.

Soft TERROR

.

By : Ve Amilla

Title : Soft TERROR

Main Cast : Oh Sehun, Kim Minseok, Lu Han, EXO

Genre : Fluff

Chapter : 3

.

.

.

Waktu yang masih tergolong pagi, dan saat ini adalah jam istirahat. Sehun terlihat sedang duduk bersama dua temannya di taman kampus. Dia terlihat fokus memerhatikan orang yang berlalu lalang di sana. Atau lebih tepatnya bisa dibilang sedang berusaha menemukan seseorang. Sekian lama dia berusaha melihat ke segala arah, tapi tetap saja tak menemukan seseorang yang Sehun ingin lihat. Hari ini Sehun ingin melihat orang itu. Tapi matanya tak juga menemukan sosok itu. Dia ingin menyerah, tapi hatinya terus berharap akan sedikit kemungkinan untuk bisa melihatnya.

Dua temannya yang berada di samping kanan dan kirinya, mulai merasa aneh melihat kelakuan Sehun hari ini. Terutama yang di sebelah kanannya, yaitu Jongin, dia benar-benar merasa aneh melihat yang dilakukan Sehun saat ini. Dia seperti mencari seseorang. Padahal sebelumnya, Jongin sangat mengenal Sehun sebagai orang yang tak mungkin repot-repot mencari orang lain. Jongin mengikuti arah pandang mata Sehun, lalu kembali melihat Sehun. Jongin makin bingung, "Sebenarnya siapa yang dia cari?", tanya Jongin dalam hati.

"Ah… itu dia", gumam Sehun tiba-tiba, dan disertai senyum kecil yang mengembang di bibirnya. Matanya fokus memandang satu arah. "Lagu apa yang dia dengar? Sepertinya dia senang sekali", tanya Sehun lirih. Matanya masih memandang ke arah yang sama, mengikutinya berjalan hingga menghilang dari pandangannya. Sedikit kecewa, karena tanpa dia sadari sosok itu sudah tak terlihat lagi.

Dua teman yang ada di samping kanan dan kirinya, mengikuti arah matanya. Terutama saat tiba-tiba Sehun bergumam pada dirinya sendiri. Mereka kan ada di sampingnya, mana mungkin tidak dengar.

"Minseok hyung?", tanya Tao yang duduk di sebelah kiri Sehun dengan heran. Tao heran, dia tidak percaya kalau yang dicari Sehun dengan serius tadi adalah Minseok.

"Hun, sahabatnya Luhan hyung yang kau cari?", tanya Jongin heran kepada Sehun.

"Nde?", jawaban Sehun. Sehun sendiri juga heran mendengar pertanyaan tiba-tiba dari dua temannya. Dia tidak sadar kalau dari tadi teman-temannya memerhatikan dia.

"Kenapa kau mencari Minseok hyung?", tanya Tao bingung.

"Iya. Dan sejak kapan kau mengenalnya?", timpak Jongin.

Sehun tak tahu harus menjawab apa setelah diberondong pertanyaan seperti itu. "Ah, kalian ini bicara apa?", sanggah Sehun. "Eh… aku haus. Aku mau beli minum dulu", kata Sehun sebelum berdiri dan berjalan menjauh. Sehun memutuskan untuk kabur. Daripada tak tahu harus menjawab apa. Dan Sehun yakin mereka akan terus bertanya tanpa henti.

Setelah lepas dari jangkauan temannya tadi, Sehun merasa lega. Kemudian dia merenungkan kembali pertanyaan dari temannya. "Iya ya, kenapa tadi aku ingin melihat Minseok hyung?", tanya Sehun dalam hati. Sehun tidak tahu. Berpikir keraspun dia tak mampu menemukan jawabannya. Kepalanya dia perintahkan untuk berusaha mencari jawabannya. Tapi tak ada, hasilnya nol. Mungkin Sehun belum tahu. Jika bertanya kepada kepala tapi kepala tak bisa menjawab, maka dia bisa menanyakannya kepada hati.

Dua teman Sehun yang dia tinggal tadi, merasa sangat heran dengan tingkah Sehun.

"Kenapa dia jadi aneh seperti itu?", tanya Tao.

"Kau juga merasakannya?", tanya Jongin yang dijawab oleh Tao dengan diam dan ekspresi wajah yang penasaran. "Kurasa dia semakin menjadi aneh setelah putus dengan Luhan hyung", Jongin menduga-duga dengan tampang berpikir.

"Aku tidak yakin ini efek dari putus hubungan. Harusnya dia terlihat sedih. Tapi ini sebaliknya, dia seperti jatuh cinta", pendapat Tao sok tahu.

"Iya ya, kau benar", kata Jongin dengan mata melotot, seolah dia sedang meyakinkan Tao. "Beberapa hari yang lalu, dia melakukan hal yang di luar kebiasaannya", cerita Jongin.

"Seperti apa?", tanya Tao penasaran.

.

Flashback

"Sehun, ayo main PS di rumahmu. Aku bosan di rumah", kata Jongin melalui telfon.

"Aku tidak bisa. Aku ada urusan penting di kampus. Lain kali saja ya?"

"Hah? Kampus?", Jongin kehabisan kata, dia kaget.

"Iya", jawab Sehun malas.

Kemudian hening, karena Jongin bingung harus bilang apa. Ini terlalu aneh baginya. "Ah, dia datang", kata Sehun sedang bergumam. "Siapa?", tanya Jongin.

"Aku tutup telfonnya", kata Sehun dengan bersemangat. Penantiannya di dalam mobil saat menunggu Minseok di parkiran sepeda telah berakhir.

Jongin memandang ponselnya dengan jengkel. "Dasar tidak sopan", keluhnya tidak suka.

Flashback End

.

"Kau tahu? SEHUN DI KAMPUS", kata Jongin penuh penekanan dan sangat ekspresif. "Dia yang selama ini aku kenal sangat mencintai hari libur. Dan bahkan dia yang langsung menghilang ketika perkuliahan selesai. Mana mungkin dia ada di kampus setelah kuliah selesai?", cerita Jongin berapi-api. Tao yang hanya mendengarkan, mengangguk-anggukan kepalanya setuju. "Benar kata Jongin. Sehun memang seperti itu", kata Tao dalam hati.

"Apa yang dia lakukan saat itu? Ini benar-benar aneh. Atau bahkan mungkin banyak hal aneh lainnya yang tidak kita sadari", kata Jongin.

"Iya kau benar", ucap Tao setuju. "Tapi ya sudahlah. Nanti juga akan terjawab dengan sendirinya rasa penasaran kita", lanjut Tao.

Jongin memilih diam setelah mendengarkan komentar Tao. Sebenarnya, dia sedikit tidak setuju dengan pendapat Tao. Bagaimanapun Jongin ingin tau alasan di balik Sehun berlaku aneh. Kalau memang seperti dugaan Tao, bahwa Sehun jatuh cinta, atau perasaan apapun itu yang Jongin tidak tahu pasti. Jongin tetap ingin tahu siapa orang yang membuat Sehun seperti itu. Jongin memang teman yang suka penasaran dan punya rasa ingin tahu yang berlebihan.

.

.

"Ah, kau sudah datang Hyung", sambut Sehun dengan senyuman.

"Hmm… apa yang ingin kau tanyakan?", tanya Luhan setelah duduk di sepan Sehun.

Sehun meminta Luhan untuk bertemu dengannya. Mereka berjanji bertemu di kafe yang dipilih Sehun. Menurut Sehun, ada sesuatu yang ingin dia luruskan dalam pikirannya. Dia ingin menanyakannya langsung kepada Luhan. Walaupun Sehun ingat tentang kata-kata Luhan dulu, mengenai kemungkinannya meminta putus, Sehun tetap ingin memastikannya secara langsung.

"Hyung, kau benar akan ke Itali?", tanya Sehun.

"Iya", jawab Luhan.

"Berarti kau lolos seleksi akhir?", tanya Sehun.

"Betul sekali", jawab Luhan disertai anggukan dan senyum kebanggaan.

"Waaahhh… kau hebat sekali. Chukae", kata Sehun tulus. Dia ikut bahagia mendengar keberhasilan Luhan. Ternyata memang benar, Luhan akan pergi ke Italia karena lolos seleksi akhir. Satu hal yang mengganjal di hatinya telah hilang, Sehun lega. Tapi kemudian ekspresi wajahnya melembut. Sehun ingat akan dosa-dosanya. Dia telah merangkai dugaan-dugaan kepada Luhan. Hingga berupa kejahilannya kepada Minseok. Membuat Minseok harus mengalami hari-harinya yang dipenuhi kesialan. Semua itu adalah hasil karyanya.

"Emm… Hyung. Apa Minseok hyung juga sama sepertimu?", tanya Sehun dengan wajah sedih.

"Hem?", Luhan tidak mengerti maksud pertanyaan Sehun.

"Apa dia juga bercita-cita menjadi pemain sepak bola profesional sepertimu?", lanjut Sehun masih dengan wajah sedihnya. Dia takut mengahadapi kenyataan pahit.

"Tidak. Sepak bola hanya hobi baginya", jawab Luhan disertai sebuah seringai di bibirnya. "Rupanya ada yang takut kehilangan di sini", kata Luhan dalam hati.

"Minseok tak akan pergi jauh ke Italia seperti ku. Dia sangat betah di Korea", kata Luhan. Yang tanpa disadari Sehun, Luhan terus memerhatikan perubahan ekspresi di wajah Sehun. Sehun yang pandangannya terus tertuju ke bawah, dengan wajah yang sendu. Perlahan wajahnya berubah ceria. Seolah beban beratnya telah menghilang.

"Kecuali jika kau mengajaknya berlibur ke luar negeri. Baru dia akan meninggalkan Korea", kata Luhan kemudian, tidak lupa dengan seringainya.

"Benarkah Hyung, Minseok Hyung tidak akan ke mana-mana?", tanya Sehun antusias. Dia tidak menyadari kalau sedang dijahili oleh Luhan.

"Memangnya kau akan mengajaknya kemana?", Luhan malah semakin gencar melancarkan serangannya.

"Eh?", Sehun tidak mengerti dengan maksud Luhan. Namun kemudian Sehun melihat Luhan sedang menertawakannya. Sehun baru sadar kalau dia sedang dikerjai oleh Luhan. Ketahuan deh Sehun. Sehun malu. Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal dengan canggung. Luhan dengan bahagia menertawakan kejadian ini. Bagi Luhan, dia telah berhasil membongkar rasa suka yang disembunyikan Sehun kepada Minseok. Tapi Luhan tidak tahu bahwa sebenarnya Sehun sendiri belum tahu kalau Sehun menyukai Minseok.

"Beberapa hari yang lalu, aku melihat kau dan Minseok di sebuah kios tambal ban", kata Luhan setelah berhasil menghentikan tawanya.

"Ituuuu…..", kata Sehun bingung. Dia tak tahu harus menanggapinya dengan kalimat apa. Sehun juga tak menyangka kalau Luhan tahu hal itu. Sehun semakin mati kutu.

"Sebuah adegan romantis", kata Luhan sambil seolah dia membayangkan sesuatu.

"Adegan romantis apanya?", tanya Sehun tak percaya. Dia tak habis pikir, bisa-bisanya Luhan berkata seperti itu. Sehun merasa terintimidasi sekarang. Luhan terus menjahilinya. Sehun malu. Tapi kenapa dia harus malu? Memangnya hubungan cinta diam-diamnya terbongkar? Sehun kan tidak pacaran dengan Minseok. Sehun berkata dalam hati, "Aku kan hanya…", Sehun sendiri bingung dengan perasaannya. Dia tak tahu perasaan apa yang dia rasakan saat ini. Ini terlalu aneh baginya. Dan semakin kacau saat semuanya terasa bercampur aduk hingga membuat jantungnya berdebar.

Luhan tak hentinya menertawakan Sehun. Sehun sekarang merasa jengkel pada Luhan, karena dia tak bisa berbuat apa-apa. Bahkan dia sendiri bingung dengan perasaannya. Akhirnya membuat dia bungkam dengan wajah datar. Namun Luhan tak peduli, dia tetap ingin tertawa, terlebih melihat Sehun yang terlihat jengkel. Itu sangat lucu menurutnya.

"Ya sudah kalau begitu. Tidak ada yang ingin kau tanyakan lagi?", tanya Luhan sambil menahan tawanya.

"Tidak ada", jawab Sehun ketus dengan wajah datar.

"Kalau begitu aku pergi dulu. Aku harus mempersiakan kepergianku ke Itali", pamit Luhan. Luhan beranjak dari duduknya. Saat dia akan melangkah pergi, Luhan tersenyum yang dicampuri seringai, "Berbahagialah dengan Minseok." Ternyata Luhan belum selesai menjahili Sehun.

Sehun hanya diam dengan wajah datarnya. Tapi ternyata ada senyum kecil di sana. Sehun malu dan jengkel, tapi dia juga bahagia. Minseok tak akan pergi jauh seperti Luhan untuk sepak bola. Masa bodoh dengan perasaannya yang membingungkan. Yang penting, menurut Sehun, dia masih bisa melihat Minseok. Berbicara dengan Minseok. Menemani Minseok. Serta membantu Minseok. Hitung-hitung sebagai permintaan maaf dan menebus dosa atas apa yang telah dia lakukan pada Minseok.

.

.

Setelah hari itu, Sehun melalui hari-harinya seperti biasa. Namun tentu saja dengan tambahan sesuatu. Seperti…

"Hai Minseok hyung", sapa Sehun dengan senyuman tampannya.

"Oh, halo", balas Minseok kalem dengan senyum manisnya.

Teman Sehun yang kebetulan melihat kejadian itu, menjadi sedikit tercengang. Sehun tidak biasanya menyapa orang lain dengan kata-kata, biasanya hanya senyum. Ini kejadian luar biasa. Selain itu, Sehun jadi betah di kampus. Dan selalu, dia menyempatkan matanya untuk melihat seseorang. Seolah selalu penasaran tentang orang tersebut.

Jongin yang berperan sebagai seorang pengamat, merasa ini sudah saatnya dia meminta keterangan resmi dari Sehun mengenai motivnya berperilaku aneh dan di luar kebiasaannya belakangan ini. "Belakangan ini kau begitu aneh. Seperti orang kerasukan", komentar Jongin kepada Sehun. Orang yang dimaksud Jongin dalam komentarnya, malah tidak merasa kalau dia yang dibicarakan.

Seperti biasa, Jongin, Tao, dan Sehun menikmati waktu istirahat di taman kampus. Tao yang mendengar kata-kata Jongin, dia memilih diam. Dia ingin tahu respon apa yang akan diberikan oleh Sehun. Tapi Sehun tidak bicara apapun. Akhirnya Tao menghadapkan wajahnya kepada Sehun. Dan mengejutkan, Tao dan Jongin menemukan bahwa sepertinya Sehun memang sama sekali tidak mendengar Jongin. Sehun sedang sibuk memandang ke depan. Seperti kebiasaannya belakangan ini, menyempatkan matanya untuk melihat seseorang.

Kemudian, tiba-tiba Sehun menunjukkan wajah lega disertai senyum tipis, setelah sebelumnya dia terlihat begitu serius. Jongin yang dari tadi memerhatikan wajah Sehun dengan heran, hanya bisa membatin, "Lagi… dia menunjukkan wajah bodohnya." Jongin benar-benar sudah tidak tahan. Dia mengangkat tangannya untuk menyentuh pundak Sehun. Sehun menoleh dengan pandangan tanya. Lalu Jongin bertanya, "Kenapa dengan Minseok Hyung?"

"Hem?", respon dari Sehun yang tidak paham.

"Belakangan ini kau berperilaku aneh. Dan dari yang kami lihat, hal itu berhubungan dengan Minseok hyung", kata Tao.

"Iya. Jadi… kenapa kau seperti itu?", tanya Jongin.

Sehun seperti disambar petir. Dia tidak menyangka kalau dua orang itu memerhatikannya selama ini. "Seaneh itukah aku?", tanya Sehun dalam hati. Dia benar-benar tidak merasa ada yang aneh padanya. "Tidak ada yang aneh di diriku", bantah Sehun dengan percaya diri.

"Aku kan hanya…", kata Sehun terhenti. Percaya dirinya menghilang dan digantikan dengan bingung.

"Hanya apa?", tantang Jongin.

Sehun diam tak bisa menjawab. "Iya. Hanya apa?", tanya Sehun dalam hati. Pertanyaan itu terus terngiang di pikirannya. Tapi dia tak tahu apa jawabannya. Dia berpikir keras, berusaha menemukan jawabannya. Tapi bukan jawaban yang muncul. Justru otaknya menampilkan cuplikan memori tentang senyum Minseok, percakapan dirinya dengan Minseok. Minseok yang berjalan di depannya. Dia dan Minseok yang berdua di kios tambal ban. Wajah Minseok yang terpejam di depan matanya. Mata indah namun sendu milik Minseok. Lalu, tangan Minseok yang berdarah. Aksi teror yang dilakukannya. Dan rasa bersalah. Hatinya terasa sakit.

Sehun merasakan sakit dalam hatinya. Dia merasa begitu jahat. Badai perasaan bergemuruh dalam hatinya. Jantungnya berdetak cepat, dan terasa sakit. Tangannya bergerak memegang dadanya yang terasa sakit. Sehun menelan ludahnya yang terasa pahit. Memejamkan matanya sebelum mencoba bicara. "Aku….. pernah melakukan kesalahan padanya", kata Sehun perlahan. "Aku ingin menebus dosaku", lanjutnya.

"Kau yakin?", tanya Tao menanggapi pernyataan Sehun. Sehun diam tak merespon. "Justru yang kulihat itu bukanlah perasaan bersalah. Kau lebih mirip orang yang sedang jatuh cinta", kata Tao menjelaskan pendapatnya dengan kalem.

"Kau menyukainya kan?", tanya Jongin penuh antusias.

Sehun bangun dari keterpurukannya. Karena dia heran dengan teman-temannya. Bisa-bisanya mereka berpikiran seperti itu. Sehun memandang jengah ke arah mereka. "Apa maksud kalian?", tanya Sehun tak suka.

Tao memandang miris Sehun, baginya Sehun terlihat menyedihkan. Karena sepertinya dia belum memahami perasaannya sendiri. Sedangkan Jongin tersulut emosi. "Begini ya Oh Sehun yang tampan dan juga bodoh. Jika kau memang merasa bersalah pada Minseok, minta maaf saja padanya. Beres kan? Jadi kau tak perlu repot-repot bertingkah aneh selama ini", kata Jongin berapi-api.

"Masalahnya tak semudah itu! Bagaimana bisa aku minta maaf saat dia bahkan tak tahu kalau aku pelakunya!", kata Sehun sedikit emosi. Mereka tak tahu apa-apa. Mereka tak tahu apa yang telah diperbuat oleh Sehun kepada Minseok.

"Bukankah kalau seperti itu lebih mudah? Kau tinggal melupakannya dan bersikap biasa. Toh dia tak tahu kau pelakunya", balas Jongin tak kalah sengit.

Sehun bungkam. Dia tak membalas perkataan Jongin. Sehun memilih diam dan meredam emosinya. Mengatur nafasnya yang tak teratur karena emosi. Dadanya bergemuruh. Ternyata percakapan tadi melibatkan seluruh perasaannya. "Aku pergi", dan akhirnya memilih pergi meninggalkan dua temannya yang sedang memasang dua ekspresi berbeda. Satunya bosan dan yang satunya jengkel.

.

.

Sehun memandangi langit-langit kamarnya dengan pikiran yang menerawang jauh. Mengingat kembali percakapannya tadi bersama dua temannya yang penuh perasaan dan emosi. Dia ingat dengan kata-kata yang diucapkan Jongin. Dengan berat hati, Sehun membenarkan yang dikatakan Jongin. Kenapa dia harus repot-repot melakukan semua itu? Toh Minseok tidak tahu kalau pelakunya dia. Juga, tidak ada saksi yang memergokinya. Bukankah akan lebih mudah jika dia membiarkannya begitu saja? Melupakannya dan bersikap biasa, seolah tak terjadi apa-apa.

"Tidak bisa. Aku tidak bisa seperti itu. Minseok hyung tidak pantas menerimanya. Dia tidak salah apa-apa. Aku tidak bisa meninggalkannya begitu saja", kata Sehun.

"Tapi bukankah kau sudah bertanggung jawab?", logikanya bicara.

"Iya. Itu benar, aku sudah bertanggung jawab", gumam Sehun. Teringat kembali dia yang menolong Minseok saat tangannya berdarah. Menemani Minseok dalam perjalanannya menemukan kios tambal ban. "Kalau begitu apalagi? Kau bisa berhenti berhubungan dengan Minseok", kata logika.

Sehun merasa sedih. "Haruskah aku berhenti berhubungan dengannya?", tanyanya tak rela. Rasanya begitu berat menyetujui perkataan logika. Karena hatinya menginginkan lain. Menurut Sehun, apa salahnya dekat dengan Minseok? Minseok orangnya baik. Sehun yakin, tidak akan memberikan pengaruh buruk padanya jika dia dekat dengan Minseok. Minseok orangnya ramah, sabar, tidak mudah marah. Penuh pengertian dan perhatian. Hatinya yang tulus. Senyumnya yang menawan. Wajahnya yang manis.

Menurut Sehun, asalkan dia suka bukankah tidak masalah? Iya, Sehun suka dekat dengan Minseok. Sehun suka bicara dengan Minseok. Sehun suka melihat Minseok. Sehun suka…..

"Benarkah kata Tao dan Jongin, kalau aku… menyukai Minseok hyung?", tanya Sehun ragu. Hatinya berdebar. Penasaran sekaligus takut dengan jawaban dari pertanyaannya tadi. Bagaimana jika…

"Ah sudahlah. Aku akan menemukan jawabannya nanti kalau bertemu Minseok hyung", Sehun memilih untuk tidur. Dia rasa cukup untuk hari ini bergulat dengan hati dan pikirannya. Dia lelah dan juga bingung dengan semuanya. Sehun butuh istirahat sekarang.

.

.

Pagi datang, Sehun bangun dengan sesuatu yang mengganjal di hatinya. Membuatnya bernafas dengan tidak bebas. Tapi yang dia tahu pasti, saat ini dia harus pergi ke kampus. Dia harus menemukan jawaban dari pertanyaannya. Minseok, adalah petunjuk dari jawaban atas pertanyaannya.

Di bawah pohon yang rindang taman kampus, tempat biasa Sehun melakukan aktivitasnya belakangan ini. Dia arahkan pandangan matanya untuk lurus ke depan. Untuk melihat yang dia tunggu berjalan melintas di sana, Minseok. Tapi saat ini berbeda, tidak seperti biasanya. Saat ini entah kenapa dadanya terasa sesak. Sehun merasa jantungnya berdetak dengan aneh. Menimbulkan rasa cemas yang tidak dia tahu apa sebabnya.

Lama sudah Sehun menunggu, tapi Minseok tidak juga terlihat. Rasa cemas yang tadi Sehun rasakan, sekarang semakin mengganggunya. Sehun merasa hari ini seolah Minseok menghilang. Minseok tak terlihat sama sekali.

Jongin dan Tao yang dari tadi sudah duduk di dekat Sehun, tapi Sehun tidak menyadari keberadaan mereka. Sehun terlalu fokus pada kegiatannya. Jongin dan Tao melihat saat ini Sehun seperti seseorang yang sedang menunggu giliran dieksekusi, cemas dan takut. Tak perlu bertanya, Jongin dan Tao sudah tahu kalau saat ini Sehun sedang menunggu Minseok lewat. Tapi saat ini, tingkah Sehun benar-benar membuat mereka ingin tertawa. Sebelumnya, Sehun selalu mengontrol ekspresinya dengan baik, wajahnya sulit terbaca. Sehun menyembunyikan semuanya dengan baik. Tapi saat ini dia benar-benar terang-terangan. Seolah tak peduli dengan apa kata orang, terutama kata dua makhluk pengganggu di dekatnya ini. Jongin dan Tao menampakkan senyum jahil mereka yang menyilaukan.

"Kau sedang menunggu Minseok hyung ya?", tanya Jongin. Sehun tak memedulikannya. Dia bergeming, tak menoleh sedikitpun pada Jongin. Sehun masih merasa sangat jengkel pada dua temannya ini atas kejadian kemarin.

"Minseok hyung tak akan muncul di kampus hari ini", kata Tao kalem.

Secepat kilat Sehun membalikkan badan ke arah Tao. Tao sedikit kaget dengan respon dari Sehun. "Kenapa?", tanya Sehun tak terima. Sorot matanya seolah bicara bahwa dunia telah berlaku tidak adil padanya.

"Hari ini Luhan hyung berangkat ke Italia. Jadi, pasti Minseok hyung sedang di bandara untuk mengantarnya", kata Tao kalem. Senyum kemenangan muncul di bibir Tao, yang jelas tidak dilihat oleh Sehun. "Nah, sekarang wabah penyakit cinta sudah menyebar sempurna sepertinya", kata Tao dalam hati.

"Astaga, haruskah aku menunggunya hingga besok?", gumam Sehun dengan sangat lirih. Hari ini saja sudah sangat menyiksanya. Hingga membuatnya tidur tidak nyenyak. Bernafaspun terasa berat. Bagaimana bisa dia harus menunggu hingga besok? Minseok, adalah petunjuk penting dari kekacauan perasaannya. Bagaimana bisa Minseok dengan teganya tidak masuk hari ini? Tidak tahukah dia bahwa Sehun sangat membutuhkan dia untuk tahu fakta yang sebenarnya ada di balik perasaannya yang membingungkan?

"Eh, hari libur besok kau ada rencana apa Tao?", tanya Jongin. Jongin tiba-tiba ingat kalau besok libur. Dia bingung besok akan melakukan apa, tidurkah atau pergi ke suatu tempat?

"Libur?! Bagaimana bisa besok libur?", tanya Sehun tiba-tiba dengan wajah tak percaya. Dia mendengar Jongin bertanya pada Tao.

"Ya ampun, Sehun. Besok kan Sabtu", jawab Jongin malas. Dia tak habis pikir, bagaimana bisa Sehun menjadi sebodoh ini hanya karena cinta? Padahal, dulunya hal yang paling diingat dan paling ditunggu Sehun adalah hari libur. Tapi Sehun tidak bodoh Jongin, hanya saja dunianya teralihkan.

"Iya. Dan besoknya lagi hari Minggu", Tao menambahi.

"Oh Tuhaaan… ada apa lagi ini?", ratap Sehun dalam hati. Jadi, Sehun baru bisa bertemu Minseok di hari Senin. Dan itu tiga hari lagi. Selama itukah? Ini kenyataan yang menyakitkan bagi Sehun, dan dia harus menerimanya. Hari ini dia tidak bisa bertemu Minseok, begitu juga dengan dua hari nanti. Pahit, rasa ludah yang berusaha Sehun telan. Harapannya hancur, harinya serasa hampa. Langit mendung, seolah bersedih mengasihaninya. Sehun yang malang.

"Aku pulang dulu", kata Sehun lemas. Lalu berjalan seperti orang yang kehabisan tenaga. Jongin dan Tao hanya bisa tercengang melihat Sehun menjadi seperti itu.

"Bodoh. Dia kan bisa tanya padaku tentang alamat rumahnya Minseok hyung", kata Tao. Lalu Jongin bertepuk tangan sangat keras disertai tawanya yang menggelegar.

.

.

Bersambung…

.

.