Rating:

T

Genre:

Humor, little bit romance(?)

Warning:

OOC yang dipaksakan(?). Typo. Absurd. Garing krispi-krispi. Penistaan berlebihan terhadap orang ganteng(?) /hapah. Deskripsi lebay. Bahasa kasar, amberegul, dan sesuka hati author. Dan mungkin hal lainnya yang membuat ff ini sulit dibaca m(_ _)m

TakaAka.

Bokushi atau Oreshi? Why not both/? /dor

AU!indonesia. Alternative age.

Sho-ai aja, nanti pikiran saya tambah nggak polos kalau harus lemon/? /dibunuh

Disclaimer:

Karakter Kuroko no Basuke tetep punyanya Fujimaki Tadatoshi. Author Kousawa Alice cuma author fanfic ini, nggak lebih '-'

-"-'-"-

A/N (1):

Setelah saya pikir-pikir, karena ini AU!indonesia, mungkin lebih baik panggilan 'nii-san', '-chan', dan sejenisnya diganti mas, akang, abang, adek, dan kawan-kawan(?) sesuai penggunaan, berhubung bahasa daerah saya emang komplikasi(?) yang ngomongnya harus pakai insting/?

Aneh? Emang. Saya juga gagal paham sama bahasa daerah saya lol

-"-'-"-

Summary:

Nyesek itu kalau ditolak mentah-mentah oleh gebetan. Belum pulih sepenuhnya dari sakit hati, tiba-tiba dirinya hendak dilamar? MAIGAT. / TakaAka. Chapter 4, Future?. Mind to RnR? ;3

-"-'-"-

Chapter 4—Future?

.

Krincing.

"Kau lagi?" Tante Makoto mulai lelah dengan kemunculan jomblo kesepian yang satu ini.

"Apa kabar, ibu mertua~?" Si jomblo kesepian—Takao Kazunari—masuk dan mendudukkan dirinya di sofa. Woles sekali dia ngomong gitu.

"Tante capek liat kamu, Takao. Pulang sana, hus, hus," tante Makoto menggerakkan kemoceng di tangannya dengan gestur mengusir.

"Tante, ngusirnya cantik amat. Mirip Syahrudi."

"Syahrudi itu siapa?"

"TANTE, SUMVEH GAK TAU, TANTE?" Nyante, nak. Tante Makoto nggak congek, kok. "MASA' TANTE GAK TAU SAMA MAS-MAS GANTENG BERJAMBUL BADAY ITU?!"

"Hah? Lupus?"

...gak gitu juga, tante, Takao gondok. Ternyata tante Makoto kudet.

Setelah awkward beberapa saat, Takao mengedarkan pandangannya ke sekitar. Ia merasa ada yang janggal hari ini—tak ada Reo yang menyambutnya dengan terjangan. "Tante, Reo mana?"

"Lagi dandan."

Dandan? "Dia mau kemana emangnya?"

"Cari jodoh, katanya."

"...apa?"

Oke. Sekarang Takao ngeri. 'Cari jodoh' yang dimaksud dalam kalimat itu apaan, coba? Jodohnya Reo hilang terus harus dikasih sesajen dirinya yang berlapis tepung wangi seberat 3 kilogram itu? Atau—

"MAAAMIIIIIIII, REO MAU CARI JODOH DULU EAAAAAPS~"

—keliaran di kompleks pakai baju kurang bahan sambil tebar cinta?

Bahkan belum selesai Takao berpikir, Reo sudah muncul lebih dulu, persis seperti yang ia bayangkan.

Ya. Persis.

Ada yang siap donor mata? Tampaknya Takao akan segera mengalami kebutaan.

"Lhoo, dek Junar disini~? Uwaaaah, maafin Reo karena nggak bisa nemenin dek Junar, yaaaa~ Dek Junar gak papa sama Mami aja, 'kan?"

Iya. Gapapa. Bagus banget malah, setidaknya itulah suara hati Takao. Tapi ia hanya membalas Reo dengan anggukan seadanya.

Blam.

Dan Reo pun pergi.

.

.

.

.

Setelah Reo pergi, Takao cuma memandangi tante Makoto yang sibuk dengan kemocengnya, membersihkan setiap sudut salon sambil goyang pinggul mengikuti alunan lagu Geboy Mujaer yang terputar di boombox kesayangan Reo.

"Digeboy, geboy mujaer~ Nangningung, nangningnung~" Silahkan bayangkan tante Makoto goyang pinggul sambil menyanyikan lagu itu.

Nggak kuat? Stok tisu di kosan Takao lagi banyak, minta aja sama ibu kos. Katanya buat lebaran.

Cklek.

Pandangan Takao teralihkan karena pintu yang menghubungkan rumah keluarga Akashi dengan salon terbuka—menampakkan sosok pemuda bersurai merah.

Ya. Dia Akashi Seijuuro. Sang pujaan hati. Sang cabe-cabean tercinta.

"Mih, bang Reo udah pergi? Aku—" Omongannya terputus begitu melihat Takao duduk anteng di sofa.

"Haaai, Sei—"

BRAK!

Pintu dibanting kasar oleh Seijuuro yang kini masuk kembali.

Tante Makoto diam. Takao ikutan diam. Sayangnya keadaan tidak hening, dikarenakan boombox Reo yang masih tetap mengalunkan musik—yang kini lagunya adalah Butiran Debu.

.

.

.

.

"Tante."

"Apa?"

"Aku potek."

.

.

.

.

.

.

.

.

"Jones lu." Itulah tanggapan anak pemilik kosan ini—Taiga—begitu sesi curhat Takao selesai.

"Tai, lu jahat banget, sumpah!" Takao mewek lebay.

"Jangan panggil gue 'Tai', kampret! Lo kira gue kuning-kuning ngambang?!" Taiga nggak nyante.

"Elah, yekali lu seneng gue panggil 'Tai'. Secara panggilan itukan anti-mainstream gitu." Alasannya maksa banget.

Taiga mendecih, "Tch! Yang jelas, jones banget, sih, lu, Jun! Udah mau ketemunya susah, sekali ketemu malah dianya kabur!"

Aomine Taiga—nama lengkap dari anak si pemilik kos-kosan. Anak tunggal dari pasangan om Daiki—yang sering diplesetkan menjadi om Daki—dan tante Shouichi yang merupakan pemilik kos-kosan tempat Takao tinggal. Tanpa alasan yang jelas, dia sama sekali tak ada mirip-miripnya dengan om Daki—maaf, Daiki maksud saya—ataupun tante Shouichi. Rambutnya item-merah, tapi merahnya nggak cantiq kayak rambut Seijuuro, makanya Takao nggak naksir. Alisnya juga ketjeh baday, bisa belah gitu kayak poninya Takao—yang akibatnya membuat Takao merasa kalah ganteng. Takao sempat bertanya apa dia nyalonin alisnya tiap hari—secara jarak kosan dengan salon Bang Aka cuma lima langkah titan—, tapi yang bersangkutan bilang itu alami. Dan, satu hal yang menjadi fakta penting, dia—

"Mendingan gue kali, Tai, seenggaknya gue nggak pedofil-pedofil banget. Gak kayak lo yang naksirnya Tetsuya."

—adalah pengidap pedofilia.

"Syiet." Tapi kemudian Taiga menyeringai, "Tapi gue udah direstui tante Makoto. Wekwekwek~"

Tiba-tiba sebuah sabun batangan merk pemuda hidup menghantam sisi kepala Taiga diikuti suara tante Shouichi dari kamar mandi, "Ga, tadi kamu ngomong apaan?"

Taiga sweatdrop. "Gak, mah. Taiga gak ngomong apa-apa."

"Oh, baguslah. Soalnya tadi kayaknya mama denger kamu bilang 'direstui tante Makoto'. Kamu harus inget kalau mama nggak setuju anak mama jadi pedofilia, lho."

"Gak, mah. Mama mungkin sudah mulai tua, jadi telinga mama rada congek."

Dan sebuah sikat toilet mendarat mulus di hidung mancung Taiga.

.

.

.

.

.

.

.

.

"—ang."

"Hmh?"

"Bang. Bangun, bang."

Masih dengan mata terpejam, Takao memutar posisinya. "Ya... Lima menit lagi, sayang..."

"Bang, kalau lama dikit, nanti kita sama-sama dibotakin mami."

"Ya... Bilang sama mami, kecapnya ada di lemari paling atas..." Takao masih ngigau.

Cup.

Kali ini Takao dapat merasakan sesuatu yang lembut dan basah menyentuh bibirnya. Apa ada yang menjejalkan tentakel gurita ke bibirnya?

Setelah merasa tentakel gurita itu tak lagi diatas bibirnya, perlahan Takao membuka matanya. Hal yang pertama ia lihat adalah wajah Tetsuya dalam jarak yang tidak wajar dari wajahnya sendiri. Dekat. Dekat sekali. Dan Tetsuya duduk di atas perutnya.

"Aku nggak mau botak, bang."

"GYAAAAAAAAAAAAAAAA!" Kayaknya Takao akan selalu jejeritan di setiap chapternya.

Tetsuya meletakkan telunjuknya di bibir Takao, "Sst. Jangan berisik, bang. Nanti dimarahi tante Shouichi. Ini masih pagi."

Takao gelagapan, "T—T—T—T—T—T—TETSUYA!"

"Halo."

"BAGAIMANA KAU MASUK—"

"Pintunya tidak dikunci."

Damn. Takao pasti lupa mengunci pintu setelah tukang nasi goreng mengantarkan pesanannya semalam, dan ia tak mengecek lagi karena kelelahan.

"Ayo, bang Takao. Cepetan. Kalau kelamaan nanti bukan cuma mami yang ngegundulin, nanti mas Sei juga ikutan."

Kalau Sei yang ngegundulin, sih, aku rela, dek, sayangnya kalimat itu hanya ada jauh di dalam lubuk hati Takao. Dia nggak mau dikira maso sama (calon) adik iparnya—meskipun kenyataannya dia memang maso.

"Emangnya mau ngapain, Tet?"

"Gak tau, pokoknya mami nyuruh Tetsu jemput bang Junar. Mungkin mau ngubah poni mas Junar. Katanya sih mami lelah liatnya."

"APA SALAH PONIKUUUUUUU?!" Takao gegulingan

.

.

.

.

"..."

"..."

"..."

"...kenapa, bang?"

"Gak. Gini, Tet. Abang mau ganti baju."

"Silahkan."

"..."

"..."

"Tet."

"Ya?"

"Abang mau ganti baju."

"Ya. Ganti aja, bang."

"..."

"...?"

"Abang nggak mau dikira ngelakuin pelecehan seksual terhadap anak dibawah umur, Tet."

.

.

.

.

.

.

.

.

Sudah lima belas menit Takao terjebak dalam suasana awkward. Tak ada yang membuka suara—bahkan tante Makoto. Padahal seingat Takao, Tetsuya mengatakan bahwa tante Makoto yang memanggilnya.

"Jadi, tante—"

"Bicara, saya belah kamu jadi dua." Ini penuturan om Teppei, bukan tante Makoto.

Takao buru-buru mingkem.

Tante Makoto menghela nafas panjang, "Jadi, ya, nak Takao... Aduh, tante males ngomongnya. Pei, kamu aja, deh."

Om Teppei melirik Takao, kemudian ikut menebarkan karbon dioksida lengkap dengan sedikit aroma durian—yang menjadi indikasi makanan apa yang baru masuk ke perut om Teppei. "Yang, Ppei nggak tega."

"Ini demi masa depan anak kita, Pei."

"Tapi, yang—"

"'Tapi, tapi' mulu! Udahlah, keputusan Mako mutlak, Pei!"

"Yayang, jangan niruin Sei—"

Crssh!

Tante Makoto menyemprotkan wax ke muka om Teppei. "BURUAN, PEI!"

Om Teppei mengap-mengap.

.

.

.

.

"Jadi, Takao, om disini mau membicarakan masa depanmu dengan anak kami."

Sekarang Takao keselek brownies. Whut? Barusan om Teppei bilang apaan? 'Masa depan'? 'Anak kami'?

Om, boleh Junareeh jejeritan sekarang? Eh, tapi mau terbang dulu ke langit ketujuh, nih.

Takao langsung nyerocos, "ADUH, OM, MAKASIH YA, OM! SEI PASTI BAKALAN SAYA JAGA BAIK-BAIK—"

"Bukan Sei," potong om Teppei cepat-cepat.

Krik.

Krik.

Krik.

"...apa?"

"Bukan sama Sei, Takao."

"...lha...?"

"Tapi sama Reo."

Hening.

.

.

.

.

.

.

.

.

"Oi, Junar, ngapain lo?"

"Tai, lu punya baygon?"

"Napa emang? Kamar lu banyak nyamuknya?"

"Gak, gue mau bunuh diri."

.

.

.

.

.

.

"Jadi, nak Takao, om pengen bilang kalau om mau menjodohkanmu dengan Reo. Oleh karena itu, om ingin bertemu dengan walimu."

.

.

Kalimat om Teppei itu terus terngiang-ngiang di dalam pikiran Takao.

Kini pikiran Takao kembali ke beberapa hari sebelumnya. Awalnya ia diselamatkan Seijuuro saat hendak bunuh diri, dan langsung jatuh cinta pada pandangan pertama. Ketika hendak melamar Seijuuro, bertemu Reo dan Tetsuya, tapi akhirnya dibantai habis-habisan oleh tante Makoto dan om Teppei. Ketika datang di hari-hari berikutnya, siklus datang-diterjang-dibantai-mati terus berulang tanpa berhasil bertemu dengan Seijuuro. Akhirnya berhasil melihat Seijuuro, Seijuuro mentah-mentah menolaknya. Terakhir malah dijodohkan dengan Reo—

—eh? Tunggu? Seijuuro belum pernah menolaknya, 'kan? Bukannya Seijuuro hanya membanting pintu?

Memikirkan itu, Takao jadi berbunga-bunga—belum ada bukti Seijuuro membencinya. Rasanya seperti iklan kopi hari bagus yang mottonya 'karena hidup banyak rasa'.

.

.

.

.

.

.

.

.

Tapi, masalah lain baru akan datang. Karena, om Teppei bilang 'ingin bertemu walinya'.

Siapakah yang akan menjadi wali Takao?

.

.

.

.

Entahlah.

Bagaimana kalau kita tunggu kemunculannya di chapter berikutnya?

.

.

.

.

Tuberkulosis, nanodayo—

eh, To Be Continued~!

-"-'-"-

A/N (2): AHAHAHAHAHAHAHAHA, KETEMU LAGI SAMA SAYA, KETAWA ELIS—uhuk, Kousawa Alice maksud saya—DI EPEP PENUH KEMASOAN INI /yha

Iya. Saya tau. Saya tau, kok. JADIYAH, VAN, KAMU STAPH NAGIH APDET, DAQOEH UDAH CHUQUP MAZO DI CHAP INI DAN KAMOEH RIKWESNYA BUANYAK BANGET /crais/

Serius, ff ini maso banget. Bukan cuma Takao aja yang maso, sayanya juga ikutan maso. Mulai dari ada chapter sebelum ini yang sempet nggak ke-save waktu ngetiknya, dan beberapa hari yang lalu draft chapter ini—yang harusnya diapdet minggu lalu—menghilang secara misterius /gelindingan/

Yah, karena ilang itu, keuntungannya jadi banyak bagian yang direvisi sih, meskipun tetep aja kokoro ini sakit ;v;)

Dan saya miskin, nggak bisa beli paketan modem, akhirnya apdet lewat hape. Uhuk, ngak bisa ngasih garis pembatas, jadinya pembatasnya alami/? /apanya

Oh, banyak perubahan dari chapter sebelumnya, ya? Saya mau ngepasin feelnya sama AU!indonesia-nya, makanya saya revisi habis-habisan di chapter ini ._.)

Karakter baru everywhere? Uhuk, sebenernya nggak ada niat bikin banyak-banyak karakter, tapiyah ini demi kelangsungan cerita/? /maksa

Dan lagi, saya bikin spoiler. Pasti udah pada tahu siapa yang akan muncul berikutnya, 'kan? /senyum nista/

Yah, gini aja, nanti malah kebanyakan curhat wwww

Mind to review-ssu~? ;3

Tebar cintah,

Kousawa Alice.

-"-'-"-

Balasan review~!

sstalker190100;

HEH, JANGAN PELUK-PELUK MAS JUNAR, AKU GARELA /yha
Siapa suruh belah tengah, kan jadinya Mamakoto illfeel/? /PLS

Nih, silahkan Tetsu-nya, karungin aja /HEH

Eii, jangan dilaporin, kasian wwww /jder

Oke, ini udah lanjut, ya :3

.

eileithyiakudo;

Kok saya jadi khawatir saya bisa bunuh anak orang pakai ff ini? /nanges/

Ini udah lanjut, kok ;D

.

curw;

Hohoho, bisa iya, bisa tidak :3
Tergantung saya pengen masoin mas Junar segimana dan dukungan mbak dan mas sekalian/? Jangan lupa kirim sms sebanyak-banyaknya agar Takao tidak semakin ngenes/? /yha

Udah lanjut, nih, dan salam kenal juga ;3

.

D.N. ;

Mas Junar kan mazo, ya wajar lah /gakgitu
Oke, nanti salamnya saya sampein/? /NO

Dan, makasih telah mereview~

.

macaroon waffle;

Iya, saya maapin, tapi beliin saya dakimakura full body mas Junar setengah telanjang /GAK
Tapi Sei nggak kerja, Sei masih kuliah sebenernya, dia baru 19 tahun, lho ._.)
Dan btw, sebenernya waktu Takao dateng—ups, spoiler /plak
YHA, ITU BISA JUGA. NANTI MEREKA NGANU-NGANU YAK, TERUS TEK-DUNG, AKHIRNYA TERPAKSA NIKAH, HAPPY ENDING DEH~ /HEH

Oh, aku emang ada niat munculin mas Sujo sama mas Jumi, entah sebagai saingan, entah sebagai temen, liat aja nanti~ /jder

Udah lanjut, lho wwwwww

.

Dan, terima kasih untuk fav dan follow, juga para silent readers yang membaca cerita ini~!
Juga manusia-manusia yang sukses bikin saya buru-buru ngetik ulang gegara terror berkelanjutan /jdesh