Naruto © Masashi Kishimoto

And a story by AsaManis TomatCeri

Modified Canon

.

"Uchiha Sarada, aku ingatkan kau untuk bersikap sopan pada papamu!"

"Mama tidak mengerti! Dia selalu meninggalkan kita—"

"Berhenti bicara seperti anak bodoh!"

"Ya. Bodoh. Karena mama juga orang bodoh yang bisa bertahan dengan papa… yang juga bodoh!"

.

The Last: Our Life, Our Love, Our Uchiha

.

Modern. Satu kata itulah yang bisa mewakili semua pemandangan di desa Konoha sekarang ini. Selain lebih tenang, damai, dunia yang baru telah terbuka. Dibanding tahun-tahun sebelumnya, kini desa telah berkembang pesat. Dalam hal elektronik misalnya. Kamera digital, handphone, bahkan komputer atau laptop, telah terjual bebas di sini. Meski masih belum dengan teknologi yang canggih, tapi yang pasti akan terus berkembang.

Ya, karena dunia baru yang terlepas dari peperangan beberapa tahun lalu benar-benar membuat umat manusia dari berbagai Negara mulai lebih sibuk, lebih tepatnya warga desa biasa. Lain dengan halnya para ninja. Mereka masih sibuk dengan misi-misi ringan maupun berat, latihan, dan sebagainya. Walau bagaimanapun, era baru juga turut mengubah tata kehidupan semuanya.

Lebih dekat melihat ke ruang Hokage. Disanalah, pahlawan dari desa, atau bahkan juga pahlawan perang ninja beberapa tahun lalu. Dialah, Uzumaki Naruto, pria penuh semangat, tangguh, dan tampan. Setidaknya itulah pujian yang sering terlontar dari berbagai kalangan. Di usianya yang masih muda, ia bahkan telah menjabat menjadi Hokage ke-tujuh. Dan disana ia tidak sendiri, ada seorang lagi anak laki-laki yang wajahnya tidak jauh beda dengannya. Hanya bentuk rambutnya yang lebih tebal, dan juga tanda lahir berbentuk goresan di kedua pipinya hanya dua, tidak seperti Naruto yang memiliki tiga goresan.

"Ayah," panggilnya. Ya, dialah anak pertama Naruto, Uzumaki Boruto. Sang ayah yang sedang berdiri melihat pemandangan desa dari kaca jendela hanya melirik sebentar.

Terlihat dari wajahnya, anak itu cemberut kesal, "Kali ini aku benar-benar ingin belajar jurus rasengan, yah. Aku akan mengalahkan Sarada."

"Sudah ayah katakan, ayah tidak akan mengajarimu jurus itu jika kau lakukan untuk melawan anak perempuan. Apalagi bukan di arena pertarungan." Naruto mulai berbalik badan dan menatap marah anaknya yang menunduk, masih dengan wajah kesal.

"Tapi… Sarada bukan anak perempuan biasa. Dia itu Uchiha."

"Lalu?"

Mendengar ayahnya yang terlihat menanggapi omongannya setengah hati, Boruto mengepalkan tangannya. Dan dalam hitungan detik, wajahnya menatap sang ayah, "Percuma saja aku punya ayah seorang Hokage!"

Dan kemudian anak itu lari dengan meledak-ledak, meninggalkan Naruto yang menghela napas, merasa pusing memikirkan kelakuan anaknya yang satu itu. Dibanding dengan adik perempuannya yang manis dan lebih pendiam sedikit, Boruto lebih keras kepala menuntut banyak peran ayah dari Naruto, yang saat ini memang sibuk dengan jabatannya.

Sementara di posisi Boruto, dia terus lari sampai di perempatan jalan, tiba-tiba…

Duakh!

"AKH!"

"AW!" Boruto terjatuh duduk akibat menabrak seseorang. Suara itu, tidak asing lagi di telinganya. Saat ia buka matanya, ia bisa lihat, sosok anak perempuan yang juga terjatuh duduk bersebrangan dengannya. Sosok yang sangat ia kenal, teman satu tim sekaligus rivalnya, Uchiha Sarada.

Sarada berdiri sambil membenarkan kacamatanya yang miring akibat ditabrak Boruto, "Kau iniii..., saking bodohnya bahkan berlari masih menabrak!" omelnya.

Boruto berdiri dan membersihkan kotoran di celananya, "Hei, kau juga. Bahkan walau sudah punya empat mata tapi masih tidak lihat orang berlari."

"Apa katamu?!" Kemudian keduanya saling melempar deathglare, sampai sebuah suara terdengar.

"Kakak…"

Keduanya menengok, melihat suara itu ternyata berasal dari sosok perempuan cilik bermata bulat dengan mimik wajah menggemaskan. Boruto sedikit terkejut, "Himawari, kenapa ada disini?"

"Himawari ingin bermain dengan kakak, makanya Himawari mencari kakak." Himawari, adik kecil dari Boruto itu menunduk sambil memainkan kedua jari telunjuknya. Boruto menghela napas sambil memegang kepalanya, "Ibu pasti mencarimu. Ayo, pulang." katanya kemudian menggandeng sang adik. Sebelum pergi, Boruto melirik Sarada, "Hei, perempuan jadi-jadian, lain kali kita selesaikan ini."

Dan kemudian dia benar-benar pergi, meninggalkan Sarada yang sudah berapi-api sambil bergumam, "Aku 'perempuan jadi-jadian' katanya?"

oOo

"Apa kau benar-benar harus pergi lagi? Kurasa sudah cukup—"

"Aku pulang." Sebuah suara berbarengan dengan bergesernya pintu membuat pembicaraan kedua orangtua disana terhenti. Uchiha Sarada, masuk dengan wajah yang sulit dijelaskan. Entah marah atau kecewa, yang jelas dia baru saja mendengar apa yang baru diucapkan sang ibunda, Uchiha Sakura, yang saat ini hanya diam melihat anak semata wayangnya itu berjalan masuk dan sepertinya hendak ke kamarnya.

"Ah, kau sudah pulang, Sara—"

"Papa mau pergi lagi?" tanya Sarada to the point pada orang yang saat ini sedang ia tatap, Uchiha Sasuke. Sementara yang ditanya tidak merespon. Merasa tak ada jawaban, Sarada mengigit pelan bibir bawahnya, kemudian kembali berjalan.

Sakura melihat bergantian suami dan anaknya, "Sarada." paggil Sakura.

Brak! Pintu kamar tertutup, membuat wanita bermata hijau permata itu memejamkan matanya, berpikir sejenak. Mungkin memang Sarada tidak salah jika kesal, bagaimanapun Sasuke sudah meninggalkan Sarada sejak kecil dan baru pulang minggu lalu, belum sempat Sasuke mendekatkan diri pada anaknya sendiri, justru kini ia malah ingin pergi lagi. Hey, bayangkan. Apa tidak aneh anak dan ayah tidak pernah bertemu bertahun-tahun?

"Maafkan aku." ucap Sasuke memijat pelipisnya. Menjadi ayah bukanlah perkara mudah. Itulah yang ia pikirkan saat ini. Setidaknya ia bisa melihat istrinya tersenyum, meyakinkan dirinya untuk lanjut pergi. Benar, pergi meninggalkan rumah. Untuk misi yang sebenarnya tidak diberikan Naruto untuk Sasuke, tapi ia selalu memaksa. Ia selalu bilang menjalani semua ini untuk menebus dosanya pada desa selama ini.

Tapi di balik itu semua… Sasuke belum menyadari sesuatu. Sesuatu tentang keluarga kecil yang ia bangun. Meski sikapnya menjadi lembut terhadap semua orang, tapi sikap ketidak-pekaannya masih ada, dan ia tak menyadari itu. Sarada, ia tak suka saat Sasuke pergi. Sama halnya dengan Boruto, Sarada menuntut peran ayah juga dari Sasuke.

Dan… Sakura. Bahkan dengan banyak rasa sakit yang telah ia beri, sampai sekarang ternyata masih ada juga rasa sakit yang mengganjal. Dan Sasuke tidak pernah tahu rasa sakit itu…

Kembali, kembali ke beberapa tahun sebelumnya. Dimana Sakura mengira berakhirnya perang berarti berakhir pula penderitaannya…

oOo

Konoha benar-benar rusak parah, lebih rusak dari perbuatan Pain. Inilah hasil dari perang. Ini adalah yang terakhir, karena semua orang yakin, dunia akan lebih damai mulai sekarang.

Haruno Sakura, dengan membawa bento yang dibungkus rapi, ia berjalan pelan sambil melihat sekeliling, banyak sekali kerusakan, bangunan baru, ada yang baru sebagian selesai, dan banyak juga yang baru mulai membangun. Langkah terus membawanya ke dalam rumah sakit Konoha, yang pastinya dengan bangunan baru. Dan harus digaris-bawahi bahwa sekarang adalah tengah malam.

Benar, tengah malam begini ia berpikir untuk mengantarkan bento untuk seseorang yang dipikirnya masih bangun di jam dua belas tengah malam. Dengan senyum di wajahnya, gadis pink itu menghentikan langkahnya di salah satu ruang rawat inap khusus. Dengan perlahan ia buka kenop pintu.

"Selamat malam, Sasuke-kun." sapanya.

Dan benar saja, orang yang disapanya itu memang belum tidur. Terlihat oleh Sakura, Sasuke yang setengah berbaring di ranjang rawatnya itu menengok. Jendela terbuka, dan bisa dipastikan tadi Sasuke sedang memandang bulan.

Badannya memang sudah lebih pulih karena berhubung sudah sebulan lebih ia mendapat perawatan, sama halnya dengan Naruto yang pasti sudah tertidur di kamar sebelah. Ini adalah yang terakhir kali Sakura melihat kedua sahabatnya itu terluka parah karena saling menyerang, dan ini yang paling parah. Pertaruangan antara Naruto dan Sasuke… untuk yang terakhir setelah perang.

Sasuke yang terlihat sedikit pucat dengan perban di tangan kirinya, menengok ke arah Sakura sambil mengernyit, "Kenapa kau kesini tengah malam begini?"

Terlihat khawatir? Pasti. Entah apa yang merasukinya, yang pasti sejak perang Sasuke banyak merenungi dirinya sendiri, dan sejak dirawat di rumah sakit, Sasuke perlahan menjadi pribadi yang berbeda. Meski masih terlihat angkuh dan datar, tapi kini sedikitnya ia lebih terbuka pada perasaannya. Contohnya sekarang ini, kekhawatirannya pada Sakura.

Sakura yang menyadari kekhawatiran Sasuke itu hanya tersenyum. Sedari dulu Sakura memang peka terhadap Sasuke, tapi dibanding dulu—yang mungkin Sasuke hanya menyimpan kekhawatirannya dalam hati—sementara sekarang ia akan mengungkapkannya seperti sekarang ini.

"Kudengar kau seharian ini tidak makan. Aku khawatir, makanya aku membawakanmu bento. Aku pikir Sasuke-kun mungkin merasa makanan rumah sakit tidak enak, hihihi." kata Sakura sambil melangkah mendekat, kemudian meletakkan bentonya di meja, dan duduk di kursi dekat sana.

"Kau pikir masakanmu akan bisa kumakan?" ledek Sasuke. Sakura mengerucutkan bibirnya, "Ini masakan ibuku, sangat enak. Kau pasti akan menghabiskannya." kata Sakura yang hanya dibalas senyum tipis Sasuke yang mungkin tidak akan disadari Sakura.

Sakura membuka bentonya dan menyodorkannya pada Sasuke. Terlihat oleh Sasuke, isi bento itu ada onigiri, sosis gurita, daging panggang, dan sayur-sayuran tumis. Ditata dengan rapi dan sempurna. Tetapi ternyata Sasuke tidak merespon, sehingga Sakura mulai mengambil sumpit, "Kau mau aku suapi?"

Lelaki Uchiha itu hanya diam, bagi Sakura itu artinya 'iya'. Sasuke duduk menyandar, dan Sakura mulai menyuapi Sasuke sedikit-sedikit. Sebenarnya tidak boleh memberi makan pasien sembarangan, tapi Sakura pikir ini lebih baik daripada orang yang ia cintai itu tidak makan sampai badannya sembuh total.

Lima menit berlalu. Bento Sakura kini telah kosong, ia berhasil membuat perut Sasuke terisi. Maka ia tak berhenti mengembangkan senyum sambil membungkus kembali bentonya. Merasa suasana mulai hening, Sasuke teringat akan sesuatu…

"Jadi kali ini tidak ada apel?"

"Eh?" Sakura yang selesai membungkus bentonya menengok. Ah, ya. Sakura baru ingat. Dulu sekali, saat Sasuke dirawat di rumah sakit dan Sakura membawakan apel untuk Sasuke…

Sakura rasanya tak ingin mengingat kejadian yang menurutnya itu sangat buruk. Bagaimana saat Sasuke melempar potongan-potongan apel di piring yang Sakura beri dengan penuh kasih sayang. Oh, baiklah, dulu Sasuke terpengaruh oleh dendamnya. Sakura meletakkan kembali bentonya di meja, sambil menunduk, ia berdiri dan berpindah posisi duduknya menjadi di ranjang sebelah Sasuke.

Kini mereka saling berhadapan sambil bertatapan. Bisa Sasuke lihat, wajah Sakura terlihat sedikit layu mengingat masa lalunya. "Kalau… aku membawakanmu apel lagi, kali ini—"

"Aku pasti akan memakannya." jawab Sasuke yang sudah bisa menebak pertanyaan Sakura.

Tatapan Sasuke semakin tajam, bersinar oleh pantulan bulan dari jendela. Sebelah matanya rinengan… Sakura tahu itu. Tapi apapun itu, selama orang yang ada di depannya adalah Sasuke, hati Sakura tak akan berubah. Tak akan.

Perlahan tapi pasti, tangan Sasuke mengusap lembut pipi Sakura yang juga bersentuhan dengan daun telinga dan helaian-helaian rambut merah jambunya. Ini adalah pertama kali Sasuke membelai seorang gadis dengan penuh kasih sayang. Benar-benar yang pertama. Karena entah kenapa, ada rasa sakit di hati Sasuke. Gadis di depannya, sudah lama sekali, entah berapa banyak gadis ini menderita karenaya. Entah berapa kali Sasuke merobek hatinya. Entah berapa liter air mata yang telah menetes karenanya.

Siapa yang menyangka, kunoichi kuat yang mewarisi kekuatan Hokage ke-lima ini akan menjadi sangat rapuh di depan seorang Uchiha Sasuke, dirinya yang menurutnya sangatlah menjijikan. Menyakiti dan meninggalkan seorang anak perempuan untuk dendam yang akhirnya sia-sia.

Mencoba mencari kebahagiaan di luar sana dengan cara busuk, padahal sebenarnya ada berlimpah kasih sayang disini. Tak ingin lagi, Sasuke mencampakkan orang lain, setelah kakakknya. Tak ingin lagi Sasuke kehilangan orang yang dikasihinya setelah keluarga dan klannya.

Mungkin tak salah Sakura pernah mengatakan kalau Sasuke bodoh, telah menyebabkan banyak masalah. Ya, saat pertarungan terakhir dengan Naruto, saat ia meminta maaf untuk pertama kalinya pada Sakura, mencoba membuang gengsinya. Saat itulah, yang pertama kali ada seorang gadis yang bilang dirinya bodoh, dan itu adalah dia, dia yang kini di depan matanya, yang masih bersedia memberi cinta pada orang jahat. Haruno Sakura, dia yang dicintai Sasuke.

Sasuke memajukan badannya agar wajahnya mendekati wajah Sakura. Sementara Sakura menutup matanya, dengan perlahan, dengan belaian lembut, dengan desir angin malam yang menyapu pipi keduanya, terjadilah ciuman yang sangat hangat di bawah sinar rembulan. Dapat Sasuke rasakan, bibir ranum Sakura yang begitu lembut, kini dapat ia kecup seutuhnya.

Mata Sakura terbuka perlahan, rasanya ia tak ingin melewatkan momen berharga ini. Ia lihat wajah Sasuke yang sangat dekat sedang memejamkan mata, menciumnya dengan hangat. Dan ini bukanlah mimpi. Pipi Sakura pun merona perlahan. Apa itu artinya… Sasuke membalas cintanya?

Sakura melepas ciumannya. Wajahnya sudah sangat merah sekarang ini. Tapi Sasuke hanya memasang wajah datar seperti biasa, seakan tak terjadi apa-apa.

"Sasuke-kun…" Sakura menutup mulutnya dengan kedua tangan, tapi tak lama kemudian Sasuke memegang sebelah tangan Sakura, kemudian mengecup keningnya sekilas. Sakura makin terkejut, membulatkan matanya.

Ia kembali menyandar di ranjangnya sambil memejamkan mata, "Kurasa kau terlalu pintar untuk tidak tahu apa maksud ciuman tadi."

Memang dasar Uchiha, tetap saja masih ada gengsi walau sekedar urusan bilang 'cinta'. Untunglah yang dicintainya itu Sakura, yang pasti akan peka dengan apa yang selalu dia katakan. Sakura tersenyum, tangannya menyapu pelan poni Sasuke yang menutupi mata. Dan seketika… Sasuke menarik tangan Sakura, sampai gadis itu jatuh ke pelukannya.

"Ah!" Sakura sedikit terkejut, kini ia ada di pelukan Uchiha yang dulu terkenal dingin itu. Ya, Sasuke kini memeluknya. Dengan hangat.

"Kau tahu, jika seorang lelaki disentuh perempuan pada tengah malam begini itu bahaya."

Sakura mengangkat wajahnya yang bersemu, "A-apa maksud—gyaaah!" Belum selesai Sakura bicara, tiba-tiba Sasuke membalikkan tubuh Sakura dan menindihnya.

"Sasuke-kun, tubuhmu belum—"

"Besok aku harus pergi." Lagi, Sasuke memotong pembicaraan Sakura. Tunggu. Apa? Pergi? Sakura membulatkan matanya lagi.

Beberapa detik mereka saling bertatapan, tiba-tiba saja air mata mengalir dari mata hijau permatanya. "…tapi kenapa? Bukankah kau sudah kembali?" tanyanya yang masih di bawah tubuh Sasuke.

"Kau tahu, aku ini mantan nukenin… yang harusnya dihukum berat oleh Hokage."

Kakashi, guru dari mereka yang menjabat sebagai Hokage ke-enam setelah perang, memang sudah mengatakan pada Sasuke apa hukuman yang harusnya Sasuke terima. Tapi ia tak mengatakannya, biar gadis itu tahu sendiri nanti. Begitulah pikirnya.

"Lalu?" Suara Sakura mulai serak. Bisa Sasuke lihat, mata Sakura yang berkilau terkena bias cahaya bulan begitu sendu, seakan tak ingin ditinggalkan untuk kedua kalinya. Lagi, Sasuke mengelus pipi Sakura, "Besok aku akan beritahu alasannya."

"…"

"…tapi sebelum aku pergi, aku ingin mengikatmu agar kau tak berpaling ke lelaki lain."

"Hng?"

Dan di tengah malam kala itu, di bawah sinar bulan yang terpantul di kamar khusus rumah sakit, Sakura terperangkap dalam cengkraman Sasuke, bak serigala kelaparan yang berhasil menangkap mangsanya…

…tepat sehari sebelum Sasuke akan pergi, Sakura diberi tanda oleh Sasuke, bahwa ia kini adalah wanitanya. Milik Uchiha Sasuke seutuhnya.

oOo

"Biarkan aku ikut bersamamu, Sasuke-kun…" Lagi, Sakura menawarkan dirinya lagi setelah beberapa tahun lalu pernah mencoba ikut membalaskan dendam Sasuke pada Itachi. Tapi berbeda, Sasuke yang berdiri kali ini di depannya tidak sedang membelakanginya. Tidak penuh kebencian untuk pergi, melainkan penuh rasa bersalah, pergi untuk menebus dosanya.

Ya, disini, akhirnya Sakura mendengar apa alasan Sasuke pergi. Untuk menebus dosanya, dan akan melihat dunia yang lebih indah. Sakura juga sudah tahu, hukuman apa yang harusnya Sasuke dapatkan, yaitu penjara seumur hidup. Itulah yang Kakashi katakan selaku Hokage. Berterima-kasihlah pada Hokage dan juga guru mereka, yang membebaskan Sasuke dari hukuman itu. Juga Naruto yang pastinya paling pertama untuk menyelamatkan teman setimnya ini agar dibebaskan dari hukuman.

Wanita pinky itu melirikkan matanya karena sedaritadi menunduk, takut-takut Sasuke mengatakannya 'menyebalkan' lagi seperti yang lalu. Tapi saat ia melirik, wajah Sasuke tak kelihatan menakutkan. Mungkin Sasuke memang benar-benar sudah berubah menjadi hangat.

"Ini kesalahanku. Kau tak harus melakukan apa-apa untuk dosaku." katanya. Sakura kembali menunduk, kali ini dengan wajah kecewa. Bagaimanapun Kakashi yang ada disana merasa kedua muridnya itu salah paham. Bagaimanapun, Sakura pasti merasa Sasuke tak menghiraukan tawaran Sakura, tapi Sasuke sendiri pasti merasa Sakura sudah cukup untuk rasa sakit yang Sasuke beri, tak perlu untuk yang kali ini. Yah, Kakashi sangat mengenal baik mereka.

Bagi Kakashi, waktu begitu bersejarah. Mungkin terlihat cepat berlalu, tapi akan sangat panjang jika diceritakan. Murid-muridnya sudah dewasa, setelah melewati masa-masa sulit, bertarung, kini banyak sekali ninja seangkatan mereka mulai membuat kisah cinta yang bermacam-macam. Termasuk Sasuke dan Sakura yang kini di depannya. Sasuke tersenyum melihat Sakura yang terlihat menunduk kecewa, dan…

Ton. Sakura merasakan jari telunjuk dan jari tengah Sasuke menyentuh pelan keningnya. Eh?

"Kita akan bertemu lagi."

Mata Sakura membulat sempurna, wajahnya sudah dipenuhi samburat merah. Ingin menangis kencang rasanya. Setelah malam yang indah, hari ini Sasuke benar-benar membuktikan perasaan hangatnya. Benar-benar ekspresi Sasuke yang tersenyum hangat.

"…dan terima kasih." lanjut Sasuke. Entah harus berapa banyak terima kasih, Sasuke benar-benar ingin menyampaikan bahwa ucapan ini sangat bermakna. Dan Sakura tentu mengerti itu.

"Sa—"

"Dulu kakakku sering melakukan hal ini untuk menunjukkan rasa sayangnya padaku, dan aku sangat menyukainya." ucap Sasuke kemudian mulai membalikkan badan. Ucapan singkat, tapi membuat jantung Sakura terasa mau jatuh ke tanah sekarang juga. Ekspresi cinta Itachi yang disukai Sasuke, yang hanya dimiliki Sasuke, kini diberikan padanya? Bukankah itu artinya…

Sakura memandang punggung Sasuke yang semakin menjauh. Kakashi yang memperhatikan hanya tersenyum di balik maskernya, "Yah…, itu cukup membuatku terkesan."

Sakura menengok, Kakashi yang masih tersenyum langsung berbalik untuk segera kembali ke ruang Hokage, "Seperti katanya tadi, kalian pasti akan bertemu lagi…" Kakashi mulai berjalan menjauhi Sakura, "…sebagai sepasang klan Uchiha." lanjutnya.

Wajah Sakura makin memerah akibat ucapan lelaki berambut putih itu. Tapi kemudian ia menarik nafas sambil memejamkan matanya, lalu menatap langit. Entah kapan Sasuke akan kembali, Sakura akan menunggu. Bukan penantian menyedihkan seperti dulu, menunggu Sasuke yang entah akan pulang atau tidak. Kali ini, ia akan menunggu kedatangan seorang pria yang sudah berjanji akan kembali menemuinya.

oOo

Dua tahun berlalu. Tapi di musim dingin tahun ini pun ternyata…

…Sasuke belum juga kembali.

.

Tsuzuku…

.

Yeah! Sekian lama bertapa, akhirnya balik lagi nulis fic XD Ekhem… jadi gini, karena aku sebagai savers merasa kurang puas sama adegan SasuSaku di chapter 699 #duesh juga the last yang ga ada SasuSakunya uhuks (?) ditambah Naruto Gaiden chapter 1 yang absurd == jadi saya bikin fic ini. Kenapa saya bilang gitu? KENAPA SASUKE DIBIKIN NINGGALIN SAKURA SAMA SARADA BERTAHUN-TAHUN?! *tarik napas* kasian gitu bayangin Sakura jadi single parent, dan dedek Sarada yang jadi cemburuan liat para ninja latihan sama ayahnya. Omegat, bahkan Naruto masih bisa ada buat Boruto!

Dan dan dan, emang bukan salah Sasuke juga kali ya, dia mungkin mau perbaikin namanya dan nama klannya, buat anak istri juga kan. Sarada kan gatau ayahnya itu dulunya buronan, dan Sakura keliatan nutup-nutupin gitu, sampe berantem huhuhu TT sudahlah curhatnya, semoga puas sama chapter 1nya, ga puas silahkan bakar saya (?)

Rencananya fic ini mau dijadiin 1 chapter, tapi kepanjangan. Jadi dijadiin 2 chapter, dan mungkin mau tambah jadi 3 chapter sekalian lolol. Dan tadinya mau dibikin rate M, tapi gajadi nyahaha~ Oke, sampai jumpa di next chapter.

.

The Last: Our Life, Our Love, Our Uchiha

By AsaManis TomatCeri

© 2015

.

R

E

V

I

E

W

?