.

.

.

.

Puppy Boy

.

.

.

Pair: Haehyuk

Rate: T

Warning: Yaoi/Three Shoot/Romance/School life

Summary: Donghae itu seperti anak anjing jinak yang mengikuti kemanapun Hyukjae pergi.

.

.

.

.

.

"Milikku."

Oh Tuhan.

Nafas Donghae berhembus semakin dekat sebelum Hyukjae merasakan benda lunak itu menempel ditengkuknya, mencium kulitnya.

"Do-Donghae-yah."

Hyukjae mencoba menggeliat melepaskan diri namun matanya langsung membulat saat Donghae mulai menggunakan lidahnya untuk menyusuri kulitnya, membuat Hyukjae merinding.

Jilatan itu berubah menjadi gigitan, dan gigitan itu berubah menjadi hisapan.

"Aah."Tak sengaja satu desahan lolos dari bibir Hyukjae saat Donghae menyesap kuat tengkuknya, tubuhnya mulai merespon dan Hyukjaae tahu ini sama sekali tak bagus.

Dan ia semakin panik saat tangan Donghae mulai meraba tubuh depannya, bergerak begitu intim membuat Hyukjae merasakan sensasi yang aneh. Sensasi aneh yang membuat tubuh Hyukjae lemas.

Andwe!

Ini tak boleh terjadi! Ini tidak benar!

Hyukjae mengumpulkan segenap tenaganya sebelum menggeliat dan menyentak tangan Donghae. Tubuhnya terlepas dan terjatuh terduduk dilantai. Ia segera membalik tubuhnya hanya untuk menemukan Donghae yang mengerjap polos padanya.

Mwo? Apa-apaan ini!

Hyukjae perlahan bangkit dan dengan ragu bertanya.

"Donghae-yah?"

"Ya?"

Donghae menjawabnya dengan wajah kekanakan seperti biasa. Dengan senyumnya seperti biasa.

Seakan hal tadi sama sekali tak terjadi.

Seakan yang tadi bukanlah Donghae tapi orang lain.

Tangan pucat Hyukjae memengang tengkuknya, tempat dimana Donghae menghisapnya hingga tercetak tanda merah disana. Bahkan nafas Hyukjae masih terengah. Lalu kenapa pelaku yang membuatnya seperti itu seakan tak tahu apa-apa?

Apa yang sebenarnya terjadi?

Grek

Pintu UKS yang bergeser tebuka memotong pikiran Hyukjae, ia berbalik dan melihat teman-teman Donghae yang terlihat tak begitu baik sekarang. Tanba basa-basi mereka menyeret Donghae keluar dari sana.

"Lepas! Aku tidak mau pulang! Aku ingin disini! Hyukkie, tolong! Hyukkieeee!"

Seakan tuli mereka tetap membawa paksa Donghae dari sana. Hyukjae akan mengikutinya, melihat Donghae diseret paksa seperti itu membuatnya tak tega. Namun Sungmin langsung menghentika langkahnya, tak membiarkannya mendekat.

"Sungmin-shi kau tak bisa melakukan itu pada Donghae."

"Kau yang membuat kami melakukannya."

"Mwo?"

"Sudah kukatakan, jangan mengganggunya! Kau tahu betapa bingungnya kami saat ia tak bisa ditemukan dimanapun?!"

"Dia hanya menyusulku di perpustakaan, kau tak harus melakukan hal itu kita bisa me-"

"Kau tak tahu apa-apa!" Seruan itu memotong perkataan Hyukjae. Ia kaget saat Sungmin tiba-tiba saja membentaknya.

Keduanya terdiam dengan pandangan mata Sungmin yang begitu dingin padanya.

"Kau hanya orang asing, Lee Hyukjae-shi. Kau tidak bisa menentukan benar atau salah atas tindakan kami. Kami selalu melakukan yang terbaik untuk Donghae, selalu yang terbaik untuknya. Kami harus selalu memastikan bahwa ia aman."

Apa yang Sungmin bicarakan? Hyukjae semakin tak mengerti.

Sungmin melangkah mendekati Hyukjae.

"Sekali lagu kutekankan, jangan mengganggunya. Jangan pernah lagi bicara padanya. Anggap segalanya tak pernah terjadi. Menjauhlah sejauh mungkin darinya, sejauh yang kau bisa."

Dengan itu Sungmin melangkah pergi, meninggalkan Hyukjae sendiri di sana. Hyukjae ingin mengejar Sungmin, menanyakan apa yang sebenarnya terjadi, menanyakan apa yang salah pada Donghae, menanyakan segalanya. Namun jangankan melakukan hal itu, ia justru hanya diam tak bergerak.

Realitas dicerna oleh otaknya bahwa ia hanyalah orang asing.

Bahwa ia bukanlah siapa-siapa.

.

.

.

"Ini sudah tiga hari, kemana mereka?"

"Kudengar mereka liburan ke Eropa."

"Mana mungkin, meski mereka kaya sekolah tak mungkin mengijinkan libur sebelum waktunya."

"Ah, sekolah serasa suram tak ada mereka."

"Kau benar."

Hyukjae terdiam medengar teman-teman yeoja dikelasnya sedang bergosip didekatnya. Tangannya yang tadi sibuk menulis terhenti begitu saja. Hyukjae tahu siapa yang mereka bicarakan. Donghae dan teman-temannya. Mereka memang tak terlihat tiga hari ini, setelah kejadian di UKS itu mereka tak pernah kembali ke sekolah. Tak sekali pun. Entah itu untuk menghindari Hyukjae bertemu dengan Donghae, atau untuk melakukan sesuatu yang lain seperti yang digosipkan, Hyukjae tak ingin tahu.

"Hei, Hyuk bukankah kau mulai dekat dengan mereka? Kemana mereka?" Salah satu temannya bertanya padanya, namun Hyukjae acuh. Ia sama sekali tak mau menjawab, toh ia memang tak tahu apa-apa.

Tangannya kembali menulis, mengerjakan apa yang gurunya minta beberapa saat yang lalu sebelum keluar kelas. Mencoba melakukan rutinitas seperti biasa. Mencoba tak memikirkannya meski ribuan pertanyaan seakan siap meledak kapan saja. Meski ia tahu segala usahanya akan percumah.

Hyukjae melepaskan pensilnya begitu saja sebelum bersandar dikursinya. Ia menghela nafas lalu melepas kaca matanya membuat matanya tertutup sejenak. Hyukjae sedang melakukan apa yang Sungmin katakan dengan mencoba tak peduli dengan mereka. Tapi sekuat apapun Hyukjae memblokir rasa peduli itu tetap menggrogotinya, rasa penasaran itu tetap menghantuinya.

Hyukjae membuka matanya. Masih dengan jelas diingatannya bagaimana tatapan Donghae padanya saat mereka membawanya pergi. Iris cokelat itu seakan memohon padanya, seakan meminta pertolongannya. Meminta sedikit perhatian dan rasa iba Hyukjae padanya. Seperti anak anjing yang ingin seseorang mengadopsinya, mengurusnya, merawatnya dan menyayanginya.

Hyukjae ingin menolongnya namun Hyukjae tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Sungmin benar, Hyukjae tak bisa menyimpulkan bahwa tindakannya benar dan tindakan mereka salah karena ia tak tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Lalu kenapa mereka tidak memberitahunya?

Karena Hyukjae bukan siapa-siapa.

Karena Hyukjae orang asing.

Decakan itu terdengar, Hyukjae membenci kata asing disini. Ia kembali mengambil pensilnya. Dengan perlahan menulis satu nama di sana.

Lee Donghae.

Ingatannya kembali pada perubahan sikap Donghae, bagaimana anak anjing itu dengan nada suara yang begitu posesif menyatakan Hyukjae miliknya. Terdengar menakutkan dan mendebarkan disaat bersamaan. Belum lagi sentuhannya yang masih Hyukjae ingat jelas sampai sekarang. Namun saat Hyukjae berbalik Donghae sudah kembali seperti sediakala. Donghae anak anjing yang begitu manja.

Iris hitam Hyukjae kembali melihat sebaris nama di bukunya sebelum berguman pelan.

"Apa yang sebenarnya terjadi padamu?"

.

.

.

Secara sempoyongan Hyukjae mencoba berjalan dengan dua plastik besar belanjaan. Ibunya menyuruhnya belanja bulanan dihari libur yang harusnya bisa Hyukjae habiskan untuk bermalas-malasan. Ini bukan pertama kalinya, tapi ini belajaan terbanyak yang ia bawa. Ibunya berniat menyiksanya atau apa? Iris hitamnya mendongak hanya untuk melihat langit mendung yang siap menumpah hujan kapan saja, Hyukjae mempercepat langkahnya karena tak ingin kehujanan.

Rumahnya sudah terlihat, tapi matanya menyipit saat melihat ada sebuah mobil terparkir dipinggir jalan dan saat melihat pekarangan rumahnya ia melihat tiga orang yang sudah tak asing baginya. Ia langsung menjatuhkan belanjaan di tangannya saat melihat Sungmin berteriak pada ibunya.

"Yah! Apa yang kau lakukan pada ibuku!" Hyukjae berang, ia tak terima ibunya diperlakukan seperti itu.

Ketiga orang itu berbalik melihatnya, Hyukjae tak perlu melangkah kearah mereka karena tiga orang itu dengan senang hati menghampirinya. Ia sempat melirik ibunya yang menatapnya khawatir sebelum Sungmin mencengram lengannya kuat.

"Dimana Donghae?! Katakan padaku, KATAKAN!" Teriak orang itu sambil mengguncang tubuh Hyukjae tanpa ampun. Meski sekilas Hyukjae dapat melihat ketakutan di dalam matanya.

"Apa yang kau bicarakan?" Hyukjae tak mengerti, terang saja. Mereka yang selalu bersama Donghae kenapa sekarang malah bertanya padanya. Lagi pula bagaimana mereka bisa ada di sini? Bagaimana mereka tahu rumah Hyukjae?

"Jangan bohong! Kau pasti yang memintanya pergi dari rumah, bukan?! Kau juga yang membuatnya melarikan diri!"

Mata Hyukjae membulat mendengarnya.

"Apa maksudmu dengan Donghae pergi dari rumah? Melarikan diri?"

"Tak usah pura-pura bodoh! KATAKAN DIMANA DONGHAE!" Kedua kepalan tangan Sungmin memukul pundak Hyukjae. Hyukjae tak membalas atau mencoba melepaskan diri saat melihat cairan bening itu mengalir dari mata Sungmin.

"Sungmin-ah!" Siwon berseru khawatir dan Kyuhyun mulai mendekati Sungmin. Ia mencoba menjauhkan Sungmin dari Hyukjae meski percumah.

"Katakan dimana Donghae, kumohon katakan dimana, kumohon..." Teriakan itu berubah menjadi permohonan yang semakin lama semakin pelan dengan seiring tubuh Sungmin yang merosot terduduk di tanah berumput. Teriksak dengan air mata yang terus mengalir.

"Kumohon katakan ..."

"Hyung, sudahlah." Kyuhyun memeluk Sungmin, menepuk punggunya mencoba menenangkannya.

Hyukjae terdiam, ia tak tahu apa yang harus ia lakukan. Hanya rasa iba yang begitu mendominasi hatinya sekarang saat melihat ketiga orang ini. Iris hitamnya melihat Siwon yang tersenyum sedih padanya.

"Seperti yang dikatakan Sungmin tadi, Donghae menghilang. Kami tak tahu kemana dia sekarang."

Tidak, Hyukjae yakin tidak hanya itu permasalah yang terjadi disini. Melihat bagaimana Sungmin sekarang Hyukjae yakin hal ini tidak hanya tentang Donghae menghilang saja.

"Beberapa hari ini kami melarangnya pergi ke sekolah dan memintanya diam dirumah, dia tak melawan. Tapi saat tadi malam kami memberitahukan padanya bahwa kami semua akan pindah sekolah, ia terlihat marah dan terus menyebut namamu. Ia tak mau kami pindah dan meninggalkan Hyukkienya." Siwon tersenyum saat mengingatnya, bukan senyum bahagia meskipun.

"Kami bahkan terpaksa mengunci kamarnya karena ia terus berteriak ingin bertemu denganmu Hyukjaae-shi."

Mworago? Apa yang salah jika Donghae memang ingin bertemu dengannya?

Dan apa tadi, pindah sekolah? Apa-apan orang-orang ini, kenapa mereka begitu tak suka padanya? Kenapa mereka begitu ingin memisahkannya dengan Donghae, membuat jarak sejauh mungkin diantara keduanya?

"Kenapa kalian tak membiarkannya bertemu denganku?"

"Kami tak bisa melakukannya." Kali ini Kyuhyun yang menjawab.

"Kenapa tak bisa? Kenapa kalian berperilaku seperti itu? Kenapa kalian begitu takut aku akan melakukan sesuatu yang buruk pada Donghae?"

"Karena kau memang melakukannya!" Sungmin berteriak di tengah isaknnya.

"Kapan?"

Ketiga orang itu terdiam, tak bisa menjawab. Hyukjae menghela nafas.

"Apa yang salah dengan kalian semua?"

Mereka tetap diam tak menjawab.

"Apa yang sebenarnya terjadi pada kalian semua?"

"Bukan urusanmu."

Hyukjae tersenyum sinis saat kata-kata itu keluar dari mulut Sungmin.

"Bukan urusanku? Kalian mencariku saat Donghae menghilang dan kalian masih bilang ini bukan urusanku? Aku bukan orang asing lagi dan kau tahu dengan jelas hal itu, Sungmin-shi. Aku tahu sejak awal bahwa ada yang salah dengan Donghae dan kalian semua. Kalian tidak normal."

Hyukjae benar, dan Sungmin tak bisa menyangkalnya. Ketiga orang itu tak bisa menyangkalnya.

"Sekarang, katakan apa yang sebenarnya terjadi? Apa yang salah dengan Donghae dan kalian semua?"

Hening cukup lama sebelum akhirnya Siwon akan angkat bicara, meski awalnya laki-laki ramah ini ragu tapi ia akhirnya berbicara, menceritakannya.

"Kami lahir dikalangan yang begitu mononjol Hyukjae-shi. Orang tua kami yang berada membuat kami selalu menjadi pusat perhatian. Banyak yang mendekati kami, menarik perhatian kami dengan berbagai alasan yang beragam. Demi menjalin hubungan baik dengan keluarga kami mereka menjadikan kami jalan pintas yang begitu diminati. Mereka mengenalkan anak mereka pada kami, mengakrabkan diri dengan kami tanpa kami tahu bahwa mereka memiliki maksud lain dibalik semua itu. Maksud yang hanya berujung uang dan kekuasaan. Hanya demi nafsu mereka saja. Kami dimanfaatkan, anak sekecil kami saat itu dimanfaatkan."

Siwon berhenti sejenak, ia tak suka menceritakan ini. Tapi ia harus, Hyukjae berhak mengetahuinya.

"Diantara kami semua Donghaelah yang paling sering mengalaminya, tapi anak itu terlalu polos untuk menyadarinya. Keluarga Donghae sangat berpengaruh di dunia bisnis, banyak orang ingin menjalin hubungan dengan keluarganya menggunakan berbagai cara. Berkali-kali kami mengatakan pada Donghae agar tidak bermain dengan sembarang anak, tapi sifatnya yang ceria dan ramah membuatnya begitu mudah berteman dengan siapa saja tak peduli dia siapa. Kami membiarkannya saat itu, selama mereka tak menyakiti Donghae tak ada salahnya berteman meski mereka memiliki maksud lain dibaliknya."

Hyukjae dapat melihat perubahan wajah Siwon sebelum kembali bicara.

"Yah semua baik-baik saja sampai Donghae tiba-tiba saja menghilang, seseorang menculiknya."

Hyukjae tersentak.

Menculik?

"Donghae diculik dan disandera selama lebih dari 10 hari. Mereka meminta tebusan dan mengancam akan membunuhnya saat itu. Paman Lee mengerahkan segala kuasanya, meminta polisi untuk menemukan Donghae tak peduli apapun yang terjadi. Karena kami semua menghawatirkannya. Penculiknya berhasil tertangkap pada sebuah penjebakan. Meski sampai sekarang menurutku itu tak setimpal dengan apa yang dilakukannya pada Donghae."

Hyukjae merasakan tubuhnya bergetar dan jantungnya berdetak begitu cepat, ia takut.

Ia takut mendengarnya. Ia takut mendengar apa yang terjadi pada Donghae selanjutnya.

"Dia mengurung Donghae di sebuah ruangan yang begitu kecil, tempat itu sangat kotor dan begitu gelap. Dia menelanjangi Donghae dan membuat tubuhnya penuh luka sayatan. Mengurunya disana dengan hanya sepotong roti kadarluarsa."

Hyukjae tak bisa berbafas, dadanya terasa tercengkram kuat.

"Orang gila bukan? Dia melakukan hal itu pada bocah yang baru berusia delapan tahun. Orang itu sama sekali tak berfikir seberapa banyak luka yang Donghae alami. Luka fisik Donghae memang sembuh tapi luka psikisnya tak akan pernah sembuh. Donghae trauma, ia akan ketakutan jika ditinggalkan seorang diri di tengah hujan dan kegelapan. Butuh waktu begitu lama bagi kami agar membuat Donghae kembali bicara pada kami, dan perlu hitungan tahun untuk membuatnya menjadi seperti sekarang."

Tangan siwon tercengkram erat, mengingat segalanya. Mengingat pandangan kosong yang hanya akan berubah menjadi ketakutan pada mata Donghae kecil saat itu.

"Saat penyelidikan selesai dilakukan kami semua mengetahui bahwa penculikan itu terencana dan didalangi oleh rekan bisnis ayahnya sendiri. Rekan bisnis yang anaknya berteman baik dengan Donghae. Hanya karena ingin mejatuhkan satu sama lain, demi kekuasaan, demi uang. Donghae harus menanggung semua itu."

Tangan pucat Hyukjae meraba pipinya, basah. Dan ia tak sadar sama sekali. Nafasnya sesak seperti ada yang menyendatnya.

Ia ingin memeluk Donghae sekarang, ia ingin mengatakan bahwa segalanya baik-baik saja sekarang. Ia ingin mengatakan bahwa Donghae tak akan pernah mengalami hal yang sama lagi karena Hyukjae tak akan membiarkannya.

"Kami masuk ke sekolah biasa dan tak membiarkan siapapun menyentuh Donghae. Kami sengaja membuat jarak antara orang-orang dan Donghae, kami sadar tingkat kecurigaan kami terkadang berlebihan. Tapi kami hanya takut, takut Donghae akan mengalami hal yang sama. Kami tak ingin Donghae mengalaminya lagi."

Hyukjae mengerti. Mengerti kenapa ketiga orang ini bertindak seperti ini. Bukan hanya Donghae yang mengalami trauma tapi juga mereka.

Semua orang terdekat Donghae mengalami trauma.

Mereka takut melihat hal yang sama, mereka begitu takut kembali melihat Donghae kecil yang penuh akan luka di tubuh serta jiwanya.

Mereka takut, sangat ketakutan.

Ketiga orang ini tidak lagi terlihat sebagai orang-orang populer yang berasal dari keluarga kaya di mata Hyukjae. Sekarang mereka hanyalah orang-orang yang selama ini dicengkram ketakutan, begitu kasihan dan malang.

.

.

.

Kaki itu melangkah dengan tak tentu arah, ia hanya mengandalkan ingatan, insting dan keberuntungannya. Namun ia tetap tak tahu harus pergi kemana. Ia sudah ke sekolah, ke minimarket, dan ke halte tapi Hyukkienya tak ditemukan.

"Hyukkie!"

Hanya nama itu yang sedari tadi keluar dari bibir tipisnya. Hari sudah mulai gelap dan suara kilat yang menyambar tiba-tiba membuat langkahnya terhenti. Jantungnya mulai berdetak cepat. Ia mendongak dan melihat mendung yang begitu pekat. Ia tak menyadarinya, sama sekali tak menyadarinya. Tubuhnya mulai bergetar, trauma itu kembali.

Ingatan itu kembali.

"Hyukkie ..." Panggilnya pelan.

Ia melangkah mundur tanpa sadar berbalik dan berlari dari sana sebelum tubuhnya bertabrakan dengan seseorang dengan keras.

"Yah! Apa yang kau lakukan! Dasar bocah sial!" Orang yang ia tabrak tampak begitu marah karena tubuhnya tersiram minuman akibat bertabrakan dengannya. Orang itu mencengkram kerahnya.

"Beraninya kau melakukannya padaku! Kau tak tahu siapa aku, HAH!"

Tidak, ia tidak tahu dan tidak mau tahu siapa orang-orang ini. Ia hanya ingin Hyukkie.

Hanya Hyukkie.

"Beri saja anak ini pelajaran, Hyung." Satu diantara orang-orang itu berbicara.

Orang yang dipanggil Hyung itu tersenyum menyeringai setelah itu, sebelum menyeret tubuh pelajar itu disudut gelap. Jauh dari semua orang.

Hyukkie!

.

.

.

"Donghae!" Itu entah teriakan keberapa kalinya dari Hyukjae. Ia berlari kesana kemari di dalam gedung sekolah tapi sama sekali tak menemukan sosok yang ia cari.

"Dia tak ada di sini."

Kyuhyun mengusap keringat di dahinya dengan tangan. Nafasnya terengah tak jauh beda dengan tiga lainnya.

"Kalau begitu kita cari di sekitar sekolah."

"Kau yakin dengan semua ini?" Sungmin bertanya atas ide Hyukjae.

"Kalian bilang dia mencariku kan? Dia hanya melihaku di sekolah jadi jika ia bahkan tak tahu dimana rumahku maka ia akan mencariku ke sekolah."

"Apa Donghae pernah menghubungimu sebelumnya?"

Hyukjae menggeleng pada Siwon.

"Kami tak pernah bertukar nomor telepon. Donghae tak pernah bertanya."

Donghae melarikan diri tanpa perhitungan. Ia lari dari rumah tanpa membawa apa-apa dan tak tahu apa-apa, bahkan ponselnya ia tinggalkan begitu saja di kamarnya. Yang ia tahu hanya mencari Hyukjae, itu saja. Dan sekarang membuat orang yang dicarinya juga kebingungan mencarinya. Mereka tak bisa menelpon polisi karena ini belum 24 jam. Orang-oarang ayah Donghae juga membantu mencari ketempat-tempat yang sering dikunjungi Donghae. Tapi hasilnya masih nihil sampai sekarang.

Suara pentir yang membahana terdengar seperti peringatan untuk mereka, seakan sebagai tanda hitungan mundur sebelum sesuatu yang buruk terjadi.

"Sebaiknya kita cepat."

Hyukjae, Sungmin dan Kyuhyun mengangguk menanggapi perkataan Siwon sebelum keempatnya berpencar di sekitar sekolah.

Sekuat tenaga Hyukjae terus berlari, ia pergi ke minimarket serta halte yang pernah dia dan Donghae kunjungi sebelumnya. Menyusuri setiap tempat yang ia lewati dengan cermat, dan saat rintik hujan mulai jatuh dan perlahan menjadi hujan yang begitu deras langkahnya terhenti.

Oh tidak.

Ia harus segera menemukan Donghae! Harus!

.

.

.

Buk

Satu pukulan kembali Donghae terima, tubuhnya jatuh di tanah begitu saja. Donghae perlahan mundur di sudut gang yang gelap membuat orang-orang itu tertawa melihatnya.

"Lihat dia, anak manja."

"Kita habisi saja dia, Hyung."

Donghae semakin rapat memeluk lututnya. Tubuhnya begetar karena semua ini membuat ingatannya kembali. Ingatan akan segala kesakitannya saat itu.

Kegelapan ini.

Hujaan deras ini.

Tawa keji ini.

Semuanya sama.

Setelah ini mereka akan mengoyak pakaianya tak bersisa lalu benda tajam itu akan menembus kulitnya dengan perlahan dan menyakitkan.

Donghae menutup telinga dan matanya.

Dia tidak mau.

Donghae takut.

Donghae takut di kurung di tempat yang gelap itu, tanpa siapa pun.

Tangan kasar itu kembali mencengkram kerahnya, memaksanya berdiri.

"Kau akan mati hari ini bocah." Laki-laki itu menyeringai.

Donghae menutup matanya rapat, ia ketakutan.

"Hyukkie..." Ucapnya lemah.

Ia hanya ingin bertemu Hyukkie. Ia hanya ingin mendengar suaranya yang begitu halus. Ia hanya ingin mencium wanginya yang menenangkan. Ia hanya ingin melihat senyumannya yang hangat.

Ia hanya ingin Hyukkienya. Itu saja.

BUAK

"AAH!" Satu orang rubuh di tanah berteriak kesakitan membuat semua berbalik.

Disana ada satu lagi pelajar berambut pirang dengan pakaian yang basah karena kehujanan. Membawa sebuah balok kayu yang entah ia temukan dari mana.

"Lepaskan dia, brengsek!" Suara itu membuat Donghae membuka matanya.

"Hyukkie ..."

Hyukjae tak percaya firasatnya benar. Ia sebenarnya ragu untuk masuk ke dalam gang gelap ini, namun saat mendengar keributan dari luar firasatnya langsung mengatakan jika ia harus memeriksanya. Dan TARA! Ia menemukan Donghae dikelilingi oleh berandalan. Astaga, bagaimana Donghae bisa masuk kesituasi seperti ini?!

Dua diantara 6 berandalan itu segera menyerang Hyukjae, namun dengan sigap Hyukjae menghindar dan memukuli mereka dengan balok kayu yang ia temukan di jalan masuk gang tadi. Membuat mereka jatuh. Tapi diluar dugaan tiga lainnya maju menyerang. Membuat Hyukjae mulai kuwalahan. Bahkan balok kayunya terebut begitu saja sebelum satu pukulan telak diterima wajahnya hingga ia tersungkur di tanah.

Hyukjae mengusap darah disudut bibirnya yang robek, iris hitamnnya melihat orang-orang itu mendekatinya dengan tawa meremehkan.

Sial.

Buk.

Iris cokelat itu melebar saat orang-orang itu menendang perut Hyukjae, membuat Hyukjae terbatuk lemah.

Tidak.

Hyukkie kesakitan.

Sesak, Donghae merasakan sesak melihatnya.

"Cih, sok jadi pahlawan. Bunuh saja dia, tapi sebelumnya patahkan saja seluruh tulangnya." Mereka semua tertawa.

Donghae membeku mendengarnya.

Mereka ingin membunuh Hyukjae, mereka hendak mematahkan seluruh tulangnya. Mereka akan menghancurkan Hyukkienya.

Merusaknya.

Tangan Donghae tercengkram. Mata cokelatnya mengelam, tajam menatap orang didepannya. Tubuhnya terasa panas, begitu panas hingga ingin membludak keluar.

Orang ini menyakiti Hyukkie.

Orang ini memukul Hyukkie.

Membuat Hyukkie berdarah dan kesakitan.

Tanganya terulur mencengkram leher orang di depannya sebelum sebuah pukulan kuat melayangkan dari tangannya begitu saja. Begitu kuat hingga yang benjadi korbannya langsung tak sadarkan diri dengan wajah penuh darah. Membuat semua orang yang ada di sana terkejut.

"Menjauh darinya."

Hyukjae membeku, suara Donghae terlihat berbeda. Sama seperti saat itu. Begitu dingin, posesif dan berbahaya.

Berandalan itu mulai mengeroyoknya, mencoba memukulnya namun dalam sekali balas mereka langsung sekarat seketika. Donghae terlalu kuat.

Sangat kuat.

Tinggal satu tersisa, satu yang sedari tadi Donghae incar karena berani menyakiti Hyukkienya. Ia menendang orang itu hingga jatuh ke tanah sebelum duduk diatas tubuh itu dan memukulinya bertubi-tubi tanpa ampun.

Hyukjae mencoba bangun dengan tenaganya yang tersisa. Ia harus menghentikannya sebelum Donghae membunuh seseorang. Tangan kurusnya memegang tubuh Donghae dari belakang, mencoba menghentikan ayunan tangan Donghae yang dihantamkan ke wajah seseorang yang kini sudah tak berbentuk penuh darah. Bahkan Hyukjae yakin orang itu sudah pingsan dari tadi.

"Donghae, hentikan!"

Donghae sama sekali tak mendengarnya. Hyukjae menyeret Tubuh Donghae menjauh dari berandalan itu, tapi Donghae masih saja ingin menggapainya.

"Sudah hentikan, kau bisa membunuhnya!" Hyukjae mendekati Donghae lalu menagkup wajahnya dengan telapak tangannya.

"Donghae lihat aku!" Sentaknnya membuat iris cokelat itu bertemu dengan iris hitam miliknya. Nafas Donghae begitu memburu, dan pancaran matanya penuh akan kemarah.

"Sudah Donghae, sudah." Suara Hyukjae mengalum lembut dan perlahan mengusap pipi Donghae. Perlahan iris cokelat itu kembali seperti semula, tak ada kemarah lagi disana.

"Hyukkie?"

Donghae bisa melihat wajah putih ini lagi, dengan mata hitam, dan senyum lembut di bibirnya.

"Ne, ini aku."

"Hyukkie ..."

Donghae memeluk erat tubuh Hyukjae, menghapus jarak diantara mereka. Merasakan kehangatannya, merasakan kelembutannya yang begitu Donghae rindukan. Ia merasakan rasa aman yang luar biasa saat tangan Hyukjae mengelus punggungnya.

Mereka saling mendekap ditengah hujan dan kegelapan yang selalu menghantui Donghae. Mereka saling berpengang ditengah ketakutan dan keputusasaan yang selalu mengerogoti hati Donghae.

.

.

.

Donghae sedang duduk di atas tempat tidurnya hanya dengan mengenakan boxer saat Hyukjae kembali ke kamarnya setelah meminjam beberapa pakaian ayahnya. Pakaianya terlalu kecil untuk Donghae karena tubuh Hyukjae yang begitu kurus. Orang itu sedang bermain dengan anjingnya, menyalami kembarannya yang sudah lama terpisah Hyukjae rasa. Langkahnya yang mendekati Donghae membuat anak anjing itu menoleh dan tersenyum lebar padanya. Dia keliatan senang sekali karena akan menginap di rumahnya.

Setelah mereka dibawa ke rumah sakit untuk luka sobek dan memar mereka oleh Sungmin, Kyuhyun, dan Siwon, Donghae menolak pulang. Ia memeluk Hyukjae dengan erat karena begitu takut dipisahkan. Ia bahkan tak mau bicara dengan teman-temannya, membuat ketiga orang itu frustasi dan akhirnya mengijinkan Hyukjae membawanya pulang. Setidaknnya dengan Hyukjae, Donghae aman.

Hyukjae mengambil handuk kecil lalu menggosokkannya pada rambut Donghae yang masih basah. Orang ini baru selesai mandi.

"Kau bisa sakit kalau begini."

"Hehehe."

Hyukjae tersenyum mendengar kekehan Donghae, anak anjing ini begitu manis dan polos. Namun senyumnya memudar seiring dengan usapannya yang perlahan berhenti. Donghae yang menyadarinya mendongak membuat Hyukjae dapat melihat iris cokelat miliknya. Iris cokelat yang begitu polos dan indah namun menyimpan jutaan luka di baliknya. Jutaan kesakitan di dalamnya.

Tangan Pucat itu memegang sebelah pipi Donghae.

"Hae, gwencana?"

Donghae mengangguk polos. Ia mengira Hyukjae menanyakan luka di tubuhnya sekarang. Tapi tidak, Hyukjae menayakan luka yang jauh lebih dalam dari itu. Jauh sebelum mereka bertemu.

"Gwencana?" Pertanyaan itu kembali terlontar kali ini dengan suara tercekat. Pertanyaan itu untuk apa yang terjadi dalam hidup Donghae, untuk seluruh rasa sakit itu.

Perlahan tangan Donghae memengang tangan dingin itu, meremasnya sebelum tersenyum lembut pada Hyukjae.

"Ne, gwencana."

Jawaban itu terlontar lugas, seakan memang tak pernah terjadi apa-apa sebelumnya. Seakan luka yang begitu dalam itu tak pernah ada dalam diri Donghae.

Tubuh Hyukjae bergerak sendiri memeluk Donghae, air matanya mengalir. Ia ingin memeluk Donghae seperti ini terus jika bisa, melindunginya dari apapun yang mencoba menyakitinya. Ia berharap, sangat berharap. Ia ada disana saat Donghae sendirian, ketakutan disebuah ruangan yang gelap dan dingin. Ia berharap dapat memeluk Donghae saat itu memblokir kesakitan yang datang, ia berharap dapat melindungi Donghae saat itu.

Agar luka itu tak pernah ada.

Agar rasa sakit itu tak pernah ia rasakan.

Agar tak perlu ada trauma apapun.

Mereka melepas pelukan itu untuk saling melihat keindahan paras masing-masing. Terdiam saling menikmati sentuhan masing-masing. Lalu entah siapa yang memulai jarak itu menghilang. Bibir itu bertemu dan bergerak saling melengkapi. Mereka saling bercumbu dengan begitu putus asa. Saat Donghae menelusup masuk, Hyukjae membiarkannya. Ia biarkan Donghae merasakannya sedalam yang orang ini inginkan. Dia akan memberikan segalanya.

Segala yang Donghae minta darinya.

Asalkan kesakitan itu menghilang dari Donghaenya.

.

.

.

"Jadi, aku tanya sekali lagi. Apa rencana masa depanmu Lee Donghae?"

"Menikah dengan Hyukkie."

Begitu lugas dan jujur.

Hyukjae menggit bibir bawahnya, ia sedang berusaha keras menahan tawa saat mendengar jawaban yang sama ketiga kalinya untuk petanyaan yang diajukan oleh guru BK mereka.

"Iya, aku tahu kau akan menikah dengan orang ini." Guru itu melirik tajam Hyukjae di depannya lalu kembali pada Donghae yang hanya mengerjap polos padanya.

"Tapi yang aku tanyakan sekarang adalah nantinya kau ingin menjadi apa? Cita-citamu? Dimasa depan nanti kau ingin jadi apa?!" Guru itu terlihat begitu jengkel dan saat melihat anak muridnya yang keras kepala itu mulai melihat ke atas seperti berfikir ia sedikit lega.

"Em, ah! Aku tahu!" Donghae menjentikan jarinya dan tersenyum lebar.

"Apa? Apa?"

Doonghae langsung menjawab dengan bangga.

"Jadi suami Hyukkie."

"Buhahahaha."

Hyukjae tertawa terpingkal-pingkal, ia tak bisa menahannya lagi. Meski ia dipelototi guru Bknya ia tak peduli, well dia disini sebenarnya untuk membantu Donghae menentukan masa depannya tapi ia justru tidak melakukan apa-apa. Membiarkan otak polos Donghae bekerja.

Dan semua orang tahu Donghaenya begitu manis, terlalu mengemaskkan untuk tidak tertawa.

Ini sudah setahun berlalu, mereka sudah kelas tiga sekarang. Segalanya berjalan begitu cepat tanpa terasa Hyukjae selalu disamping Donghae selama itu. Ia menjadi bagian hidup Donghae selama itu, belajar tentangnya sebisa Hyukjae. Dan membantu Donghae mengobati lukanya perlahan.

Ia berbicara dengan keluarga Donghae dan pskiater Donghae. Orang itu mengatakan bahwa Donghae hampir mengalami apa yang disebut dengan bipollar yang dapat berujung menjadi kepribadian ganda. Faktor utama tentu traumanya ditambah dengan perlakuan orang-orang sekitarnya yang membatasi ruang lingkupnya membuat kepribadian Donghae menjadi bermasalah.

Tapi itu bisa diobati sekarang. Donghae mulai normal meski belum sepenuhnya tapi setidaknya ia sudah berbicara dengan orang lain sekarang.

Anak anjing ini akan tetap bersikap manis dan patuh jika ada Hyukjae disana.

"Jadi apa hasilnya?"

Siwon bertanya saat Donghae dan Hyukjae ikut bergabung di meja kantin bersama mereka setelah sesi BK selesai.

"Menikah denganku." Jawab Hyukjae tertawa kecil.

"Harusnya aku jawab begitu juga. Menikah dengan Sungmin Hyung, begitu." Sungmin langsung menjitak kepala Kyuhyun membuat semua orang tertawa.

Mereka berteman baik sekarang, tak ada lagi kecurigaan berlebihan diantara mereka. Selain Donghae, orang-orang di sekitarnya juga harus sembuh sehingga akan menciptakan lingkungan yang sehat untuk anak anjing ini.

Semua baik-baik saja sekarang, karena Donghae mempunyai Hyukjae disisinya.

Yang akan selalu ada untuknya, tak peduli apapun yang terjadi.

"Tapi ngomong-ngomong. Aku selalu penasaran dengan hal ini." Sungmin tiba-tiba saja berkata dengan misterius sambil melihat Donghae dan Hyukjae di depannya.

"Kalian berdua, diantara kalian siapa yang di atas dan siapa yang dibawah?"

Hyukjae langsung tersedak, apa-apaan pertanyaan itu! Ia melirik Donghae yang terbengong-bengong di sebelahnya, mungkin masih mencerna.

"Yah, jangan menanyakan hal bodoh seperti itu!"

"Waeyo? Sunggung aku penasaran dan tak bisa menebaknya, karena itu aku bertanya."

Hyukjae memutar bola matanya.

"Oh oh, aku tahu! Aku tahu!"

Oh tidak, otak Donghae sudah selesai mencerna.

"Tentu saja aku yang di atas, aku yang masuk ke dalam Hyukkie dan mppp!"

Dengan cepat Hyukjae menutup mulut Donghae walau terlambat. Donghae itu jujur, terlalu jujur sehingga terkadang sangat berbahaya. Demi Tuhan mereka sedang ada di kantin sekarang!

"Hoho, uri Hyukkie jadi bottom ternyata." Goda Sungmin dengan wajah yang begitu menyebalkan.

"Ne, dan Hyukkie sangat sexy saat mendesah."

"Diam kau anak anjing bodoh!"

.

.

.

END.

ending macam apa ini!? Ah sudahlah skil nulis aku emang gak seberapa dari dulu begitu aja. Jangan percaya hal-hal yang menyangkut urusan psikologi yang ada di ff ini karena 100% ke-sok-tahuan aku belaka hahaha jangan dianggap serius. Dan gak harus ada kata cinta untuk semua pasangan hehe

Aku tahu ini gak sesuai harepan, masih jelek, pasaran dan harusnya ada genre-genre tertentu yang aku sematkan. Jadi maafkan daku sayang(halah)

Terima kasih banyak untuk semua orang yang terlibat, yang baca, yang saran, yang kritik dan yang review. Maaf gak bisa aku sebut satu-satu. Yang jelas aku sayang kalian semua kawan.

Maaf untuk typo dan kesalahan penulisan lainnya.

Akhir kata ... See u next story.