Heart Conqueror © Kuro Tenma

© A-1 pictures - Troyca

Warning : Inaho x fem!Slaine, OOC, terdapat OC untuk mendukung cerita ini

Rate : T

Perhatian! Dilarang melakukan praktek plagiarisme terhadap cerita ini. Hargai ide dan jerih payah penulis. Cerita ini tidak meraup keuntungan dalam bentuk apa pun.

Don't like? Don't read!


Prolog

Deru napas tidak teratur menggema di dalam ruangan gelap itu. Di sebuah terowongan yang panjang dan gelap, seorang pemuda berambut pirang sedang berlari dan berusaha mencari tempat persembunyian aman untuk sementara waktu demi mengatur napasnya.

Ketika sampai di persimpangan terowongan bawah tanah itu, pemuda itu bergerak ke balik dinding beton lalu berjongkok. Ia menarik napasnya lalu menghembuskannya keras. Mata hijau toska miliknya melirik ke kedua tangannya yang memegang sebuah handgun otomatis. Tersisa tiga peluru.

Sialan.

Slaine Saazbaum Troyard hanya bisa mengumpat dalam hati sambil tersenyum miris. Kini tatapannya kembali menyala ketika mendengar suara percikan air yang mulai mendekat ke arahnya. Ia mengintip dari balik dinding. Di ujung terowongan, ia melihat dua sosok. Sosok itu membelakangi cahaya namun bisa terlihat kedua sosok itu sama-sama menggunakan baju pas tubuh berwarna hitam dan memakai helm berkaca berwarna serupa yang menutupi seluruh kepala.

Sekitar dua meter lagi dari Slaine, kedua sosok itu tetap maju dengan sebuah senjata di tangan masing-masing keduanya. Dengan gerakan cepat, Slaine keluar dari persembunyiannya lalu mengarahkan handgun ke kedua sosok tersebut. Namun, serangan dadakan itu gagal ketika salah satu dari dua orang tersebut menerjang ke arahnya dengan kecepatan yang tidak biasa. Bahkan, mata Slaine tidak mampu mengikuti pergerakan tubuh orang itu.

Sebuah sengatan di perut membuat Slaine terbatuk keras. Ia jatuh berlutut sambil memegangi perutnya dengan kedua tangan. Handgun miliknya tergeletak tak jauh dari tubuhnya.

Apa hanya sampai di sini?

Pandangan Slaine mulai kabur. Ia melihat sosok yang menyerangnya itu mengeluarkan sebuah alat dari kantong yang terikat di pinggang baju pas badan miliknya. Dan semuanya bertambah gelap ketika sosok itu melangkah mendekati Slaine.

Padahal ini adalah kesempatan terakhirku… sial.

Dan semuanya gelap total.


Chapter 1

Kaizuka Inaho memajukan bidak prajuritnya dua langkah ke depan. Mata merahnya menatap ke arah pemuda berambut pirang yang masih menundukkan kepalanya. Sama sekali tidak menatap Inaho. Seperti biasanya.

"Kenapa kamu datang ke sini lagi?"

Inaho sudah menduga pertanyaan itu akan keluar dari mulut pemuda di hadapannya ini. "Bukankah sudah sepantasnya seseorang menjenguk temannya yang sedang ditahan, Slaine Saazbaum Troyard?" Inaho menjawab dengan santai.

Pemuda pirang—Slaine mengangkat kepalanya. Mata hijau toskanya menatap tajam ke mata merah Inaho. "Dan seseorang tidak memanggil nama temannya dengan nama lengkap, Kaizuka Inaho."

Sebuah senyum tipis melengkung di wajah Inaho. "Giliranmu."

Tanpa diminta pun, sebenarnya Slaine sudah akan memajukan bidak caturnya. Kegiatan yang sering dilakukannya ketika pemuda bernama lengkap Kaizuka Inaho ini berkunjung ke sel tahanannya. "Kamu tidak perlu datang lagi." Slaine menyelesaikan gilirannya dengan memajukan bidak kuda.

Inaho tidak langsung menyahut. Ia memajukan salah satu bidaknya lalu mengakhiri gilirannya. "Apakah kamu yakin?"

Jika saja mereka berada di situasi yang berbeda, dengan lantang Slaine akan menyahut 'tentu saja'. Namun, dalam kepalanya terbersit situasi ketika ia akan menghabiskan hari-harinya di sel tahanan tanpa seorang pun yang datang menjenguk. Tidak ada yang mengajaknya berbicara. Atau bermain catur seperti saat ini. Oh, pasti dia akan mati kebosanan di dalam penjara tahanan khusus ini.

"Aku tebak, jawabanmu 'tidak'." Inaho melipat kedua tangannya di dada. Mata merahnya kembali menatap Slaine yang kini sedang menundukkan kepalanya.

"Dasar, percaya diri sekali kamu, Orenji-iro."

"Terima kasih pujiannya, Koumori." Inaho melirik jam tangannya. Waktu berkunjung akan berakhir sebentar lagi.

"Kamu pasti sibuk. Nanti biar aku saja yang membereskan ini," Slaine menatap bidak-bidak yang mulai tersusun tidak karuan di atas papan catur. Padahal mereka baru setengah main. Tapi, apa mau dikata, jam berkunjung penjara tetaplah berlaku walaupun untuk orang yang berjasa bagi UFE seperti Inaho.

Sekali lagi, sebuah senyum tipis tercetak di wajah Inaho. "Kamu pengertian sekali." Slaine harus menelan rasa gusar ketika tidak sempat membalas perkataan Inaho. Penjaga penjara sudah memanggil pemuda berambut hitam itu untuk segera keluar karena jam berkunjung telah berakhir.

"Sampai jumpa besok, Koumori." Inaho berkata sebelum keluar dari ruang isolasi itu.

Slaine tidak menatap kepergian Inaho. Namun, ia bergumam kecil sebelum pintu ruangan tertutup sepenuhnya. "Sampai jumpa juga, Orenji-iro."


26 bulan sudah berlalu setelah perang antara Bumi dan Mars berakhir dan Ratu Asseylum menyatakan perjanjian damai untuk menyelesaikan perang dengan petinggi Bumi. Sedangkan, pernikahan Asseylum dan count Crutheo sendiri dilaksanakan setahun setelah perjanjian tersebut disetujui kedua pihak.

Sayang, Slaine tidak dapat ikut menghadiri acara besar tersebut. Padahal Asseylum adalah orang yang sangat dekat dengan Slaine. Sebagai gantinya, Inaho hanya bisa memberikan foto-foto yang diambil selama upacara pernikahan berlangsung. Walaupun begitu, Slaine sudah sangat senang mendengar kabar membahagiakan itu.

Setidaknya sekarang dan seterusnya, akan ada banyak orang-orang di sekitar Asseylum yang akan setia melindunginya. Slaine dapat bernapas lega karena itu.

Jam berkunjung hari ini sudah akan berakhir. Slaine sedikit mengerutkan keningnya. Tidak biasanya Inaho terlambat untuk mengunjunginya. Jika jam berkunjung sudah berakhir maka sampai keesokan hari barulah ia bisa menerima pengunjung lagi. Pemuda berambut pirang itu menyandarkan punggungnya di dinding penjara yang dingin sambil menatap kosong ke arah langit-langit sel tahanannya.

Baru saja Slaine sudah beranggapan bahwa Inaho tidak akan datang hari ini, tiba-tiba seorang penjaga penjara datang. "Ada pengunjung, cepat ikuti aku."

Slaine segera mengikuti penjaga penjara itu dan menemui Inaho di ruang isolasi. "Kupikir kamu tidak akan datang, Orenji-iro."

Alih-alih menanggapi ucapan Slaine, pemuda itu terdiam sambil menatap serius mata hijau toska di hadapannya. Slaine yang menyadari itu langsung berubah serius juga. Ia sudah siap di mode mendengarkan apa yang akan diucapkan oleh Inaho.

"Slaine, kamu tahu bahwa petinggi Bumi telah membebaskanmu dari hukuman mati." Inaho memberi jeda sesaat. "Namun, setelah dirundingkan, mereka… mengizinkan kamu keluar dari pejara ini jika kamu menyanggupi permintaan mereka."

Sebelah alis Slaine terangkat, heran. "Bebas dari penjara ini? Apa maksudmu, Inaho-san?"

"Pesawat asing baru saja menabrak atmosfir bumi dan akan mendarat beberapa saat lagi di dekat Shingawara." Kalimat itu bagaikan petir di siang bolong. Berlebihan memang, tapi sebagai orang Bumi, mau tak mau Slaine ikut prihatin.

"Dekat dengan tempat ini?" tanya Slaine.

Inaho mengangguk pelan sebagai jawabannya. "Semua tahanan yang ada di penjara akan dipindahkan ke pusat. Kecuali…kamu, Slaine."

Slaine meneguk ludahnya. Syaratnya sudah jelas. Hadapi siapapun yang ada di dalam pesawat asing itu. Kalau hidup, barulah ia akan bebas dari penjara selamanya. Jika ia mati, maka sudah jelas akhirnya.

Sial.

Slaine mengumpat dalam hati.

"Namun, kalau kamu tidak menyanggupi, maka kamu juga akan ikut dipindahkan, Slaine."

Slaine menatap Inaho serius. "Aku akan menyanggupinya, Inaho-san."

Inaho terdiam sejenak. "Baiklah. Kalau begitu ambil ini…" Sebuah handgun berisi delapan peluru disodorkan di atas meja di hadapan Slaine. "Hanya itu yang diizinkan untuk kamu bawa."

"Seperti misi bunuh diri ya," Slaine tersenyum miring.

"Opiniku kamu tidak perlu menerima ini dan ikut mengungsi saja…" Inaho sedikit mengerutkan alisnya. "Tapi… dilihat dari ekspresimu... sepertinya tidak mungkin kamu setuju."

"Berhasil atau tidak, kita tidak akan tahu sebelum mencoba kan, Orenji-iro."

Inaho memejamkan matanya sebelum membukanya lagi dan menatap Slaine dengan serius. "Semoga berhasil dan…tetaplah hidup."


To Be Continued


Yes, akhirnya nulis cerita buat mereka kesampaian juga. Gimana menurut kalian? Silakan direview ya!

Ttd, Kuro T.