Jika kebohongan ini bisa mengikatmu selamanya. Maka aku akan memusnakan semua kenyataan yang ada.

-kegelapan kepada cahaya-

.

Ketika perang besar berakhir. Ada beberapa permasalahan yang justru di mulai. Kisah cinta misalnya.

.

Kisah cintaku yang mendadak menjadi luar biasa menyedot perhatian. Membuat aku yang terlupakan menjadi sorotan. Errr.. Jujur saja aku tidak terbiasa. Hyuuga Hinata adalah bayangan. Aku selalu percaya akan hal itu. Hingga semua berubah karena hal kecil. Aku bukan lagi ratu yang terlupakan.

.

Sakura mulai membuka mata dan memiliki kerelaan hati untuk keluar dari bayangan pesona sang Uchiha tunggal. Tentu saja semua tak seindah cerita film di mana aku menjadi peran utama dan dia hanya sidekick.

.

Nyatanya akulah sidekick itu. Peran pembantu dalam sebuah cerita epic di mana orang yang tak mengenal putus asa akan mendapatkan hasil yang luar biasa bagus. Dan menjadi hero untuk semuanya.

.

Aku, Hyuuga Hinata masihlah sidekick dalam history. Bahkan jika Neji si kakak sepupu kebanggaan Klan ku sudah meninggal dunia atas nama pegorbanan sebagai seorang ksatria. Hanabi akan menggantikanku sebagai Heiress dalam waktu dekat. Yah tentu saja dengan sikapnya yang lurus dan tidak mudah memberikan hati akan menambah nilai plus saat rapat dewan nanti. Dingin dan bermental baja, serta punya fokus terhadap masa depan Klan. Yang terdengar sama sekali bukan aku.

.

Bagaimana mungkin jika pemeran utama pria akan tertarik pada eye candy semacam aku? Tentulah Sakura dan Naruto telah berbahagia sekarang meninggalkan aku seperti pakaian habis pakai yang sudah lecek dan tidak berguna. Memangnya apa yang bisa kuharapkan dari cinta yang bertepuk sebelah tangan?

.

Memangnya aku harus seberani itu menyanyikan lagu roman picisan dengan lantang di depan acara pernikahan orang yang kukasihi?

.

Dengan lirik seperti 'aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku meski kau tak cinta/ beri sedikit waktu biar cinta mengalir karena terbiasa..'

.

Ya-ya Hyuuga Hinata tidak akan memilih opsi kejam semacam itu. Karena semakin banyak orang yang terluka akibat tindakan tidak masuk akal itu tentu aku juga akan menahan rasa sakit seumur hidup. Cukup dulu aku diasingkan oleh keluargaku sendiri. Tidak perlu semua orang menjauhiku karena kelemahan hatiku.

.

Berbicara kelemahan hati membuat kita jengah kan? Karea dikasihani itu terasa sangat menyebalkan.

Aku benci dikasihani. Lebih baik diabaikan daripada dikasihani. Karena dikasihani itu lebih rendah ketimbang diremehkan.

.

Aku menghela napas. Menatap undangan resepsi pernikahan para pahlawan desa, Naruto dan Sakura.

Menggigit bibir karena gemas dengan keadaanku yang tidak membaik bahkan setelah mengikhlaskannya, aku meraih kimono baru hadiah dari Kiba dan Shino. Warna putih dengan sulaman ungu bunga sakura lima kelopak yang memenuhi ujung lengan, lipatan leher dan juga ornamen bawah. Obi violet yang anggun menjadi pemanisnya.

Tapi aku butuh sesuatu yang berbeda.

.

Sesuatu yang bukan aku.

.

Jadi memutuskan menggunakan sebuah kimono hitam dengan sulaman bunga lyly berwarna perak. Aku mungkin akan kelihatan bukan seperti Hyuuga dengan pakaian yang bertolak belakang dengan kebiasaan Klanku. Anti maindstream.

.

Katanya yang membedakan manusia hanyalah mindset di kepala mereka. Tentu saja, pemikiran itu tidak datang dari kepala mungilku. Itu berasal dari buku hariannya Neji. Entah mengapa mungkin kejeniusan Neji agak menular padaku di saat genting seperti ini.

.

Aku tidak akan memukau semua mata dengan datang memamerkan gaun terbaik dan mengalahkan pesona ratu dalam pelaminannya Naruto. Tidak. Bukan kesan perebut atau apalah yang sekosa kata dengan itu. Aku ingin menampilkan kesan tangguh, elegan, berbeda dan yah... Sedikit egois.

.

Dan aku justru ingin tertawa menilik pemilihan frasa sedikit egois yang kugunakan. Dalam bayanganku semua sikapku sekarang justru mengingatkanku pada seseorang vilain yang menjadi awal sumber bencana bermula. Ya si Uchiha sialan itu.

.

Oh, aku baru saja mengumpat. Ampuni aku Kami-sama...

.

Uchiha itu menolak Sakura. Yang kali ini sungguh telak hingga si surai musim semi itu seolah tersadar dari tidur siangnya dam melihat cinta Naruto yang mendadak bersinar menerangi jiwanya dalam kegelapan.

.

Ya, Naruto akan sangat berbahagia jika mereka bersama. Dan aku bukan vilain perempuan yang datang kepada mereka dan meminta Naruto memilihku. Aku Hyuuga, kami punya aturan khusus dengan tidak mengucapkan kata permohonan yang terdengar mengenaskan.

.

Harga diri. Meski aku sudah membuangnya ketika invasi pain. Sekarang harga dirilah yang membuatku tidak menangis dengan memeluk lututku di lantai.

.

Waktu mengubah segalanya.

Sudah saatnya aku jadi peran utama.

.

.

The missing nights

(Malam yang Hilang)

.

(twooshot)

.

Original story by Poochan

Naruto © Masashi Kishimoto

Warning: Typos, gaje, abal. MAINDSTREAM

SasuHinaGaa

Romance/Drama

Semi canon(?)/ Alternative Universe

Rate M

.

.

DLDR.

-First fragment -

"Malam Penagihan"

.

*Be nice. I'm just newbie..

If you statisfied just push the review..

Or you feel unstatisfied just tell me the review coloum too.. :)

I'll learning..

.

.

.

So.. enjoy (^_^)

.

.

***(i'm newbie)***

.

.

Seluruh desa berbenah, tentu saja hajatan Naruto-Sakura adalah hajatan besar, merupakan even resmi desa atau bahkan seluruh negara Hi. Akan ada banyak delegasi dari desa lain yang diundang. Suna, Ra, Tsuci, Mizu dan juga yang lain pasti akan datang guna merayakan keberhasilan Naruto menggaet Sakura.

.

Haahhh..

Apakah aku baru saja terdengar mengeluh? Tentu saja. Cinta pertama selalu dikenang. Meski bagian itu pahit sekalipun.

.

Dan Hokage ke enam yang merupakan klan terakhir Hatake tampak berbincang santai dengan Mizukage-sama Mei Terumi terlibat affair adalah rahasia umum. Mei Terumi-sama adalah wanita bebas. Begitu juga Hokage kami.

.

Aku menggelengkan kepala. Menyeret kimono hitam ini yang ternyata berat.

.

"Hyuuga?" suara selembut beledu memanggilku.

Aku nyaris tidak menoleh saat tepukan lembut di bahuku. Aku berbalik untuk melihat suara asing yang cukup mengesankan itu, meski aku merasa ia tak memanggilku.

.

Pria itu berdiri menjulang, dengan pakaian kebesarannya yang merah tua, dengan rambut yang tersisir rapi dan mata Jade yang kontras dengan lingkaran di sekitar matanya. Ya.. Juunchiriki Ichibi. Ralat mantan Juunchiriki Ichibi yang kini memandangku seolah olah aku ini gadis yang berbeda dari tiga hari lalu.

.

Apakah aku harus menjelaskan detailnya?

Jadi tiga hari lalu salah satu penginapan milik Hyuuga dipinjamkan kepada petinggi desa pasir itu dan kebetulan ayahku sedang mengurus upacara yang lebih penting. Jadi aku mewakili Hyuuga beramah-tamah untuknya.

.

Aku tahu apa yang ada di benak orang yang terkenal seperti dia. Aku memberinya senyum tulus. Aku membungkukkan badanku sedikit demi menjaga norma yang ditanamkan kepadaku.

"Ka-kazekage-sama.." gumamku

.

Dia menatapku dengan pandangan rumit, aku bisa melihat ia mengernyit dan membuka bibirnya yang biasanya terkatup rapi, "Kau tampak mengesankan." pandangannya terlihat hangat, meski ia memberikan senyum cangung yang terasa kaku. Dan aku menghargai perjuangannya berinteraksi.

.

Nada datar itu justru membuatku merona.

.

Dia mengulurkan tangannya untuk menyambutku. Dan aku bukan gadis dungu yang akan bertanya apa maksudnya, karena di tengah ruangan telah banyak orang berdansa.

.

Aku meraih jemarinya dengan hati-hati, dan ia tersenyum ketika tangan kami bertautan. Kami turun ke lantai dansa dan mengabaikan betapa merepotkannya kimono hitam dengan sulaman benang perak yang diberikan seseorang padaku.

.

"Kau tahu, Hyuuga. Kau tampak sangat mengagumkan dengan rambutmu yang digelung. Kau seperti seorang Daimyou perempuan yang tersesat di negri para ninja."

.

Aku sadar ia tak bermaksud menggombal tapi jantungku mendadak menggila hanya karena dia memujiku. Seorang Kazekage, yang dulunya mengerikan dan juga seorang adik ipar Nara baru saja memujiku. Apakah ini genjutsu?

.

Mataku memincing. Berusaha waspada.

.

"Ada apa?" Kazekage dari Suna yang tampan dan mendadak hangat seperti ini.

.

"A-apa i-ini sebuah ujian?" aku berbisik lirih

Dia tertawa, seorang Kazekage yang terkenal tanpa ekspresi itu tertawa. Aku yakin aku berada dalam genjutsu sekarang. Tawanya terdengar riang dan juga menyenangkan. Bukan seperti seseorang di luar sana.

.

Dia menatapku geli, "Kau berpikir apa?"

.

"A-ano, me-mereka melihatku terus. A-apa dandananku a-aneh?" Aku menggigit bibirku setelah kata memalukan itu keluar begitu saja.

.

Dia tertawa lagi, "Kau cantik, Hinata." ujarnya tulus.

Aku tahu wajahku panas sekarang, seorang Kazekage memujiku. Ya Tuhan...

.

Kami bergerak lembut dan hati-hati. Aku baru sadar jika matanya yang berwarna hijau benar-benar mengagumkan.

.

Dia tersenyum malu, sewarna dengan rambut crimsonnya yang tertimpa cahaya. Dan aku baru sadar jika dia hanya pria muda yang begitu imut. Ah.. Aku baru saja memujinya.

.

"Kau tidak keberatan aku bertanya?"

"Si-silakan Kazekage-sama..."

.

Dia mengangguk sebentar di sela gerakan dansa yang kami ikuti.

.

"Sebulan lalu, aku mengirimkan lamaran kepadamu. Tapi saat itu kami malah terkejut mendengar berita hilangnya dirimu."

.

Sial.

.

Satu orang lagi yang menjadi korban si sialan itu.

.

"Anehnya, kau seperti lenyap dari bumi. Malam itu bahkan seluruh shinobi dikerahkan. Malam ketika kau menghilang, bertepatan dengan gerhana bulan. Byakugan maupun semua mode yang kami gunakan untuk mencarimu tidak membuahkan hasik. Kami mengira kau diculik.."

.

Tanpa sadar akupun menahan napas ketika ia bercerita bagaimana kacaunya keadaan sewaktu aku dan dia menghilang.

.

"Tiga hari setelahnya, tepat saat bulan baru (ditandai dengan langit tanpa bulan) kau muncul dengan pakaian yang sama saat ini. Kau terlelap di sebuah padang rumput yang kau gunakan untuk berlatih. Dan kebetulan saja, aku berada di sana melihatmu tidur.."

.

Aku menggigit bibir bagian dalamku, berusaha untuk tidak mengatakan apapun yang terjadi.

.

"Akulah yang membawamu pulang.."

.

Itu baru kenyataan yang mengejutkan. Aku tak sadar saat mulutku terbuka hendak bertanya namun aku menutup mulutku rapat-rapat lagi. Ada baiknya jika rahasia itu menjadi milikku sendiri. Jadi kami berhenti berdansa, lalu menepi untuk meraih keheningan di tengah riuh pesta pernikahan Naruto.

.

"Hyuuga Hiashi sudah menyerah, dan begitu gembira melihatmu pulang. Dan kami mencapai kesepakatan.."

"Apa?!" aku tidak bisa mengendalikan diriku untuk tidak memekik. Lalu buru-buru membekap mulutku yang tidak tahu sopan santun.

.

Ia justru mengulurkan tangan, membelai pipiku lembut seolah pipiku akan retak dengan satu usapan kuat.

.

"Kau begitu cantik, dan akan menjadi bagian dari Suna." ujarnya dengan tatapan hangat yang penuh pemujaan.

.

Shock!

.

Aku butuh udara segar untuk ku hirup. "A-ano ku-kurasa aku butuh sendiri dulu."

"Akan kuantar. Kita butuh bicara banyak setelah ini."

Aku mengangguk setuju.

***i'm newbie***

...

...

"Sudah cukup bersenang-senangnya Hyuuga?"

.

Suara dinginnya menyapu tengkukku. Membuat bulu kudukku meremang. Dia hanya satu inci di belakangku aku dapat merasakan chakranya melingkupi tubuhku.

.

Aku menutup mulutku rapat-rapat mencoba berkonsentrasi untuk melindungi diriku sendiri. Tentu saja Uchiha begitu mengintimidasi dan mempesona dengan kekuatan yang begitu irrasional.

.

Percayalah, selain genjutsunya dia punya mulut yang bisa membuatmu gila dan menyerahkan segalanya. Permainan katanya akan membuatmu terjerat hidup-hidup dan berharap kau mati saja.

.

"Belum lupa perjanjiannya kan?"

.

Sudah kuduga mulutnya menjerat. Dan kata-katanya seperti kail yang sudah masuk ke mulutku. Dan aku ikan yang malang yang sedikit lagi menggelepar karena dipisahkan dari air.

.

"T-tapi-"

"Kau. Yang. Membuatku. Jadi. Jahat. Sayang." Dia menekan semua suku katanya tanpa memberiku mesempatan membela diri. Dia mengendus di belakang cuping telinga lalu turun ke bawah, ke leher, tengkuk dan bergerak ke samping dan menekan bibirnya di ujung pindakku.

.

"Lepas saja topeng inosen dari wajahmu. Aku tahu betapa binalnya kau diranjang!"

.

Sialan-sialan-sialan. Keparat kau Uchiha!

.

Ya Tuhan-Ya Tuhan.. dia menarik keliman kimonoku ke bawah memamerkan pundakku yang bersih tanpa noda. Kecuali kenyataan bahwa dia pernah menjamahnya.

.

"U-Uchiha-san.." Aku membuka suaraku yang baru saja menghilang. Jantungku menggila. Dia di belakang sana, dan aku merasa napas panasnya menerpa tengkukku terus-menerus.

.

"Kau bahkan tidak gagu ketika kau meneriakkan namaku." dia menjilat daun telingaku. Membuatku merinding disko.

.

"T-tapi U-Uchiha-san-"

.

Dia berhenti mengendus. Tangannya yang bebas memegang pundakku erat, lalu membaliknya dengan gerakan cepat dan kasar. Aku berhadapan muka dengannya.

.

Sial.

.

Kenyataan kami berada dalam kamarku di kediaman utama Hyuuga justru memperburuk perasaanku.

Ini mengerikan. Matanya memincing marah. Sama sekali tidak bagus.

.

"Seharusnya aku tak membuat kesalahan dengan mengabulkan permintaanmu." Uchiha Sasuke menggeram. "Uchiha-san katamu?. Tidak ingat kau sudah sebulan ini menjadi Uchiha juga?"

.

Aku menggigit pipi bagian dalamku. Ingin berteriak dan menjambak rambutnya yang menantang mata.

Sialan. Sialan.

.

Dia menarik keras obi yang kukenakan. Menimbulkan bunyi berdesir yang berisik, serta merta melonggarnya kimono sutra hitam yang diberikannya sebagai baju pernikahanku.

.

"Berani betul kau memperlihatkan tengkuk indahmu kepada Sabaku sialan itu!"

.

Bagus Hinata, kau membuat pejantanmu didera cemburu.

.

Aku menggigit bibirku, berusaha untuk tidak mengumpat, memaki atau membuatnya terpancing amarah dan melepaskan genjutsunya.

.

"A-ano Sa-sasuke-kun.."

"Apa?!" Dia menggeram. Menatapku seolah aku adalah target buruan yang akan segera dilenyapkan.

.

"M-Maaf.." Aku menundukkan kepala. Tanganku meremas tepian kimono dileherku dan di pinggangg, menahan benda sialan itu tidak jatuh dan ia menerkamku dengan buas. Aku tahu bagaimana ia menjadi sangat jahat jika aku berani mengumpankan tubuhku yang telanjang. Percayalah!

.

"Ck..ck.." Dia berdecak. "Perlukah kau ingatkan tentang janjimu Hinata?" Ia menarik hiasan rambut yang membuat sanggulku terlepas dan rambutku jatuh dengan mudahnya, seperti keberanianku yang mendadak rontok jika berkaitan dengan Uchiha yang satu ini.

.

"Itu.. itu-"suaraku mencicit.

.

flash back.

.

.

Kepalaku pusing. Rasanya menyakitkan, dan sesuatu bergolak di perutku, aku terbangun dan rasa panik menyergapku ketika aku menyadari jikalau cat kamarku bukan berwarna lavender. Kamar yang kutempati sekarang bukan kamarku tentu saja, kenyataan itu menghantam kepalaku dan menyebabkan sakitnya semakin menjadi-jadi.

Aku merangkak dari futon dan mendapati pandanganku berkunang-kunang. Bahkan seluruh tubuhku remuk. Aku berjanji tidak akan ikut-ikutan menenggak sake jika efeknya akan menyakitkan begini.

Mataku melihat ruangan lain dan merasa yakin jika ruangan itu merupakan kamar mandi. Ada bau sabun yang menyegarkan di sana. Aku mulai berdiri dan menyadari jika selangkanganku nyeri setengah mati. Aku nyaris mengumpat ketika menyadari jika di atas futon ada bercak merah.

Sialan!

Apa yang telah kulakukan semalam?!

Kepalaku makin berdentam. Dan aku tidak bisa lagi menahan gejolak dalam perutku yang kini telah naik ke tenggorokan bersiap untuk dikeluarkan. Mengabaikan rasa remuk di sekujur tubuhku dan nyeri menyiksa di selangkanganku, aku berdiri terhuyung-huyung ke kamar yang kuasumsikan sebagai kamar mandi-yang ternyata tepat.

"Hueeekkk.."

Aku muntah. Dan Ya Tuhaaannn.. baunya sungguh mengerikan. Aku berjanji. Ini terakhir kalinya aku mabuk. Dan gejolak itu timbul lagi, kali ini lebih dasyat.

"Hu-hueeekkkhhh!"

Sudah keluar, selain rasa lega di perutku, aku menyadari jika mukaku berantakan, Pakaianku juga sama mengenaskannya dengan keadaanku. Dan sejak kapan ruam-ruam merah menjalar di leher, tulang selangka dan di dadaku? Dua buah lagi yang aku pahami sebagai kissmark itu membekas diatas payudaraku yang tidak terlindungi bra. Aku menatap horror ke cermin.

Suara derap langkah masuk, aku tidak bisa membaca kecepatannya dengan kepala yang serasa kejatuhan batu. Kepalaku sakit, dan tubuh bagian bawahku ngilu.

"Apakah kau masih sakit?" Suaranya enak didengar, maskulin dengan aksen serak yang seksi di telinga.

Kamisama.. tolong enyahkan hal mesum itu di kepalaku. Aku memohon ampun dalam hati.

Pria itu memijat tengkukku. "Apakah lebih baik?" Suaranya terdengar khawatir.

Aku menutup mulutku rapat-rapat. Demi Tuhan. Aku bau! Dan dengan keaadan mengerikan yang tidak enak dipandang mata. Rambut berantakan menguat sana-sini.

Sementara pria itu hanya memakai celana dengan tambang ungu. Tubuhnya begitu terpahat sempurna, Tapi aku tak sanggup mendongak dan melihat wajahnya. Aku malu dia menemuiku dengan keadaan kusut masai dan bau busuk seperti sekarang. Jadi aku mengintip siapa dia melalui cermin di depanku.

Sial.

Seharusnya aku tahu kalau itu dia.

Siapa lagi pria dengan celana yang diikat dengan tambang ungu selain rivalnya Naruto dan Romeo-nya Sakura? Siapa lagi ha?

.

Dia menyadari tanganku yang membekap mulut dan mataku yang melebar.

"Hinata, kau baik-baik saja?"

Nada bicaranya tulus, hangat serta khawatir. Justru itu.

JUSTRU KARENA DIA BAIK, aku justru mundur ke belakang dengan cepat. Uchiha dan kebaikan adalah frasa yang bertolak belakang seperti neraka dan surga.

Mengabaikan rasa remuk, ngilu, berdenyut, dan semua perasaan sakit yang kuterima dengan menempel di sudut kamar mandi. Aku bersikap defensif, meskipun itu jelas tidak berguna. Ia akan melenyapkanku segera jika mataku tidak sengaja menemukan sebuah cincin cantik yang melingkari jari manisku.

Dia mendengus menahan tawa.

Hei apa yang perlu ditertawakan ha? Kesialanku yang mungkin saja bercinta dengan pria ini? Atau betapa menyedihkannya tampangku sekarang?

.

"Kemarilah. Kau perlu mandi."

Mataku melebar, dan ia dengan baik menangkal sinyal waspadaku dengan buru-buru menambahkan, "Kutunggu kau di luar."

.

Aku melepaskan tanganku dari mulutku. Dan berusaha mengeluarkan suara.

.

"A-apa ya-yang terjadi?" cicitku. Aku menatapnya dengan kebingungan sekaligus perasaan takut.

Dia tersenyum, bukan-bukan jenis seringaian yang sering kalian bayangkan, dan aku baru menyadari betapa tampannya iblis itu setelah dia berjalan untuk keluar dan aku mendengar pintu shoji yang digeser menutup.

.

Aku mendesah..

Ini hari yang mengerikan untuk diingat.

Aku ingin menangis. Sungguh. Dan rasanya ingin segera mati. Aku tidak sanggup jika bayanganku ternyata benar-benar terjadi.

.

Aku nyaris terlonjak mendengar pintu kembali terbuka dan suara langkah yang mendekat dari pintu kamar mandi,

"Aku sudah menaruh pakaian bersih. Kau bisa bicara setelah kau benar-benar siap." ujarnya.

.

Kemudian aku mendengar ia menjauhi pintu, lalu menutup kembali pintu kamar.

...

..

.

Hampir tengah hari. Dan yang kulakukan hanya duduk dan mengatur cara melarikan diri darinya. Aku tidak siap! Aku hampir menjambak rambutku saat kusadari pintu terbuka.

.

Pria itu datang dengan nampan. Dia hanya diam, mata kami saling memandang dalam keheningan. Dan aku merasa kosong ketika menatap mata kelam itu. Kesedihan dari sorot matanya tergambar jelas. Ada kesan seolah-olah dia juga korban.

.

Berhenti bersimpati padanya, Hinata! Dia iblis jahat!

.

Aku memperingatkan diriku sendiri yang nyatanya tidak berhasil. Dia duduk di hadapanku. Dengan segelas teh panas dan juga semangkuk bubur yang kelihatan lezat.

"Makanlah. Kita bicara setelah kau merasa lebih baik."

.

Merasa tidak ada gunanya melawan aku mulai menyendok bubur yang kurasa dibelinya. Aku makan dalam diam, dan ia juga mengamatiku dalam diam.

Aku selesai dan mulai meneguk teh pahit yang disajikannya. Dan aku merasa pusingku berkurang dan aku merasa lebih baik.

.

Melihatku yang sekarang berangsur baik-baik saja membuatnya menarik nampan dan menaruhnya di depan pintu.

.

Kami butuh bicara. Segera!

Jadi dia menutup pintunya dan duduk kembali di hadapanku.

.

"Kau cantik memakainya." Justru kata pujian itu yang kudengar dari bibirnya yang biasanya terkatup rapat dan mengeluarkan kata-kata yang bisa memancing emosi.

.

Aku merona.

Sial.

.

Mataku justru menelusuri kimono indah yang terbuat dari sutra hitam. Ada sulaman perak berbentuk lily di tiap ujungnya Begitu elegan dan juga misterius. Dan aku mengerang ketika menyadari jika cincin itu begitu cantik dengan batunya berkilauan.

.

Sebuah berlian berbentuk bintang yang tampak sangat indah. Aku ingin berteriak dan mengatakan ini hanya mimpi. Tapi tangan besarnya ikut menggenggam tanganku dan berusaha menyampaikan gestur kalau kami akan baik-baik saja.

.

Aku meneteskan air mata. Dan ia dengan gerakan yang tak terduga justru menedekapku dalam rengkuhan kuat yang terasa melenakan.

.

Aku benci ia tahu aku menangis. Entah mengapa pelukan ini terasa familiar, ada potongan singkat yang berkelebat dalan ingatanku diamana aku tertawa dan ia mendekapku dengan erat seperti sekarang. Aku bahkan mendengar detak jantungnya yang berisik sama seperti milikku.

.

Dia mendesah. "Kau akan baik-baik saja."

"A-apa, a-apa ya-yang terjadi Sa-sasuke?" Suaraku bergetar, dan apa-apaan itu. Sejak kapan aku menggunakan bahasa informal macam itu. Menyebut nama depannya seolah-olah kami dekat.

.

Dia melepaskan pelukan. Menatapku dengan pandangan terluka yang kemudian menjadi amarah, "Kau tidak ingat?!"

.

Aku menelan ludahku susah payah. Jujur saja ia menakutkan. Dengan mata yang berkilat emosi.

Dia mendengus kesal, "Itu cincin kawin. Pikirkan saja sendiri."

.

Aku membuka mulut. Lalu menutupnya lagi. Bingung, kesal, marah. Dan ingin berteriak. Nyatanya aku cuma bisa menangis tanpa suara.

.

"Tsk, kemana perginya kau yang tadi malam?!" Dia berdecak, "Tadi malam kau sendiri yang memintaku untuk menikahimu."

.

Di sela tangis bisuku aku melirik dia sinis. Sudah kubilang jika mulut lelaki ini seperti kail yang menjeratku. Membuatku mati kehabisan napas karena dipisahkan dalam air.

.

"Ck..ck.. Dan Kau malah melupakan apa yang terjadi semalam? Kau bahkan sangat luar biasa dalam melayaniku."

"Diam kau!"

.

Dia memamerkan senyum miring andalannya, "Nah, begitu lebih baik. Lepas saja topeng inosenmu itu. Lagipula Naruto dan sakura sudah melihat kehebatanmu di ranjang bersamaku."

.

SIALAN KAU UCHIHA. KAU MENJEBAKKU!

.

Aku melafalkan semua sumpah serapah yang tak pernah lolos dari mulutku. Aku hanya bisa menangis dalam diam.

.

Tak ada konfrontasi. Dan aku terlalu syok untuk berdebat. Tangannya merengkuhku. Tanpa kata, tanpa suara dan keheningan yang tak pernah kupahami.

.

Dia menyesal karena memanfaatkan diriku yang sedang mabuk. Aku bisa merasakan pesannya meski yang ia ucapkan hanya sebuah kata, "Maaf."

.

Aku hanya mengangguk dalam dadanya. Memangnya apa lagi? Semua sudah terlanjur terjadi. Dan aku Hyuuga Hinata bahkan sudah berusia dua puluh dua tahun. Sudah matang dan dewasa. Termasuk menikah tanpa izin Ayahku?

.

Aku ngeri membayangkan hal itu.

.

"A-ano.."

"Hn?" Dia mencium ujung kepalaku dengan lembut.

" Bi-sakah aku membuat permintaan?"

.

Sebuah permintaan di mana aku akan mengumumkan kami telah menikah dengan tenggat waktu satu bulan dari kebersamaan terakhir kami. Yang berarti siap melepaskan semuanya, bahkan jika Hiashi murka. Dan pandangan masyarakat berbalik mencemoohku. Satu bulan menyelesaikan hal yang telah kukacaukan karena tiga botol sake.

Sialan.

.

flash back end.

.

.

Sasuke memepetku ke dinding. "Ckck.." Lelaki itu berdecak, "Apa perlu aku memperlihatkan kehebatanmu di ranjang dengan genjutsu tanpa batas kepada semua orang?"

.

Aku gemetaran. Menatap matanya yang berkilat emosi dengan menyaratkan permohonan. Sebelah matanya yang telah mewarisi rinnenggan membuatku was-was.

.

"Sasuke-kun. Aku minta maaf. Sungguh. Aku tak bermaksud menggoda siapapun. Kau harus percaya." Aku memang lancar berbicara jika disaat yang diperlukan.

.

Sasuke menggeleng, "Kau perlu usaha yang lebih dari membujuk untuk meyakinkan aku, Hinata."

.

Aku mengerjap, dan sadar apa yang ia maksud saat Sasuke Uchiha genteng tapi sialan itu menarik paksa genggamanku pada kimono itu hingga kimono indah itu luruh tak berdaya di bawah kaki kami.

.

Seringai milik Sasuke mengembang sempurna. Dia sudah meraup bibirku untuk dikecup, dan tangannya yang telah berada memegang payudaramu saat tiba-tiba pintu terbuka. Hyuuga Hiashi dengan byakugan menyala dan wajah dingin yang siap meledak. Suara itu menarik perhatian kami. Membuat Sasuke menggeram kesal dan aku menahan diriku untuk tidak mengadu kepada ayahku.

.

"Pakai pakaianmu, Hinata. Dan kau Uchiha sialan. Ada yang harus kau pertanggung jawabkan!"

.

Sialnya, aku melihat kilatan rasa senang dalam pancaran mata Sasuke.

.

Sebenarnya apa yang ia rencanakan?!

.

***T(tepok) B(bokong) C(Choji)***

.

.

A/N:

Terimakasih telah membaca~

Sebenarnya ini fict yang saya hadiahkan kepada Mell Hinaga Kuran yang beberapa kali menagih janji yang membuat kepala saya pening. Tapi saya justru bersyukur, saya ini pemalas (sungguh) jadi kalau tidak direcoki saya akan lupa. Hehehehe..

Eniwei, ini bagian pertama. Saya namai sebagai malam penagihan, hahaha..

Baiklah..

Bisakah saya meminta review?

Keripik juga ding, hohoho.

Ojigi.

Poo.