Ini adalah chapter terakhir dari Mesmerizing Me

So, enjoy~

Chapter 5 : Mesmerizing Me

.

Pintu bernomor 710 menjeblak terbuka.

Naruto menahan gugup di tempat, menduga-duga hal apa yang membuat Sasuke mengajaknya pergi ke apartemen miliknya. Jantung berdegup dua kali lebih keras dari semula dan–

"Hai, Sasuke!"

Dan Naruto langsung bisa melihat bagaimana gaduhnya ruang apartemen tersebut.

Naruto mematung. Wajahnya sekaku topeng keramik.

Bukan. Naruto bukannya berharap bahwa dia akan berakhir dengan makan malam atau nonton film atau hal romantis apa saja yang titelnya kencan dengan Sasuke. Uh, Naruto memang berharap demikian. Tapi Naruto kira, Sasuke tak berpikir begitu.

Seperti sedang menunggu-nunggu kehadiran Sasuke, deretan orang berbaris di kanan kiri jalan masuk, bak tentara siaga menyambut kehadiran pejabat. Beberapa dari mereka menggenggam kaleng-kaleng beer, minum sambil berdiri, menikmati suasana yang semirip pesta kebun. Masih tenang-tenang menghanyutkan dengan cahaya lampu sendu keremangan.

"Datang juga kau." Rambut cokelat panjang itu, Neji. Bercelana cokelat dengan kaos putih hampir transparan. Naruto melihat tali-tali imajiner menjerat perutnya yang bahkan dalam cahaya samar seperti ini pun masih nampak enam pak-nya.

"Hm." Sasuke menerobos Neji yang sedang memegang sekaleng cola.

"Man –lihat siapa yang kau bawa." Gerombolan pria berhoodie saling membuka tudung, menampilkan wajah-wajah seputih vampire yang siap terkam leher.

"Aku baru pernah melihatnya."

Sasuke menyembunyikan Naruto di belakang punggung kekar yang sempat Naruto kira adalah beton saking kokohnya.

"Wajahnya lumayan juga."

Wajah-wajah lapar menatapnya. Atau mungkin wajah lapar hanya tertuju pada Sasuke. Naruto mengangkat bahu ragu-ragu, antara membuntuti Sasuke atau diam di tempat seperti pohon tumbang menghambat jalanan.

"Oh, Sasuke! Kau sudah datang!" Seorang wanita bertubuh tinggi semampai, berusia kira-kira akhir duapuluhan melompat di tempat. Kakinya telanjang, kedua sepatu hak tinggi diketukkan di kedua tangan, girang. Naruto teringat tante-tante girang di perempatan jalan, sorot mata itu merah kehausan. Jangan-jangan jelmaan vampire.

"Ayo mainkan musiknya! Aku sudah gatal ingin menari! Shisui bahkan tak sebagus dirimu!" Wanita itu berputar di sekitar Sasuke. Mungkin tak melihat bahwa ada sosok Naruto di sekitar Sasuke saking charmingnya si disjoki.

"Hei, aku mendengarnya!" Nada suara yang Naruto kenal.

"Cih. Memang benar! Kami menunggu permainan Sasuke, bukan permainanmu, Shisui."

"Tolong bicaranya jangan di depanku." Selintas Shisui menatap Naruto dan baru menyadari bahwa ada dia di sebelah Sasuke. "Oh, hai. Adik sepupu ipar," sapanya sambil mengekor si wanita dan kembali bergelutlah mereka.

"Bleh."

"Ck! Kutarik rambutmu hingga botak."

"Sasuke tolong aku!" Wanita itu mengenakan mantel yang kancingnya terbuka. Naruto bisa melihat jelas bikini merah menyala di dalamnya. Satu tarikan maka tampaklah tubuh berlekuk-lekuk kecokelatan.

Naruto baru menyadari bahwa genggaman tangannya kosong. Naruto menoleh kebingungan. Sasuke hilang ditelan kumpulan manusia lapar, tanpa sempat mengatakan sesuatu padanya. Atau mungkin dia berkata sesuatu tapi Naruto tak mendengarnya saking bisingnya tempat ini.

"Sudah lama kau tidak mengadakan pesta. Aku benar-benar merindukan jari-jari nakalmu di atas turntable!"

"Mainkan musiknya, tampan."

"Party time! Dancing time! Yoo-hoo!"

Stan kecil berisi seperangkat alat DJ mulai kedatangan pemilik sahnya. Sasuke dengan sebuah headphone baru mulai bergerak kembali. Kepala mengangguk pelan. Sebelumnya dia berkedip kecil yang sukses mengundang teriakan. Naruto mulai berdiri tak nyaman.

Sekaleng soda di tangan kiri Sasuke pelan-pelan mulai kosong. Dia menendang kaleng hingga jatuh ke atas kolam. Giliran tangan yang gatal itu melempar kaleng-kaleng beer ke udara. Manusia-manusia mulai berkerumun bak singa buas mengincar daging rusa.

Malam ini Naruto belajar satu hal bahwa, Sasuke milik orang banyak.

Lampu berkelap-kelip di atas kepala Naruto. Dan suara burung menabrak tiang terdengar di telinganya. Sedikit pusing menyergap. Mungkin denyut jantung telah pindah ke kepala.

Apartemen yang ditinggali Sasuke luas, dengan sebuah kolam renang berada di dalam ruangan, beratap hitam, berlampu terang warna-warni mengingatkannya pada kebun bunga milik Nenek Tsunade. Stereo besar memenuhi beberapa sudut rumah. Tentu menyetel musik disini bukan hanya untuk konsumsi pribadi jika ditilik dari besar stereonya. Apartemen ini dirancang untuk pecinta musik seperti Sasuke, dengan beberapa karpet kedap suara menghias dinding.

Ada sebuah stan dimana Sasuke berada, terletak cukup dekat dari kolam renang berisi kerumunan gadis berbikini dan pria-pria bertelanjang dada. Kerumunan itu melempar bola di atas air atau saling menenggelamkan satu sama lain, pamer tahan napas. Beberapa ada yang tak berminat terjun masuk kolam dan hanya berciuman di pojok-pojok gelap atau mengotori sofa dengan tapal-tapal sepatu.

Jembatan kecil menjadi satu-satunya jalan menuju ke stan musik mini. Terdapat sekat kaca yang memisahkan kolam itu dengan ruang dalam apartemen, dimana seluruh orang rumah bisa bebas menari dimana saja tanpa harus berdiri tepat di depan booth Sasuke, ingat, stereo tersebar dimana-mana. Selebihnya Naruto tidak begitu peduli pada interior apartemen tersebut.

Naruto bukannya pembenci musik. Dia hanya tidak bersimpati pada musik. Biasa saja, tidak merasa gemar sekali atau jengkel luar biasa. Pada kenyataannya yang membuatnya jengkel adalah tempat ramai, dimana kau tidak mengenal satupun orang disana. Mereka memandangi Naruto seolah akan melucuti pakaiannya, dan bertanya –what the hell is that nerd doing in here?

Mati-matian Naruto menyangkal bahwa dia bukanlah kambing congek, dia datang karena Sasuke yang menjemputnya. Yang dia kira ajakan kencan berdua malah berakhir di antara kumpulan manusia-manusia asing di mata Naruto.

"Hai. Sasuke's...?" Seorang laki-laki berjalan terhuyung mendekati Naruto, bertanya sambil mengangkat alis.

"Nothing. Bukan apa-apa. Jangan menyebut Sasuke sebagai obyek yang mengikuti. Kami –maksudku aku dan Sasuke tidak ada kepemilikan atau yang kau maksud dengan Sasuke's itu." Naruto merutuki susunan kalimatnya yang acak-acakan.

"Mm-hm, kebanyakan orang disini berkenalan seperti itu. Seperti ini, 'Hai, I'm Shisui's friend, glad to meet you–"

"Maaf, aku haus. Permisi," ujar Naruto singkat menarik diri dari percakapan.

Kushina pernah berkata 'Don't talk with strangers'. Anak baik harus mematuhinya. Dan lagi orang itu tampak sedang mabuk di mata Naruto.

Naruto mengelilingkan mata birunya, menghela napas. Awalnya agak terkejut karena ini di luar perkiraan. Sisanya terkejut karena dia tidak menyangka Sasuke akan membawanya ke sini, karena Naruto pikir dirinya tak memiliki alasan untuk berada di kumpulan penggila pesta semacam ini. Naruto ingat Kushina pernah membawanya ke arisan Ibu-Ibu penggila gossip dan Naruto duduk terasing di pojokan disumpali jajanan manis gula-gula sementara Kushina berkali-kali bilang 'Tidak apa-apa, mereka teman-teman Ibu.' Sambil lanjut mengobrol masalah si anu yang menikah dengan si onoh, si itu yang bercerai dengan si ini lalu kawin lari dengan seorang brondong, hingga tetangga baru yang jadi incaran mata-mata iri saking brandednyabarang-barang yang dipakai. Dan tangan-tangan asing mencubiti pipinya hingga Naruto menangis meraung-raung. Itulah pertama kalinya Naruto mengaku mendapat pelecehan seksual. Trauma mengekor setiap kali dia mengingat hal itu.

Hal kedua yang dia pelajari hari ini yaitu, inilah dunia Sasuke. Penuh dengan pesta-pesta, musik dan hal gaduh lainnya. Hal-hal yang jauh dari keseharian Naruto. Hal-hal aneh yang tidak awam di telinga Naruto. Hal-hal yang membuatnya sebal karena dia benci keterasingan.

Dan Naruto merasa ganjil di tempatnya berdiri. Hanya dua orang yang dia tahu namanya selain Sasuke disini. Neji dan sepupu Sasuke –Shisui. Selebihnya dia benar-benar tak tahu siapa mereka. Benar-benar tersasar di kumpulan orang asing bagian dua. Dia tak mengenal siapapun. Tak bisa menyapa siapapun. Tak bisa membalas sapaan siapapun.

Jika Sasuke setangkai bunga yang indah, maka dirinya adalah sehelai daun kuning yang hampir mati. Tidak indah, dan sudah seharusnya digunting agar tak merusak pemandangan.

Kenapa dirinya jadi merasa kecil seperti ini?

Naruto menggelengkan kepala yang ditangkap Sasuke sebagai respon musik yang sekarang sedang diperdengarkan.

"Kau menyukainya juga ternyata." Sasuke tepat berada di sebelahnya. Naruto mendengus, sejak kapan Sasuke tiba di sebelahnya?

"Tidak. Aku tidak menyukainya." Nada ngeyel terdengar.

Naruto tidak tahu apakah yang hadir dalam pesta Sasuke yang bertingkah seperti sekumpulan anak-anak playgroup yang sedang lari-larian atau bermain kereta-keretaan adalah teman-teman Shisui. Mereka berbicara dengan bising. Saingan dengan dentuman musik tekno dan cekikikan geli wanita-wanita berpakaian seksi.

"–Shut up! I'm not getting drunk!"

"Mengaca dulu sebelum bicara."

Sasuke menarik Naruto ke tepian kolam, menjauhkannya dari kumpulan orang yang mengumpat sambil berlarian. "Kau terlihat kesepian. Mulailah bicara dengan orang-orang disini."

"Tidak ada orang yang kukenal disini! Dan mereka tampak tidak sadar!"

"Aku juga tak mengenal mereka secara keseluruhan. Beberapa teman Shisui. Beberapa dari mereka ada yang datang sambil membawa teman. Tentu saja tak sadar, mereka meneguk beer." Telunjuk Sasuke mengarah pada kaleng-kaleng beer yang ditata menyerupai piramida.

"Great. Jadi kau gemar membawa orang asing ke rumahmu?"

Bahu Sasuke terangkat. "Yeah. Temannya temanku adalah temanku juga, aneh sekali kalau kau menyebutnya asing. Dan house party ini temanya bebas. Diperuntukan bagi siapa saja yang ingin berpesta."

"Bebas? Kau membiarkan mereka bebas berciuman, bercinta dan menghambur-hamburkan alkohol begitu? Kita bahkan belum masuk usia legal untuk minum-minuman keras!"

Pandangan Naruto beralih pada tiap-tiap pojokan yang tertangkap matanya. Dimana manusia-manusia mulai bermain kuda-kudaan. Depan belakang. Naruto mengalihkan wajah menahan muntah.

Sasuke mengangkat bahu. Lagi dan lagi. "Mereka teman Shisui. Tentu sudah masuk usia legal. Dan bergaul dengan orang-orang yang sedang minum alkohol bukan berarti aku juga sama. Aku tidak pernah, setidaknya masih bisa menahan diri."

Beberapa bermain monyet-monyetan dengan melempar segepok kacang panggang. Beberapa lagi berdiri di atas meja sementara di bawah mereka, orang-orang siap menopang tubuh lalu melempar-lemparkannya.

"Oh, jadi kau sampai sekarang belum kelepasan." Naruto mencoba bicara pelan tapi nada sarkastis tak bisa ditutupi. Penutup mulutnya malafungsi.

Sasuke memandang lekat. "Apa-apaan kalimat sinismu itu?"

"Bagaimana kalau di antara mereka ada yang membawa narkoba?!" teriak Naruto tak sabar, mengambil dua langkah mundur ketika Sasuke maju satu langkah.

Mata Sasuke memicing. "Kau sadar tidak kalau bicaramu sekarang termasuk sedang melayangkan tuduhan? Mereka safe. Aku jamin itu."

"Bagaimana kau tahu? Kau mengeceknya satu per satu?!" Alarm berbunyi dalam nada bicaranya yang kering kerontang kekurangan air. Tenggorokannya terasa panas. Dia butuh air.

Sasuke menghela napas. "Sepertinya kau sedang marah."

Naruto marah. Marah karena dia berpikir menghabiskan waktu di depan cermin, memilih pakaian terbaik yang dia punya, menyemprotkan parfum favoritnya, mempersiapkan hal-hal untuk berkencan berdua dengan Sasuke ternyata sia-sia. Setidaknya itulah yang ditangkap matanya.

"Aku kira kita akan berkencan dan hanya berdua! Kupikir aku salah sangka!" Nada suara Naruto meningkat.

Sasuke tersenyum kecil dan Naruto baru menyadari dia kelepasan bicara.

"Hmm, kau menginginkan kencan berdua denganku?" Sasuke memburunya baik nada suara maupun tingkahnya.

Naruto ketar-ketir di tempat, hati merapal sial lebih dari sepuluh kali seolah itu mantra paling ampuh baginya supaya dapat lepas dari tatapan menyudut Sasuke. Dia berjalan menjauhi Sasuke, melawan segerombolan orang-orang yang mulai lepas kendali atau memang pada dasarnya senang bertingkah kelewat hiper dengan berlarian memutari kolam renang. Naruto menghindar dengan gesit.

"–Kembalikan ponselku!" Beberapa tangan terjulur menggapai-gapai.

"Sial," gerutu Naruto hampir terdorong ke samping.

"Ambil sendiri kalau bisa! Hahaha." Lidah terjulur.

"Kau menantangku? Berhenti berlari dan serahkan ponselku!"

"Come and get it!"

"Oh, kau tidak tahu kan apa yang akan kulakukan jika kau tertangkap?"

"Lalala. Aku tidak dengar. Aku tidak mendengarmu."

"Hey! Watch out–!"

BYUR.

"Naruto!"

Apa tadi dirinya bilang dia butuh air? Tolong cabut perkataannya, karena air yang dimaksud bukanlah air kolam renang dan bukan dengan basah di seluruh bagian tubuh.

Hal yang paling Naruto sesalkan ketika terjatuh adalah dia tidak sempat mengeluarkan umpatan. Kyuubi mengajarkannya mengumpat ketika dia tertusuk pisau. Mengajarkannya mengumpat ketika dia terjun bebas dari sepeda dan ketika dia jatuh dari pohon jambu karena coba-coba bergelantungan meniru monyet kebun binatang. Paling tidak sebelum celaka Naruto harus mengumpat lebih dulu karena umpatan adalah salah satu bentuk buang sial yang diajarkan Kyuubi padanya, sayang sekali air langsung membungkam wajah berikut perangkat-perangkatnya, termasuk mulut.

Naruto sempat terdorong lebih dulu sebelum salah satu kakinya tergelincir besi yang terpasang di pinggir kolam. Dia jatuh dengan pantat menghantam air lalu menyembul kembali dengan rambut pirang jatuh merebah menutup wajah. Naruto basah kuyup dari ujung ke ujung. Tidak ada bagian tubuh yang tertinggal kering. Dingin luar dalam. Otak membeku sesaat.

Sasuke menariknya, tapi dia tidak apa-apa. Tidak ada yang terluka. Tidak ada yang terluka kecuali harga dirinya. Naruto bangkit terhuyung-huyung dengan berat pakaian dua kali lipat dari berat awal. Bahunya jatuh.

"Lihat yang kau perbuat pada teman Sasuke!"

"Aku tidak sengaja. Aku.. Maafkan aku!"

"Naruto kau tidak apa-apa? Tunggu di sini, aku akan–"

Naruto tahu akan ada hal memalukan yang menimpanya ketika berada di keramaian seperti ini.

Hampir separuh orang memandangnya. Bola-bola di atas air mengapung terabaikan. Hanya selang beberapa detik sebelum mereka kembali melanjutkan kegiatan mereka yang tertunda. Seseorang yang jatuh ke kolam saat pesta di kolam bukanlah hal yang aneh. Naruto melempar headphone ke lantai dan bunyi retakan terdengar. Kurang puas, dia meninju piramida beer kaleng hingga bangunan jadi-jadian itu runtuh berantakan.

Naruto berlari secepat yang dia bisa. Berlari sambil mencopoti kancing lengan kemeja yang tadinya digulung Sasuke. Dia berakhir pada lorong gelap, di tengah jalanan aneh berpohon tinggi, di antara tembok-tembok lusuh berisi caci maki dunia, Get lost! Fuck off reality. Naruto kehilangan gambar dua tangan bergandengan yang kemarin hari terus membayanginya. Tergantikan gambar tengkorak bertuliskan hujatan dengan warna merah darah.

Sampai sini.

Mungkin sepulangnya dari sini dia harus melepas celana dan menilik kembali jenis kelamin apakah yang dia punyai hingga dirinya sekarang merasa terlalu sensitif seperti gadis-gadis remaja, gadis-gadis kelebihan hormon atau gadis-gadis tukang fansgirling. Atau mengomeli Kushina yang terlalu kejam mewariskan darah sensitif pada perasaan prianya. Patut dicoba, lalu dia harus mencopoti gambar hati yang beberapa hari ini setia mendekam pada dinding kamarnya yang mendadak berubah warna dari putih polos menjadi merah muda.

Diabaikannya angin malam yang menusuk seluruh tubuh. Dingin membekukan, organ-organ luar hampir terasa lumpuh. Tapi keringat pelan-pelan menetes turun mencapai pelipis.

Naruto berhenti mengambil jeda napas sejenak, kedua tangan bertumpu pada kedua lutut. Bernapas satu-satu hingga terbatuk sesak. Dia tak berharap terkejar. Tapi doanya tak terdengar.

"Oke. Aku mengejarmu tapi tidak tahu bahwa ternyata kau memiliki rekor berlari yang lumayan cepat." Sasuke sudah berada tepat di sampingnya, mengatur napas dengan tenang. Tidak sepertinya yang menarik-keluarkan dengan cukup brutal.

Naruto berbisik, berbisik berisi sebuah umpatan.

Aksi kejar-kejaran dalam film aksi memang keren, tapi tidak dalam drama percintaan dimana pemeran utamanya adalah dua orang laki-laki muda belia. Cenderung mengingatkannya pada gerombolan anak laki-laki yang berebut mainan pesawat tempur.

"Lepaskan!" Naruto meronta keras pada tarikan tangan. Sasuke menariknya dari belakang.

"Lepas!"

"Tidak. Aku tidak akan melepaskanmu, kau kedinginan." Sebentar saja nada suara do bertitik bawah yang dia ingat kembali muncul tepat persis di telinganya. Naruto bertambah gemetar. Gemetar hingga mencapai leher belakang.

Well, berlari dalam keadaan basah di malam hari, dimana angin lebih banyak bertiup ketimbang siang yang panas memang lebih dingin dua kali lipat dari biasanya.

Sasuke memegang dahi Naruto yang segera ditepis kilat. Dia membelakangi Sasuke.

"Aku tidak kedinginan. Lepaskan aku!" Naruto mendecih mendengar rengekan dalam nada suaranya sendiri. Jika ada gema dari suaranya, dia dengan senang hati menutup telinga dan menyangkal mati-matian bahwa itu bukan suaranya.

"Bohong. Wajahmu pucat, bibirmu biru. Dan lagi, kau menggigil."

Naruto bertambah menggigil ketika Sasuke berkata.

"Iya pun bukan urusanmu," katanya cepat agak hilang hampir tak terdengar.

Naruto berlari ke tengah jalan. Nyaris menerjang bemper depan mobil yang tengah melaju, yang untungnya pelan. Sebuah, "Taksi!" Naruto berteriak kelewat kencang.

Taksi berhenti. Naruto bersiap masuk sebelum tangan Sasuke menghentikannya, menahan lengan berbalut kemeja berlengan basah.

"Aku yang membawamu maka aku yang mengantarkanmu," bisik Sasuke pelan.

Sentakan kencang Naruto lontarkan dan sukses gagal. "Lebih baik aku pulang sendiri," katanya keras kepala. mencengkeram keras-keras pintu taksi.

Sasuke menggeleng. "Aku tidak akan membiarkanmu pulang sendiri. Tidak dalam keadaan basah kuyup, tidak ketika kau tengah menggemeletukkan gigimu seperti penderita hipotermia–"

"Minggir!"

Tangan Naruto dipegang erat-erat. Sasuke membungkuk sopan pada sopir taksi. Sopir taksi menggerutu sebelum tancap gas meninggalkan dua orang pemuda cekcok di tepi jalan.

Naruto mendengus meninju apapun yang bisa dia kenai sebelum kembali berlari. Maraton malam hari memang bukan kebiasaannya, apalagi tengah malam di tengah jalanan sepi. Tapi Naruto tak merasa khawatir, tak merasa cemas, dia bahkan pernah lolos dari kejaran anjing rabies ketika berumur enam tahun.

"Such a trouble." Sasuke meludah, bibirnya lecet kena tinju mentah Naruto.

Naruto bukan hal mudah untuk dikejar. Pertama, dia laki-laki punya kaki cukup atletis dan lumayan pintar berlari. Kedua, sifat keras kepalanya itu menjanjikan pemberontakan ketika sudah tertangkap. Ketiga, Sasuke sebenarnya tidak mau menggenggam keras-keras Naruto yang baru saja mengalami mental shock jatuh dari air di tengah keramaian. Tapi sabarnya sudah menguap ditelan lelah yang mendera.

Kilatan tenang di matanya telah berganti dengan kilat mata mengintimidasi yang dingin. Naruto merasakan bulu di sekujur tubuhnya menegang.

"Sudah cukup lari-lariannya. Sekarang ikut aku." Sasuke tidak melepas kunciannya pada pergelangan tangan Naruto. Memasuki toilet umum di seberang jalan.

Naruto baru tahu bahwa, Sasuke ternyata lebih ganas dari anjing rabies. Buktinya dia tertangkap. Atau mungkin, dia tidak menyerah pada anjing rabies, tapi dia menyerah pada Sasuke. Karena dia Sasuke, maka Naruto menyerah untuk lanjut berlari. Menyerahkan diri pada Sasuke bukanlah hal buruk –mungkin.

Segenggam kain hitam terulung pada Naruto yang mematung di tepian pintu. Itu adalah sebuah hoodie. Kapan Sasuke membawanya, Naruto tidak punya jawaban karena dia tak tahu.

"Kau tidak berharap aku ikut masuk, bukan?"

Sebuah debaman tertutup tepat di depan muka Sasuke.

Sudah pasti dia tak berharap dikejar, tak menduga dibawakan pakaian. Dia hanya berharap bahwa, malam ini dia akan pulang lalu berharap bisa tidur tanpa mimpi buruk hanyut di sungai atau apapun yang membuatnya basah kuyup lalu besoknya terbangun tanpa ingat yang terjadi pada malam sebelumnya. Badannya terasa cukup letih dan sakit.

Naruto muncul dalam gelap dengan pakaian serba hitam. Penerangan selain lampu dan bulan sabit di atas langit adalah rambutnya yang pirang, yang menyala lebih terang karena pakaian hitamnya, masih merebah ke wajah karena basah. Hanya celananya yang masih terasa dingin menusuk-nusuk bagian bawah tubuh.

Lalu dia berjongkok di tepi sebuah kolam. Melempari batu seperti yang biasa anak-anak bandel lakukan. Sasuke duduk di sampingnya, menatapnya yang tak balas menatap dirinya. Naruto belum menatap Sasuke satu kalipun semenjak adegan kejar-kejaran mereka.

Sasuke mengangkat bahu, mencari jeda sunyi yang tak kunjung luntur gara-gara Naruto melempar segenggam batu dengan berisik.

"Aku minta maaf karena aku tidak membawamu ke kencan berdua seperti yang kau harapkan. Kau tidak bisa membayangkan bagaimana senangnya aku mendengar kau mengharap kencan berdua denganku."

Segenggam batu berubah menjadi lemparan satu-satu kerikil. Sasuke tersenyum kecil.

"Tapi kupikir sebelum berkencan terlebih dulu, kau harus mengenal duniaku, apa yang kulakukan, teman-temanku, apa kesukaanku. Bukankah setiap pasangan harus tahu pasangannya secara pribadi?"

Hm. Karena itulah dia menghabiskan waktu satu hari untuk mencari artikel bagaimana berkencan dengan sesama pria dan gagal karena berujung pada gambar-gambar aneh yang muncul.

Sasuke melanjutkan sambil menerawang tepat di atas kepala Naruto yang duduk tak melihat ke arahnya. "Terakhir kali aku berkencan mungkin tiga empat tahun yang lalu aku tidak begitu ingat dengan jelas. Tidak tahu apa saja yang kulakukan saat itu."

Hening. Naruto diam di tempat. Menyimpan rapat-rapat sebuah batu pada genggamannya.

"Hal-hal sederhana yang mudah terlupakan?"

"Hal-hal yang sudah tidak bisa kuingat, mungkin tak terlalu berarti karena itu aku melupakannya. Well, kurasa kau tahu kapan tepatnya untuk melupakan sesuatu."

Sasuke menghembuskan napas keras-keras, berhasil menarik perhatian Naruto.

"Dan aku mulai membawamu masuk dalam agendaku. Menonton penampilanku secara live, mengajak ikut pesta ke apartemen. Itu karena aku ingin berkencan secara serius denganmu Naruto," ucapnya.

Sasuke tertangkap mata birunya, dan Naruto membulat.

"Kau –basah?" Tangannya terulur pada rambut Sasuke yang jatuh hampir menutupi mata.

Maksudnya –Naruto tak tahu jika Sasuke datang padanya dengan –uh, Naruto meraba-raba. Kosakatanya hilang tertelan sunyi, dia bagai anak berusia tiga tahun yang masih terbata-bata membaca kumpulan alfabet. "S-semuanya basah Sasuke. Lihat, lihat pakaianmu, semuanya, semua yang kau pakai–"

"Karena kulihat kau tidak begitu tertarik terakhir kali kau datang ke pertunjukanku, jadi aku membawamu ke pestaku," lanjut Sasuke tanpa mengalihkan pandangan.

Naruto berpandangan linglung, dia tidak minus tapi pandangannya buram, otaknya berjalan cukup lancar, tapi tiba-tiba mandek berpikir. Seolah wajahnya tertampar besi penunjuk jalan lalu yang ada blank sesaat.

"Kenapa aku sampai tidak tahu? Kau tidak ikut masuk ke kolam kan Sasuke? Tapi, well, aku tidak sempat memperhatikan sekitarku ketika jatuh tadi, kurasa ada yang menarikku. Apakah itu kau? Seharusnya kau mengganti pakaianmu terlebih dahulu sebelum–"

Sasuke membungkam perkataannya dengan gelengan. "Apa yang membuatmu memiliki kepercayaan diri untuk memotong ucapanku?" katanya tersenyum miring.

Naruto membuka tutup mulutnya. Kehilangan bagaimana susunan huruf A lebih dulu daripada G, T ada setelah S, dan mana yang lebih dulu F ata V?

"Aku berharap bahwa kau dapat berinteraksi dengan orang lain, orang yang tak kau kenal, orang yang mungkin sebentar lagi kau kenal, orang-orang yang mungkin akan sering kau temui jika bersamaku. Tapi hari ini ternyata lebih buruk dari yang kuduga. Mungkin kau terlalu terkejut pada duniaku." Sasuke berbisik di telinga Naruto, menguarkan panas yang tiba-tiba saja sampai sekujur tubuhnya. "Mereka tidaklah seburuk itu."

"A-aku tidak menganggap mereka buruk. Well, uh sedikit nakal, mungkin," jawabnya menggaruk tengkuk yang bulu-bulunya sigap terangkat.

"Oh, juga Mei-san minta maaf karena dia kau jadi terjatuh ke kolam. Dia benar-benar tidak sengaja. Sifatnya memang seperti itu, dan makin parah jika bertemu Shisui. Mereka adalah pasangan yang cocok jika berkaitan dengan –yeah kau tahu, membuat keributan." Sasuke mengangkat bahu.

Naruto mengangguk.

Sasuke berdiri dan menepuk celananya yang basah. "Kuantar kau pulang."

Naruto berdiri, memperhatikan Sasuke yang menghentikan taksi lain, lalu mengantarnya pulang. Sepanjang jalan dia hanya menengok jendela, melihat pohon di pinggir jalan yang sebenarnya terlihat sejuta kali lebih membosankan. Tapi dia tak benar-benar memandang keluar jendela, dia hanya tak punya pilihan lain untuk dipandang. Tidak dengan Sasuke dan pantulannya di kaca jendela yang sedang menatapnya intens. Naruto menaikkan hoodie dan meringkuk dalam-dalam di pojokan tempatnya duduk.

"Kita sampai," ucap Sasuke membuka pintu.

Naruto baru benar-benar melihat sekelilingnya. Wajah Sasuke dua kali lipat lebih putih dari biasa dan itu mengkhawatirkannya. "Mm, hm, sebaiknya aku masuk terlebih dahulu untuk mengambilkanmu pakaian ganti–"

Naruto terhenti sebelum tangannya mencapai kenop gerbang.

"Tidak perlu. Aku tidak membutuhkannya." Sasuke mendekat. "Aku hanya –well, kurasa kali ini tak apa-apa."

"Aku minta maaf telah menciummu di taman waktu itu dan tak berkata apapun selain maaf."

"Um, a-aku. ."

"Tapi kali ini aku akan mengucap 'maaf' terlebih dahulu." Naruto mengernyit. "Maaf, Naruto."

Dan Sasuke menciumnya. Penuh, tepat di samping taksi yang mengantar mereka, masih setia menunggui Sasuke merampungkan kegiatannya. Di depan rumah Naruto yang menjadi tempat kedua dimana Sasuke menciumnya. Naruto pasti akan tersenyum sendiri sebelum memasuki gerbang rumah jika mengingat hal ini. Atau paling tidak berhenti sesaat dan menyentuh bibir dimana Sasuke sedang menciumnya sekarang ini.

Karena ini malam, mungkin Naruto melihat kunang-kunang pada matanya. Karena Naruto habis pulang dari pesta, mungkin Naruto jadi berhalusinasi mendengar lagu dalam telinganya. Oh, dia pintar membuat alasan.

Ini adalah lagu yang tidak pernah mampir di kepalanya. Lagu yang dia tidak pernah kira akan tersangkut di otaknya. Dia bukanlah maniak musik, sebelumnya, tidak pernah ada getar dalam jantungnya ketika mendengar musik. Tidak pernah mendalami makna-makna lagu, tidak pernah ingin tahu bagaimana bisa sebuah musik begitu digilai bagi sebagian orang. Apalagi lagu asing yang belum tentu mereka paham hanya dari liriknya saja.

Dia tahu sekarang. Bagaimana suasana di sekitarnya menyala. Karena telinganya berkhayal tentang sebuah lagu. Lagu yang tidak dia pahami liriknya, nadanya. Mungkin hanya senandung kecil, mungkin juga gumaman tanda orang sedang berbahagia. Apakah ini yang orang dengar ketika mereka sedang jatuh cinta? Apakah hanya satu orang yang mereka lihat ketika jatuh cinta? Sekeliling mereka putih, dan dia hanya bisa melihat Sasuke di depannya. Mencabut paksa napasnya seperti air kolam yang membungkam paksa mulutnya.

"Sasuke –uh, aku khawatir jika tidak mengatakannya sekarang. Sebelumnya aku ingin mengatakan ini, bahwa mungkin aku–"

"Sepertinya, aku jatuh cinta padamu." Sasuke menggeleng. "Tidak, aku memang jatuh cinta padamu." Sebuah senyum terlampau dekat, dekat hingga Naruto merasa senyum itu berada tepat pada mulutnya.

"Aku jatuh cinta padamu, Naruto."

Sasuke menangkup wajah Naruto yang lebih pendek dua senti darinya. Tangan dinginnya berada pada pipi Naruto, dan Naruto membungkus tangan dingin itu dengan tangannya sendiri.

"Last," bisiknya pelan.

Kemudian Sasuke menciumnya lagi. Kedua kali di hari itu. Melayangkan sensasi menggeletik pada perut, punggung, dan tengkuk. Menciptakan getaran yang merambat sepanjang tulang belakang. Tangan kekar menyelimuti punggung berbungkus kain. Hoodie Sasuke tipis, maka dia bisa merasakan tangan yang tadi bermain-main di atas piringan kini bersentuhan dengan kulitnya.

Tudung kepala Naruto terbuka, menampilkan rambut pirang yang acak-acakan. Jemari tenggelam pada rambut basah Sasuke, merayap hingga turun ke leher. Naruto menyamankan diri, menutup mata. Sasuke bermain pada tali hoodie-nya, memainkannya untuk menarik Naruto lebih dekat padanya, lebih dalam. Naruto menggantungkan sisa-sisa tenaga dengan berpegangan pada kedua sisi pinggang Sasuke. Napas Sasuke tertangkap pipinya dan ciuman terlepas.

"Kurasa aku juga jatuh cinta padamu, Sasuke." Naruto tersenyum, dan dia bisa merasakan Sasuke juga tersenyum di hadapannya.

"Really last for this day."

Naruto tertawa dan merangkul Sasuke dalam sebuah ciuman panjang.

Sasuke benar-benar jatuh cinta padanya, begitu pula dengan dirinya. Itu hal ketiga yang dia pelajari malam ini.

.

EPILOGUE.

Naruto melarang Sasuke mengumumkan hubungan mereka. Dia hanya berpikir bahwa –sekolah akan terasa jauh lebih sulit jika harus berkali-kali berpapasan dengan fans Sasuke yang masih tetap mengerumuninya layaknya ikan-ikan di kolam sekolah mengerumuni umpan yang dilemparkan penjaga sekolah. Dia belum siap mental.

Sasuke menjemputnya, lalu dirinya akan berhenti beberapa meter dari gerbang dan berlari maraton menuju sekolah tanpa sempat Sasuke cegah. "Tak apa. Mereka tidak akan menggigitmu," bisik Sasuke suatu ketika dan Naruto berbalik arah secepat kilat sebelum gerombolan gadis menenggelamkan tubuh Sasuke pada garis-garis mungil tubuh mereka. Tidak lagi, dia tidak berniat merangkak keluar di antara kaki-kaki mereka.

Beberapa hari Sakura tersenyum padanya. Sebenarnya dia agak ketakutan –kalau boleh berbangga hati, dia rasa Sakura menyukainya. Kenapa? Mungkin karena dia tepat waktu mematuhi tugasnya waktu itu, dan menemukan bahwa itu adalah bagian paling mempesona yang Naruto punya dibanding laki-laki lainnya. Boy on the deadline.

Dan Ino sudah kembali masuk sekolah, tapi dia tak bisa menghentikan pandangan matanya yang terlihat seperti menuduh dirinya. Naruto tak punya pikiran lain. Dia dan Sai sering kelihatan berdua sekarang. Tapi ada kilat-kilat di mata Sai yang berpandangan aneh ketika melihat ke arahnya. Jadi, dia dengan sadar diri jauh-jauh dari mereka karena Ino dan Sai seperti punya dunia sendiri yang melarangnya untuk turut serta.

Naruto harus mengotak-atik otaknya yang membeku setiap kali Gaara muncul dan menghantuinya dengan perkataan, "Naruto, tidak ada yang ingin kau sampaikan padaku?" Dan mengalihkan pembicaraan setiap kali si rambut merah membawa-bawa Sasuke dalam percakapan mereka.

Well, um. Dia sampai.

Naruto menahan gugup pada pintu apartemen dan membuka pintunya. Dia menemukan Shisui dalam balutan kaos dan celana hitam –semua anggota Uchiha selalu terlihat bagus dengan kombinasi hitam-hitam- sedang duduk malas-malasan di depan sebuah layar televisi duapuluh satu inci. Makanan ringan dan kaleng-kaleng minuman berceceran di atas meja. Beberapa jatuh mengotori lantai.

"Oh, hai. Adik sepupu iparku yang manis sudah datang rupanya. Sasuke sedang mandi, kau tunggu saja di sini."

Naruto berdiri kaku di samping pintu masuk. "Um, yeah."

Shisui mendongakkan kepala di balik sofa. "Kemarilah. Ini tidak seperti aku akan menggigitmu atau apa. Haha." Dia melempar tiga biji kacang panggang ke mulutnya.

Naruto duduk di tepi, mengawasi televisi yang menampilkan iklan pembersih wajah.

"Woah, woah. Lihat, sepertinya aku harus menelepon ke sana. Wajahku terlalu kusam akhir-akhir ini. Aku memerlukannya sebagai pengganti milikku yang sudah kadaluarsa."

Shisui menyobek kertas majalah di ujung meja dan bergegas mencatat nomor telepon. Dia tidak terlihat sedang berbicara pada Naruto jadi yang dilakukan Naruto hanya duduk diam tak menanggapi.

"Yeah, aku tahu. Laki-laki bukan berarti aku tidak punya krim wajah. Dan lihat –for men! Kau ingin memesannya? Bilang padaku lalu aku akan memesan dua sekaligus–"

"Er, tidak perlu," serbu Naruto cepat-cepat.

Shisui mengangkat bahu.

"Sejak kapan?" tanya Naruto tiba-tiba. Shisui menghentika gerakan ributnya dan menoleh dengan alis bertaut.

"Mungkin Sasuke tidak tahu, tapi sekali lihat aku sudah tahu bahwa kau –menyayangi Sasuke lebih dari sekedar saudara sepupu."

Shisui duduk tenang seakan sudah tahu bahwa Naruto pasti akan bertanya juga pada akhirnya. "Aku tidak tahu dengan pasti. Kami sudah akrab untuk waktu yang lama, jadi aku tidak begitu ingat kapan aku mulai well, kau tahu." Shisui terlihat acuh dari caranya mengangkat bahu. Caranya mengangkat bahu membuatnya mengingat Sasuke. Apa Sasuke yang meniru gesture itu atau sebaliknya, Naruto tak mengambil pusing siapa pencetus gerakan angkat bahu di antara keduanya. Keduanya sama-sama mengangkat bahu dengan gerakan keren dan maskulin, tapi Sasuke selalu terlihat lebih ringan dibanding Shisui. Dan sudah pasti, Sasuke lebih terlihat kharismatik, cuek –yet hard to get style.

"Ngomong-ngomong kenapa kau bertanya?" Shisui terkekeh kecil, kekehan yang dari luar terlihat menyebalkan. "Tenang saja, aku tidak akan merebutnya darimu. Mungkin aku yang akan merebutmu darinya melihat betapa kekasih dari adik sepupuku ini kelewat manis."

Naruto tidak pernah terlalu suka berbicara dengan Shisui. Dia tidak pernah melewatkan sedikitpun celah untuk menggoda Naruto.

"Hanya saja. Wajahmu mengatakan bahwa kau belum bisa berpindah."

"Begitukah? Apa motifmu menanyakan hal itu padaku? Padahal kau sudah tahu jawaban apa yang akan kuberikan."

"Kadang-kadang manusia perlu bertanya untuk memastikan."

Tapi bicara dengan Shisui tak pernah membuatnya canggung. Tipikal orang yang berbicara meledek kepada siapa saja, dan mendapat teman darimana saja. Tidak heran di pesta waktu itu mayoritas partygoers adalah teman Shisui. Berbicara dengan Shisui seperti bicara dengan Kakak laki-lakinya yang menyebalkan, yang selalu menertawainya ketika dia kesusahan dan selalu mengerjainya walaupun dia sedang kelelahan.

"Dan? Kalau sudah ketemu jawabannya?"

"Kuharap kau cepat move on. Karena percuma saja, Sasuke tidak akan bisa–"

Dan dia tidak pernah merasa bersalah untuk berkata kelewat jahat seperti ini pada Shisui, karena dia selalu punya segudang cara untuk menyekak mati perkataan Naruto.

"Tak masalah. Sasuke akan tetap tinggal bersamaku, kau mau apa?"

Naruto mendengus. Shisui tertawa.

"Aku sedang patah hati gara-hara dirimu. Harusnya kau bersikap lebih manis padaku." Shisui mengangkat bahu. "Hey, Naruto. Rahasiakan ini dari Sasuke."

"Apa yang dirahasiakan dariku?"

Naruto terpikat untuk kesekian kali.

Sasuke muncul dengan pesona mautnya. Jaket kulit hitam dengan kaos putih polos di dalamnya. Rambutnya yang berbias kebiruan berdiri menantang, tak menyisakan poni di dahi. Boot hitam menyentuh pergelangan kaki yang jenjang, headphone baru lagi –Naruto tak pernah melihat Sasuke memakai jenis itu sebelumnya, mengira-ngira berapa lemari yang Sasuke punya untuk menyimpan koleksi headphone-nya. Garis rahang dua kali lebih tegas dari biasa, terlihat tajam, keras dan liar. Beruntung dirinya sedang tidak menenggak soda, karena kalau iya. .

"Uhk." Shisui terbatuk di sebelahnya, soda muncrat mengotori kaos hitam yang dipakainya.

"Jorok. Bersihkan setelah ini," ucap Sasuke mengernyit.

"Kemana kau akan pergi?"

"Seseorang mengadakan pesta, jadi aku dan Naruto akan berpesta."

"Woah, kejutan. Adik iparku sudah tidak fobia pesta rupanya–"

Naruto menyalak. "Aku tidak fobia pesta–"

"Selamat bersenang-senang kalau begitu, manis." Shisui memberikan kedipan pada Naruto.

"Shisui, hentikan," ucap Sasuke menggandeng Naruto.

Shisui mengangkat kedua telapak tangan.

Sasuke menggenggam Naruto menuju pintu. Naruto berbalik sebelum keluar dan melihat Shisui sedang mengangkat bahu sambil menaikkan alis ke arahnya. Shisui, selalu pintar menyembunyikan perasaannya.

Pintu tertutup.

Shisui menghela napas sebelum mengambil ponsel yang tergeletak malas-malas di ujung sofa.

'Halo. Halo. Shisui? Mei's speaking. Ada yang mau kau katakan?'

"Ada waktu hari ini?"

'OF COURSE I HAVE!'

.

Sebuah pesan teks masuk ke ponsel Naruto.

'Sudah membuka majalah sekolah?'

Naruto mengernyit heran. Bersiap-siap membalas pesan.

'Kutebak belum.'

Apa-apaan Sasuke, membuang-buang pulsa saja.

'Jangan sampai terkejut.'

Sebelum Naruto bergegas berlari ke rak bukunya sebuah pesan multimedia masuk.

Klik.

Naruto baru sadar sekarang. Kenapa Sai selalu ada di saat dia sedang bersama Sasuke. Kenapa Sakura tersenyum-senyum padanya dan kenapa Ino mencemberutinya. Oh, juga Gaara yang selalu berperan menjadi hantu kemanapun dia pergi.

Naruto tersangkut kakinya sendiri dan jatuh ke atas tempat tidur. Majalah terbuka, menampilkan bagian tengahnya. Dia menemukan gambar yang sama. Pada majalah dan ponselnya. Fotonya dan Sasuke. Foto yang menghabiskan hampir satu halaman penuh majalah berukuran kertas A4 tersebut. Efek laminasi membuat gambar itu terlihat dua kali lebih menyala. Di bawahnya tertulis huruf besar-besar, seolah huruf itu timbul dan mencolok mata.

BEST COUPLE

Oh. Haruskah dia bolos sekolah beberapa minggu?

.

"Sakura, kau memintaku untuk memotret Sasuke seperti paparazi. Tapi aku malah punya foto yang pasti akan membuatmu terkejut."

"Hah? Benarkah?"

"Aku memotret Sasuke dan Naruto yang sedang berciuman di taman kota."

"SUNGGUH?"

"Majalah sekolah sepertinya akan heboh ketika terbit nanti. Hahaha."

"Kau terdengar punya rencana yang mengerikan."

.

END.

.

Akhirnya~

Akhirnya Mesmerizing Me tamat!

Seperti yang sudah saya katakan di warning chapter awal, bahwa ini Fast Plot, Fast Story. Jadi jangan mengharap bakal punya chapter-chapter yang panjang.

Jujur saya kecewa dengan chapter kemarin T_T karena kalau yang jeli Yes! Banyak yang missing. Kasih selamat buat yang tahu bagian-bagian mana aja yang ilang. Ah, sedih, spasi aja ada yang ilang. Sebenernya itu karena saya sempat membuka sekilas dan memperbaiki satu kalimat pendek sebelum publish pada komputer yang Ms. Wordnya berbeda dengan laptop saya dan jadinya malah pada ngilang. Sumpah, seharian menggalau gara-gara chapter 4.

Well, bagi saya nulis adalah proses belajar. Jadi tentu banyak kekurangan, nggak mungkin orang baru jebol lahir langsung bisa nulis itu omong kosong. Nulis juga bisa jadi ajang koreksi, yang namanya koreksi berarti supaya jadi lebih baik lagi. Hope so.

Dan karena setiap gadis pasti punya satu hal yang menjadi fansgirlingannya, kali ini saya mau berbagi sosok yang sering bikin saya bangkit lompat-lompat buat nulis akhir-akhir ini, MAGNUS BANE! Elah, ganteng banget! Thanks to Cassandra Clare yang udah buat super duper extra fabulous magnificent High Warlock of Brooklyn! Shadowhunter Series ditunggu, meskipun masih satu tahun lagi, u,u. Kenapa Magnus lebih pendek dari Alec, u,u. Kembalikan Godfrey Gao!

Saya mau terima kasih buat yang review:

mifta cinya, SNlop, Ryuusuke583, hanazawa kay, kazekageashainuzukaasharoyani, yulimizan2, Call Me L, Kucing Gendut, saphire always for onyx, kyuubi no kitsune 4485, Aff596, choikim1310, AprilianyArdeta, jewELF, Wazuka Arihyoshi, miss horvilshy, FayRin Setsuna D Fluorite, Aiko Michishige, heriyandi kurosaki, kirei-neko, Call Me Mink, Fuuin SasuNaru, shanzec, anes dobe, kimm bii, .11, Kris hanhun, gyumin4ever, miszshanty05, Arum Junnie, shia naru, IfUchiha, 85, Imel jewels, Aiko Hikari Fujoshi, .9, yunaucii, TachiUchiha, oka, XXX, Guest, Guest, ykaoru32, MetamorphoQueen, cloudyeye, Guest, Mikucchi, Riccan Wu, namikaze kirana, akarui kurai shiko deli-chan, yami, Guest, D'angel, Ichijo sena, Indah605, michiiend, deewie, .1, Yuiko Narahashi, sayuri, pikupol, Ai-UcHiHa¸ pikupiku, shappireyes, Harpaairiry, Uzumaki Prince Dobe-Nii, Aprieelyan, krisTaoPanda01, XiuNiiChan, Shiroi.144, airahara.

Glad to have you as my reviewers. Thank you so much!

Thanks juga buat yang PM, fave dan follow fik ini dan ngikutin sampai tamat. Sst, tell me which chapter is the worst.

See you next story~