Mizuki berdiri santai menatap arus sungai kecil dibawah jembatan beton di sisi kota. Jarang orang yang melintas disini padahal sepoi angin sangat manja membelai kulit. Ditangannya mengengam sepucuk surat berisi tulisan singkat yang memerintahkan ia kemari untuk menanyakan sesuatu. Ia merasa penasaran, bagaimana surat itu ada di ruang guru padahal ruang guru tak pernah sepi.

Dengan raut wajah mengejek, ia melempar surat itu ke sungai. Arus tenang sungai membawa surat itu dan Mizuki merasakan kehadiran seseorang di belakangnya.

"Ah.. kau sudah datang..." Mizuki berbalik dan tak melihat siapapun. Ia mendongak dan tersenyum mengejek, "Apa maksudmu menyuruhku kesini?"

Seorang hero berdiri terbalik dibawah jembatan. Ia terjun bebas dan salto lalu memijakkan kaki dengan sempurna di tanah. "Bukankah sudah jelas? Aku ingin bertanya tentang peristiwa yang terjadi 18 tahun lalu..."

Mizuki mengamati hero yang melangkah ke arahnya, menggunakan topeng porselen dengan corak rubah, mizuki tak bisa melihat jelas siapa dibalik topeng itu. "Aku tak mengerti apa maksudmu..."

"Jangan pura-pura bodoh..." jawab hero bertopeng rubah itu, "Jika kau tak mengerti apa yang kubicarakan, maka kau takkan kesini, investigator Mizuki."

Hero itu berdiri tegak beberapa meter dihadapan Mizuki. "Namikaze Minato dan Uzumaki Kushina."

Telinga mizuki menajam saat mendengar kedua nama tersebut. Ia meyakini bahwa hero didepannya berumur remaja. Hero dengan tinggi sekitar 170 cm itu berambut jabrik hitam dengan bidang bahu lebar. Menggunakan jeans berwarna hitam dan koas putih polos berlengan panjang serta menggunakan sepatu converse warna hitam putih.

Pemuda itu mengepalkan tangan dikedua sisi tubuh. Mizuki bisa membaca kemarahan dari gestur tubuh pemuda dihadapannya. "Kenapa mereka dibunuh?"

"Saat itu aku hanyalah seorang petugas S.A.C, bukan investigator, dan apa yang kulakuakn adalah perintah dari atasannku..." Mizuki menjawab enteng.

"Siapa atasanmu?"

"Ouhh... kau begitu penasaran dengan apa yang terjadi pada 18 tahun yang lalu, siapa kau sebenarnya?"

"Jawab saja pertanyaanku!"

Mizuki mengambil tas sandangnya lalu beranjak pergi, "Aku tak bisa menceritakan hal itu padamu, aku bukanlah investigator lagi, kini aku hanya seorang guru SMA yang mengajar matematika..."

"Aku akan memaksamu berbicara." Nada tenang milik hero itu berubah gahar.

Mizuki mengambil sesuatu dalam tasnya, sebuah injektor.

"Berhenti atau kucincang tubuhmu!" ancam hero yang ditinnggal pergi oleh Mizuki.

Mizuki tetap berjalan sambil diam-diam menyuntikan injeksi dengan cairan berwarna kuning itu ke lengannya. Ia menghentikan langkahnya dan berbalik.

"Siapa kau? Dan apa urusanmu dengan peristiwa 18 tahun yang lalu?" tanya Mizuki.

"Siapa empat orang lainnya?" hero itu balik bertanya.

Mizuki terkejut, hero didepannya bisa tahu pasti bahwa dulu timnya berjumlah 5 orang. Namun dengan tenang ia berbalik dan tertawa. "Ahaha.." Mizuki memegang perutnya, "AHAHAHAHA..."

Dari punggung pemuda dengan topeng rubah itu muncul rantai yang menggeliat bak ular. Satu disisi kiri dan satu di sisi kanan. Pemuda itu membuka telapak tangannya sejajar dada dan muncul dengan cepat bola transparan berwarna biru muda yang berputar dan menghasilkan bunyi seperti desingan mesin bor.

"Sudah kuduga... saat itu.. bayi Kushina menghilang..." dalam hitungan detik tubuh Mizuki berubah kekar dan berotot. Cakar besi tumbuh dari kedua tangannya dan raut wajanhya juga berubah seperti harimau lengkap dengan warna kulit yang berbuah corak-corak loreng.

Hero itu berlari dengan cepat dan mencoba menghantamkan bola biru itu ke perut Mizuki, namun Mizuki lebih dahulu menangkap pergelangan tangan kanan yang mengontrol bola transparan dengan daya rusak cukup besar itu.

Bola biru itu tiba-tiba menghilang namun hero itu menyeringai dibalik topengnya, tangan kiri yang mengantung bebas segera membentuk bola itu dengan cepat kembali, Mizuki tercengang karena kurang dari dua detik bola tersebut sudah kembali berputar ditangan kiri lawannya. Hero itu dengan sengaja menjatuhkan bolah itu ke tanah dan menghasilkan ledakan besar.

Setelah asap sisa ledakan menghilang, Mizuki dan hero itu sudah kembali berdiri dengan jarah belasan meter.

"Hebat, kuakui rasengan milikmu jauh lebih hebat dari milik Minato, Minato butuh waktu sekitar 5 sampai sepuluh detik untuk membuat rasengan..." Puji Mizuki pada lawannya. Sesaat setelah itu cakar pada kedua tangan memanjang sekitar 30 cm. "Berikan aku suasana pertarungan yang menarik..."

Hero itu bediri tenang dengan kedua rantai yang menuju arah Mizuki. "Dasar... bermulut besar..." kedua rantai dengan ujung runcing berbentuk pedang tanpa gagang itu memanjang dengan sangat cepat dan menuju Mizuki.

"HAHAHAHA! BERIKAN AKU SUASANA NOSTALGIA ITU!" Mizuki menangkis satu rantai dengan cakarnya dan melompat ke belakang untuk menghindari rantai lainnya.

Hero itu berlari dengan kedua rantai yamg terus menyerang Mizuki bertubi-tubi, Mizuki sedikit kewalahan menangkis seranagan rantai yang sangat cepat, berusaha mencari celah untuk menangkap salah satu rantai.

Bingo!

Mizuki berhasil mengakap satu rantai dan menarik rantai itu dengan cepat ke arahnya. Satu sentakan bertenaga itu menarik hero bertopeng rubah ke arahnya dan langsung disambut dengan cakarnya. Hero itu membelalakan mata dan rantai satunya menacap kuat ketanah untuk menahan lajunya.

Ujur cakar Mizuki hanya berjarak seangin dari kepalanya, hero itu memberi tendangan berputar namun Mizuki lebih sigap dengan merunduk dan memberi satu tebasan pada tubuh hero itu. Bukan hero namanya jika tak punya kemampuan gesit diatas rata-rata manusia normal. Ia lebih cepat mundur namun tetap saja tiga garis cakaran besar merobak bagian depan tubuhnya. Meski tak dalam tetap saja darah merembes dan membasahi bajunya. Mizuki menatap senang cakar besinya lalu menjilati darah yang tertinggal disana.

"UWAA! APA INI?! SANGAT ENAK!" Mizuki kegirangan saat menjilati darah tersebut.

Hero itu kembali berlari ke arah Mizuki dengan kedua rantai yang siap menyerang, begitu pula Mizuki juga berlari dengan kecepatan penuh dengan cakar yang siap mencabik. Saling serang dan tangkis tak terelakkan, tubuh Mizuki tercabik disana sini tapi adu kecepatan dan adu tajam masih terjadi hinnga hero itu mendapat celah merunduk dan memberikan pukulan pada perut Mizuki.

Mizuki terlempar beberapa meter kebelakang, namun sebelum terlempar Mizuki sempat memegang satu ranatai hero itu.

Hero itu kembali membelalakan mata, "Sial! Lagi?"

Mizuki menarik dengan kuat dan melayangkan tubuh hero itu ke arah jembatan.

Blaamm!

Tubuh hero itu menancap dalam beton lalu terjatuh bak kapas dari atas, Mizuki berlari ke arah jatuhnya hero dan bersiap dengan cakarnya.

Hero itu tersadar dengan cepat dan dengan kedua rantai yang kini lebih dahulu melesat ketanah ia gunakan sebagai penahan agar tubuhnya tak jatuh berdebam. Ia memusatkan tenaga pada rantai yang kini ia gunakan sebagai pelontar, pemuda itu terbang melesat bak roket ke arah Mizuki dan menyarangkan rasengan yang entah kapan tercipta di tangan kanannya.

Kini giliran Mizuki terseret belasan meter dan sebagian tubuhnya terbenam di tanah. Satu rantai melilit kakinya dan mengangkat tubuh Mizuki lalu melemparkannya kedalam sungai. Rantai itu kembali mengambil tubuh Mizuki yang bersimbah darah mengapung disungai lalu melemparkannya ke jembatan.

Blaarm!

"Itulah bedanya manusia denga hero, tubuh lemahmu tak bisa menghadapi benturan seperti itu..." Ujar hero tersebut.

Mizuki merasakan seluruh tulang belualngnya remuk saat dihantamkan ke sisi jembatan beton. Tubuhnya melayang kebawah namun rantai lawannya terlebih dahulu membelit satu kakinya dan rantai itu memendek.

Jarak telah dipersingkat dan kini Mizuki tergantung terbalik dihadapan hero itu.

"Katakan padaku... siapa empat atasanmu dan dimana mereka sekarang?"

Satu rantai terhunus dihadapan Mizuki, "Jika kau tak mau bicara, kupastikan tubuhmu terbelah." Ancam hero bertopeng rubah itu.

"Akasuna Sasori..."

"Lalu?"

Mizuki dengan tenaga yang tersisa menebas kepala hero itu namun hero tersebut lebih dahulu melompat mundur dan lilitan rantai pada kaki Mizuki spontan terlepas.

Mizuki tertatih berdiri dan terkejut saat ia mendapati topeng pada hero itu pecah akibat tebasan cakar besinya. Sosok itu akhirnya terlihat jelas dan kerongkongan Mizuki tercekat karena terkejut.

"Ka-kau...?!"

"Katakan padaku... siapa lagi atasanmu, Mizuki-sensei?"

Mizuki tertawa, "Nilai matematikamu amat buruk.. kau harus tahu itu..."

Satu rantai menghujam tubuh Mizuki. Ujung rantai yang berbentuk seperti pedang menancap diperut Mizuki. Guru matematika itu terbatuk dan menyemburkan darah dari mulutnya.

"Carilah sendiri.. Na-"

Satu ujung rantai dengan cepat menebas kepala Mizuki sebelum Mizuki selesai memanggil nama asli hero itu.

Leher tanpa kepala itu memuncratkan darah segar teramat banyak. Hero itu berjalan mendekati kepala Mizuki yang teregelatak sembari menatap dingin. "Aku akan mencari sendiri tanpa kau suruh... balas dendam ini baru dimulai.."

Rasengan tercipta ditangan kanan, hero itu menjatuhkan rasengan tepat di kepala Mizuki yang tercerabut.

Ia berbalik dan menatap loksi pertarungannya. Matanya menatap ke satu titik, titik dimana darahnya tercecer akibat tebasan cakar Mizuki, lalu rasengan kembali tercipta di kedua tangannya.

"Bagiku, takkan ada jalan kembali..." Hero itu berjalan tenang ke arah dimananya darahnya berceceran. Ia dengan santai menginjak tubuh tak bernyawa Mizuki.

"Kalian menyombongkan diri sebagai manusia..." ia kembali bermonolog.

Satu rantai melilit tubuh Mizuki dan melempar mayat itu ke sungai lalu kedua rantai itu memendek dan terus menciut ke pungung hero tersebut lalu benar benar menghilang terbenam dibawah kulit. Hero itu berhenti melangkah dan menatap darahnya yang berceceran di tanah.

"Aku..." hero itu menghantamkan kedua rasengan itu ke tanah, "AKAN MEMBUNUH KALIAN SEMUA!"

BLAAARRMMMM!


HEROES

Chapter one

"A teenager with wings revenge"


Pagi yang terlihat damai, seorang pemuda berambut hitam dengan model acak-acakan berjalan dengan kedua tangan disaku. Derap langkah terjejak pada trotoar ditepi hingar bingar kendaraan. Pemuda 18 tahun itu memecah lautan manusia yang berseberangan arah.

Tertunduk dalam meski mata terbuka, pikiran sang pemuda dirajam gaung dalam kepalanya.

"Ini adalah awal dari misi balas dendammu..."

Laju langkahnya kini berbelok menuju arah sekolah. Pemuda dengan celana hitam dasar dan kemeja putih berlapis vest mahal dari sekolah elite masih digema oleh ancaman dalam pikirannya.

"Tiga hal yang harus kau pegang erat, jangan berteman dekat karena teman hanya akan menghalangi langkahmu, jangan percaya pada siapapun karena mereka yang terpercayalah yang akan menikamu dari belakang,dan jangan pernah untuk jatuh cinta.. cinta hanya akan membuatmu lemah."

Pemuda berkulit putih dengan perawakan tinggi itu mendongak kelangit dan bisik-bisik ancam senyap di indera pendengarnya.

"Jika kau melanggar semua itu, kau dan juga lingkuganmu akan bersimbah darah!"

Sebuah helaan berat terhembus diringi gumaman, "Baiklah... ayah..."

Dan bola mata senada langit itu menangkap gambar nyata gerbang sekolah Konohagakuen yang sudah tak jauh dari hadapannya. Wajah dengan garis tegas itu berubah jenaka dengan senyum simpul mempesona. Derap langkah santai berayun belasan kaki hingga terhenti tepat dihadapan seorang gadis berambut panjang sepinggang dan dikuncir.

Pemuda itu menatap kedalam jauh hijau manik si gadis, sepertinya roh wanita dengan warna rambut mencolok itu tak ditempat. "Halo, nona..." pemuda itu mengibaskan tangannya di hadapan wajah gadis merah muda.

"Halo..."

Si gadis hanya berdiri mematung menatap ke satu arah.

"Oi... oi..."

Dan pemuda yang dilingkupi keheranan itu mengikuti arah pandang si gadis. Terlempar jauh ke sisi gerbang, salah satu mobil mewah baru saja berhenti dan seorang pemuda turun sesaat setelah sopir membuka pintu untuknya. Setelah membungkuk hormat, sopir kembali masuk kedalam mobil dan membawa kendaraan itu menjauh dari lingkungan sekolah.

Pemuda dengan kulit putih pucat, berambut raven dengan model spike tepat dibelakang kepala dan poni panjang yang terjuntai di disis kiri dan kanan wajah. Entah kenapa, saat pemuda itu mulai mengangkatkan kaki, semilir angin mengelilingi si pemuda berambut raven itu, satu tangan tersemat dalm saku dan sepoi angin membuat poni di kedua sisi wajahnya bergoyang lembut. Ketampanan yang berlebihan, super duper kaya, smart, cool dan semua image pria keren menempel jelas pada pemuda itu.

"Oh.. Jadi itu yang membuatmu mematung seperti tiang listrik?" kini pemuda berambut hitam itu menoleh kembali pada gadis merah muda. "Aaaah... Kau belum sadar rupanya!"

Menautkan jempol dan jari tengahnya, pemuda itu menjetikkan jari tengah pada kening gadis yang sedikit lebih pendek darinya itu.

"Aww! Breng- kau?"

"Kau sudah sadar..." pemuda itu melirik tagname pada dada sebelah kiri si gadis, "Musim semi? Bunga Sakura?"

"Jangan di translate, namaku Haruno Sakura.. kau murid pindahan itu kan? Nabu...ro? Norubo?" si gadis mencoba melirik ke seluruh vest lawan bicaranya, namun tak ada tagname tersemat.

"Naruto.. Uzumaki Naruto..." Naruto merogoh sesuatu dari saku celananya, "Hehehe... aku lupa memasang ini..." cengiran lima jari terhias sembari ia memasang tagname pada dadanya.

"Oh... Ahaha..." Sakura melepas tawa renyah, "Kukira namamu mirip dengan tokoh utama komik super KW1 dari Indonesia..Naburo."

"Hah?" Naruto tidak mengerti maksud pembicaraan Sakura. "Pipimu merah tuh!" Naruto beranjak mengacuhkan Sakura.

Sakura mengikuti langkah Naruto dan berjalan sejajar disisinya, "Anak baru... jangan salah paham.. ini bukan karena aku bertemu denganmu-"

"Ya.. aku tahu.." Potong Naruto cepat, "Karena Sasuke kan..."

"Aissh..." Sakura pura-pura memasang wajah sinis.

"Dikeningmu yang seukuran lapangan sepakbola itu sudah tercetak jelas tulisan aku cinta mati padamu sasuke-kun ku oh sasuke-kun ku, capslock dan bold pasti!"

Bugh!

"Awch!" Naruto meringis memegang kepalanya yang diberi bogem mentah oleh Sakura.

"Kau.. anak baru sialan! Berani-beraninya kau mengejekku..." urat nadi di pelipis Sakura tercetak jelas dan berkedut cepat, "Mau kuhajar, hah?!"

Sakura melongok ke kiri dan kekanan, tanpa sadar mereka berdua sudah melewati gerbang dan berada di lorong menuju kelas mereka, beberapa siswi berbisik bisik sambil melirik ke arah mereka berdua, tiba-tiba Sakura merasa jengah, "Hei! Naburo! Aku tak mau timbul gosip gara-gara kebetulan jalan denganmu," Sakura berbalik dengan mengibaskan rambutnya, "Huh! Aku nggak mau jalan dengamu, tau!"

Naruto mengelus bekas tinjuan Sakura, "Memangnya yang ngajak kamu jalan bareng tadi siapa coba?"

Biru langit itu menatap punggung gadis musim semi dan elok mahkota merah muda.

.

.

.

Iruka membuka pintu kelas 3C dan suasana gaduh seketika menjadi senyap. Berjalan menuju meja guru Iruka menyapa dan bertanya apakah semua siswa hadir dalam pertemuan kali ini. Setelah absensi selesai, Iruka memerintahkan anak didiknya membuka file pada tablet 7 inchies yang tersedia di masing-masing meja.

Iruka sendiri menghidupkan layar monitor 120 inchies yang terpajang di depan kelas, sekolah elite ini tak lagi menggunakan papan tulis atau buku sebagau alat bantu pembelajaran. Kemajuan teknologi digunakan sebaik mungkin dalam proses belajar mengajar.

Jumlah murid dalam kelas hanya 20 orang, satu baris berisi 4 orang dengan lima saf ke belakang. Naruto duduk paling belakang dan paling pinggir tepat disamping jendela. Didepannya duduk Uchiha Sasuke, pria yang mampu membuat para wanita histeris, bahkan jika Sasuke mengupil sekalipun. Disamping Naruto duduk Haruno Sakura dan disamping Sakura seorang wanita cantik mirip boneka barbie sedang memakai lipgloss pada bibirnya yang sexy, Yamanaka Ino. Nara Shikamarulah berada paling pinggir tepat di sisi dinding, meletakan kepalanya pada meja lipat didepannya.

Didepan Ino duduk sahabatnya yang gembul, Akimichi Chouji yang asyik memainkan game subway surfaces di gadegt-nya. Chouji baru saja akan bersorak setelah berhasil menyelesaikan misi sulit sebelum Iruka mengambil gadget Chouji dan melotot pada siswa paling tambung di kelas itu.

"Buka received file kalian, aku mengirim via bluetooth materi kita kali ini." Instruksi Iruka. " Perhatikan kedepan... " Iruka menekan beberapa tombol pada monitor touchscreen untuk memutar sebuah video.

Sakura menoleh kesamping, "Ino! tutup bedakmu itu dan perhatikan ke depan."

Ino membuang nafas kesal, "Cih! Mentang-mentang kau ketua kelas, dekorin!"

Naruto menendang pelan kaki kursi Sakura. Tidak ada kaki meja karena meja lipat tersambung jadi satu dengan sandaran tangan di sisi kiri kursi. "Oi pingky! Mau jalan denganku nanti pulang sekolah?"

"Kemana?" Sakura spontan bertanya.

"Mall..." Jawab Naruto.

Sakura mengangkat alis pertanda tak mengerti maksud Naruto.

"Akan kubelikan kau seperangkat kosmetik agar kau terlihat feminim..." Naruto menyeringai senang, "Dan juga..." Naruto membuat gestur memompa dada dengan kedua tangannya, "Akan kubelikan sebuah alat yang membuatmu menjadi wanita seutuhnya."

Sakura reflek menyilangkan kedau tanganya di dada dengan pipi bersemu merah, namun Naruto belum selesai menggoda Sakura. "Hei lihatlah Ino..." Naruto kembali melakukan gerakan untuk mengambarkan lekukan tubuh Ino yang sangat sempurna dimata lelaki, "Dan lihatkah kau..." ejek Naruto dengan mengambarkan gerakan tegak lurus, "Satu-satunya lekukan tubuhmu hanya di hidungmu yang mancung, selebihnya..nope."

"KAU MAU MATI, SIALAN!" Sakura berteriak marah.

"Apa?" Iruka bertanya dari depan.

Seluruh siswa terdiam dan semua pasang mata terpaku pada siswi yang barusan berteriak.

"Ups!" Sakura meneguk ludah dengan susah dan keringat dingin bercucuran. Naruto mengatupkan kedua tangan dimulut agar tawanya tak pecah menggelegar . Ino bertopang dagu dan berkata pelan pada diri sendiri, "Dimana kau letakkan otakmu barusan, dekorin?"

"Haruno-san, Apa kau baru saja berdoa agar aku mati?" Iruka bertanya dengan wajah kesal.

Sakura menundukkan kepala dengan dalam, "Maaf sensei, saya tak bermaksud mengatakkan hal itu pada Anda... maafkan saya."

"Lalu?" suara Iruka makin meninggi.

"Maafkan saya sensei..." Sakura makin menunduk dalam.

"Jangan Iruka sensei... " suara Chouji memecah ketegangan di kelas, "Aku malah berharap yang mati adalah Mizuki sensei..."

Naruto terkejut dengan pernyataan super gila teman kelasnya itu, ia menoleh ke arah Chouji dan merasakan sesuatu yang tidak beres.

"Ganti saja doamu, Sakura, aku tidak suka metamatika, bukankah setelah kelas sejarah kita ada kelas kelas matematika dengan Mizuki-sensei.. iya kan?" tukas Chouji tanpa dosa. Namun seluruh siswa di kelas itu merinding melihat Iruka yang memerah marah.

Ino dengan keras menepuk kepala belakang Chouji, "Apa kau tak bisa membaca situasi, gendut?! Kau ini polos atau bodoh?!"

Chouji mengelus kepala belakangnya. Naruto menghea nafas lega mendengar lanjutan dari perkataan Chouji, lau ia memanggil rekannya itu. "Oi Chouji, aku juga tak suka matematika..."

Chouji mengangkat tangan dan mereka berdua high-five jauh di udara.

Iruka menggebrak meja guru, "PERHATIKAN PELAJARAN ATAU KU USIR KALIAN DAN NILAI F UNTUK AKHIR SEMESTER!"

Kemarahn Iruka berhasil membuat situasi kelas kembali kondusif, Iruka memijit kepalanya yang pening melihat kelakuan anak didiknya, saat matanya tertuju ke ujung kelas, Iruka meraskan bahwa tekanan darah tingginya kembali kumat.

"OI SHIKAMARU!"

Ino cepat tanggap lalu menendang kaki kursi Shikamaru berkali-kali, "Oi setan! Cepat bangun!"

Shikamaru mengangkat kepala dengan wajah keruh khas orang bangun tidur. Ia menguap lebar dan mengangkat kedua tangan untuk meregangkan persendiannya. Iruka benar-benar kalap lalu mengambil gadget yang ada di meja dan melemparkannya ke arah Shikamaru.

"Aww!" Shikamaru mengusap keningnya sementara Chouji berlari ke arah Shikamaru untuk menyelamatkan gadget-nya.

Shikamaru terjungkal kebelakang, ia merintih kesakitan dengan rasa sakit setara diseruduk kuda sementara Chouji lebih menyelamatkan handphone-nya yang tercerai berai dilantai.

"Oh.. tidak.. Handphone-ku..." lirih Chouji dengan kesedihan teramat dalam.

"BERDIRI DI LUAR KELAS! SHIKAMARU! CHOUJI! SAKURA!" nafas Iruka terengah-engah karena marah dan ketiga anak didiknya dengan pasrah keluar kelas, "KAU JUGA, INO!"

Iruka kembali berteriak.

"Hah? Kenapa saya juga ikut dihukum, sensei?" Ino mengajukan banding.

"Berhentilah membuka situs belanja online saat pelajaran sedang berlangsung!"

"Aa.. ua.. sensei~" Ino merajuk manja.

"KELUAR!"" bentak Iruka tanpa kompromi.

"Aiiishh!" Ino keluar dengan kesal dan menghentakan kaki dengan keras sebagai bentuk protes.

Guru sejarah dengan bekas luka melintang di hidung itu mengambil remote AC dan menaikkan intensitas suhu dingin agar gerahnya menghilang.

Iruka mengambil nafas dan membuangnya perlahan, "Aigoo... kenapa kalian senakal ini..." Iruka menekan tombol play pada video yang tadi sempat ia tunda, "Perhatikan ke depan... kali ini materi kita tentang hero..."

.

.

.

HEADQUARTERS OF SPCEIAL ARMY COMMANDO (S.A.C)

Archive room.

Orochimaru meneliti satu persatu rak pada ruang arsip di kantor pusat S.A.C, telunjuknya menelaah satu persatu urutan map tebal yang disusun seperti buku. Ruangan layaknya perpustakaan itu sepi oleh petugas S.A.C, hanya Orochimaru seorang yang berada didalam dan berdiri di lorong rak dengan kode merah, secret mission.

Ekspresi berbuah kaget saat ia melihat kejanggalan pada susuanan map berwarna merah dihadapannya. Ia bergumam sembari telunjuknya berjalan mengikuti sususan map, "SM 160489, SM160490, SM 160491, SM160493, SM160494..."

Raut wajah nan angkuh itu sedikit meringsut heran, "SM 160492, file itu... tidak ada disini?"

"Kapten!"

Orochimaru kaget dan langsung berbalik kebelakang, ia mendapati anak buahnya berdiri dengan raut wajah keheranan, "Anda mencari apa disini, Kapt?"

"Oh.. bukan apa-apa..." Orochimaru menjawab tenang.

"Kizashi-sama meminta Anda untuk datang ke ruangan beliau..."

Orochimaru berjalan melewati anak buahnya tanpa kata. Anak buahnya mengerutkan kening dan bergumam sendiri, "Apa yang dicarinya disini?"

.

.

.

Ratusan tahun yang lalu, 9 meteor jatuh ke bumi. Semua meteor jatuh di tempat yang berbeda. Kegemparan dari masyarakat tak terelakkan. Kepanikan massal terjadi di berbagai belahan bumi. Mereka mengatakan bahwa kiamat akan segera terjadi. Sebagian masyarakat percaya makhluk asing menyerang bumi. Sekte sesat penyembah alien melakukan bunuh diri massal karena mereka beranggapan bahwa hari penjemputan telah tiba.

Tak ada sisa batuan asing atau pecahan pesawat alien sekalipun. Kerajaan-kerajaan yang berkuasa pada saat itu segera mengontrol situasi. Di asia, 4 meteor jatuh di tempat yang berbeda. Disnati Qing melakukan penyelidikan namun tak mendapat hasil. Kerajaan Majapahit sendiri sebagai kerajaan terbesar kedua di Asia setelah dinasti Qing juga tak mendapat apapun dari lokasi jatuhnya meteor. Benua eropa juga diliputi kegemparan. Beberapa meteor diduga jatuh di luasnya samudra.

Dari lokasi jatuhnya meteor hanya tampak lubang menganga dengan diameter puluhan meter. Namun beberapa hari setelah itu, masyarakat kerap melihat wujud monster. Mereka beramai-ramai memburu monster itu hingga ke hutan-hutan namun monster itu tak pernah ditemukan.

Sejak saat itu, muncul orang-orang dengan kekuatan super. Zaman dahulu mereka dianggap penyihir, jelmaan siluman, atau roh jahat. Sebagian lagi menyembah mereka dan menyebut mereka sebagai dewa. Berbagai kejadian yang tak bisa ditangkap logika manusia saat itu terus terjadi di berbagai belahan bumi. Manusia yang bisa terbang, manusia yang bisa mengendalikan api, manusia yang mengendalikan air, manusia yang tahan senjata tajam, dan berbagai kekuatan aneh lainnya.

Hingga kini para ilmuwan hanya bisa berspekulasi atat keterkaitan jatuhnya ke sembilan meteor itu dengan munculnya orang-orang berkekuatan super. Meski belum bisa di konfirmasi, dugaan terkuat para ilmuwan adalah 'sesuatu' yang jatuh itu menimbulkan efek radiasi dan manusia yang terkena efek dari pancaran radiasi tersebut mengalami perubahan pada bentuk fisik, kekuatan fisik hingga kekuatan psikis maupun spiritual.

Kini, roda generasi terus berputar, manusia dengan kekuatan aneh itu muncul dengan berbagai sebutan di beberapa tempat. Mereka dinamai Mutant, beberapa negara memberi nama mereka Parasyte, zombie, black angel dan sebagian lainnya memanggil mereka dengan...

Hero.

Iruka menekan tombol pause dan memberi keterangan pada video yang baru saja ia putar, "Itu adalah asal-asul hero menurut sejarah.. kalian pasti sangat tertarik dengan hal ini.. silahkan bertanya."

Salah seorang siswi mengangkat tangan, "Kenapa disini mereka dinamai dengan hero, sensei?"

Iruka memberi jawaban, "Hero berasal dari bahasa inggris, Hero berarti pahlawan. Namun ini adalah kalimat satir, mereka diberi nama pahlawan karena perilaku mereka yang amat merugikan masyarakat. Dengan nama ini, masyarakat kita mengejek mereka bahwa mereka hanyalah binatang perusak. Manusia dan hero berbeda, catat itu baik-baik..."

"Kenapa mereka diburu oleh manusia di berbagai tempat? Kenapa mereka tak bisa berdampingan dengan kita?" salah seorang siswa mengajukan tanya.

"Benar sensei," siswa lain menimpali,"Bukankah mereka keren, Kekuatan super , Hah? Superman? Batman?"

"Nyatanya mereka tak menggunakan kekuatan mereka untuk kebaikan..." Jawab Iruka, "mereka menyalahgunakan kekuatan mereka untuk melakukan kejahatan diberbagai belahan dunia dan berusaha menjadikan pihak dominan di bumi ini."

Iruka menampilkan salah satu slide dokumen pada layar, "Menurut catatan dari resmi S.A.C, 573 nyawa melayang seantero negeri karena dibunuh oleh hero, catatan ini tidak termasuk dengan banyaknya anggota S.A.C yang terbunuh saat menjalankan tugas."

Iruka kembali melanjutkan,"Mereka takkan bisa hidup berdampingan di bumi ini bersama kita, dengan memiliki kekuatan di atas rata-rata dan jauh dari batas manusia normal, mereka menjadi makhluk angkuh, sombong, dan merasa berkuasa, lalu berusaha mendominasi bumi sebagai kediaman mereka. Akhirnya dibentuklah polisi khusus untuk menangani mereka, di negara kita polisi khusus itu dinamai komando polisi spesial atau lebih dikenal dengan S.A.C..."

Sasuke dengan seksama mendengarkan penjelasan Iruka. Naruto berselonjor santai dan menampilkan mimik tak berminat pada materi pelajaran.

"Bersyukur, populasi mereka semakin menyusut dan kini mereka hidup dengan cara baru.. mereka hidup secara sembunyi-sembunyi dan berbaur dengan manusia." Ujar Iruka.

"Lalu bagaimana seonggok hero bisa hidup di dunia?" Iruka bertanya pada anak didiknya.

Sasuke menatap tajam ke arah Iruka saat gurunya tersebut mengatakan 'seonggok hero' dengan mimik menahan mual. Sasuke mengepalkan kedua tinjunya. Naruto memilih menatap keluar jendela meski tak ada siapa-siapa di halaman sekolah.

"Lihat file yang kukirm tadi, disana ada skema DNA." Iruka mengambil pulpen khusus seukuran spidol lalu menuliskan sesuati di monitor layar sentuh. "DNA, deoxyribonucleic acid."

Semua siswa memerhatikan skema DNA di tablet mereka, "Biomolekul ini menyimpan dan menyandi instruksi genetika dari setipa organisme dan virus. DNA merupakan asam nukleat bersamaan dengan protein dan karbohidrat, dan untuk hero, DNA mereka disisipi sesuatu yang disebut... chakra."

.

.

.

"Masuk!"

Kizashi mempersilahkan Orochimaru masuk sesaat setelah mendengar ketukan pintu. Ia memberikan gestur untuk Orochimaru mendekat ke meja kerjanya dan menunggu sesaat. Di samping Orochimaru sudah berdiri terlebih dahulu kapten dari divisi lain, Yamato.

"Kau boleh pergi Yamato..." Kizashi mengambil map yang ada dimejanya lalu memberikan pada Yamato.

Orochimaru sempat melirik map itu dan ia yakin seyakin-yakinya bahwa cover map merah itu bertuliskan Secret Mission 160492. Map yang mengilang di arsip misi rahasia.

"Jaga ini.. mengerti?" Kizashi memberikan perintah pada Yamato.

Yamato menjawab dengan kesanggupan lalu membungkuk hormat dan meninggakan ruangan komandannya. Sesaat setelah pintu tertutup Orochimaru bertanya perihal maksud pemanggilannya.

"Tim investigasi lapangan sudah menemukan mayat yang ada di muara, itu adalah salah satu mantan investigator kita, Mizuki."

Orochimaru mendengarkan dengan seksama.

"Ia dibunuh dengan sadis oleh salah satu hero yang belum kita ketahui siapa, lokasi pertarungannya ada di sisi kota, dibawah jembatan." Kizashi kembali melanjutkan perkataannya. "Aku ingin kau memimpin misi kali ini, cari siapa pembunuh Mizuki dan apa maksud dari semua ini..."

"Siap, Komandan!" Orochimaru menunduk memberi hormat.

"Dan..." Kizashi menghentikan gerkan Orochimaru yang hendak berbalik pergi, "Kuucapkan selamat atas pengangkatanmu sebagai kapten divisi 1," Kizashi tersenyum tulus, "Orang hebat spertimu seharusnya bergabung dengan kami sejak dahulu.. berikan kinerja terbaikmu!"

Orochimaru hanya diam dan kembali menunduk hormat lalu beranjak dari kantor atasannya. Ia memuta kenop dan menutup pintu dengan sangat pelan. "File SM160492... kenapa file itu disembunyikan?"

.

.

.

Kini Iruka menuliskan chakra disamping kata DNA. "Orang awam menganggap mereka memiliki kekuatan spiritual, magis, sihir, namun ilmu pengetahuan terbaru bisa menjelaskan semua itu.. bahwa kekuatan yang dimiliki oleh hero, mutant, ghoul, jejadian, siluman, kolor ijo, atau apapun sebutan mereka di penjuru bumi berasal dari DNA nenek moyang mereka yang tersisipi chakra lalu sesuai dengan ketentuan regenarasi maka chakra pada DNA mereka bermutasi dan menjadi permanen pada DNA anak cucu mereka."

"Dan juga, karena DNA setiap manusia berbeda, keturunan pada garis yang sama bisa berbeda dalam mewarisi DNA tersebut, bahasa mudahnya adalah, jika sepasang suami istri mempunyai 5 orang anak, jika satu anak terlahir sebagai hero, maka belum tentu 4 anak lainnya menjadi hero." Sambung Iruka.

Wajah sasuke berubah sendu saat mendengar penjelasan itu dari Iruka.

"Itachi-nii... apa kau tahu perasaanku sekarang?"

"Lalu darimana chakra itu berasal, sensei?" seorang siswa bertanya.

"Pertanyaan bagus!" Iruka melempar tebakan.

Ino dan Sakura mengintip dari jendela, "Wahh sial.. materi kali ini seru sekali, belum pernah ada materi dimana para siswa berlomba untuk bertanya." Ujar Sakura.

"Ya.. kita cuma bisa menebak, ilmuwan belum bisa memastikan darimana chakra berasal, spekulasi kuat adalah radiasi dari benda yang jatuh diduga meteor itu, namun selentingan lain menyatakan bahwa chakra berasal dari monster yang dilihat oleh masyarakat saat itu..."

"Bagaimana monster itu membagikan chakra-nya?" seorang siswi yang duduk paling pinggir kembali mengajukan tanya.

Iruka merasa senang melihat antusias dari murid-muridnya, "Caranya? Bagaimana jika kau menutup tirai agar teman-temanmu yang dihukum tidak melongokan kepala mereka ke dalam?"

Siswi tersebut berdiri hendak menutup jendela dengan tirai berwarna biru, namun Ino dan Sakura balapan menghembuskan nafas dikaca. Uap-uap dengan bau khas bau jigong menempel di kaca dan Sakura menuliskan 'kami juga ingin belajar' di tumpukan embun buatan itu.

Iruka melotot pada Sakura namun Sakura jauh lebih garang melotot ke arah Iruka. Iruka memberikan gestur agar tirai tetap dibuka. Naruto tersenyum kecil melihat tingkah Sakura saat mereka beradu pandang, namun kepalan tinju yang di acungkan Sakura menghentikan senyum Naruto.

"Caranya, teori radiasi untuk alasan yang pertama, untuk alasan kedua.. mengenai monster itu ilmuwan belum bisa menjawabnya.. keberadaan mosnter itu juga masih diperdebatkan, sampai saat ini mereka hanya ada dalam mitos dan legenda."

Sasuke mengacungkan tanya hendak bertanya.

"Silahkan, Sasuke..."

Sakura mengatupkan kedua tangan di dada dengan mata berbinar, "Sugooii! Sasuke bertanya!"

Ino menoleh heran ke samping, "Apanya yang hebat? Dia kan hanya bertanya.."

"Lihatlah! Pertanyaan Sasuke pasti sangat berkelas..." tukas Sakura.

Ino menghembuskan nafas jengah, "Apanya yang hebat dari Sasuke? Kim so hyun lebih cool dari Sasuke dan lee min hoo jauh lebih tampan, dan yang pasti, sekuat apapun Sasuke berusaha juara umum di sekolah ini tetaplah Shikamaru meski manusia laknat itu sekarang sedang tidur dilantai dan memeluk kakiku"

"Ssst! Diamlah, pig!" gertak Sakura.

"Ah! Kau benar-benar terobsesi pada Sasuke..." cibir Ino sembari menendang Shikamaru yang tidur tak tahu tempat dan waktu.

"Aku cuma ingin mengajukan satu pertanyaan saja..." Sasuke menatap tajam Iruka, "Mereka yang tiba-tiba tidak tahu kenapa harus terlahir sebagai hero, menyalahkan diri mereka sendiri dan garis keturunan diatasnya karena mewarisi chakra pada DNA mereka.. bagimu... apakah itu adil?"

Seluruh kelas terdiam mendengar pertanyaan Sasuke. Naruto terangguk-anguk karena mengantuk dibelakang Sasuke. Iruka menutup mata sejenak, terlihat seperti memikirkan jawaban yang tepat.

"Sasuke..." Ujar Iruka, "Itu adalah takdir."

"Lalu apa gunanya tangan dan kaki di buat oleh Tuhan jika kita cuma bisa menyerahkan semua hal pada takdir..." Naruto menopang sebelah kepalanya dengan mata terpejam, namun kalimat yang memotong perkataan gurunya itu jelas ditangkap oleh semua siswa didalam kelas dan yang dihukum berdiri di koridor.

"Apakah benar.. bahwa manusia dan hero tak bisa berdiri di sisi yang sama?" tanya Sasuke entah pada siapa.

"Bukankah jawabannya sudah jelas..." Iruka menatap Sasuke dengan intens,"Bahwa manusia dan hero-"

"Pasti bisa hidup di sisi yang sama." Potong Sasuke dengan otot rahang mengeras.

"Bwuahahaha..." Iruka tertawa didepan kelas, "Pemikiranmu polos sekali, Sasuke..."

Namun seluruh perhatian kini tertuju pada ujung kelas.

"BWUAHAHAHAHA... HAHAHA..." Naruto memegang perutnya,"Lucu sekali... bwuahaha... manusia dan hero hidup di sisi yang sama? BWUAHAHAHA..."

Iruka menatap Naruto dengan ekspresi menahan marah.

Tiba-tiba tawa Naruto sirna, "Tapi pemikiran polos Sasuke itu... aku percaya!"

Sasuke terkejut, begitupula Iruka dan seluruh siswa. Sakura dari luar mendecih kesal, "Apa lagi ulah si bodoh itu..."

Shikamaru entah kapan terbangun dan ikut berdiri disamping Ino menatap suasana kelas dari luar, "Hm.. menarik.. bukan begitu.. Chouji.."

"Naruto.. apakah dia..." bisik Chouji yang hanya terdengar oleh Shikamaru, "Sama seperti kita?"

"Manusia... Kenapa mereka sombong sekali? Mengapa manusia... tak bisa sedikit saja membuka hati mereka untuk menerima kehadiran hero.." Aura mencekam menyelimuti kelas.

Naruto menekan beberapa tombol sentuh di tablet lalu sesaat setelahnya di layar depan kelas terpampang sebuah file. Semua pasang mata teralihkan pada file dari situs kepolisian yang dikirim oleh Naruto, setelah di minimize oleh Iruka lalu disandingkan dengan data kematian manusia oleh hero.

"Bukankah sudah jelas, jika dibandingkan dengan jumlah manusia yang tewas oleh hero sebanyak 573 nyawa," Naruto tiba-tiba berdiri dan menggebrak meja. "MANUSIA LEBIH MENJIJIKAN DARI HERO ATAU BINATANG SEKALIPUN!"

"LIHATLAH!" Dengan marah Naruto mengacungkan telunjuk ke monitor yang ada di depan kelas, "Tahun lalu 573 manusia mati karena hero, tapi 1075 nyawa melayang karena kecelakaan lalu lintas, 8863 nyawa melayang sia-sia karena narkoba, 275 nyawa diregang paksa karena kasus pembunuhan, 74 kasus pelecehan seksual ayah memperkosa anak kandung ataupun tiri dilaporkan ke komnas HAM, 45 narapidana mati tanpa sebab yang jelas di sel penjara, dan 125 kasus manusia orang bunuh diri, DAN DILUAR SANA KORUPTOR HIDUP MEWAH SEMENTARA 70 PERSEN RAKYAT HIDUP DALAM KEMISKINAN!"

Naruto terengah-engah kehabisan nafas setelah melontarkan kalimat panjang dalam satu tarikan nafas, "Katakan padaku..."

Braak!

Naruto kembali menggebrak meja, "KATAKAN PADAKU, GURU SIALAN! KENAPA MANUSIA BEGITU SOMBONG?!"

Iruka reflek berlari dari depan dengan kepalan tangan kanan yang siap di hadiahkan untuk Naruto, seluruh siswa membelalakan mata. Ino dan Sakura mengangga lebar menatap kejadian itu dari jendela.

Tinju Iruka mengenai...

Sasuke.

Naruto menahan tubuh Sasuke yang tiba-tiba berdiri dan menahan tinju Iruka dengan tubuhnya, Iruka terkejut dan tubuhnya gemetar. Ia tersadar atas apa yang ia lakukan pada muridnya sendiri. Naruto terhuyung kebelakang menahan bobot tubuh Sasuke dan punggungnya menghantam dinding. Kedua tangan Naruto merangkul Sasuke dari belakang agar Sasuke tak terjatuh.

Meski Iruka tahu darah mengucur deras dari bibir Sasuke, kemarahannya belum mereda. Ia berjalan mendekati Naruto dan Sasuke. "Kau.. Naruto.. kenapa kau berani bicara seperti itu, Hah?" nafas Iruka terdengar satu-satu.

"Karena..." gumam Naruto.

Sasuke mengelap darah pada bibirnya lalu berdiri tegak dengan mimik wajah menegang, "DUNIA YANG BUSUK INI..."

Naruto berdiri tegak sejajar tepat disamping sasuke dengan aura seram tercetak jelas diwajahnya, "AKU AKAN MERUBAHNYA!"

.

.

.

Naruto membuka pintu rumahnya dengan pelan, ia melepas sepatu dan menggantinya dengan selop khusus dalam rumah. Ia berjalan menuju kamar sembari membuka jas sekolahnya. Langkah kaki teratur itu tiba-tiba terhenti saat sebuah suara menginterupsi.

"Selamat datang..."

Naruto memutar arah dan menuju asal suara. Aroma khas yang berasal dari seegelas teh hitam dengan asap masih mengepul di meja kaca memenuhi ruang tamu. Seorang pria berambut panjang duduk bersedekap dada di sofa panjang.

Ruang tamu minimalis itu di isi dengan berbagai perabot klasik namun terkesan mewah. Sofa berwarna putih susu di susun dengan model leter U dengan satu sofa panjang di tengah dan masing-masing sofa kecil di sisi kira dan kanan. Di tengahnya ada meja kaca dan Naruto masih memandangi kepulan asap dari teh hitam yang tinggal setengah itu.

Naruto kini mengalihkan direksi pada pria berseragam S.A.C lengkap dengan rompi anti peluru yang duduk di sofa panjang. Naruto melirik ke arah tagname pada seragam itu, Orochimaru.

Naruto melempar senyum renyah, "Aku pulang... Ayah."

To be continue...