Disclaimer : Masashi Kishimoto

Pairing : SasuNaru, NejiGaa, ShikaKiba

Warning : Yaoi/Shounen-Ai


A/N : Dulu fanfic ini pernah ku publish tapi, karena akun ku tidak bisa dibuka aku terpaksa vakum.

Jadi aku minta maaf apabila ada kesamaan cerita atau tempat dan juga untuk reviewer yang tidak sempat kubalas dulu.

Mungkin ada sedikit perubahan dalam penulisan.

Selamat Membaca ^_^


"Donorkan saja milik ku kaa-san kedua paru-paru ku."

Sontak saja Tsunade memalingka wajahnya dari jendela menatap Minato yang memandangnya dengan penuh harap. Matanya membulat tidak percaya mendengar ucapan Minato.

"Jangan gila Minato, mendonorkan kedua paru-paru mu bukan main-main." Tsunade menyentak tangan Minato dan berjalan menuju kerjanya, kemudian duduk membelakangi Minato tidak ingin melihat wajah putus asa anaknya.

"Aku memang sudah gila ibu, penyesalan sudah merayapi seluruh tubuhku, aku tidak tau apa lagi yang harus kulakukan untuk menebus kesalahan dan dosaku terhadap anak itu." Dengan santai Minato melangkahkan kakinya memandang kota dari jendela kantor Tsunade. Kedua tangannya mengepal didalam celana bermerek mahal yang digunakannya.

"Aku tidak bisa Minato." Ucap Tsunade pelan yang masih bisa didengar oleh pria paruh baya itu.

"Kumohon ibu."

"Sudah kubilang tidak bisa ya tidak bisa." Suara Tsunade terdengar nyaring hingga keluar ruang kerjanya. Membuat para karyawan disanan lebih memilih menjauh daripada mendegar omelan boss mereka.

"Kenapa? Kenapa tidak bisa?" Minato bertanya dengan nada yang sedikit menekan menahan emosi.

"Kau anak ku, dan aku masih belum siap kehilangan mu Minato. Mungkin ini memang egois, tapi jika kau memang bersikeras ingin anak itu masih hidup, aku akan mencarikan pendonor untuknya."

Mendengar itu Minato tersenyum kecil dan berjalan kedepan Tsunade. Direndahkannya tubuhnya hingga wajahnya berhadapan dengan lutut ibunya. Minato menengadahkan kepalanya dan tersenyum lembut menatap wajah ibunya yang sebenarnya sudah sangat tua tetapi hanya tersisa sedikit kerutan diwajah cantiknya.

"Ibu tak apa. Aku tulus melakukan ini, walaupun anak itu nanti tidak bisa menerima ini, tapi setidaknya dia masih bisa hidup dan menemukan kebahagiannya sendiri nanti." Minato mencium kedua tangan Tsunade diakhir kata.

Mendengar itu Tsunade hanya bisa menghembuskan nafasnya dan berharap kalau ini semua akan berakhir bahagia pada akhirnya dan tidak akan terjadi hal buruk tentang keputusannya ini.

"Baiklah Minato."

"Terimakasih ibu."

.

.

.

Sasuke POV

Gelap

Itulah pemandangan yang pertama kali kulihat sejak membuka mataku, aku ingat aku mengalami kecelakaan karena membawa mobil dengan kecepatan tinggi. Tapi ini dimana? Kenapa gelap sekali? Apakah aku sudah mati? Haha mungkin aku memang pantas mendapatkannya.

/Sasuke./

Suara siapa itu? Aku seperti pernah mendengarnya, suara orang itu terdengar begitu sedih dan menyakitkan, kenapa orang itu menyebut nama ku seperti itu?

/Sasuke/

Kembali suara itu kudengar bergema dalam pikiran ku bersamaan dengan seberrkas cahaya kecil yang muncul didepan ku. Kulangkahkan kakiku perlahan menuju arah cahaya itu hingga kegelapan yang tadi menyergapku perlahan menghilang tergantikan oleh hamparan bunga kirsan, yang bergoyang diterpa angin lembut. Semuanya terlihat sangat bersahabat begitupun dengan gunung yang berwarna hijau dengan cerahnya nampak dari tempat ku berdiri.

/Sasuke/

Suara itu semakin jelas saja terdengar. Kuedarkan pandangan ku keseluruh daerah tempatku berdiri. Disana kulihat sesorang tengah memeluk kedua kakinya dan bersandar disebuah pohon rindang. Kulangkahkan kaki ku kembali, berjalan menuju kearah orang itu. Wajahnya tenggelam sempurna diantara lututnya, akan tetapi helaian orang itu aku mengenalnya –dia Naruto. Kupercepat langkahku hingga tepat berada dihadapannya.

Aku ingat dulu aku pernah melihat tempat ini saat mengikuti Naruto ketika kami bertengkar uhh yang sebenarnya sudah sering terjadi tapi bisa membuat anak itu menangis, entah dorongan apa yaag kurasakan saat itu. Langkah ku bergerak mengikutinya tidak berapa aku tersadar dari keterpakuan ku karena…karena….tch sungguh aku tidak bermaksud membuat anak itu menangis, yah kuakui aku mengikuti anak itu karena takut anak itu kenapa-napa. Tapi apa yang kutemukan saat itu entah kenapa membuat hati ku sangat cemburu.

Naruto terlihat akrab dengan seorang lelaki yang tidak bisa kukenali karena jarak kami yang terpaut cukup jauh walaupun begitu aku juga sedikit bersyukur anak itu kembali tertawa, meski bukan karena aku, yah memang aku tidak pernah melihat Naruto tertawa bersama ku hanya dengan yang lain dia bisa banyak berekspesi. Berbeda jika dengan ku dia memang mencoba selalu bersikap ceria namun sekarang aku menyadari kalau semua itu hanyalah sikap palsunya untuk menutupi perasaaan sakit hatinya terhadap ku. Aku terus mengikuti mereka hingga mencapai sebuah tempat yang tidak pernah kulihat, Naruto tidak pernah membawaku ketempat ini apakah Naruto sering membawa orang itu dibelakang ku. Setelah jarak kami cukup dekat tetaapi masih tersembunyi aku bisa melihat dengan jelas orang itu, dia Oshima Sai anak dari pemilik Anbu-Ne dan juga pelukis jenius diusianya yang masih muda. Karena tidak sanggup menahan amarah yang bergejolak aku memilih segera pergi dari tempat itu tepat setelah Naruto membaringkan tubuhnya disamping pemuda itu.

"Naruto." Tangan ku bergerak tanpa sadar ingin menyentuh helaian pirang itu, namun terhenti saat suara itu kembali terdengar lagi dan kali ini suaranya sangat jelas penuh luka dan kesakitan. Suara ini suara milik Naruto orang yang berada dihadapan ku, orang selalu kugores cintanya.

"Sasu suki suki. Tapi kenapa kau selalu seperti ini. Kenapa kau selalu dingin seperti ini? Apa salah ku." Kulihat punggung Naruto bergerak sembari ucapannnya memanggil nama ku keluar dari bibirnya. Kurendahkan tubuh ku hingga berhadapan dengannya yang memang lebih penddek dari ku.

"Sasuke mungkin memang lebih baik aku menyerah tentang mu, kau terlalu tinggi untuk kugapai, berapa kalipun aku menunjukan cintaku itu semua hanyalah angin lalu bagimu Sasuke." Tanpa sadar kedua tangan ku bergerak merengkuh tubuh dihadapan ku, namun apa yang terjai sungguh membuat ku terkejut kembali, kedua tangan ku tembus melewati tubuh tannya. Sepertinya aku memang sudah mati kehk. Tapi bagaimana mungkin aku disini? Apa mungkin roh ku bergerak menuju tempat Naruto berada saat ini, sial sepertinya aku harus menyuruh kaa-san untuk berhenti menonton drama-drama tidak bermutu itu.

"Sasuke disini sakit, sakit sekali apa kau tidak tau?" Naruto kembali bersuara memcahkan lamunan ku, kulihat tangan kecilnya bergetar meremat pakaiannya. "Segala cara kucoba untuk membenci mu tetapi pemikiran itu selalu hilang begitu saja."

Bibir ku tercekat mendengar ucapan Naruto, apa? Dia ingin membenci ku? "Tidak tidak Naruto kau tidak boleh membenciku Naruto, tidak setelah aku menyesali kesalahan ku kepadamu" Aku berucap sembari memeluk kembali tubuhnya dan menyandarkan kepalaku diatas kepalanya meskipun aku tau suara dan tubuh ku tak bisa didengarnya.

"Tapi Sasuke aku terlalu mencintai mu aku tidak bisa melakukan itu semua. Bagi ku kaulah segalanya setelah semua yang kualami selama ini." Kulihat Naruto mengangkat kepalanya dan dan menumpukan dagunya tepat diatas kedua tangannya hingga bisa kurasakan hembusan nafasnya mengenai leherku "Apa kau tau juga Sasuke? Aku selalu menunggu, menunggu kematian datang menjemputku khh lama Sasuke tapi sekarang aku yakin sebentar lagi itu akan datang."

A..apa kematian katanya? Aku tidak tau berapa kali aku terkejut kali ini hingga aku tidak sadar kalau tubuh Naruto mulai menghilang dari hadapan ku karena terpaku terlalu lama mencerna semua ini, terus kucoba memanggil namanya dan merengkuh tubuh itu tetapi nihil bayangan Naruto telah menghilang sempurna dan pandangan ku berganti menjadi gelap.

End Sasuke POV

Sudah tiga jam berlalu sejak Itachi duduk diruangan ini menunggui adiknya yang belum juga sadar pasca kecelakaan yang dialaminya. Itachi tidak habis pikir entah hal apa yang dipikirkan adiknya hingga melaju dengan kecepatan seperti itu. Untunglah tidak ada korban lain selain diri adiknya itu, sopir yang menggunakan truc kabur pasca menaraak mobil adiknya karena memang sopir itu melanggar peraturan lalu lintas dan saat ini sedang dalam masa pengeran polisi. Sedangkan Sasuke bebas tanpa syarat karena jaringan keluarga Uchiha yang dimilikinya walaupun jelas dia telah melaju melebihi aturan yang ada.

Ruangan itu hening tanpa ada pasien lain satupun karena ruangan ini memang ruang VIP yang disediakan dengan bebagai macam fasilitas bagi yang beruang banyak. Hanya terisi oleh gemerisik kertas yang dibalik dari buku yang berada ditangan Itachi. Namun keheningan itu tidak berlangsung lama karena tiba-tiba saja Sasuke berteriak kencang mengikuti dengan tubuhnya yang langsung bangkit dari terbaringnya.

"Naruto!."

"Akhh."

Sontak saja Itachi terkejut mendengar adiknya tiba-tiba berteriak dan mengerang sakit, buku yang semula berada diatas tangan kanannya sudah tergelatak jatuh ke lantai porselen rumah sakit. Dihampirinya buru-buru adiknya yang kembali terbaring dan meringis sakit.

"Sasuke kau tidak apa-apa? Apa yang kau rasakan? Jangan banyak bergerak dulu." Dengan hati-hati Itachi bertanya sembari menekan tombol darurat untuk memangggil dokter.

"Itachi? Dimana ini? Sasuke meringis pelan menyesuaikan pandangannya yang buram. Dia merasa kerongkongannya terasa sangat kering.

Twich

Kening Itachi berkedeut mendengar adiknya masih saja tidak sopan memanggilnya bahkan dalam keadaan sakit seperti. Kalau Itachi tidak sayang adik sudah dari dulu dia tendang baka otoutonya ini.

"Kau dirumah sakit Sasuke." Mengambil segelas air yang terdapat dinakas tepat disamping tempat tidur pasien dan menyerahkannya pada adiknya, setelah mendudukan keturunan kedua Uchiha itu dengan hati-hati.

Sasuke diam mendengar jawaban dari kakaknya tersebut. Matanya menatap kosong kearah gelas yang bahkan belum menyentuh bibirnya sama sekali. Terang saja sikap Sasuke ini membuat Itachi bertanya-tanya bagaimana kalau adiknya mengalami cacat mental. Sasuke memang anak yang kalem dan pendiam namun Itachi tau ada yaang sedang menggu pikiran adiknya saat ini.

"Sasuke, ada apa?"

"Hn, tidak ada."

Sasuke tersentak saat mendengar suara Itachi namun hal itu bisa ditutupi karena sifat turunan Uchiha yang selalu bisa menjaga emosi dan ekspresinya. Dengan pelan Sasuke meneguk segelas air ditangannya dan menyerahkannya pada Itachi setelah selesai. Sesungguhnya bukan maksud Sasuke untuk berbohong. Tertapi dia tau tanpa dia berucap pun Itachi pasti mengerti kalau dia belum ingin bercerita. Sebenarnya dirinya termenung mengingat mimpinya yang dialaminya tadi.

"Kemana Okaa-san?" Sasuke bertanya pelan sembari mengedarkan pandangannya kesekitar mengingat hanya ada Itachi diruangan ini.

"Okaa-san sedang menemani Tou-san berkunjung ketempat teman dekat mereka Sasuke, aku sudah memberitahu mereka tentang kecelakaan mu, mungkin nanti sore mereka akan sampai disini."

"Hn." Mendengar itu Sasuke lebih memilih diam dan merenungkan mimpi yang dialaminya tadi sembari memandang keluar jendela tentang seseorang yang akhir-akhir ini memenuhi pikirannya. Sedangkan Itachi lebih memilih kembali duduk ke sofa diruangan itu dan berkutat dengan buku yang dibelinya tepat sebelum dia mendapat kabar kalau adiknya itu mengalami kecelakaan.

Terdengar bunyi pintu yang dibuka dan ditutup kembali, Sasuke tidak menghiraukan itu dan tetap memandang keluar jendela. Pikirannya dipenuhi oleh ucapan Naruto yang menginginkan kematian merenggut dirinya. Astaga andai dia bisa memutar waktu kembali dia akan memperbaiki semua sikap buruknya kepada Naruto dan bukan menjadi orang brengsek seperti ini.

Sasuke bisa merasakan sebuah tangan sedang bergerak memerikasa dirinya. Perlahan dia mengalihkan wajahnya dan melihat siapa yang sedang memeriksa keadaan dirinya. Dilihatnya seorang wanita berambut pirang pucat yang dikuncir dua.

'Namikaze? Keluarga Namikaze huh?' Batin Sasuke retoris. Pikirannya melayang pada pembicaraan Naruto dengan Namikaze Deidara pada saat pesta pernikahan Sasori dan Sakura berlangsung. Dia tidak tau kalau Namikaze Minato memiliki anak lain selain Namikaze Deidara, tapi mengingat perawakan Naruto yang sedikit persis dengan Namikaze Minato mungkin dia akan mempercayainya.

Oke

Mungkin banyak dari kalian yang bertanya-tanya kenapa Sasuke mengetahui tentang Namikaze Minato dan Deidara. Itu semua karen ahubungan kolega sekaligus persahabatan keluarga mereka yang sudah terjalin sejak kakek buyut mereka yang sempat Sasuke baca didokumen keluarga dan kemudian bersambung hingga ke ayah mereka well anak mereka juga mungkin? Itachi dan Deidara, bahkan lebih dari itu sebenarnya. Bisa dikatakan mereka adalah sepasang kekasih walau mereka belum mempublikasikannya bahkan ayah mereka tidak tau. Kalian bertanya lagi bagaiaman Sasuke tau? Itu karena dia dan Itachi selalu berbagi cerita termasuk tentang masalah seksual dan asmara mereka, lebih tepatnya untuk seksual Itachi yang lebih suka bercerita.

"Apa yang kau rasakan nak?" dengan cekatan Tsunade memeriksa Sasuke dan bertanya hingga membuyarkan lamunan pemuda itu tentang keluarganya.

"Hn. Apa kau mengenal Uzumaki Naruto?" Kontan saja jawaban pertanyaan Sasuke itu membuat Tsunade terkejutyang langsung segera ditutupinya. 'Apa maksud anak ini bertanya seperti itu?' Tsunade membatin.

"Tidak." Jawab Tsunade singkat.

Itachi yang mengamati mereka hanya bisa mengerutkan keningnya mendengar ucapan adiknya tentang seseorang yang tidak pernah Itachi dengar. 'Siapa Naruto itu' Batinnya bertanya.

"Lalu apa hubungan Naruto dengan keluarga Namikaze? Khusunya Namikaze Minato?"

"Kau" Mendengar itu sontak saja raut terkejut nampak jelas diwajahnya menghasilkan seringaian dibibir Sasuke.

"Aku tidak tau kalau Namikaze Minato mempunyai putra selain Namikaze Deidara." Seringai Sasuke semakin lebar melihat wajah Tsunade yang mengeras atas sikap tidak sopannya.

"Apa yang kau bicarakan Sasuke?" Itachi menutup bukunya dan berjalan menuju adiknya saat melihat raut tidak mengenakan Tsunade. Bisa gawat jika hubungan keluarga mereka sampai retak karena sikap adiknya dan membuat hubungannya dengan si Dei-chan uke cantiknya jadi semakin susah karena permusuhan yang diakibatkan adiknya uuh jangan sampai.

"Itu bukan urusan mu nak." Segera saja Tsunade menyelesaikan urusannya setelah sadar dari keterkejutan dan segera beranjak pergi.

"Itu menjadi urusan ku jika menyangkut Naruto." Sasuke berucap dingin dan terselip sedikit emosi dalam ucapannya.

Tsunade berhenti didaun pintu dan menghela nafas. "Jika kau ingin tau tentang anak itu tanyakan saja langsu_."

"Aku tidak bisa." Sasuke memotong ucapan Tsunade ketika mengetahui maksud perkataan orangtua itu. "Aku tidak menemukan anak itu." Lanjut Sasuke yang membuahkan dengusan puas dari Tsunade.

"Kalau begitu maaf nak aku tidak membantu." Ucap Tsunade diiringi suara pintu yang tertutup.

"Brengsek."

.

.

.

Sementara itu disisi lain rumah sakit nampak sebuah helaian pirang menyembul diantara gulungan yang terdapat diatas kasur diruangan itu, sedang membelakangi seorang pemuda bersurai hitam dengan kulit pucatnya.

"Maafkan aku Naruto." Sai berucap lirih.

Naruto tetap diam dan tidak bergeming sedikitpun, jika dulu dia sempat histeris saat mendapatkan kenyataan kalau Sai mengetahui tentang penyakitnya karena dokumen yang lupa dia bakar. Ya Naruto selalu membakar hasil pemeriksaan dirinya begitupun dengan obat yang diberikan Tsunade kepadanya. Namun begitu dia segera menerima dengan lapang dada karena itu semua memang karena kecerobohannya. Tapi kali ini? Dia tidak tau harus bereaksi seperti apa, dia sangat marah hingga tidak tau bagaimana meluapkannya. Dia yakin dua orang yang disayanginya sudah keluar dari pintu ruang kamar rawatnya ini sedang menelan kekecewaan karena sikapnya tadi yang mengusir mereka dan juga menyembunyikan penyakitnya.

Tadi neneknya Tsunade mengatakan kalau dia hampir saja mengalami kritis kembali dan beruntung Shizune yang saat itu ingin mengecek keadaan Naruto, menemukan jika detak jantung anak itu sangat lemah walau yang bersangkutan masih terbatuk hebat. Dan yang tidak dia sangka setelah sadar adalah bahwa dia melihat kedua wajah khawatir dua sahabatnya sedang menatap padanya. Dia yakin pasti Sakura yang telah kembali dari bulan madunya dan bekerja, yang menghubungi Sai pada saat dia sedang berkumpul dengan kedua sahabatnya.

"Mereka teman mu Naruto, mereka berhak tau atas apa yang kau alami, apa kau tidak memikirkan perasaan mereka? Cepat atau lambat semua akan terungkap Naruto seerapapun keras menyembunyikan semua ini dari orang-orang yang menyayangi mu." Dengan lembut dan sabar Sai berucap

Naruto tetap tidak bergeming sedikit pun. Melihat itu Sai hanya bisa menghembuskan nafasnya.

"Aku tau kau tidak ingin membuat mereka khawatir, tapi kau harus jujur pada mereka pada sahabat mu, berapa lama kalian bersama? Pikirkanlah itu."

Naruto bisa merasakan tangan Sai sedang mengusap kepalanya sebentar sebelum kemudian melangkahkan kakinya menuju pintu keluar.

"Gomen ne. Gaara Kiba."

.

.

.

"Gaara? Kiba?" Mata Gaara dan Kiba membulat melihat seseorang yang berada dihadapan mereka seorang yang memiliki perawakan hampir sama seperti sahabat mereka, Namikaze Minato.

"Pa…paman Minato?" Kiba lah yang pertama kali sadar dari keterjutannya. "Apa yang paman lakukan ditempat ini?"

"Akan kukatakan tapi bisakah kita berbicara secara pribadi, ada yang ingin kubicarakan dengan kalian jika tidak keberatan."

"Baiklah paman." Melihat kata memohon yang terselip dalam nada bicara Minato mau tidak mau mereka menyetui permintaan pria paruh baya itu.

+*+ skip time +*+

Disinilah mereka berakhir disebuah café yang berada tidak jauh dari rumah sakit tempat mereka bertemu tadi. Suasana canggung terasa kentara diantara mereka.

"Bagaimana kabar kalian?" Minato tersenyum kecil untuk mencairkan suasana canggung diantara mereka

"Baik paman."

"Syukurlah, alasan keberadaan ku dirumah sakit tadi adalah menemui ibuku, kalian sendiri bagaimana? Apa kalian menemui Naruto?"

Kembali lagi dua orang itu dikejutkan oleh pernyataan Minato, untuk apa dia menanyakan anak itu setelah apa yang dia lakukan? Dan bagaimana mungkin dia tau kalau Naruto beradda dirumah sakit, karena seingat mereka Sai sudah bercerita tentang orang-orang yang mengethaui penyakit Naruto dan orang didepan mereka ini tidak masuk dalam jajaran itu. Apalagi untuk peduli sekedar ingin tahu hal kecil tentang Naruto.

"Aku sudah menduga kalian pasti terkejut. Aku tau kalau selama ini alasan kalian pindah ke Konoha adalah untuk menemani Naruto." Dengan tenang Minato meminum kopinya.

"Begitulah paman." Gaara meremas kecil pegangan gelasnya membalas ucapan Minato meredam amarah yang kembali muncul. "Paman sendiri apa alasan paman menemui Tsunade-san? Seingatku paman tidak suka kerumah sakit yang tadi kita kunjungi."

"Aku mencari Naruto."

Tubuh Gaara dan Kiba menegang mendengar jawaban Minat, seketika pandangan mereka menajam menatap orang dihadapan mereka meskipun orang itu lebih tua dari mereka, tetapi orang ini adalah penyebab penderitaan sahabat mereka selama ini.

"Aku minta maaf, kalian boleh jika ingin marah terhadap ku ataupun menghujat ku, aku tau selama ini aku salah. Aku mengaku menyesal dan menyadari kesalahan ku selama ini." Minato berucap penuh keyakinan terlihat dari pandangan matanya.

"Paman tidak perlu meminta maaf, kami tidak punya hak untuk itu begitupun untuk menghujat dan sekedar marah, yang paling berhak adalah Naruto, sebagai sahabat kami akan mendukung apapun keputusan Naruto." Gaara mengambil berdiri dan menyampirkan tasnya dan berjalan menuju pintu keluar cafe. "Ayo Kiba kita pergi."

"JIka paman bersungguh-sungguh temuilah Naruto paman." Ucap Kiba nyari berbisik namun masih bisa didengar saat dia melewati Minato.

"Pffth kadang seorang anak lebih dewasa dari yang tua."


Huawaaa maaf atas keterlambatan ku dan ini sangat lambat malah, maaf banget

Ah iyah terima kasih atas semua review dan masukannya sangat membantu

Cerita kali ini sedikit lebih panjang dari kemarin dan mungkin terkesan agak kecepatan karena diisi pas saat-saat luang saja, sekali lagi terima kasih reviewnya semoga kalian menikmati cerita kali ini

Dan untuk batas-batasnya juga aku baru sadar jika tanda strip (min) gak bisa dipakai karena itu sekarang kuganti dengan (titik)


Terima Kasih Telah Membaca

Mohon Kritik dan Sarannya