Apakah kalian mempunyai seseorang yang begitu membenci kalian dan sepanjang hari kalian selalu bertemu dengan dia? Jika tidak, bersyukurlah. Namun, cobalah kalian berpikir, jika hal itu benar-benar terjadi pada kalian, apa yang akan kalian lakukan?

Apakah kalian akan mengabaikannya? Kalau begitu, sampai kapan kalian akan sanggup bertahan untuk terus melakukannya?

Ataukah kalian akan membunuhnya? Sungguh? Jika saja aku bisa melakukannya, aku pasti akan melakukan hal itu. Namun aku tidak mungkin melakukan hal semacam itu. Karena bisa-bisa justru aku yang dibunuh oleh atasanku.

Atau mungkin kalian akan bersikap baik padanya? Heh, aku meragukan hal itu.

Pilihan manapun yang aku pilih, rasanya selalu salah jika orang yang membenciku itu adalah dia.

Rambutnya yang lurus dan terlihat halus sewarna pasir pantai, mata besarnya yang berwarna merah membuat tatapannya seolah innocent, dan wajahnya yang moe bisa membuat orang yang melihat merasa gemas.

Aku pun begitu.

Namun, bukan gemas seperti yang kalian pikirkan. Gemas karena mengapa dia harus memiliki wajah seimut itu dengan sikapnya yang sadis?

Sangat bertolak belakang, bukan? Sungguh sangat disayangkan.

Lalu, apa yang sebaiknya kalian lakukan jika orang yang membencimu memiliki wajah seperti itu?

Ingin mencubitinya?

Aku juga sama.

Ingin mencubitinya sampai wajah imutnya itu terkelupas agar aku tidak merasa tersiksa menghadapi wajah innocent-nya.

Huh? Kenapa kalimat di atas seolah memberitahu pada dunia kalau aku adalah moe-lovers?

Tidak, ini salah. Ini tidak seperti yang kalian bayangkan.

Maksudku, sungguh sangat disayangkan bukan jika kalian memiliki wajah nan rupawan namun hati dan perilaku kalian buruk?

Yaah, kita memang tidak boleh memandang seseorang hanya dari luarnya saja. Karena itu, ingin rasanya aku merobek-robek wajahnya agar aku tidak berulang kali tertipu dengan ke-innocent-an wajahnya yang menjadi jurus ampuhnya dalam mengerjaiku.

.

.

.

Karena aku lelah dengan semua ini.


Memorable Moments


Disclaimer :

Gintama © Gorilla a.k.a Om Hideaki Sorachi

Story © Subarashii Shinju

Warning(s) :

OOC ǀ Typo(s) ǀ Non EYD ǀ Canon ǀ HijiOki ǀ Awas nyerempet shonen-ai ǀ Two-shoots

.

.

.

Happy reading!


CHAPTER 1


Aku sedang menyibukkan diri di ruanganku dengan berkas entah-apa-itu yang sengaja kuambil secara acak tanpa kuperiksa terlebih dahulu dari meja Kondou-san. Ditemani oleh pantulan cahaya mentari yang terhalangi shoji di ruanganku yang kututup rapat-rapat. Menghindar dari kejaran setan kecil berambut sewarna kulit kacang yang kuyakini selalu memiliki waktu untuk menggentayangiku siang dan malam tanpa kenal lelah.

Masa bodoh, aku tidak peduli sama sekali jikalau aku mengerjakan berkas-berkas ini dengan benar atau tidak. Asalkan aku punya alasan untuk bisa terbebas dari Kapten Divisi Satu itu.

Saat ini, aku menanggalkan rokok yang sudah seperti candu dari bibirku. Yah, bagaimana bisa kau dengan tenang menghirup asap rokok jika dirimu dihadapkan dengan makhluk sadis yang bisa membuatmu menelan rokok itu bulat-bulat karena kesal?

Dan sayang sekali jika rokok itu rusak karena kugigiti sebagai pengganti penahan kekesalanku padanya. Rasanya sia-sia saja jika aku membuang-buang rokok seperti itu.

"Kau sedang apa, Hijikata-san?"

Che. Seharusnya kupasang bom atau jebakan semacam itu di shoji-ku. Pangeran sadis itu benar-benar menjengkelkan. Seperti Jerry yang selalu mengganggu Tom, dan entah kenapa selalu Jerry yang menang. Hal itu benar-benar membuatku kesal. Padahal aku penggemar Tom.

Dan tidak bisakah sehari saja kau tidak menggangguku?

"Apakah kau tidak melihatku yang begitu sibuk mengurusi berkas-berkas ini?!" jawabku dengan nada kesal tanpa ada niatan sedikit pun untuk memandang ke arahnya.

"Maa, jangan marah, Hijikata-san. Aku hanya bertanya," Kuabaikan perkataannya dan suara derap langkah kaki yang mendekat ke arahku dengan berusaha berkonsentrasi untuk tetap menyelesaikan berkas di depan mataku ini.

"Che, paling tidak, lakukanlah sesuatu yang berarti. Ngomong-ngomong, ada urusan apa kau kemari?"

"Aku hanya ingin melihat Hijikata-san."

Dan seketika berkas yang kukerjakan tercoret karena tanganku terpeleset.

Membuat tulisan bak cakar ayam joget setelah aku mendengar jawabannya yang membuat jantungku sukses terlonjak kaget.

"Huh? Ha ha ha ha. Kepalamu terbentur, eh, Sougo? Oh, atau kau baru saja menginjak kotoran anjing? Sungguh, kau lucu sekali." Aku tertawa canggung.

"Alasanku kemari tentu saja karena aku ingin melihat wajah bodohmu itu, Hijibaka. Dan aku apa hubungannya aku yang lucu dengan kotoran anjing? Mati saja kau, Hijikata menyebalkan."

Shit. Bisa-bisanya aku termakan jebakannya lagi.

"Ne, sekarang kau sudah melihat wajah bodoh ini, 'kan? Kenapa kau tidak segera pergi? Kau saja yang mati duluan, Sougo yang lebih menyebalkan."

"Oh iya, Hijikata-san~ Aku baru sadar, kalau galeri fotoku hanya berisi aib-aib anggota Shinsengumi. Walaupun mayoritas foto aibmu semua, sih."

"Heh, lalu apa peduliku?"

Walaupun aku berkata seperti itu, sebenarnya entah sejak kapan aku sudah tidak menghiraukan berkas-berkas di depan mataku sama sekali dan justru mengalihkan seluruh atensiku pada pangeran sadis yang sedang mengerucutkan bibirnya lucu di hadapanku ini. Rasanya ingin sekali kusulut ujung rokokku pada bibirnya agar bibir mungilnya itu melepuh dan kehilangan keimutannya. Oke, aku gila.

"Aku ingin punya fotoku bersamamu juga, Hijikata-san!"

"Huh?"

"Ayo berfoto denganku!" ajaknya dengan nada kekanakannya.

Sougo selalu punya cara untuk bisa mengerjaiku. Caranya itu bisa sampai non-mainstream. Bahkan sampai menghilangkan harga dirinya sendiri, yang membuatnya seperti bukan 'Sougo' yang biasanya. Jika kalian tidak percaya, silakan re-watch episode 148-149 dan tertawakan kebodohanku di sana sepuasnya. It's rapopo, really.

"Aku sibuk, Sougo. Tinggalkan aku sendiri,"

"Ayolah, sekali saja, Hijikata-san~ Ini tidak akan lama, kok!"

"Aku tidak mau. Pergilah, jangan ganggu aku."

"Hijikata-san, ayolah~"

"Kubilang aku tidak mau, Sougo."

"Hijikata-san, onegai~"

Shet. Jangan tertipu, Toushi. Tahan. Kau pasti bisa melewatinya. Ucapku berkomat-kamit dalam hati.

"Haah~ Baiklah, cuma sekali saja kan? Setelah itu jangan ganggu aku lagi."

Tunggu, apa-apaan ini?!

Entah bagaimana caranya, hasilnya selalu berakhir dengan aku yang mengalah. Sepertinya setiap kali ia menggunakan kalimat sakral nan tabu itu seolah hatiku langsung merasa luluh dan mengikuti semua kemauannya. Che, menjijikan.

"Yatta! Ne, senyum Hijikata-san~"

"Mendokusai, na."

"Hitung mundur, ya?"

San.

Ni.

Ichi.

KLIK.

"Aaah~ Kenapa kau tidak tersenyum?"

"Ck, cerewet sekali. Sudah kan? Aku mau kembali bekerja."

Aku tidak akan termakan wajah innocent-mu lagi.

"Tidak, sekali lagi." Pintanya keras kepala.

"Bukannya tadi kau bilang hanya sekali? Dasar pembohong,"

"Tapi tadi aku memintamu untuk tersenyum! Apa susahnya sih tersenyum saja? Aku tidak mau tahu, pokoknya kamu harus tersenyum, Hijikata-san~"

Shit. Mama~ That puppy eyes ...,

"Yare-yare~ Terserah kau, Sougo,"

"Ne, jangan lupa senyum, Hijikata-san."

San.

Ni.

Ichi.

CUP.

Sebuah kecupan ringan mendarat di pipi kananku. Detik berikutnya terdengar suara 'KLIK' yang berasal dari ponsel Sougo. Dan kuyakini kamera itu sukses mengambil ekspresi bodohku yang menampilkan mulut setengah mangapku.

"Yosh, bagus nih. Arigatou na, Hijikata-san~"

"... Are?"

Shimatta. Tanpa kusadari aku sudah masuk ke perangkap ini, lagi dan lagi.

"Oke, aku pergi dulu! Selamat bekerja!" ujarnya seraya bangkit dari tempatnya dan seolah ingin segera kabur dari ruanganku ini.

"Oi, teme, apa yang kaulakukan tadi, hah?" teriakku sembari menarik ujung jaket Shinsengumi-nya agar dia tidak lari.

"Huh? Apa yang salah?" tanyanya dengan wajah innocent. Segera kubalikkan tubuhnya agar ia menghadap ke arahku dan kucengkram kerah bajunya.

"Kenapa kau mencium pipiku, Brengsek?!" teriakku tepat di depan wajahnya yang hanya berjarak sekitar lima centimeter dariku.

"Kenapa? Tentu saja aku melakukannya karena aku menginginkannya."

Sialan. Dasar Sougo sialan. Demi mayo yang sangat kupuja, berhentilah menampilkan wajah polos itu. Berhenti mempermainkanku!

"Dasar bodoh! Kau tidak boleh melakukan itu! Atau kau harus melakukan seppuku!" ucapku tegas.

"Hee? Memang apa salahnya? Kenapa tidak boleh?"

"Pokoknya jangan lakukan itu lagi, konoyarou!" Kulepas cengkramanku dari kerah bajunya dan kembali duduk ke tempat semula.

"Are? Nande?"

"Karena aku tidak menginginkannya! Itu memalukan,"

"..."

"Che," Kunyalakan pematik mayo-ku untuk menghidupkan rokok yang kuselipkan di bibirku. Sungguh, aku bisa stress kalau terus berhadapan dengannya. Masa bodoh rokok ini akan tertelan atau kugigit. Aku sudah tidak bisa menahan lebih lama lagi untuk tidak menghisap nikotin ini.

Kuhembuskan asap rokok ini dari bibirku. Sungguh, ini bukan pertama kalinya ia berbuat begitu. Tiba-tiba datang menemuiku, mengganggu pekerjaanku, dan pergi meninggalkanku setelah sebelumnya ia mencuri sebuah ciuman dariku. Err—maksudnya, setelah sebelumnya ia menggodaku. Atau hal-hal semacam itu. Dan hal itu benar-benar menggangguku. Aku tidak menyukainya. Sama sekali.

Kulihat Sougo hanya terdiam mematung di tempat. Tanpa sengaja manik biruku menangkap tangannya yang mengepal erat yang membuat buku-buku jarinya memutih, seolah menahan sesuatu agar tidak meledak keluar.

"... Tidak bisakah kau menikmatinya? Kita tidak mungkin akan terus melakukan hal ini selamanya, kan? Pasti suatu saat nanti, kita akan berpisah," ucapnya tiba-tiba padaku. Dan kata-katanya itu sukses membuatku mengernyitkan alis heran.

"Huh? Apa yang kaubicaraka—"

"Aku tahu ini egois, tapi aku hanya ingin melakukan hal ini sebelum aku tidak bisa melakukannya lagi," Belum sempat aku mengajukan pertanyaan, Sougo sudah menyela perkataanku.

"S-Sougo, apa yang kau—"

"Hijikata-san, memang menurutmu mengapa aku repot-repot melakukan hal ini? Hanya untuk kesenangan belaka? Hanya karena aku ingin mengganggumu? Tidak, bukan itu. Aku baru menyadari kalau galeri foto di ponselku itu kebanyakan hanya berisi foto-fotoku yang tidak jelas dan aib orang-orang di sekitarku.

Bagiku, foto itu merupakan momen kenangan yang kulewati bersama orang-orang di sekitarku. Aku tahu kalau momen yang dilewati sebenarnya terasa tidak begitu menyenangkan bagi orang-orang yang aibnya terdapat di galeri fotoku.

Maka dari itulah, mulai hari ini kuputuskan untuk membuat momen kenangan yang indah bersama orang-orang di sekitarku dengan berfoto bersama. Karena suatu hari di masa depan aku pasti akan merindukannya dan berharap agar aku bisa mengulangi masa-masa ini.

Waktu yang sudah berlalu tidak akan kembali lagi. Aku hanya ... tidak ingin membuang-buang waktu yang kupunya, agar kelak aku tidak menyesalinya di masa depan.

Aku sudah menyadari, cepat atau lambat hal ini pasti akan terjadi. Aku minta maaf kalau kau terganggu dengan sikapku selama ini. Karena itulah, mulai hari ini aku tidak akan mengganggumu lagi.

Sayonara, Hijikata-san."

Setelah mengatakan kalimat panjang lebar itu, ia segera berbalik seraya berjalan menjauhiku. Meninggalkanku yang hanya bisa menganga dengan tampannya. Rokok yang semula terselip di bibirku kini sudah jatuh ke lantai tanpa kusadari. Kupandangi punggungnya yang semakin menjauh dan kemudian menghilang di balik pintu. Aku tidak tahu mengapa dia jadi seperti ini. Apakah karena aku terlalu berlebihan membentaknya? Kemana Sougo yang selalu keras kepala menjahiliku tanpa ampun walaupun aku terus-menerus berteriak memakinya?

Apakah sikapku tadi aku terlalu keras padanya?

Aku tidak mengerti.

Ataukah ini hanya akal-akalan Sougo?

Sungguh, aku tidak menyukai hal ini sama sekali.

Karena membuatku terus memikirkan alasannya tanpa henti.

.

.

.

"SOUGO KAU KERASUKAN SETAN APAAA~?"

Dan reaksiku yang selanjutnya adalah aku hanya bisa berteriak seriosa dengan ekspresi lebay seraya mencengkram erat di mana letak kokoro-ku berada.

.

.

.


TSUZUKU


Author's Note

Well, INI FANFIC MACAM APA?! /headbang

Ha haha hahaha, I don't know kesambet apa tiba-tiba bikin fanfic beginian. Efek stress karena liburan atau karena kurang asupan? /kicked

Aku tahu kalau penggemar HijiOkiHiji (aku masih bingung nentuin mana yang seme dan uke, lol. Secara aku suka keduanya) di sini gak sebanyak GinHiji (bahkan kayaknya rasionya itu 1 : 1000000000000, hahahahahhaa~ /gantung diri) karena itu aku sangat berterima kasih bagi siapapun yang membaca fanfic ini. Baik cuma lewat sekilas atau benar-benar membaca sampai akhir. Itu sudah membuatku senang, sungguh.

Sampai jumpa di chapter selanjutnya~