A/N: Hey, here's my new story. I hope you like it and there's no magic in this story. Happy reading:)

Divorce

by

AchernarEve

Rowling has! I just having fun with the characters

Chapter 1

"Dari semua bukti, keterangan saksi, serta keputusan para Juri, dinyatakan bebas dari semua tuntutan."

Setelah ketukan palu yang ketiga kalinya semua tamu di persidangan ini bertepuk tangan. Mister Ramses yang masih mengenakan seragam orange penjaranya berjalan dari kursinya untuk langsung memeluk keluarganya. Pandangannya tertuju pada pengacara yang tampak sedang berbincang dengan salah satu rekannnya.

"Terima kasih, Mister Malfoy," ujarnya sambil berjabat tangan.

"Sudah menjadi tugas saya," balas Draco Malfoy yang menyambut jabatan tangan itu.

Seorang wanita langsung menyambut dirinya sesaat setelah ia keluar dari ruang persidangan itu. "Mister Malfoy," panggil wanita itu yang berusaha mengimbangi langkah atasannya itu.

Draco Malfoy hanya memandangnya sesaat yang berarti bahwa sudah saatnya ia mengatakan apa sebenarnya yang ingin ia katakan. "Ponselmu terus berdering ketika persidangan tadi."

"Sudah kukatakan untuk mematikan ponselku saat aku sedang di persidangan," jawabnya yang masih terus berjalan di koridor pengadilan itu.

"Tetapi, ini penting," jawab Hannah, asistennya.

Draco hanya kembali menatapnya sesaat untuk kemudian melanjutkan langkahnya. "Apa yang lebih penting dibandingkan dengan persidangan yang sedang kuhadapi?"

Hannah Pierce kembali berusaha mengimbangi langkah atasannya yang terkadang lebih menyeramkan dari monster yang sering diceritakan di masa kecilnya. "Eloise."

Langkah Draco terhenti saat mendengar nama itu terlontar dari asistennya. "Saint Lucas menghubungimu beberapa kali menanyakan kapan kau datang. Hari ini adalah jadwal kau menjemputnya dari sekolah."

"Godamnit, kenapa kau tak mengatakannya sejak awal."

Baru saja Hannah akan membuka suaranya untuk menjelaskan, Draco sudah berlari meninggalkannya.

000

Ruangan itu tampak sangat tenang. Argumen sesekali keluar dari mulut wanita itu saat ia pikir bahwa ide yang ditawarkan oleh direktur penyiaran tempat ia bekerja tak sama dengannya. Hermione menyilangkan kakinya di bawah meja dan berusaha untuk mendengarkan dengan baik apa yang diinginkan oleh Chris untuk acara yang dipimpinnya.

"Lalu kau mau aku untuk mengeliminasi berita Senator Hunt hanya karena ia seorang yang berpengaruh dan akan berdampak buruk bila ia tak menyukainya?"

Chris bersedekap lalu berpaling dari jendela besar di kantornya untuk menatap Hermione. Ia mengangguk. "Bila kita ingin membuat acaramu bertahan lama."

Hermione menghela napas. Seketika hawa di ruangan itu terasa pengap. Hal ini merupakan salah satu yang tak ia sukai dari manajemen perusahaan tempat ia bekerja. Investor adalah segalanya. Tetapi, hal itu bertentangan dengan hati nuraninya. Bukankah itu adalah tugas dari sebuah kantor berita, yaitu menyiarkan berita secara jujur, lugas, dan gamblang.

"Chris," ujarnya putus asa.

Chris berjalan ke arahnya. "Aku tahu ini bertentangan dengan hati nuranimu, tapi kau tak hanya bekerja berdasarkan hati nurani saja."

Hermione gondok mendengar ucapan pria di hadapannya ini. Ia selalu punya 1001 cara untuk meredam dirinya dan Hermione membenci hal itu. "Pecat aku saja."

Kali ini Chris tertawa renyah. "Kau hanya bisa berharap. Kau executive producer terhandalku, aku tak akan pernah melepaskanmu."

Dia masih tertawa lalu menyesap kopi dari gelas kertas berlogo franchise kedai kopi ternama di seantero bumi itu. Percakapan mereka terinterupsi oleh suara getar dari ponsel Hermione. Matanya memandang layar datar itu sesaat lalu dengan sigap mengangkat panggilan itu.

"Halo," sapanya.

Dia mendengarkan dengan saksama suara yang terdengar dari seberang sana. "Aku akan sampai disana kurang dari 20 menit lagi. Terima kasih telah menginformasikan padaku, ."

"Ada apa?" tanya Chris yang tahu ada panggilan penting dari pegawai favoritnya ini.

Hermione langsung bangkit dari kursinya. "Elle. Aku akan kembali sekitar satu jam lagi."

Tanpa perlu berbasa-basi lagi ia menghambur keluar dari ruangan atasannya itu namun langkahnya terhenti saat Chris memanggil nama sejenak. "Hermione."

Ia berpaling untuk menatap Chris. "Hati-hati."

Dia tertawa. "Aku hanya menjemput akan anakku, bukan pergi ke medan perang."

Setelah jeda kecil antara dirinya dan Chris ia berjalan dengan tergesa-gesa dengan berusaha menghubungi pria yang seharusnya menjemput anaknya. "Damn you, Draco!"

000

Secepat mungkin Draco memacu sedan hitamnya untuk menembus jalanan di kota ini. Ponselnya kembali berdering, namun kali ini bukan dari Saint Lucas.

"Draco Malfoy," jawabnya tenang.

"Kau dimana?" tanpa tedeng aling-aling lagi suara di seberang sana meneriaki dirinya.

Draco hanya sedikit mengedik mengetahui tabiat wanita yang kini tengah meracau di ponselnya. "Aku sedang di jalan menuju sekolahnya, kembalilah bekerja."

"Jika kau tak bisa melakukannya, jangan pernah berjanji untuk menjemputnya."

"Aku tengah berada di persidangan tadi, terlambat sedikit bukan masalah yang besar."

Draco mendengar helaan napas di seberang sana. "Kau terlambat satu jam, Draco. Demi Tuhan."

"Dan bila kau tak berhenti bicara, aku akan terlambat lebih lama dari itu."

Dan seperti dengan asistennya, belum sempat wanita itu menjawab ia sudah mematikan ponselnya.

000

Mata Hermione Granger membelalak seketika saat sambungan teleponnya diputus sepihak dari seberang sana. Dia masih menatap layar ponsel pintarnya dengan kesal. Tanpa perlu berusaha untuk menghubungi Draco Malfoy lagi, ia langsung menancap gasnya menuju sekolah puterinya yang hanya berjarak 15 menit dari kantornya itu.

Hermione berjalan tergesa-gesa memasuki lorong dari Saint Lucas. Langkahnya perlahan terkurangi kecepatannya saat ia melihat puteri semata wayangnya itu. "Hey," sapanya pada Elle yang kini tak lagi sendiri.

"Mum," jawab Elle yang masih menggandeng ayahnya.

"Kau baik-baik saja?" tanya Hermione yang masih menunjukkan kepanikan di wajahnya.

Eloise atau yang lebih sering dipanggil Elle oleh kebanyakan orang ini mengangguk yang membuat rambut ikal tembaganya bergoyang. "Dia baik-baik saja," ujar ayahnya menambahkan.

Hermione hanya menatap dingin. "Kau mau pulang sekarang?" tanya Hermione pada puterinya.

Elle menggangguk. "Dad dan aku akan makan siang lalu aku akan ikut Dad ke kantornya, Mum ikut?"

Kini tatapan Hermione melunak lalu sekilas menatap Draco yang hanya mengedikkan bahunya. "Mum harus kembali ke kantor secepatnya, sweetheart."

"Baiklah," hanya itu kata yang keluar dari mulut Elle dan mereka berjalan beriringan di lorong itu menuju mobil Draco.

Hermione memegang pergelangan tangan Draco sebelum ia ikut masuk ke dalam kemudi mobil itu. "Ingat dia alergi kacang dan jangan memberikannya terlalu banyak makanan yang manis. Elle akan kesulitan untuk tidur di malam harinya."

Draco hanya memandang mantan istrinya itu dengan saksama lalu mengangguk. "Sudah selesai?" tanyanya.

"Aku serius," tandas Hermione.

"Elle juga anakku, aku tahu apa yang boleh dan tak boleh bagi tubuhnya."

Hermione kehabisan kata-kata saat mendengarnya. Tak ada yang patut diributkan lagi kali ini. Dia tahu bahwa ia tak akan menang bila berargumen dengan Draco Malfoy tanpa persiapan. Pengacara seperti dia selalu memilki 1001 alasan untuk menjawabnya.

"Kami pergi dulu."

Ia hanya mengangguk dan sedan hitam di hadapannya menghilang.

Hermione kembali lagi ke kantornya dengan Daniela yang sudah duduk di ujung mejanya membawakan gelas kertas berisi kopi yang selalu menjadi penambah tenaganya selama ia harus bekerja. "Drama lagi dengan Mister Draco Malfoy."

Wanita itu mengedikkan bahunya lalu duduk di kursinya sambil menyesap kopi yang dibawakan Daniela tadi. "Dia terlambat menjemput Elle."

"Kemacetan di New York memang sangat mengesalkan," jawab Daniela yang ikut menyesap kopi di tangannya.

Kini wanita yang sudah di kenalnya sejak masih menjadi junior reporter ini menggeleng dan mencebik. "Dia terlambat karena berada di persidangan. Alasan klasik sejak jaman purba dulu."

Daniela tertawa saat mendengarnya. "Alasan klasik yang membuat kau menceraikannya."

"Oh shut up."

"Bangun dari kursimu Miss Granger, kita masih harus membahas headline serta outline berita untuk malam ini. Semua orang sudah menunggumu di aquarium room."

Mereka telah berada di aquarium room sebutan untuk ruang pertemuan untuk menentukan outline berita yang akan mereka sajikan yang terbuat dari kaca yang membuatnya terlihat seperti akuarium. Senior producer, assitant senior producer, news anchor, dan semua kru tim yang ia miliki telah berkumpul.

"Jadi kita akan tetap membawakan berita Senator Hunt?"

Hermione mengangguk. Mereka semua tertawa lalu bertepuk tangan. "Hal ini yang membuat kami mencintaimu, Hermione. Kau tak takut dengan atasan kita."

Hermione mengerutkan bibirnya. "Tertawalah Tom, bila aku dipecat kau dan semua tim ini akan ikut mati bersamaku."

Tom sontak mencebik dan rekannya tertawa melihatnya.

000

Hermione sudah berada di ruang kontrol dengan gelas kertas berisi kopi di tangannya. Sesekali ia menyesapnya dan tetap terus memperhatikan news anchor-nya malam ini. Intruksi demi intruksi ia berikan melalui earphone yang mereka kenakan dan dalam waktu satu jam acara mereka rampung dengan sukses. Ia dan timnya bertepuk tangan melihat bagaimana masyarakat merespon berita mereka malam ini. Hal ini secara otomatis menaikkan ratting dari acara mereka, walaupun The Night News – judul dari acara yang ia produseri – merupakan berita di jam prime time yang selalu menempati tiga teratas jajaran acara berita yang diminati di negara ini, tapi kenaikan ratting yang signifikan membuat mereka bahagia.

Baru saja Hermione keluar dari ruang kontrol itu, sosok yang ia tahu akan segera muncul menghampirinya. "Apa kau gila?" tanpa tedeng aling-aling Chris memuntahkan kalimatnya.

Otomatis beberapa rekan kerja dari wanita berambut ikal ini menarik diri agar tak terikut dalam permasalahan antara direktur pernyiaran dengan executive producer mereka. "Tenang, Chris. Tak akan terjadi apa-apa."

Chris mengacak rambutnya frustrasi. "Kau berjanji padaku untuk tak menyiarkannya. Demi Tuhan, Hermione. Kau berusaha membunuhku?"

"Aku tak pernah berjanji padamu."

"Tapi kau tak membantahku tadi."

Manik wajah Chris seakan kehilangan nyawanya. Dia tak mampu lagi berujar. Dia tak tahu lagi apa yang harus dilakukannya pada wanita di hadapannya ini. "Aku tak membantah tadi karena aku tahu kau tetap tak akan mengizinkannya meskipun aku berlutut di hadapanmu."

"For God's sake, Hermione Granger. Senator Hunt adalah salah satu investor di NYNC."

"Tetapi ia melakukan sesuatu yang dunia harus tahu apa yang ia lakukan. Dia memakan uang amal yang ia galang atas nama yayasan veteran Amerika untuk dana kampanyenya. Dia berpura-pura menjadi manusia paling murah harti di dunia, tapi kenyataannya dia adalah mahkluk tamak yang pernah aku ketahui."

Chris semakin menyandarkan diri di dinding seketika. "Dan dia tetap penyokong dana di perusahaan tempat kau dan aku mencari nafkah, Hermione."

"Dan dia tetap koruptor, Chris."

"Hermione," kali ini pria di hadapannya benar-benar putus asa.

Hermione berusaha meredam emosinya dan berusaha untuk memahami posisi atasannya ini. Ia tahu bahwa jika terjadi masalah, Chris adalah penanggung jawab utama dari acara ini. "Aku tahu bahwa kau penanggung jawab atas semua berita yang diturunkan dari channel kita, tapi kau harus percaya padaku karena aku adalah executive producer-mu."

"Kau yakin berita ini valid?"

"Oh ayolah, Chris. Kau telah mengenalku sejak kau merekrutku sebagai EP-mu. Aku tak akan menurunkan berita yang masih berupa 'katanya' saja. Aku memiliki sumber yang terpercaya."

Chris hanya menghela napasnya. Hermione mendekat ke arahnya lalu memegang kedua pundaknya. "Pulanglah dan tidur atau kau bisa menghabiskan malam ini di Hawk's dan menenggak bergelas-gelas bir agar kau dapat sedikit lebih rileks."

Chris hanya mencebik. "Temani aku untuk mengenggak bergelas-gelas bir itu."

Hermione mengerucutkan bibir kemudian menggeleng. "Seandainya aku bisa, tapi Elle pasti sudah menungguku."

"Aku pulang, okay?" tanya Hermione yang masih memegang pundaknya.

Dia hanya mengangguk dan wanita itu menghilang dari hadapannya setelah satu kecupan di pipinya.

000

Hermione baru saja akan mengganti bajunya saat mendengar suara ketukan di pintu rumahnya. Ia mengancingkan kembali kemeja hitam berbahan satin yang seharian ini ia kenakan. Tak lupa ia mengikat rambut ikalnya lalu berjalan untuk membukakan pintu itu.

Draco dan puteri mereka yang telah tertidur dengan damai di dekapannya berserta Selma, pengasuhnya sudah berada disana. Tanpa berbasa-basi lagi Draco masuk dan berjalan langsung ke kamar Elle yang berada tepat di samping kamar mantan istrinya itu. Hermione tak berkomentar apapun karena ia tahu bagaimana watak dari Draco Malfoy ini. Sebelum Selma ikut masuk bersama mereka, ia memegang tangan wanita muda itu. "Elle sudah makan malam?"

"Sudah, ."

"Dia sudah sikat gigi sebelum tidur?"

Kali ini bukan Selma yang menjawabnya, melainkan Draco yang berjalan ke arah mereka. "Dia sudah makan malam, dia juga sudah menyikat giginya sebelum tidur tadi, dan dia sama sekali tak menyentuh kacang atau makanan manis yang mengandung gula terlalu banyak menjelang sore tadi."

Hermione langsung memberi kode pada Selma untuk meninggalkan mereka berdua. "Wow aku sangat takjub dengan kepedulianmu pada Elle."

"Dia anakku, Hermione. Kau tak mungkin lupa, bukan?"

Hermione tersenyum sarkastik padanya. "Tak akan lupa sampai kapanpun."

Tak ada argumen lagi dan saat itu juga Draco berpamitan untuk meninggalkan kediaman itu. "Draco."

Otomatis langkah kaki pengacara itu terhenti di lorong rumah itu. "Kau tak perlu menjemputnya lagi bila kau tak sanggup melakukannya."

Niatan Draco yang semula ingin meninggalkan rumah anak serta mantan istrinya itu dengan damai sontak berubah. Ia tak pernah tahu apa yang ada di pikiran ibu dari puterinya ini. "Aku akan selalu sanggup melakukan apapun untuk anakku, Hermione," ujarnya dingin.

"Tetapi, kenyataannya tak seperti itu. Kau membiarkannya menunggu sampai satu jam dan kau membuat sekolahnya meneleponku. Jadi, bila kau tak sanggup melakukannya lebih baik tak pernah kau janjikan."

Kali ini Draco yang tersenyum sarkastik kepada wanita di hadapannya ini. "Aku sebenarnya malas mengulangnya kembali, tapi sepertinya kau sudah lupa dengan mudahnya. Aku sedang berada di persidangan tadi."

"Dan aku mejemputnya. Demi Tuhan, aku menjemputnya, Hermione."

Hermione mengangguk-angguk. "Baiklah. Tetapi, bila kau terlambat lagi sampai pihak sekolah turun tangan menghubungiku sepert tadi dan kau membuat hatinya hancur kembali, kau tak bisa lagi bersamanya."

Mata Draco membelalak mendengar perkataan wanita yang ia pikir sudah gila ini. "Kau tak bisa menjauhkanku dari anakku sendiri, Granger."

"Tentu aku bisa, Malfoy. Dia puteriku, kau lupa itu?"

"Dan dia juga puteriku. Kau tak bisa menjauhkanku darinya."

"Kau yang menjauhkan diri darinya."

Kali ini Draco kehilangan kata-kata. Ia hanya berusaha untuk tenang dan keluar dari rumah itu tanpa argumen lainnya. Seketika Hermione merasa bersalah dengan ucapan terakhirnya. Ia tak bermaksud menyakiti Draco namun emosinya tak dapat tertahan lagi. Dia memutuskan untuk melihat putri semata wayangnya itu. Selma telah mengganti pakaian Elle sebelum ia kembali ke kamarnya. Hermione duduk di tepi ranjang puterinya itu. Temaram lampu kamarnya yang bernuansa lilac itu membuat wajah Elle terlihat semakin menggemaskan dan cantik di saat yang bersamaan. Setelah ia memastikan bahwa Elle telah terlelap dengan sempurna, ia berjalan ke dapur dan memanaskan lasagna yang berada di lemari pendingin mereka untuk makan malam.

Pikirannya kembali terarah pada raut wajah Draco saat mendengar kalimat terakhir darinya. Manik wajah yang sama ia tunjukkan saat sidang akhir perceraian serta hak asuh anak mereka. Kenangan itu seakan terputar lagi di otaknya. Persidangan itu tak banyak dihadiri, hanya Blaise, Theo, Harry, dan Ginny saja sebagai teman mereka. Masing-masing pihak Draco dan Hermione telah didampingi oleh kuasa hukumnya. Agenda sidang tersebut adalah putusan cerai dan putusan hak asuk puteri semata wayang mereka. Sejak awal Draco tak pernah mempermasalahkan hak asuh Elle sama sekali karena bila bertanya masalah hukum, dialah ahlinya. Dia tahu bahwa sekeras apapun ia berusaha untuk mendapatkan hak asuh Elle hasilnya akan nihil. Elle masih berusia dua tahun saat itu dan Hermione bukanlah seoarang ibu rumah tangga yang pengangguran. Dia adalah seorang wanita karier dengan penghasilan yang tak perlu lagi dipertanyakan. Kecuali Hermione tetiba kehilangan kewarasannya atau ternyata tanpa sepengetahuan Draco ia memiliki catatan kriminal seperti merampok atau membunuh, dia adalah wali yang sempurna bagi Elle.

Suasana hening saat hakim akhirnya membacakan hasil putusannya. "Berdasarkan aturan serta kekuatan hukum negara bagian New York dengan ini dinyatakan bahwa Eloise Diandra Halleyan Malfoy jatuh ke tangan Hermione Jean Granger, ibu kandungnya."

Ketukan palu dari hakim tersebut menandakan bahwa resmi sudah hak asuh Elle jatuh ke tangan Hermione. Saat itu juga Hermione bangkit dan bersalaman dengan hakim begitupula dengan Draco. Setelahnya Hermione langsung mendapatkan pelukan dari Ginny dan Harry, hampir sama seperti mantan istrinya Draco mendapat tepukan pundak dari kedua temannya. Blaise menghampiri Hermione dan ikut memeluknya. "Aku kira sidang ini hanya akan kulihat di serial drama yang ditonton Pansy saja, tapi kalian melakukannya tepat di hadapanku," kekehnya.

"Kau masih sanggup bercanda," Theo menegur sahabat karibnya itu.

Hermione berusaha untuk tertawa menghadapi teman-temannya itu. "Tak ada yang perlu ditangisi, Theo. Jadi, kau dapat bercanda sesuka hatimu, Blaise," kekeh Hermione.

"Itu Hermione yang aku kenal," sekali lagi ia memeluknya lalu mereka semua berpamitan untuk meninggalkan ruang sidang itu.

Tersisa Draco yang masih tak bersuara bersama Hermione yang tak tahu apa yang harus ia lakukan saat itu. Mereka keluar dan langkah Draco terhenti di lorong pengadilan itu. Ia berbalik dan menatap Hermione yang ikut membeku di belakangnya. "Kau bahagia sekarang?" tanya pria yang saat itu resmi menjadi mantan suaminya dingin.

"Jangan memulainya, Draco."

Draco menggeleng pelan saat itu. "Aku tak akan memicu pertengkaran denganmu. Aku hanya bertanya apakah kau bahagia sekarang?"

Hermione hanya diam. Tak ada satupun kata yang keluar dari mulutnya. Hanya air mata yang seakan mendesak untuk tumpah dari sudut matanya, namun dengan sekuat tenaga ditahannya. "Kau tak dapat menjawabnya?"

"Tentu aku dapat menjawabnya," ujar Hermione yang telah mengumpulkan semua nyawanya untuk berhadapan dengan pria yang ia cintai bahkan ia tak tahu sejak kapan.

Draco masih menunggunya untuk kembali membuka mulut. "Ya, aku bahagia, Draco. Terima kasih telah mengabulkan permintaanku."

Draco Malfoy kehilangan kata-kata. Saat itu tak ada bantahan seperti biasanya lagi. Dia hanya diam. Kulit pucatnya semakin terlihat transparan seperti tak teraliri oleh darah sedikitpun. Perlahan ia mengangguk menahan semua emosinya. "Jaga Elle, aku percaya padamu," lalu ia berbalik dan berjalan meninggalkan Hermione.

"Draco."

Langkahnya terhenti saat kata itu meluncur dari mulut wanita itu. "Kau dapat mengunjunginya kapanpun kau mau."

"Ya, aku tahu."

Tiga kata itu adalah kata-kata terakhir yang Hermione dengar langsung darinya.

Perlahan wanita itu kembali ke realita yang ada. Lasagna di hadapannya sudah hampir dingin, langsung saja ia menyantapnya dan kembali ke kamar untuk mengistirahatkan tubuh serta pikirannya.

000

Draco duduk di bar stool sebuah bar yang tak jauh dari apartemennya. Entah apa yang ia pikirkan. Sudah empat botol bir yang dipesannya. Malam semakin larut dan ia tahu pasti bahwa ia masih harus bekerja keesokan harinya. Ia masih terus menenggak bir itu langsung dari botolnya sampai sebuah tangan memegang bahunya.

"Kau kalah dipersidangan?" tanya Theo tanpa tedeng aling-aling lalu ikut memesan minuman yang sama seperti sahabatnya itu.

Draco tertawa lalu menggeleng. "Lalu apa yang kau lakukan selarut ini disini?" tanya Theo lagi setelah bir berada di tangannya.

"Hanya ingin minum."

Theo tertawa. "Kita sudah berteman sejak masih memakai popok, mate. Alasanmu membuatku muak."

Draco tertawa kembali lalu menghela napas. "Tak ada, hanya ingin berada disini."

Theo tahu bahwa tak ada lagi yang harus dikuliknya dari Draco. Ia memilih untuk diam dan menunggu sampai ia berbicara dengan sendirinya, walaupun ia tahu pasti bahwa Draco tak akan mengucapkan satu patah katapun mengenai masalahnya.

"Kau bawa mobil?" tanya Theo yang sudah menemaninya hampir satu jam ke belakang tadi.

"Tentu."

Theo kemudian bangkit dari bangkunya dan mengeluarkan beberapa lembar dollar ke atas meja. "Berikan kuncimu, aku akan menyuruh supirku untuk membawanya pulang dan aku akan mengantarmu."

"Sikapmu terlalu manis, mate. Aku hanya minum bir tak akan membuatku mabuk."

"Empat botol bir ditambah sekarang sudah pukul 3 pagi dan matamu sudah tampak tak bersahabat lagi aku tak mau mengambil resiko namamu disebut di berita malam Hermione sebagai pengacara yang tak bertanggung jawab karena tertangkap polisi menyetir di tengah malam dengan kadar alkohol di darahnya."

Draco tersenyum sarkastik mendengarnya. "Pengacara tak bertanggung jawab, terdengar sangat menggambarkan diriku."

"Kau mabuk. Ayo kita pulang."

000

Pagi hari adalah saat dimana Hermione akan mencurahkan diri seutuhnya pada Elle. Dia akan membuatkannya sarapan dan mendengarkan semua cerita Elle kemarin hari di sekolahnya. Pagi ini ia membuat pancake dengan simple syrup dan potongan pisang serta blueberry di atasnya. Mereka duduk di kitchen stool dengan Elle yang mulai bercerita tentang harinya.

"Lalu apa yang kau lakukan saat menunggu Dad datang?"

"Mewarnai beberapa gambar," ujarnya sambil menyuapkan pancake itu ke mulutnya.

Hermione sudah mengenakan setelah kantornya hari ini. Sebuah terusan berwarna cokelat muda berbahan ceruti yang dipadukan dengan blazer bewarna hitam. Dengan masih menggunakan apron ia mengambil pancake untuk dirinya dan menuangkan susu untuk Elle. Getaran dari ponsel pintarnya mengalihkan perhatiannya dari percakapan sarapan dengan puterinya. Ia menaikkan sebelah alisnya saat melihat caller id di layar ponselnya. "Pagi, Daniela," sapa Hermione kepada senior producer-nya itu sambil menyuapkan pancake ke dalam mulutnya.

"Kau sudah mendengarnya?"

"Apa yang harus kudengar?"

"Senator Hunt tak menyukai dan cenderung berang dengan berita kita semalam."

"Lalu?"

Hermione masih menyuapkan potongan pisang ke mulutnya saat kembali mendengar apa yang dikatakan oleh rekan kerjanya di seberang sana. "Surat somasinya sudah datang di meja Chris pagi ini."

Selera makan Hermione seketika menguap.

000

Let me know what you think guys. Should I continue pr not?