Warning : kind a implicit sex scene. Yang baca pas puasa, author gak tanggung-jawab. Harap dibaca author note di bawah ya ;)

Who Are You : Stranger
Last Chapter

Selama setahun aku terbaring koma di rumah sakit, selama setahun aku lumpuh karena trauma psikosomatik. Selama dua tahun aku tak melihatnya. Selama dua tahun aku tak pernah menatap wajah tampan. Selama dua tahun aku merindukan Xi Luhan.

Suntikan adrenalin itu memberi dampak yang buruk untuk kesehatanku, aku mengindap penyakit jantung juga Sepsis yang kini lumayan membaik. Tapi kekerasan fisik serta mental yang kualami bertubi-tubi meninggalkan kecacatan padaku. Seluruh sisi kanan tubuhku mengalami kelumpuhan. Terapisku bilang, aku akan membaik jika bisa menanggulangi trauma psikis yang kualami. Tapi orang yang seharusnya mendampingiku dan memberikan perhatian menghilang, kini aku tidak yakin aku bisa melaluinya.

Xi Luhan, ia menghilang begitu saja. Tak pernah menjengukku ataupun hanya untuk meminta maaf dengan seluruh kejadian yang menimpaku. Ayah dan Kyungsoo tak menjawab pertanyaanku tentangnya. Mereka enggan memberitahuku apa yang terjadi.

Keadaanku dua tahun lalu membuatku tertinggal jauh dari sahabat-sahabatku. Jongdae kini sudah kuliah sembari belajar mengurus perusahaannya sendiri, sementara Jongin, kini ia sedang menjalani pelatihan memasuki NIS. Dan aku cukup terkejut ketika Kyungsoo memberitahuku bahwa ia menjalin hubungan dengan sahabatku itu. Dan juga aku tertinggal jauh untuk masalah informasi dan pengetahuan.

Aku harus mengulang pelajaranku dari awal kelas dua dan kini aku sedang menyiapkan diri untuk mengadapi ujian akhir. Aku masih bisa beraktifitas meskipun sedikit terhambat dengan kursi roda ataupun kemampuan menulis dengan tangan kiri yang masih harus diasah. Keadaan cacatku ini juga membuatku semakin berkecil hati dan malu.

Siapa yang menyangka penguasa sekolah ugal-ugalan kini harus mengulang kelas dan berakhir di kursi roda? Aku juga semakin menyusahkan orangtuaku. Aku tak bisa melakukan apapun tanpa bantuan ibu atau ayahku. Terakhir kali aku mencoba mandiri, aku terjungkal kedalam kolam renang dan hampir tenggelam jika saja Kyungsoo tidak pulang kerumah sebentar.

Aku lelah dengan kehidupanku yang terus menyusahkan orang disekitarku. Aku lelah dengan semua kecacatanku. Aku lelah menunggu Luhan untuk tiba-tiba muncul dan memelukku. Aku lelah dengan semuanya. Aku hanya...hanya ingin mati.

Kurasa mati adalah keputusan yang menggoda. Aku tak perlu melihat dan menerima tatapan kasihan yang selalu diberikan padaku. Aku tak perlu melelahkan diri dengan berusaha keras mengejar ketertinggalanku. Lagi pula dengan keadaanku seperti ini, harapan ayah untukku masuk ke NIS sudah hilang.

Tapi kematian terlihat sangat menakutkan. Aku tidak tahu siksaan apa yang menungguku setelah kematian. Terlebih lagi, aku belum melihat Luhan lagi. Aku merindukannya. Aku selalu memimpikannya setiap malam dan berharap mimpi indah itu akan segera terwujud dalam dunia nyata. Namun menunggu hampir selama 1.5 tahun, dia tidak pernah muncul dan kembali padaku.

Apakah dia takkan kembali dan menemuiku?

Persetan denganmu Xi Luhan! Kau yang membuatku berakhir seperti ini, kau seharusnya bertanggung jawab dan mengurusku. Tidak, kau tidak perlu mengurusku. Aku hanya ingin kau datang menemuiku dan menentukan nasib kita. Kau mencintaiku atau tidak? Aku hanya perlu mendengar pengakuanmu!

Rasa kesal dan sesak menghampiri dadaku. Rasa sakit yang sudah menjadi hal yang biasa bagiku. Dengan kasar aku mengambil obat jantungku dan menumpahkan seluruh isinya ke tanganku. Dengan obat ini, jantungku, kau tak perlu repot-repot berdetak untuk membuatku tetap hidup, aku muak dengan hidup ini.

Aku tidak tahu berapa puluh butir obat yang kutelan tapi aku bisa merasakan perlahan detak jantungku mulai melambat dengan pandangan yang mengabur. Aku terduduk lemas di kursi rodaku, menatap lurus pintu kamarku yang perlahan terbuka menampilkan sesosok wanita dan pria.

"Sehunnie, lihatlah siapa yang da...Sehun-ah!" teriakannya memberitahuku bahwa wanita yang datang adalah ibuku. Ia segera berlari menyosongku bersama pria familiar. Aku yakin bahwa orang itu bukan Kyungsoo, lalu siapa dia? Kenapa dia terdengar khawatir padaku?

Keseluruh inderaku mulai menumpul namun aku bisa merasakan saat tangan kekarnya mengalungi pinggangku dari belakang dan berhasil membuatku memuntahkan puluhan pil putih ke lantai sebelum kegelapan menyergapku.

Aku terbangun di kamar dengan dokter pribadiku yang tengah merapikan peralatannya. Usaha bunuh diriku gagal tapi setidaknya ibu mendengarkan ocehanku tentang rasa benciku ke bangunan steril itu.

Ketika ia menyadari bahwa aku terbangun, ia segera memeriksaku. Meskipun aku tidak menyukai keadaanku, aku tidak bisa berbuat banyak. Tubuh sisi kananku lumpuh dan sisi kiriku terasa lemas. "Kau baik-baik saja, Sehun-ssi. Aku harap kau tidak akan membuat ibumu menjadi sedih lagi dengan sikapmu."

Aku tak menjawabnya, hanya melemparkan pandangan sinis padanya tapi ia tertawa dan keluar dari kamarku. Tidak lama kemudian, orangtuaku, Kyungsoo bahkan Jongin memasuki kamarku. Mereka mengitari ranjangku dengan wajah khawatir sementara ibuku mencoba menahan tangisannya.

"Kenapa kau melakukan ini, Hunnie? Jangan buat ibu merasa akan kehilanganmu." Pintanya lirih sembari menanggulangi isakannya. Sebenarnya ucapannya membuatku sedih, tapi aku tidak tahan lagi. Hidupku sudah hancur semenjak Luhan tidak berada disisiku. Aku hanya ingin Luhan.

"Berhenti melakukan hal bodoh, Sehun-ah." Maki Jongin yang kini duduk di sisi ranjangku yang kosong. "Kenapa kau sangat suka menantang maut, eoh? Tidakkah kau pikirkan semua orang yang mengkhawatirkanmu?"

Sebut saja aku egois, aku memang egois. Aku hanya ingin melihat Luhan, sekali saja meskipun Luhan tidak lagi mencintaiku ataupun tidak peduli padaku. Aku ingin meneriakan hal ini tapi apa yang ingin kukatakan berbeda dengan yang kukeluarkan. "Pergilah! Aku tidak ingin melihat seorangpun. PERGI!"

Perlahan ayah menarik ibu keluar diikuti Jongin dan Kyungsoo yang menatapku sedih. Aku tidak butuh rasa simpati kalian. Aku hanya butuh Luhan. Aku ingin melihat Luhan. Aku ingin Luhan.

Kini aku menangis, lagi-lagi menangis hanya karena seorang Luhan yang bahkan mungkin tidak mencintaiku lagi. Mungkin Luhan memang tidak mencintaiku dari awal bahkan mungkin saja ia tidak ingat ada seseorang bernama Kim Sehun yang jatuh cinta padanya. Jika Luhan mencintaiku atau setidaknya mengingatku, ia akan datang ketika aku bangun dari komaku. Datang menemuiku dan menjelaskan hal yang perlu kuketahui.

Jika ia datang dan menjelaskan untuk tidak menunggunya atau mencintainya. Aku akan menurutinya meskipun aku tak mungkin berhenti mencintainya. Setidaknya berikan aku kejelasan!

Hari berlalu cepat, kini matahari sore menyinari balkon kamarku dengan cahaya sendunya, seakan mengejek perasaan yang kini kurasakan. Aku hanya menatap sinar oranye itu sedih sembari bersandar malas di kepala kasurku. Tak seorang pun yang menemuiku lagi, mungkin mereka membiarkan aku untuk sendirian.

Aku hanya tertawa miris, dengan kehadiran mereka sendiri pun aku tetap merasa sendirian. Meskipun aku berada ditempat teramai di dunia, aku tetap sendirian. Tak ada yang bisa menemaniku kecuali Luhan.

Aku baru saja menggelung diriku dalam posisi fetus ketika suara knop pintu kamarku berputar dan perlahan membuka. "Keluar." Desisku sembari membelakangi pintu. Langkah kaki berhenti begitu saja dan selanjutnya adalah suara pintu tertutup membuatku mengira orang itu telah keluar. Namun langkah kaki itu kembali mendekat, membuatku meringis sebal.

Aku tidak bisa memutar badanku dan melempari orang itu dengan barang apapun disekitarku karena kelumpuhan yang kualami hingga aku hanya semakin menjerit keras menyuruhnya untuk keluar. "Pergi! Tinggalkan aku sendiri! Brengsek!"

Aku meluruskan kakiku dan mengambil jam weker hendak melemparkannya, tidak peduli jika ibu, ayah, Kyungsoo atau Jongin terluka karena sikapku. Tapi pergelangan tanganku terhenti ketika orang itu menangkapnya, membuatku membatu karena kefamilieran wajahnya.

Ia tersenyum sedih dan meletakan jam weker itu kembali ke meja disisi ranjangku. "Maafkan aku. Aku tahu aku memang brengsek," ucapannya membuatku kembali menangis. Si brengsek Xi Luhan sudah kembali. "Maafkan aku karena melukai hatimu, tapi kumohon jangan buat aku menderita karena melihatmu mencoba untuk bunuh diri."

Ternyata Luhanlah yang membuatku kemuntahkan obatku, dia yang menyelamatkanku siang ini. Tangisanku semakin keras ketika kedua tangannya menangkup wajahku dan menghapus air mataku. "Maafkan aku karena menghilang selama ini. Maafkan aku karena tidak berada disisimu ketika kau bangun. Maafkan aku karena menyebabkan seluruh penderitaan padamu. Maafkan aku karena aku tidak berada disisimu ketika kau membutuhkanku. Tapi, bukan niatku untuk meninggalkanmu sendirian. Aku terpaksa harus pergi karena kegagalan tugasku yang melibatkan kesialanmu, Sehun-ah. Maafkan aku."

Itu artinya dia masih mencintaiku? "Kau mencintaiku?" tanyaku lirih mencoba berbicara ditengah tangisanku.

"Apa kau berpikir aku tidak mencintaimu?" tanyanya terlihat sangat terkejut. Aku mengangguk kaku. "Sehun-ah."

"Aku pikir kau tidak mencintaiku karena keadaanku, terlebih lagi aku manusia terentan yang mungkin pernah kau temui. Kupikir, kau hanya menggunakanku untuk pengalih stress karena pekerjaanmu."

"Aku memang brengsek. Tapi, aku tidak sebrengsek itu untukmu, Sehun-ah." Ujarnya terdengar marah, ia menarikku untuk lebih mendekat dan duduk dipangkuannya. "Aku mencintaimu. Aku sangat mencintaimu Sehun-ah. Tidak sedetik pun dalam dua tahun aku melupakanmu. Aku mengkhawatirkan keadaanmu, terutama psikologismu setelah sadar dari koma dan menghadapi keadaanmu sendiri. Aku tahu kau sangat marah karena menjadi lumpuh, aku sangat tahu kau benci memiliki penyakit jantung dan Sepsis. Tapi, marahlah padaku Sehun-ah. Aku yang membuatmu mengalami semuanya."

"Aku memang marah padamu. Tapi,,," aku tak sanggup mengatakannya. Karena yang terjadi juga karena kebodohanku dan perasaanku sendiri. Jika aku mendengarkan peringatan Kyungsoo untuk tidak terlibat dengan Luhan dari awal, mungkin aku sekarang sudah menjadi mahasiswa dan mungkin masih menikmati dunia malam yang dulu selalu kunikmati.

Luhan masih menunggu kelanjutan kalimatku namun aku menggeleng dan memeluknya erat. Akhirnya aku bisa mencium aroma musk menguar dari tubuhnya, merasakan setiap inci tubuhnya menempel padaku. Merasakan kehangatan tubuhnya dan juga belaian lembut di punggungku.

Aku merindukan semua hal tentang Luhan hingga tidak menyangka bahwa imaginasi-ku tentangnya bahkan lebih buruk. Luhan sangat sempurna dimataku, seperti pertama kali aku melihat dewa Yunani pada dirinya.

Aku melesakan wajahku di lehernya mencoba menghirup dan mengingat aroma tubuhnya. Seakan takut kalau ia hanya halusinasi dan kembali menghilang. "Kau nyata 'kan? Bukan halusinasi-ku 'kan?"

Ia tertawa dan menjauhkan wajahku dari lehernya dan mensejajarkan pandangan mata kami. "Kau sudah memelukku dari tadi dan sekarang bertanya tentang kewarasanmu? Bagaimana caranya aku membuktikan padamu kalau aku ini nyata." Tanyanya, seraya tangannya menyusuri setiap inci wajahku lalu mengusap bibirku lembut.

"Kau perlu dicium?" pertanyaannya mengundang rona merah diwajahku. Tanpa menunggu jawabanku, ia segera menyatukan bibir kami dalam kecupan-kecupan singkat dan lembut perlahan berubah menjadi lumatan di bibir bawahku sebelum aku tanpa sadar membuka sedikit bibirku, membiarkannya masuk dan mengabsen seluruh gigi.

Pukulan ringan tangan kiriku menyadarkannya bahwa aku memerlukan oksigen hingga dengan kecewa ia melepaskannya. "Bibirmu sangat manis, Sehun-ah." Ujarnya sembari sekilas mengecup bibirku lagi. Ia menurunkanku dari pangkuannya membuatku berbaring lemas di ranjang.

Aku tersenyum menggoda dan menarik kerah kemejanya hingga ia tersungkur menindih tubuhku. "Aku tidak keberatan dengan beberapa ciuman lain."

Senyuman menggoda iman itu terukir jelas diwajahnya. "Jangan membangunkan singa, Sehunnie." Ujarnya bercanda, mencoba bangkit namun tangan kiriku masih mengalungi lehernya erat.

"Jangan membuatku terlihat seperti murahan, Luhan." Ujarku sedikit tersinggung karena aku terdengar seperti menyodorkan diriku padanya. Memang sebenarnya aku pasrah saja jika ia ingin menyentuhku tapi kalimatnya yang menolakku membuatku merasa murahan.

"Sehun-ah, berhenti bersikap seperti ini." Ujarnya padaku, kini senyumannya menghilang digantikan ekspresi marah yang membuatku takut. Perlahan aku melepaskan rangkulanku di lehernya dan membuang mukaku. "Oh ayolah, Hunnie. Kau marah padaku sekarang?"

Aku tidak marah hanya terluka, aku terlihat dan terdengar seperti pelacur murahan dihadapannya. Kau pikir selama satu setengah tahun ini bagaimana aku memenuhi kebutuhan biologisku dan mendesahkan namamu benar-benar seperti pelacur tanpa kau mengetahuinya. "Tidak, aku tidak marah. Bagaimana mungkin aku marah padamu hanya karena masalah ini? Aku bahkan tidak marah karena kau menghilang selama setahun aku koma dan setahun setelah aku sadar."

Aku berbohong, kini aku benar-benar marah padanya. Aku memang tidak marah karena ia menghilang selama dua tahun tapi aku marah karena merasa aku tak pantas untuk di sentuhnya. Ya, murahan. Dia bahkan bisa mendapatkan wanita atau pria tanpa mengeluarkan uang ataupun usaha, terlebih lagi, mungkin dia sudah menyentuh ratusan orang selama dua tahun. Ok, mood-ku langsung rusak.

"Sehunnie," panggilnya lembut.

"Luhan, aku merasa lelah dengan semua emosi ini." Ucapku ketus, masih memalingkan wajah darinya, aku perlu mendinginkan kepalaku baru menghadapinya lagi. "Pulanglah. Tinggalkan aku sendirian."

"Lalu apa? Membunuh dirimu lagi?" tanyanya sembari menyentak wajahku untuk menatapnya lurus, kini ia telah mengukungku dengan tubuhnya. "Sehun-ah, aku hanya tak ingin melakukan kesalahan yang sama seperti yang pertama kali kulakukan."

"Apa maksudmu? Meniduri bocah dibawah umur?" dia mengangguk kaku. "Ya Tuhan, Luhan! Dua tahun yang lalu aku memang 18 tahun, sekarang aku sudah tidak dibawah UU perlindungan anak."

"Benarkah?" tanyanya seperti orang linglung untuk sesaat. Namun senyuman seperti setan tiba-tiba muncul dan membuatku merinding ngeri. Tiba-tiba saja ia langsung melesakan wajahnya diperpotongan leherku. Menggigit, menjilat, dan menghisap disana. "Baguslah kalau begitu, aku sudah tidak tahan sebenarnya sejak melihat punggungmu."

Keadaanku yang lumpuh ditambah serangan bibirnya membuatku sama sekali tidak bergerak. Aku hanya bisa mendesah ketika tangan lincahnya membuka baju dengan tidak sabar dan langsung memainkan putingku.

Posisinya yang menduduki penisku juga tidak membantu ketika ia dengan sengaja menggesekan miliknya denganku. Aku hanya bisa mendesis keenakan menerima perlakuaannya. Butterfly kissnya turun ke dadaku dan langsung melumat tonjolan kananku sementara tangannya kini sibuk membuka celanaku hingga rasa dingin menyergap daerah sensitive dibawah sana.

"Oh shit, Sehun-ah. Melihat tubuhmu saja sudah membuatku turn on." Ujarnya disaat ia menghentikan kegiatannya untuk membuka bajunya. Ia langsung menyergap milikku dan memasukkannya kedalam mulut. Tangannya tidak diam membelai tubuhku dan mulai memasukkan satu jarinya ke dalam lubangku.

Ia mengecup puncak penisku sebelum naik dan kembali melumat bibirku. Jemarinya dibawah sana tidak tinggal diam dan terus menghujaniku dengan tusukan. "Ada untungnya kau lumpuh, Hunnie." Ujarnya disela ciuman, "Jadi aku tidak terlalu kewalahan menahan rontaanmu."

"Gunakan saja mulutmu untuk bekerja." Makiku karena menyia-yiakan waktu. Ia tertawa renyah sembari mendudukkanku untuk bersandar di lengannya. Sementara ia melebarkan kaki dan mulai mengurut lagi. "Langsung ke intinya saja."

"hmm," gumamnya sembari menggeleng. "Aku sudah dua tahun tidak menyentuhmu, kau butuh foreplay yang lebih lama."

"Brengsek kau Xi Luhan." Jeritku sembari menjambak rambutnya. "jangan buat aku menderita lebih lanjut."

"Diam dan nikmat saja," ujarnya dan langsung membungkamku dengan mulutnya. Menahan makian, desahan dan rintihan nikmat ketika ia menusukku tepat pengenai sweet spot-ku dan mengocok kejantananku dengan cepatku. Ia mempercepat gerakanya hingga aku mencapai orgasme dan menjerit di tengah ciuman kami.

Luhan melepaskan ciumannya dan membaringkanku di ranjang. Mengangkat kedua kakiku di bahunya lalu melumuri penisnya dengan spermaku. Ia hanya tersenyum seksi sebelum memasukkan kepala penisnya kedalamku. Rasa asing, penuh dan perih membuatku membungkam mulutku, kini aku tersadar dengan tempat bercinta kami. Rumahku sedang dalam formasi lengkap, bisa saja Kyungsoo datang dan menghancur momen inti sebelum aku kembali orgasme padahal aku sudah tegang lagi.

Seperti mengerti jalan pikiranku, Luhan menarik tangan yang meredam jeritanku – aku memang biasanya sangat berisik jika sudah seperti ini – dan menggenggamnya sembari memaju mundurkan bokong dengan lambat.

"Biarkan saja mereka mendengarnya, kau sudah dewasa Sehun-ah. Mereka tidak punya lagi hak untuk melarangmu." Sepertinya Luhan sendiri yang sangat menikmati kenyataan bahwa aku lolos dari hukum perlindungan anak. Aku menurutinya dan menggeram jengkel ketika Luhan bermain dengan temponya. "Tersiksa?"

Aku mengangguk semangat. Dia memang jagonya dalam menyiksa orang, ini bukan rasa nikmat tapi penyiksaan. Bagaimana ia membiarkanku merengek padanya dalam keadaan seperti ini. "Luhan-ah, kumohon ini sakit."

"Kau sakit? Yang mana?" tanyanya sok polos. Jika aku tak lumpuh, aku akan menendang kepalanya dan mengambil alih permainan, sayangnya aku bahkan tidak bisa bergerak. "Sehun-ah?"

"Luhan-ah, kumohon selesaikan seks ini dengan cepat. Penisku sakit sekali."

"Oh ayolah, aku baru mulai." Godanya. Aish, aku harus melakukakan sesuatu, ancaman mungkin, dia menundanya terlalu lama.

"Luhan-ah, aku menderita Sepsis. Apa kau lupa soal itu? Dan kini semua darah berkumpul disatu titik. Ini sakit." Ucapanku membuatnya seperti tersambar petir, aku tidak berbohong soal darah yang berkumpul disatu titik tapi rasa sakitnya datang karena ia tak kunjung memuaskanku.

Akhirnya dia mulai bergerak sembari mengurut penisku, tidak cepat dan kecepatannya kembali membuatku frustasi. Sepertinya ia tahu aku berbohong soal ini. Tapi setidaknya ia sendiri mulai terpancing hasratnya sendiri. Permainan kami mulai berjalan normal sebelum akhirnya aku orgasme.

Tubuhku terlalu lemas hanya untuk menyadari Luhan masih bermain, bagian bawahku sudah terasa kebas karena terlalu lelah bermain. Bahkan aku sudah hampir tertidur jika saja Luhan tidak menggerakkan miliknya dengan brutal hingga spermanya meledak di dalamku.

Ia melepaskan miliknya dan terjatuh disampingku, mengajakku kembali ke dalam perang lidah dan menarikku kedalam pelukannya. "Kau seperti tidak pernah melakukan seks selama bertahun-tahun?"

"Dua tahun lebih tepatnya, aku tak menyentuh seorang pun selama kau tidak ada. Aku hanya, yeah, masturbasi." Ucapannya terlihat bersungguh-sungguh, membuat rasa hangat menghampiri dadaku. "Tidurlah. Aku juga perlu tidur untuk menghadapi rapat keluarga dadakan dan mendengarkan omelan nada tinggi kakakmu itu besok pagi" Aku hanya terkikik pelan, "dan"

Ia menyela kalimatnya untuk mengambil sesuatu dari dalam mantelnya yang tersampir di atas kepala ranjang. Aku tidak tahu, apa yang diambilnya hingga ia menarik tangan kiriku dan memasukkan sesuatu ke jari manisku. "Menikahlah denganku."

Sebuah cincin emas melingkar dengan pas di jariku, aku mengangkat tinggi-tinggi dan tersenyum bersamaan dengan sebulir air mata yang menuruni air mataku. "Terimakasih." Ujarku tulus dan memeluknya erat.

"Kau mau menikah denganku?"

"Apa aku perlu menjawabnya lagi?" Luhan tidak menjawabnya melainkan mencium keningku hangat.

"Pernikahannya minggu depan."

"Apa?!"

Epilogue

Kelumpuhan psikosomatik adalah kelumpuhan yang disebabkan trauma. Ketika kau berhasil menanggulangi trauma itu, perlahan kelumpuhanmu menghilang.

Itu yang terjadi padaku. Meskipun dihari pernikahanku aku masih mengenakan kursi roda setidaknya tangan kananku bisa digunakan dengan baik. Luhan menemaniku dengan setia sembari menyalami para tamu undangan.

Aku sendiri tidak menyangka kalau ia benar-benar melaksanakan pernikahan kami dalam seminggu. Anehnya lagi pagi setelah kami bercinta datang – Kyungsoo dan orangtuaku mengomelinya habis-habisan sementara Jongin menemaniku di lantai dua mendengarkan percakapan mereka – semuanya setuju dengan pernikahan yang disiapkan hanya dalam seminggu.

Memang tak banyak yang bisa disiapkan dan juga tamu undangannya hanya orang-orang terdekat namun tetap saja pernikahan dalam seminggu bukanlah hal lazim yang biasa dilakukan.

"Kau lelah, Hunnie?" tanya Luhan ketika aku memijit ringan kepalaku.

"Tidak," jawabku singkat dan langsung tersenyum ketika Baekhyun dan kekasihnya yang juga diundang datang dan memberi selamat padaku.

"Kya!" pekiknya semangat sembari memelukku semangat. "Aku tak menyangka kau akan menikah dalam usia yang sangat muda. Luhan ternyata tidak penyabar."

"Yak! Umurku hampir kepala tiga." Luhan menyerukan pembelaannya. "Kau harusnya merasa kasihan pada Chanyeol karena terus menunda pernikahan."

"Dia lebih tua dariku, sebenarnya." Sahut kekasih Baekhyun yang bernama Chanyeol, membungkam Luhan dan mendapatkan uluran lidah Baekhyun. Ia beralih padaku dan tersenyum manis. "Selamat atas pernikahanmu."

"Terimakasih." Ujarku tulus namun mataku tak beralih dari memandangi wajahnya.

"Sehun-ah, suamimu ada disini. Kenapa kau memandangi pria lain, eoh?" tegur Luhan yang langsung mengalihkan pandanganku, mendengarnya cemburu, menggelitik perutku.

"Mungkinkah.." suara chanyeol terdengar menggantung. "kita pernah bertemu?"

"Itu yang sedari tadi kuingat-ingat, sepertinya aku pernah melihatmu disuatu tempat?" jawabku sekalian menjelaskan keadaan pada Luhan yang pencemburu.

"Apa maksudnya bertemu?" Baekhyun bertanya bingung. "Chanyeol koma selama 20 bulan dan baru sadar 10 bulan yang lalu. Bagaimana caranya kalian bertemu?"

Oh my god! Shit! Koma 20 bulan sadar 10 bulan yang lalu. Aku sadar satu setengah tahun yang lalu dan koma selama setahun. Dia Park Dobi sialan. Aku harus pergi dari sini. "Ah, benarkah? Mungkin salah orang. Aku ingin ke toilet sebentar." Ujarku, langsung menggerakan kursi roda otomatisku menjauhi mereka.

"Tapi sepertinya aku pernah bertemu dengannya?" ujar Chanyeol masih penasaran. Shit, kenapa jalan kursi roda ini lambat sekali.

"Tidak mungkin, Yeolli-ah." Suara Baekhyun menyahut. "Sehun juga baru sadar dari koma selama setahun, satu setengah tahun lalu."

"Oh..." Tuhan, kumohon. Jangan biarkan Park Dobi mengingatnya. "Oh!... Yak! Kau mau kemana, Oh Sehun? Kau berhutang 4 bulan padaku!" teriakannya menghentikan semua aktivitas yang ada dalam pestaku. Aku hanya bisa mendesah panjang dan menengadah menatap Dobi yang balas menatapku dengan murka.

"Bukan salahku kalau kau mudah dibohongi."

"Yak! Kau menipuku!" masalah ini akan sangat lama untuk diselesaikan.

The End

Author note :

Akhirnya cerita ini selesai juga (ini pertama kalinya selesai menulis ff hanya seminggu setelah ff chapter pertama di upload), awalnya aku takut cerita ini belum selesai udah keburu bosen sama lagunya Boa. Kalau nulis songfic, aku memang harus menyelesaikannya sebelum bosan sama lagunya.

Awalnya aku mau buat cerita Kaisoo. Kyungsoo agen dalam penyamaran yang jatuh cinta sama anak pemilik sekolah. Tapi setelah lihat MV-nya BoA terus ada Sehun nya berubahlah haluan ke HanHun. Terus juga, ff Kaisoo-ku yang Black Heart aja belum kelar. Masa mau bikin Kaisoo lagi. Aku juga lebih prefer Luhan yang seme, entah kenapa? Mungkin mengabulkan keinginan Luhan yang pengen jadi lebih manly.

Aku tahu disini Sehun kelihatannya girly banget. Apa mau dikata? Harus ada salah satu karakter yang dikorbankan untuk menjadi lemah sehingga sang hero bisa melindunginya dan juga aku perempuan hingga, yeah, preference-nya jadi girly.

Untuk endingnya, pasti gak pada ngerti, karena itu mungkin ada sequel untuk adegan ChanHun waktu koma. Tapi gak janji, karena itu aku mau jelasinnya disini aja.

Inget pertama kali Sehun koma dan ketemu Chanyeol penghuni kamar sebelah. Aku sengaja melompati adegan itu karena namanya format ff ini drabble, keuntungan sendiri untuk authornya bisa lompat-lompat adegan.

Ok, ini lebih ke genre fantasy sih. Jadi, saat itu Chanyeol sudah koma 16 bulan karena masalah Baekhyun,terus Sehun datang koma. Seharusnya kuota waktu koma Chanyeol sudah habis dan dia harus bangun. Tapi karena kelicikan Sehun – kuota waktu koma Sehun 5 bulan – yang sudah melewati kuotanya selama sebulan, ia menghibahkan kuotanya ke Chanyeol hingga Park Dobi koma selama 20 bulan.

Di bulan ke-19, selang 3 bulan setelah Sehun bangun dari komanya yang pertama, Sehun kembali jatuh koma setelah adegan penembakan Kyuhyun. Mereka bertemu lagi di dunia koma, tapi Sehun memutuskan untuk menjalani kuota koma secara normal.

Bulan ke-20, Chanyeol bangun. Melupakan segala yang berhubungan dengan dunia roh dan manusia termasuk Sehun.

Bulan ke-31, sehun juga bangun, sama, juga lupa.

Setahun berselang, mereka bertemu di pernikahan Sehun. Dan pemicu ingatan saat mereka koma tertarik, Sehun dulu yang menyadarinya baru Chanyeol yang langsung mengejar Sehun meminta pertanggung jawaban kuota 4 bulan yang dihibahkan padanya.

Yah, begitulah asal mulanya.

Untuk Sparkyu yang gak terima Kyuhyunnie mati – fyi, aku juga Sparkyu – aku minta maaf. Rasanya aku hanya ingin menghidupkan karakter evilish Kyuhyun kembali. Udah lama aku gak bikin ff Kyuhyun, malahan fb-ku yang khusus ff Kyuhyun keblokir.

And last, terimakasih yang udah review, follow, bahkan favorite ff ini dan juga akun ku. Aku memang sengaja gak memberi ocehanku disetiap chapter dan langsung memulainya. Thank you so much.

Penekanan aja, disini adalah sudut pandang dari Sehun, sehingga detail misi Luhan, Kyungsoo dan Kris tidak terlalu jelas. Karena memang Sehun tidak tahu apapun. Aku hanya menekankan bagaimana perjuangan perasaan Sehun.