UPS SORRY

Chapter 1 Trouble Maker

Maaf, saya sedang kehabisan ide untuk meneruskan Mine, jadi pending dulu ya hehehe harap maklum karena penulis sedang banyak beban pikiran jadi bikin cerita cinta yang ringan-ringan dulu ya hehehe . Selamat membaca chapter 1 happy reading dan sekali lagi maaf untuk pembaca Mine (kabur ke Himalaya).

¶¶¶

Pagi yang cerah, tidak ada yang berubah. Pagi tetap membosankan begitulah kehidupan seorang Kang Seungyoon, pergi ke sekolah, menjadi murid teladan, membantu teman sekelasnya memberikan pelajaran tambahan di akhir jam pelajaran karena permintaan guru tercintanya, karena predikatnya sebagai murid terpintar, karena dirinya tidak pernah bisa berkata tidak. Berjalan dengan tenang melintasi halaman sekolah Seoul School Performing Arts salah satu SMA terkenal di Korea Selatan.

Datang paling awal menikmati udara segar pagi hari dan menikmati ketenangan, adalah salah satu hal yang Seungyoon sukai. AAA! Namun sebuah teriakan keras menghancurkan semua ketenangan yang sedang Seungyoon nikmati.

Dia hanya bisa menghembuskan nafas dengan kasar. Song Minho selalu membuat keribuatan di pagi hari dan menghancurkan ketenangannya yang hanya singkat ini. Kemudian dilihatnya seorang anak laki-laki dengan seragam berantakan berlari keluar dari gedung sekolah dengan tergopoh-gopoh.

Di belakangnya menyusul anak laki-laki, dengan kulit kecoklatan, dan wajah menyeramkan sekaligus menyebalkan. Jujur, Seungyoon selalu merasa gugup setiap kali berpapasan dengan Mino. Dia memang tampan, tapi bukan pesona Mino yang membuat Seungyoon gugup melainkan sikap berandalannya itu. Seungyoon tidak mau menjadi target pelampiasan amarah seorang Song Minho.

Tidak, terima kasih, dirinya hanya ingin bersekolah dengan tenang, menamatkan SMA, melanjutkan kuliah, lulus tepat waktu, bekerja, menikah, mempunyai dua anak, menyaksikan anak-anaknya tumbuh dewasa. Baiklah, cukup, cukup penjabaran tentang kehidupan sederhananya.

Mino hanya melirik sekilas saat keduanya berpapasan. Sebenarnya Seungyoon merasa aneh mengapa dirinya tidak pernah menjadi target operasi seorang Mino. Si anak orang kaya yang tidak tahu adab itu, padahal kakak kelasnya yang dan merangkap sebagai cucu si kepala sekolah Lee Seunghoon pernah menjadi target Mino. Dunia memang sulit untuk dimengerti.

Seperti biasa kelas tampak seperti pemakaman, sepi, tak berpenghuni. Seungyoon bergegas menempati bangkunya yang terletak tepat di samping jendela. Memasang earphone dan mendengarkan lagu kesukaannya. Menikmati ketenangan sekali lagi selagi bisa. Kedua mata Seungyoon membulat sempurna saat kedua matanya menangkap bayangan makhluk Tuhan yang paling sempurna.

"Hyung," gumam Seungyoon tanpa sadar dan sekali lagi otaknya mulai memutar berbagai khayalan-khayalan tidak masuk akal tentang dirinya dan orang yang sangat ia kagumi itu.

"Kang Seungyoon!" sebuah pekikan keras di telinga kanannya membuat Seungyoon hampir terjungkal dari kursi.

"Nam Taehyun!" teriak Seungyoon marah sambil melepas earphone yang terpasang di telinganya dengan kasar.

Taehyun hanya melempar senyum tanpa dosa, meski wajah Seungyoon menampakkan guratan penuh amarah. Taehyun mendaratkan pantatnya pada kursi di hadapan Seungyoon dengan seenak rambut belah tengahnya.

Dengan cekatan Taehyun menjulurkan lehernya keluar jendela selama beberapa detik sebelum perhatiannya kembali kepada Seungyoon. "Kau ini, kalau ditahan terus lama-lama mati muda."

"Apa omonganmu tidak ada yang baik."

"Aku berkata jujur, hanya itu saja."

"Bagaimana aku bisa berteman denganmu?" tanya Seungyoon bermaksud untuk menyindir.

"Itu misteri." Balas Taehyun santai. "Tinggal datang ke kelas Jinwoo dan katakan bahwa kau menyukainya, gampang, sederhana, klise."

PLAAK! Sebuah pukulan mendarat mulus ke atas puncak kepala Taehyun. "Bicara gampang. Buktinya kau sendiri gemetaran saat berhadapan dengan Seunghyun sunbae."

"Aish! Diam kau!" teriak Taehyun kesal sementara Seungyoon hanya tersenyum puas. "Aku punya game baru, mau lihat?"

"Baiklah asal menarik."

"Sangat menarik kau akan ketagihan saat memainkannya." Seungyoon hanya mengangguk pelan sembari menerima operan ponsel pintar Taehyun. "Jangan lama-lama ya, kalau suka download sendiri."

"Jadi kau hanya pamer?!"

"Ya. Aku memang seperti itu. Kita kan sudah lama berteman seharusnya itu tidak aneh lagi bagimu bukan?"

Seungyoon hanya memutar kedua bola matanya, mendengar kalimat Taehyun yang menyebalkan itu. Dan seorang Nam Taehyun tidak pernah main-main dengan ucapannya, Seungyoon baru membuka menu game catat BARU MEMBUKA MENU dan Taehyun langsung merebut ponselnya.

"Download sendiri."

Seungyoon hanya bisa melempar tatapan tajam sambil mengepalkan kedua telapak tangannya dengan kesal, rasanya dia ingin sekali melempar teman titisan setannya itu dari jendela lantai dua kelasnya.

Dan rutinitas kelas segera dimulai saat semua penghuni kelas hadir, dan bel tanda dimulainya pelajaran berbunyi nyaring. Pelajaran, materi, mencatat, menjawab soal, membosankan. Meski Seungyoon terkenal dengan otaknya yang jenius tetap saja hal ini membosankan. Lebih membosankan saat semua orang bergantung pada dirimu.

"Seungyoon," bisik Taehyun tanpa basa basi Seungyoon segera mengoperkan buku catatanya kepada Taehyun untuk dia salin.

Bel istirahat menjadi penyelamat hidup Seungyoon. Setidaknya saat istirahat dirinya bisa sedikit menghirup udara segar tanpa tatapan meminta tolong yang ditujukan kepadanya. Seungyoon berjalan keluar kelas seorang diri tanpa Taehyun yang sedang sibuk menyalin tugas untuk pelajaran ketiga hari ini bersama teman-teman sekelas lainnya.

Terkadang Seungyoon heran, menjadi bagian dari SMA ini pasti melewati proses seleksi yang tidak main-main. Namun, teman-temannya seolah meremehkan kesempatan yang tidak dimiliki oleh semua orang ini. Mungkin, karena mereka terlahir dari keluarga berada sangat berbeda dengan dirinya yang bisa masuk karena beasiswa penuh dan kecerdasan otaknya.

Kantin penuh sesak dengan serigala-serigala kelaparan. Ah bukan, itu terlalu berlebihan, mereka bukan serigala hanya anak manusia biasa yang lapar. Namun perut yang kelaparan membuat beberapa anak manusia itu tampak seperti seekor serigala yang tidak segan mendorong mundur beberapa adik kelas lemah untuk memperpendek antrean.

Seungyoon hanya membeli makanan ringan sekedar pengganjal perut. Itu lebih praktis selain itu harga makanan ringan lebih miring dan bersahabat untuk kantongnya. Selanjutnya dia memilih meja yang berada di pojokan, jauh dari pandangan dan perhatian murid-murid lain.

"Kau sendirian?" sebuah pertanyaan dengan warna suara lembut itu berhasil mengalihkan dunia Seungyoon.

"Hyu—Hyung." Gumam Seungyoon merutuki sikap bodohnya yang berbicara dengan tergagap seperti itu. Seorang Kim Jinwoo hanya melempar senyuman teramahnya menanggapi kegugupan Seungyoon. Dan hal itu membuat Seungyoon semakin mabuk kepayang.

"Boleh aku duduk di sini?"

"Oh! Tentu! Kapanpun Hyung mau! Ah ma—maaf." Seungyoon langsung menundukkan wajahnya yang sekarang pasti terlihat seperti kepiting rebus.

Dan sekali lagi tawa renyah Jinwoo membuat Seungyoon seolah terbang ke langit ketujuh. Terdengar aneh pasti, namun bagi seseorang yang sedang dilanda cinta, logika bukanlah permasalahan yang penting.

"Apa itu cukup untuk mengganjal perutmu?"

"Cukup Hyung aku sudah terbiasa."

"Benarkah?"

"Ya Hyung." Seungyoon tersenyum selebar mungkin berharap Jinwoo akan terpesona meski kenyataannya pasti wajahnya sekarang tampak seperti badut.

"Seharusnya kau makan lebih banyak, aku tahu setelah kelas berakhir kau mendapat tugas tambahan membantu teman-temanmu mengejar pelajaran yang tertinggal."

"Ah itu bukan masalah besar Hyung. Aku menikmatinya, senang bisa membantu."

"Kau benar-benar anak yang baik hati."

Ah, tidak ada ruginya sedikit berbohong jika mendapat pujian dari seorang Kim Jinwoo seperti ini setiap hari. Pikir Seungyoon benar-benar diluar logika.

"Pergi dari meja ini! Aku ingin duduk di sini!" sebuah teriakkan sekali lagi menghancurkan detik-detik kebahagiaan Seungyoon. Si anak hitam menyebalkan itu rupanya telah hadir di kantin dan membuat keributan.

"Apa kau teman sekelasnya?"

"Oh." Perhatian Seungyoon kembali tertuju kepada Jinwoo. "Bukan, Hyung kenal?"

"Tentu saja aku kenal dengan Song Minho."

APA?! Jangan katakan kalian memiliki hubungan khusus, oh tidak, Seungyoon bahkan lebih rela jika Jinwoo menjalin cinta terlarang dengan guru olahraga tua Bangka di sekolah ini, daripada melihat seorang Kim Jinwoo bersama dengan Song Minho. Seorang malaikat tidak pantas memiliki cerita cinta dengan—setan—tidak! Mino lebih buruk dari setan. Dia lebih mirip sampah masyarakat. Tidak berguna.

"Bagaimana Hyung bisa mengenalnya?"

"Hubungan bisnis, orang tua kami yang salin mengenal sebenarnya."

"Oh." Balas Seungyoon tidak bisa menutupi rasa kelegaannya.

"Seungyoon sebenarnya aku ingin meminta tolong padamu."

"Apa Hyung?" untuk seorang Jinwoo berenang melintasi sungai Han pun Seungyoon akan rela melakukannya. Cinta gila.

"Sebenarnya bukan aku yang meminta tolong tapi Tuan Kwon."

"Tuan Kwon, maksud Hyung wali kelas A itu?"

"Ya, wali kelas A. Dia ingin kamu membujuk Mino untuk datang saat kelas tambahan."

"Kenapa aku Hyung? Maksudku banyak murid yang pintar dan membantu wali kelas melaksankan kelas tambahan bukan? Termasuk Hyung juga."

"Ya. Aku tahu Seungyoon tapi tidak ada yang pernah berhasil bahkan tadi pagi Ryota si anak keturunan Jepang dan berprestasi itu mendapat bogem mentah dari Mino."

Apa?! Mino benar-benar mengerikan, dan sekarang aku jadi umpannya. Keluh Seungyoon di dalam hati. "Sial sekali," gumam Seungyoon pelan.

"Apa Kang Seungyoon? Kau mengatakan sesuatu?"

"Ah tidak Hyung! Tidak ada apa-apa."

"Jadi kau bersedia membantu?"

"Baiklah." Balas Seungyoon setengah hati.

"Terima kasih banyak kau sungguh anak baik Kang Seungyoon." Dengan senyum lebar ditambah genggaman tangan lembutnya, baiklah, Seungyoon bersedia menghadapi semua resiko yang akan ia terima saat membujuk si berandal Song Minho.

Jinwoo menyodorkan kertas kecil dengan dua tulisan nomor ponsel kepada Seungyoon, cara yang sedikit ketinggalan jaman di era modern ini. Namun, entah mengapa cara kuno itu Nampak indah pada pandangan Seungyoon. Sekali lagi cinta memang gila, dan Seungyoon sudah tergila-gila kepada Kim Jinwoo.

"Yang pertama adalah nomorku, kabari aku mengenai perkembangan Mino dan yang kedua adalah nomor Mino. Jangan cemas Seungyoon kau akan aku lindungi Mino tidak akan berbuat macam-macam padamu. Paling parah kau hanya diabaikan saja."

Seungyoon hanya melempar senyum simpul berharap semua yang dikatakan oleh Kim Jinwoo benar. Dia tidak ingin merasakan bogem mentah seorang Song Minho. Berkelahi bukanlah keahliannya.

"Oh ya satu lagi Seungyoon hari ini kau tidak perlu membantu kelas tambahan dan jika kau berhasil membujuk Seungyoon, kepala sekolah menjanjikan kebebasan kelas tambahan untukmu."

"Hyung!" pekik Seungyoon tidak percaya, bebas dari kelas tambahan ibarat mendapatkan emas sekarung Cuma-Cuma.

"Sepertinya kabar kau harus bekerja sambilan sepulang sekolah sampai ke telinga kepala sekolah, jadi tugasmu mengisi kelas tambahan dan membantu teman-temanmu hanya sekali seminggu." Kedua mata rusa Jinwoo menatap tajam kepada Seungyoon.

"Tentu!" balas Seungyoon tanpa ragu, sekali seminggu itu artinya dia memiliki lebih banyak waktu untuk bekerja dan tidur.

"Terima kasih." Balas Jinwoo bersamaan dengan bunyi bel berakhirnya jam istirahat.

Keduanyapun beranjak dari meja mereka dan berjalan bersama siswa lain untuk meninggalkan kantin. Semua siswa kecuali anak berkulit cokelat itu, siapa lagi jika bukan Song Minho.

"Jangan melihatku!" bentak Mino entah kepada siapa dan membuat Seungyoon bertanya di dalam hati mungkinkah tidak ada emosi lain kecuali amarah dalam diri seorang Song Minho. Anak aneh. Song Minho memang anak yang aneh.

"Alien," gumam Seungyoon tanpa sadar dan sial, suara pelannya itu tertangkap oleh indera pendengaran Mino.

"Tunggu!" bentak Mino kasar sembari berdiri dari kursinya.

"Apa?" balas Seungyoon berusaha untuk tetap tenang.

"Kau." Ucap Mino sambil menyungging senyum sinisnya. "Apa kau mengatakan sesuatu?"

Seungyoon sempat berpikir untuk berkata tidak, namun hal itu pasti akan menimbulkan kecurigaan Mino, membuatnya semakin marah, dan memiliki alasan untuk melakukan tindakan penindasan.

"Alien, kenapa?" Semua siswa bergegas meninggalkan kantin dengan tergesa bahkan seorang Kim Jinwoo juga tidak ingin mengambil resiko untuk tetap tinggal dna menjadi sasaran amukan Mino atau sekedar menjadi saksi mata penindasan tanpa bisa melakukan sesuatu.

"Alien? Apa bagimu aku terlihat seperti alien?" desis Mino dengan penekanan pada setiap kata yang menunjukkan amarahnya.

"Tidak, aku sedang berpikir untuk maju ke level tiga di game Alien Shooter."

"Oh hanya memikirkan tentang sebuah game. Baiklah kali ini aku percaya lain kali jangan memancing amarahku." Seungyoon hanya mengerutkan dahi mendengar kalimat Mino. "Apa kau tahu kenapa selama ini aku membiarkanmu begitu saja?"

Sekali lagi Seungyoon hanya mengerutkan dahinya, tidak ingin menanggapi semua tingkah Mino yang tidak berguna. "Karena Kakekku mengatakan bahwa Korea membutuhkan orang dengan otak cemerlang sepertimu, jadi jangan besar kepala dan menjauhlah dariku."

"Maaf." Balas Seungyoon singkat, membungkukkan badan dan berjalan pergi.

"Dasar orang kaya gila! Kampungan! Preman pasar! Daripada memberiku periangatan seperti itu, lebih baik kau saja yang menyingkir dari peradaban. Dasar! Sampah masyarakat!" begitulah kira-kira isi hati seorang Kang Seungyoon untuk Song Minho, yang sayangnya tidak mungkin ia ungkapkan, sayang nyawa.

Dan kejadian di kantin itu benar-benar menghancurkan seluruh sisa hari seorang Kang Seungyoon.

¶¶¶

"Kau tahu jika marah-marah bisa membuat manusia mengalami penuaan dini. Selain itu kau sedang bekerja di tokoku pasang wajah ramah Kang Seungyoon."

"Diam!" bentak Seungyoon kasar kepada Taehyun yang terus mengusiknya sejak dua jam terakhir. "Kenapa kau tiba-tiba datang ke toko? Bukannya kau benci menjag toko makanya ibumu mencari pekerja."

"Aku bosan."

"Selalu seenaknya." Seungyoon melirik tajam ke arah Taehyun yang sama sekali tidak ia pedulikan.

Keduanya duduk di belakang meja kasir, bosan, karena tidak banyak orang yang berbelanja kebutuhan pokok hari ini.

"Seungyoon kau terlihat konyol terus memandangi kertas dengan tulisan nomor telfon itu. Jika cinta katakan, jangan sampai Jinwoo diambil orang."

"Kau pikir itu mudah? Kau sendiri selalu gagal menyatakan cinta."

"Kau ini! Aku mencoba memberi solusi."

Seungyoon melempar tatapan tidak percaya, seorang Nam Taehyun yang bahkan selalu membeku jika berhadapan dengan orang yang dia taksir tiba-tiba memberi nasehat cinta. Ibarat ikan mengajari memanjat pohon, konyol dan tidak mungkin.

"Jika kau takut, katakan saja lewat pesan."

"Pesan…," belum sempat Seungyoon melanjutkan kalimatnya, Taehyun langsung menyambar ponsel yang sedang ia pegang.

"Tenang saja setelah ini kau akan berterimakasih padaku."

Seungyoon hanya menghembuskan nafas jengah kemudian dengan pasrah ia biarkan Taehyun melakukan apapun yang ia inginkan. Menyatakan cinta bukan sesuatu yang buruk, setidaknya jantungnya tidak perlu bekerja memompa darah dua kali lebih cepat karena mengetik kata CINTA. Semua sudah diwakilkan oleh Taehyun.

"Selesai. Sekarang aku punya rencana lain Kang Seungyoon." Ucap Taehyun sambil nyengir lebar, melambaikan tangannya dengan tidak elegan dan pergi begitu saja.

Seungyoon terus memandangi ponselnya yang Taehyun letakkan di atas meja kasir, di dekat mesin kasir. Konyol sekali Seungyoon bahkan melakukan kegiatan tidak prduktif itu selama hampir satu menit. Jantungnya berdetak dengan cepat dank eras, menunggu, dan berharap layar ponselnya akan menyala karena pesan balasan dari Jinwoo.

"Kira-kira apa yang si belah tengah itu kirimkan ya? Mungkin dia berbohong dan menggunakan ponselku untuk mengirim pesan kepada temannya. Ya, aku yakin dia bohong." Ucap Seungyoon berusaha menenangkan dirinya, setelah kepercayaan bahwa Taehyun berbohong terkumpul cukup banyak ia ambil ponsel yang tergelatk di atas meja kasir tersebut.

Hyung aku mencintaimu (Kang Seungyoon). Seungyoon hanya memutar kedua bola matanya, tidak tahu harus melakukan apa, Taehyun benar-benar mengirimkan pesan konyol itu ke nomor….. "Tunggu!" pekik Seungyoon tertahan, cepat-cepat ia ambil kertas pemberian Jinwoo tadi siang.

Sekali, dua kali, tiga kali. Tidak salah lagi. "Nomor Mino! Taehyun apa yang kau lakukan?!" teriak Seungyoon mirip orang tidak waras.

Seungyoon tidak peduli lagi, memang ini kesalahannya tidak menyimpan dua nomor tersebut karena terlalu senang mendapatkan nomor Jinwoo. Dan sekarang, pesan cinta konyol itu sudah terkirim kepada Song Minho. Dengan lemas Seungyoon merebahkan kepalanya ke atas meja kasir. Seratus persen ia yakin, besok hidupnya akan berakhir di tangan Song Minho.

TBC…..