Author : Keewani

Title : Albino Married Panda

Cast : HunTao

Genre : Romance, a little bit humor—semoga kkk~

Length : Twoshoot

Rating : T

Warn : Genderswitch guys! Crack pair! Don't like don't read 'kay?!

Disclaimer : Ini murni dari pikiran absurd gue, maaf kalo ada kesamaan ide, tidak bermaksud untuk menjiplak kok kak. Hehehe.

Aku memainkan jemariku sambil menunggu kedatangan seseorang. Tiba-tiba sebuah benda berkilau berwarna silver yang melingkar indah dijari manisku merebut perhatianku. Ini cincin dari Sehun. Dia memberikannya sehari setelah melamarku untuk menjadi tunangannya setahun yang lalu. Aku tersenyum simpul mengingat bagaimana cara albino itu memintaku menjadi tunangannya. Mungkin hanya dia yang menggunakan cara seperti itu untuk melamar seorang gadis dan gadis itu adalah aku.

Aku dan Sehun janji bertemu di tempat ini jam sebelas. Ini masih jam sepuluh dan aku sudah stand by di tempat ini, disebuah café bernuansa eropa yang baru-baru ini menjadi tempat favorit kami—Aku dan Sehun. Aku menunggu kedatangannya sembari ditemani secangkir hot cappuccino. Hari ini kami akan fitting baju pernikahan kami. Ayah membuatkan gaun yang sangat cantik untukku juga tuxedo untuk Sehun. Ini akan jadi baju pengantin yang hanya ada satu di dunia.

Tak terasa sudah jam sebelas. Waktu terasa cepat sekali, padahal sedari tadi aku hanya membayangkan bagaimana suasana pernikahan kami yang akan diselenggarakan bulan depan. Terlihat dari jendela sosok tinggi Sehun yang baru turun dari mobilnya. Dan apa itu yang ada ditangannya? Ck, itu lagi. Wajahku berubah muram.

"Sudah lama?" Tanyanya sambil memasukan PSP keluaran terbaru yang dibelinya minggu lalu ke dalam saku jaketnya.

"Sudah. Satu jam." Sahutku ketus. Dia memandangku heran sambil memegang keningku.

"Kau baik-baik saja?" Tanyanya dengan tangan besarnya yang masih berada didahiku, membuat poniku tertekan hingga menusuk-nusuk mataku. Kutepis tangannya dengan tanpa gairah.

"I'm okay." Jawabku datar.

"Kau kenapa? Marah? Aku 'kan datang tepat waktu." Protesnya dengan nada yang menyebalkan seperti biasanya.

"Tadi kau habis apa?"

"Apa?" Tanyanya bingung.

"Kau main PSP lagi. Iya kan?" Tanyaku balik dengan nada yang menuntut.

"Iya, kenapa? Apa aku melanggar janjiku? 'Kan aku sudah menyimpannya sekarang. Kau ini, kalau aku sama sekali tidak boleh main PSP, itu sama saja membunuhku dengan perlahan dan menyakitkan!" Aku mengerucutkan bibirku dan mengalihkan pandanganku kearah jendela. Tidak menjawab pertanyaannya sama sekali.

"Berapa usiamu? Kau masih saja seperti anak kecil. Mudah marah, mudah ngambek. Ingat, sebentar lagi kau akan menjadi seorang istri." ucapnya yang memecahkan kebisuan diantara kami. Aku menatapnya malas lalu menopang daguku dengan kedua tangan.

"Kau pikir berapa usiamu? Ingat, sekarang kau seorang direktur dan sebentar lagi akan menjadi seorang suami, masih saja main PSP." Sahutku. Kulihat dia mulai berkacak pinggang sambil tersenyum sebal. Gaya khasnya saat sedang marah.

"Kau semakin pintar bicara ya, Huang."

"Kau yang mengajariku."

"Lebih baik kau tutup mulutmu sekarang. Diam dan jangan bicara." Ucapnya sewot.

"Baik!" Sahutku tak kalah sewot. Sehun menggerutu, mengacak rambutnya lalu menyambar hot cappuccino milikku. Aku tergelak dari posisiku yang tadinya sok cuek menjadi melipat tangan diatas meja dan menopang daguku. Aku tersenyum kearahnya.

"Bercanda." Ucapku masih dengan senyuman jahilku. Aku benar-benar tercemar aura si setan ini.

"Masa bodo dengan itu." sahutnya tidak senang. Wajahnya itu, lucu kalau sedang marah.

"Kau terlihat lucu kalau sedang marah, Hun-ah." Tiba-tiba saja sebuah senyum tak terdefinisi mengembang dibibirnya.

"Benarkah? Kau terpesona olehku, iya 'kan? Akui saja, Huang." ucapnya sambil menyeruput hot cappuccino-ku lagi. Kalau masalah terpesona, itu sudah beberapa tahun yang lalu Tuan Oh.

"Mm, aku sangat terpesona padamu, jagi-ya." Sahutku dengan suara manja yang dibuat-buat.

Pprftth…

Cairan cappuccino yang lengket dan berbau menyengat itu menerpa wajahku.

Dammit! Oh Sehun sialan!

"Barusan kau bilang apa? Jagi-ya? Kumohon dengan amat sangat, Huang. Jangan sekalipun kau memanggilku dengan sebutan itu lagi. Yang tadi itu adalah yang pertama sekaligus terakhir. Terdengar menjijikan, kau tahu? Kalau orang lain sih mungkin biasa saja, tapi kalau kau yang menyebutkannya malah terdengar seperti kutukan, bukan wujud kasih sayang. Kau menghancurkan makna kata itu, monster panda. Kutukan. Ingat itu. Jangan panggil aku seperti itu lagi, okay?" tuturnya sok diplomatis. Apa-apaan dia ini? Aku hanya ingin bersikap seperti pasangan kekasih pada umumnya. Si albino ini benar-benar biadab! Menyebalkan!

"Baik. Setelah ini, jangan memohon padaku untuk memanggilmu j..jag.. akkh! Apapun itu. Pokoknya sekeras apapun kau berdalih, memohon dan memintaku agar melakukan itu nantinya, aku tidak akan mengatakannya lagi selamanya. SELAMANYA. Kau ingat?!" Sahutku emosi.

"Ayo berangkat." Sambungku seraya bergegas bangun.

"Apa-apaan kau? Aku bahkan belum memesan apapun disini." Bantahnya.

"Tapi aku sudah."

"Aku mau makan dulu Huang, aku lapar."

"Tapi aku sudah kenyang. Ayo jalan."

"Siapa suruh datang satu jam lebih awal? Pokoknya aku mau makan dulu, kalau mau kau duluan saja." Sanggahnya sambil membolak-balik daftar menu. Aku mendengus sebal dan kembali ke tempat dudukku.

Setelah selesai makan, akhirnya kami menuju butik pusat milik ayahku. Gaun juga tuxedo rancangan desainer andalan di perusahaan ayah yang sengaja dirancang khusus hanya untuk aku dan Sehun sudah jadi.

Kini aku berdiri di depan sebuah gaun yang indah dan sebuah tuxedo yang tak kalah indahnya berada disamping gaun putih bersih itu. Sangat cantik. Jemariku menelusuri tiap bagian gaun itu dengan hati-hati, aku takut merusaknya. Lalu seorang pelayan menggiringku ke sebuah ruangan seraya membawa gaun cantik yang spesial itu bersama kami. Setelah beberapa menit, kini gaun itu sudah membalut tubuhku. Sangat pas. Tiba-tiba kepala Sehun menyembul dari balik pintu setelah si pelayan memberitahunya, dia juga sudah memakai tuxedo berwarna putih dengan paduan kemeja yang dihiasi renda-renda yang sangat cantik dan itu membuatnya terlihat semakin tampan.

"How?" Tanyaku sambil memutar tubuhku perlahan. Pria itu hanya berdiri ditempatnya dan memandangiku dari atas hingga bawah.

"Belum terlalu cantik, karena wajah pandamu belum dilapisi benda yang membuatmu terlihat seperti seorang putri hanya dengan sekali jentikan jari. Mungkin ketika hari H-nya nanti kau cantik." Tuturnya.

"Aish! ini bukan sebuah kontes, lomba atau semacamnya. Ini hanya acara fitting baju, kau berlebihan Oh Sehun-ssi." Aku menggerutu. Apa susahnya sih berbohong sedikit agar aku senang? dia mendekat perlahan kearahku, dan berhenti tepat satu kaki didepanku. Kedua tangannya meraih tudung sutra yang berada dibagian belakang kepalaku. Dia menarik tudung sutra itu hingga akhirnya menutupi wajah hingga kebagian dadaku.

"Aku tidak sabar melihatmu seperti ini satu bulan lagi." ucapnya sambil tersenyum. Tidak bisa kupungkiri, aku merasa sangat senang sekarang. Seandainya tidak tertutup dengan tudung ini, aku pasti diledek mati-matian oleh pria dihadapanku ini karena wajah blushing saat ini. Aku yakin.

"Kau tahu, kau terlihat lebih cantik sekarang daripada tadi, karena wajahmu tertutup sempurna dengan tudung ini." Dia tertawa dengan leluconnya sendiri. Dasar gila! Kuangkat gaunku dengan kedua tanganku hingga kakiku bisa bergerakk lebih leluasa. Kaki kananku kuangkat tinggi dan bersiap menginjak kaki Sehun tapi—

"Don't Huang! Jangan! Jangan sekarang Zi! Lihat, aku sedang memakai sepatu pantopel yang hanya untukku saja di dunia ini. Jangan menghancurkannya!" Serunya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya dan menggerakan tangannya.

"Akh, Sehun!" Kali ini tanganku yang bergerak tapi lagi-lagi ada yang menahanku. Dia menarik pinggulku dan membuat jarak diantara kami lenyap hanya dalam waktu sepersekian detik. Tanganku yang tadinya ingin menjambaknya kini malah mengalung dilehernya. Dia membuka tudung sutra dikepalaku dengan perlahan, tersenyum sekilas sambil terus memperhatikan kedua bola mataku. Pandangannya beralih sedikit kebawah. Tepatnya dibibirku. Lalu wajahnya mulai mendekatiku dan aku hanya bisa memejamkan mata saat hembusan nafasnya yang terasa semakin hangat menerpa wajahku. Dia menciumku dengan pelan dan lembut dalam waktu tiga detik. Setelah dirasa tidak ada sesuatu yang lembab lagi dibibirku, aku membuka mataku perlahan. Sehun tengah tersenyum menatapku.

"Anggap saja latihan. Tapi saat upacara nanti tentu tidak se-simple itu." Dia kembali tersenyum lucu, dan masih memelukku.

"Ck, apa bibirku ini terlalu seksi hingga kau tidak tahan ingin menciumku seperti itu, huh?" Godaku sambil tersenyum nakal kearahnya. Tangan kanannya kini beralih dari pinggulku, dia memegang pipiku dan mengusap ujung bibirku perlahan.

"Mm. Aku selalu menginginkannya. Ayo berikan aku satu lagi." Ujarnya. Semenjak bekerja, sikapnya sedikit berubah. Sedikit lebih manis. Sedikit, just a little. selebihnya masih sama.

"Enak saja." Aku melepaskan diri dari pelukannya dan kembali menatap ke cermin. Hah, aku sungguh tidak sabar.

-Albino Married Panda-

One month later,

The wedding ceremony.

Sejak pagi tadi aku gugup, dan semalam tidurku pun tidak begitu nyenyak. Aku merasa akan ada sesuatu yang buruk terjadi. Semoga saja hari ini semuanya berjalan lancar. Kini aku menatap bayanganku yang terpantul dicermin. Semua orang yang melihatku sekarang mengatakan bahwa semuanya sudah sempurna, termasuk Sehun. Meskipun dia tidak mengatakannya langsung, tapi matanya berkata lain. Dia hanya berdiri didekat pintu ditemani Kris juga Chanyeol Oppa. Oh ya, Baekchan dan Zifan menjadi pengapit kami. Mereka merajuk dan memaksa agar jadi pengapit kami. Dan disinilah mereka sekarang, memujiku ditengah sikap sok cool mereka. Lucu sekali kan mereka?

Satu jam lagi upacara pernikahannya akan dimulai. Semuanya telah siap dan kami pun berangkat menuju gereja yang berada di kota ini. Sebuah gereja yang klasik namun mewah. Aku, Sehun, Baekchan dan Zifan menaiki mobil pengantin dan yang lainnya naik mobil keluarga masing-masing. Mobil pengantin berangkat paling terakhir. Baekchan dan Zifan menggandeng kedua tanganku dan Sehun berjalan dibelakangku saat kami menuju mobil sedan berwarna hitam yang sudah diriasi dengan bunga-bunga yang cantik. Baekchan segera duduk dikursi depan di samping pengemudi, sedangkan Zifan duduk dibelakang bersamaku dan Sehun. Zifan masuk duluan kedalam dan disusul aku. Sehun membantuku naik kedalam mobil. Kulangkahkan kaki kananku dengan hati-hati, namun saat naik, seperti ada yang menarik bagian bawah gaunku. Aku sedikit memaksa, mungkin bagian bawah gaunku hanya terinjak sedikit oleh Sehun. Lalu.. astaga!

Mataku membulat, dan dengan refleks tanganku menyilang didepan dada. Astaga apa yang terjadi? Gaunku sepertinya jadi merosot. Bagaimana ini?

"Ada apa Zi?" Tanya Sehun yang bingung melihat ekspresiku.

"Hun, gaunku.. merosot, bagaimana ini?" Jawabku ragu. Aku harus bagaimana sekarang? Rasanya ingin menangis saja.

"Ck, bagaimana bisa?"

"Kau menginjaknya, Hun. Aku harus bagaimana? Hun! Aku harus bagimana?! What should I do?!" Seruku panik masih dengan tangan yang menyilang didepan dada. Bagian ini jadi terekspos hampir setengahnya karena gaunnya .. gaunnya.. hua!

Sehun menyeretku keluar mobil dan menggiringku kembali ke dalam gedung. Kami masuk dan menuju toilet dengan tergesa-gesa.

"Cepat benarkan gaunmu." Sehun mendorongku masuk ke salah satu ruangan sempit berisikan kloset yang berderet didalam toilet wanita dan menungguku didepan pintu. Aku sempat mendengar teriakan beberapa wanita, terang saja dia menunggu di dalam toilet wanita.

"Maaf, aku sedang menunggu pengantinku. Maaf." Terdengar suara Sehun yang juga bolak-balik minta maaf. Aku semakin panik. Ini tidak semudah yang kukira. Gaun ini sangat ketat dan aku sulit membenarkan posisinya. Aku juga tidak bisa menggapai reseletingnya. Aku memegang bagian atas gaunku dan menarik-nariknya keatas, bahkan aku sampai melompat-lompat kecil, lalu..

Brekk!

"SEHUN!" Teriakku. Gaunku robek. Aku menariknya terlalu kasar dan beginilah jadinya.

"Tao? Ada apa? Kau baik-baik saja?" Tanyanya panik sambil mengetuk-ngetuk pintu.

"Huaa! Hun! Gaunnya robek! Bagaimana ini?!" Mataku memanas. Aku menahan sekuat tenaga agar air mataku tidak jatuh dan membuat make-up-ku luntur. Tapi ini, kenapa gaun pernikahanku robek begini? Bagaimana ini?

"Cepat buka pintunya!" Aku pun membuka pintunya dengan lesu. Hancur sudah.

"Hun -ah~ bagaimana ini? gaunku.." Aku sudah sesenggukan. Sehun terlihat berfikir, namun sepertinya dia juga tidak bisa berfikir dengan jernih, dan waktu terus berjalan. Tinggal 45 menit lagi. Bagaimana dengan pernikahanku? u,u

"Hun~ gaunku.. kita harus bagaimana? Acaranya 45 menit lagi.. Hun~" Aku menghentak-hentakan kakiku ke lantai. Aku benar-benar frustasi!

"…." Sehun hanya diam. Daritadi dia memandangi lantai sambil menutup mulutnya dengan tangan kanannya yang terkepal.

"Hun! Aku harus bagaimana?"

"…."

"Sehun!"

"…."

"Huaa! Ada apa dengan hari ini.. baba~ mama~" Air mataku sudah mendesak ingin keluar. Aku menggigit bibir bawahku.

"Aish, jangan menangis. Aku juga bingung, Zitao." Sehun memelukku dengan hati-hati, takut merusak riasanku.

"Bagaimana ini?" Keluhku putus asa.

"Tenang dulu."

"Mama..."

"Berhenti menangis, Huang."

"Baba..." Aku tak memperdulikan ucapan Sehun. Yang aku pikirkan sekarang adalah bagaimana dengan nasib pernikahanku? Huhuhu..

"Diam atau kita batal menikah?!" Bentaknya. Mungkin kepalanya pusing karena mendengar rengekanku.

"..lalu bagaimana ini?" Aku masih meratapi nasib.

"Kuhitung satu sampai tiga, kalau kau tidak diam juga, aku akan pergi."

"Hiks.."

"Satu."

"Hiks.."

"Dua."

"Hun-ah..."

"Diam atau batal?!" Aku segera membungkam mulutku. Kemudian Sehun berjalan menutup pintu masuk toilet dan menguncinya dari dalam agar tidak ada orang yang bisa masuk. Sehun membuka tuxedonya dan memberikannya padaku. Aku diam saja tanpa menyingkirkan tanganku yang masih menyilang didepan dada. Aku tidak mau dia melihat ini.

"Ayo kenakan, upacaranya akan mulai kurang dari 45 menit lagi." Aku menggeleng pelan menolak perintahnya.

"Aku akan memejamkan mata. Ayo cepat." Titahnya seolah mengerti jalan pikiranku. Ia pun memejamkan matanya dan menyerahkan jas putihnya.

"Jangan mengintip!" Tegasku sebelum mengambil jas putih itu darinya.

"Okay. Cepatlah." Aku pun mengenakan jas itu. Tapi tetap saja ini tidak menutupi bagian 'itu'. Jas ini hanya memiliki dua kancing. Dan kancing paling atas letaknya jauh dibawah dada.

"Have done?" Tanyanya yang masih memejamkan mata.

"Hun, masih kelihatan.. bagaimana ini?" Aku kembali menyilangkan tanganku didepan dada. Ini terlalu terbuka.

"Mm.." Sehun Nampak sedang berfikir. Lalu tak lama kemudian tangannya meraih sebuah riasan dikepalaku. Benda itu adalah sebuah mutiara yang terdapat sesuatu seperti jarum dibagian bawahnya untuk ditusukkan kedalam rambut.

"Maaf ya. ng, kau jangan bergerak." Sehun meraih kerah jas putih yang kugunakan, menariknya sedikit dan menyatukan kedua sisinya lalu mengaitkannya dengan riasan rambutku tadi agar bisa menutupi bagian yang terbuka. Dia membengkokan besi tipis itu kesana kemari dan akhirnya terlihat seperti sebuah bross.

"Nah, sudah." Ujarnya seraya menyeka keringatnya .

"Hun, jarimu..." Kuraih tangannya saat melihat bercak merah di sarung tangan putih yang dipakainya.

"Oh, ini tadi tertusuk." Jawabnya santai. Aku terharu melihatnya dan hampir menitikan air mata.

"Pakai sarung tanganku saja ya?" Tanyaku seraya hendak melepaskan sarung tangan yang kugunakan.

"Tidak usah, nanti aku pakai punya appa saja." Sehun menggiringku menghadap cermin besar yang ada di toilet ini.

"Tidak begitu buruk kan?" Tanyanya menenangkanku. Aku mengangguk pasrah.

"Mm.. juga tidak begitu baik." Aku menundukan kepalaku. Kurasakan Sehun merangkulku dari samping dengan lembut.

"Ini gaun satu-satunya di dunia." Rengekku yang masih merasa kecewa. Sehun berdiri didepanku, mengganti bayanganku dicermin dengan bayangan punggungnya.

"Kau lupa? Ini juga tuxedo satu-satunya didunia." Hiburnya seraya mengangkat wajahku dengan jari telunjuknya yang berada didaguku.

"..di dunia ini mana ada pengantin wanita yang menggunakan tuxedo?" Sahutku. Ini pernikahan, sekali seumur hidup, masa pakaianku seperti ini? tenggelam dibalik tuxedo.

"Kalau begitu kau akan jadi satu-satunya yang seperti itu. Sangat special, iya 'kan?" Katanya lagi sambil tersenyum.

"Kenapa aku mengalami ini dihari pernikahanku.."

TBC

Hello hello! Kee's speaking! Haha sudah berapa lama gue vakum? .g

Ini da first genderswitch fanfic yang gue buat ya, mudah mudahan dapet feel, ga mengecewakan dan kalian suka hehe. Well, gimme a review please?

Regards,

Keewanii.