* Selesai … *nyenderin punggung di kursi, ngelap keringat di kening*

Fic nya udah selesai. Ayo, semuanya ; balik kanan, bubar. #dihajar_readers