How To Feel

Rated T/Hunhan

MAAF UNTUK TYPONYA HEHE:D

.

.

.

"Luhan, hari ini kita akan malam bersama chanyeol dan baekhyun untuk merayakan kesuksesan kita"

Luhan menoleh dan tersenyum mendapati sehun berada di ambang pintu kamarnya.

"Sehunnie"panggil luhan, lalu berlari memeluk sehun. Sehun tersenyum manis lalu balas memeluk luhan sesekali mengecupi puncak kepalanya.

"Kau suka dengan baekhyun?"tanya sehun sambil mengelus punggung luhan.

Luhan tersenyum lalu mengangguk "dia mirip sekali dengan baekkie"

Sehun mengernyit "baekkie?"

Luhan menganggukkan kepalanya "dia teman kecilku, tapi karena suatu alasan dia menjauhiku"luhan tersenyum miris.

"Aku tidak tau nama aslinya, yang aku tau aku hanya memanggilnya baekkie"lanjut luhan.

"Kau sangat menyukai baekkimu? Kau merindukannya?"gemas sehun sembari mencubiti pipi luhan, sedangkan luhan hanya menganggukan kepalanya.

"Aku cemburu sekali dengan baekkie-mu itu, kau tidak menyukaiku dan tidak merindukanku"ujar sehun berpura-pura marah lalu mendorong luhan pelan.

Luhan menggelengkan kepalanya dengan cepat "tidak tidak! Aku lebih lebih lebih menyukai sehunn, aku lebih lebih lebih merindukan sehunn"jelas luhan cepat.

Sehun terkekeh "baiklah baiklah, aku percaya"sehun mengacak rambut luhan pelan.

"Kau bersiaplah, 30 menit lagi aku tunggu di bawah"

"Heung! Siapa bos!"

Setelah bersiap-siap dan memakai baju yang di siapkan sehun akhirnya Luhan turun dengan tuksedo merah maroon yang sangat pas membalut tubuhnya, sehun dengan tuksedo hitamnya terdiam menatap luhan yang kini berlari ke arahnya dengan senyum cerah.

Sehun tersenyum "kau sangat manis"ujarnya membuat luhan merona.

"Ayo kita pergi" sehun menarik tangan luhan lalu menggenggamnya dengan erat.

.

.

.

"Luhan!"

"Baekhyunnie!"

Luhan berlari memeluk baekhyun, sedangkan sehun memeluk chanyeol dan berjabat tangan. Keempat orang iti segera duduk di meja yang sudah disewa oleh chanyeol.

"Luhan sangat manis"ujar baekhyun sambil tersenyum.

Luhan menggeleng pelan "tidak, baekhyun juga sangat manissss"ujar luhan sambil terkekeh pelan.

Keempatnya makan sambil bercanda ria, sesekali chanyeol menceritakan bagaimana ia bertemu dengan baekhyun dan menikahinya.

"Lalu apa kalian pacaran?"tanya chanyeol, yang langsung saja membuat sehun tersedak ketika sedang meminum minumannya.

Luhan menatap sehun sedikit tajam, sehun lalu sedikit berdehem. Ia tau luhan mengaharapkan jawaban bahwa mereka pacaran, tapi sehun pikir sekarang bukan waktunya. "Tidak, kami tidak pacaran"jawab sehun seadanya.

Luhan mengerucutkan bibirnya merasa kecewa, ia berdehem mencairkan suasana yang tiba-tiba terasa canggung itu "aku ke toilet sebentar"ujarnya datar, lalu melangkah cepat menuju toilet sedangkan sehun hanya terdiam sambil menatap lirih kepergian luhan.

Baekhyun merasa ia harus menemani luhan dan meninggalkan sehun chanyeol yang mungkin butuh bicara berdua. "Kalau begitu aku juga permisi ke toilet"ujar baekhyun sambil tersenyum sekilas pada suaminya. Ia segera melangkah menyusul luhan dan menemukan luhan sedang menatap bayangan dirinya sendiri di kaca dengan kesal sambil cemberut.

Baekhyun terkekeh "apa yang sedang kau lakukan luhan?"tanya baekhyun lembut.

Luhan tersenyum melihat baekhyun meskipun masih terlihat sarat kecewa di matanya "baekhyunnie"

Baekhyun memeluk luhan sejenak lalu menatapnya "bagaimana sehun bisa mengatakan kalau makhluk semanis kau bukan pacarnya"

Luhan terkekeh "mungkin sekarang bukan waktu yg tepat, baekhyunnie"

Baekhyun mengangguk "heum luhannie, mungkim setelah semua kembali pada tepatnya, mungkin saat itulah bagi yang tepat bagi sehun"

Luhan tersenyum mendengar penuturan baekhyun "aku tida boleh egois kan? Aku harus menunggu sehun"

Baekhyun tersenyum lalu mengangguk.

"Kau tau baekhyun? Aku sangat merindukan kakakku"ujar luhan terdengar lemas dan lirih.

"Kakakmu? Kau punya kakak?"tanya baekhyun.

Luhan mengangguk "sayangnya dia tidak disini lagi"jawab luhan pelan.

Baekhyun mengerti dengan apa yang di maksud dengan 'tidak disini lagi' ia menatap lirih luhan "tidak apa-apa luhannie, aku disini, sehun disini, dan bahkan chanyeol disini untukmu"

Luhan tersenyum cerah dan mengangguk "kau mau lihat foto kakakku? Dia sangaaat tampan"luhan langsung mengeluarkan foto dirinya dan kakaknya dengan antusias dari kantong tuksedo.

"Ini, yang ini aku dan yang ini kakakku. Namanya kris"

Baekhyun terdiam melihat foto yang di tunjukkan luhan, bukan karena kris namun karena anak kecil di sebelah kris yang mirip sekali dengan anak yang dulunya sangat dekat dengannya. Namun karena anak-anak menjauhinya, ia ikut menjauhinya dan sampai sekarang ia merasa bersalah setiap teringat bagaimana ia hanya berdiri ketika melihat anak yang ia ketahui bernama lulu di pukuli oleh teman-teman sekelasnya.

"Lulu?"ucap baekhyun pelan.

"Ne?"

"Lulu, kau lulu?"tanya baekhyun berkaca.

Luhan terdiam dan mulai mengerti "baekhyun... baek... baekkie?!"pekiknya

"Luhan! Lulu!"pekik baekhyun lalu segera memeluk luhan

Tiba-tiba isakan kecil keluar dari mulut baekhyun membuat luhan terdiam tak percaya "lu, maafkan aku lu. Dulu, aku sungguh tak bermaksud hiks"

Luhan tersenyum, lalu memeluk baekhyun dengan erar, sesekali menepuk-nepuk punggungnya "itu dulu baek, lagipula dulu kita hanya seorang anak kecil yang belum mengerti apa-apa, jadi tidak apa-apa"

"Tapi tetap saja..."

"Ssst, sekarang tidak apa-apa baek, aku cukup bahagia kau kembali padaku, sahabatku yang paling berharga"

Baekhyun mengusap air matanya lalu tersenyum "kau juga sahabatku yang paling berharga,lu"

Luhan tersenyum "ayo keluar baekkie jelek, suamimu menunggumu"

"Isshh siapa yang kau panggil jelek"kesal baekhyun kemudian tersenyum.

Luhan terkekeh lalu menarik baekhyun keluar dari kamar mandi dan menemukan chanyeol dan sehun sudah berdiri di depan toilet.

"Sepertinya kalian melakukan reuni yang menyenangkan, tapi ini sudah malam, kita harus pulang"ujar chanyeol lembut.

Baekhyun mengangguk lalu menggandeng lengan chanyeol "kami pulang dulu"

Sehun dan luhan mengangguk, dan tak lama setelah kepergian baekhyun dan chanyeol, suasana tiba-tiba terasa canggung.

Sehun berdehem keras "lu, kau tunggu saja di depan, aku akan ambil mobil"

Luhan menatap sehun sedikit kesal karena sehun memilih pergi keparkiran sendirian ketimbang dengannya "baiklah"jawabnya lemah

Ia kemudian melangkah keluar, sedangkan sehun pergi ke parkiran sesekali menghela nafasnya.

.

.

.

Luhan turun dari mobil sehun, sejak bangun tadi pagi kondisi mereka masih canggung dan saling berbicara seadanya. Pria mungil itu melangkah cepat masuk ke gedung meninggalkan sehun di dalam mobil yang masih sibuk merapik berkas-berkas yang harus di bawa ke kantor.

Luhan masuk ke dalam gedung perusahaan Xi, dan dalam hitungan detik semua mata tertuju padanya. Luhan tiba-tiba bergetar ketika teringat akan bayangan masa lalunya. Bagaimana cara orang-orang dulu menatapnya sama dengan orang-orang sekarang yg menatapnya seakan mengatakan 'kau pembunuh!'

Jongin tersenyum dari lantai atas lalu pergi merasakan kemenangan. Nafas luhan mulai tersengal, traumanya kembali lagi. Nafas luhan makin tak teratur, dia mulai berteriak histeris membuat kaget semua orang yang menatapnya, ia segera berlari keluar dengan nafas yang sama sekali tak teratur dan teriakannya yang histeris.

Luhan menabrak sehun, membuat sehun terakaget menemukan luhan terduduk di tanah dengan air mata, dan nafas tak bisa di atur lagi.

"Luhan! Kau tidak apa-apa"

Luhan berteriak histeris, ia menghempaskan tangan sehun ketika sehun mencoba menyentuhnya "pergi dariku! Aku bukan pembunuh!"ia berlari sekuat tenaga, sehun mencoba mengejarnya namun langkahnya terhenti ketika suara xiumin memanggilnya.

"Ada apa?"

"Kai"

"Ada apa dengan kai?"suara sehun meninggi.

"Kai mengatakan bahwa luhan membunuh kakaknya untuk mendapatkan perusahaan, dan rumor itu tiba-tiba menyebar luas dengan sangat cepat"

"Sialan! Dia selamat hari ini, tapi tidak dengan besok"teriak sehun.

Ia kemudian berlari ke arah dimana luhan berlari tadi, tapi batang hidung luhan tak lagi terlihat. Sehun mulai menarik rambutnya frustasi.

Luhan terduduk sambil menangis di dekat sebuah mini market, ia merunduk dan menenggelamkan kepalanya dalam tekukan kakinya. Suara langkah kaki terdengar mendekatinya, tubuh luhan semakin bergetar, ia takut untuk sekedar menatap orang sekarang.

"Luhan?"

Memberanikan diri luhan mendongak dan mendapati wajah pucat dan berantakan kris disana. Tiba-tiba tubuhnya semakin bergetar, nafasnya kembali tak teratur dan ia mulai berteriak histeris.

"Aku tidak membunuhmu! Aku tidak membunuhmu! Berhenti, katakan pada mereka berhenti menatapku seperti itu!"

Yifan terkejut mendapati luhan begitu histeris melihat diriny.

"Luhan! Luhan!"panggil yifan , namun luhan masih berteriak.

Ia memeluk luhan dengan erat "tenanglah, tenanglah"

Butuh waktu 30 menit bagi luhan untuk menenangkan dirinya. Kini ia berani menatap yifan tanpa berteriak "t-terima kasih yifan hyung"

Yifan kembali merasakan kepalanya sakit ketika ia menatap mata rusa itu, beberapa hari ini ia tidak bisa masuk kerja karena kepalanya terus terasa sakit, dan hari ini sakit itu semakin bertambah.

"L-luhan, kau pulanglah. Maaf aku buru-buru" yifan segera berlari sedangkan luhan menatap kepergiannya dengan bingung.

.

.

.

"Tuan anda sudah terlalu mabuk"

"Baik! Aku pergi" setelah membayar, pria bertubuh tinggi itu keluar dari bar sesekali hampir terjatuh karena jalannya yang sempoyongan.

Ia merogoh sakunya dan mengambil ponselnya "krys jemput aku"ucapnya.

"Oppa!"teriakan nyaring di seberang membuatnya sedikit berdecak kesal.

"Akhir-akhir ini kau sering sekali mabuk ckck, aku akan segera kesana"

Setelah itu sambungan telpon terputus.

Yifan menaruh kembali ponselnya, tiba-tiba perutnya merasa mual, karena terlalu mabuk ia tidak menyadari di mana ia sedang muntah.

"Brengsek!"

'Bugh' tiba-tiba satu pukulan mendarat di wajah yifan.

"Yuck! Ini menjijikan sekali"teriak pria yang tadi terkena muntahan yifan.

Yifan terlalu mabuk dan lemas untuk sekedar memukul balik. Tubuhnya terus di dorong oleh pria itu, yifan masih tak bisa melawan, ia terus terdorong hingga akhirnya ia terdorong ke tengah jalan. Ia terduduk di tengah jalan dengan tangan yang menopangnya.

Tiba-tiba sesuatu yang silau menusuk matanya membuatnya terpejam sesaat, klakson terdengar begitu memekakkan telinganya. Kepala yifan terasa sangat sakit dalam sekejap. Pupilnya mengecil ia terbaring lemas di tengah jalan dan pikirannya kembali ke masa lalu.

FlashBack

"Bunuh dia, kita harus mendapatkan proyek ini"

"Baik tuan"

Kris terdiam di depan pintu ruangan ayahnya dengan tubuh bergetar. Air mata sudah membasahi kedua pipinya mendengar penuturan mengerikan dari mulut ayahnya sendiri.

"Kris?!"ayahnya terkejut mendapati kris berdiri di depan pintu, kris tersentak tubuhnya semakin bergetar melihat tatapan sang ayah yang menajam dan menusuknya.

"A-ayah, k-kau tidak akan melakukan hal seperti itu bukan?"tanya kris memberanikan diri dengan suara bergetar.

Ayahnya hanya diam tak menjawab pertanya kris. Lalu setelah malam mengejutkan kris itu, keesokan harinya kris sudah di kirim ke sebuah tempat terpencil dengan alasan kesehatan jantungnya, namun bukan hanya itu, ayahnya takut padanya dan langsung bertindak mengirim kris ke tempat terpencil yang kemudian adik kecilnya menyusulnya dengan alasan ingin menemani kakaknya. Ibu mereka hanya berada disana seminggu satu kali saja untuk sekedar memerika keadaan anak-anak mereka.

Kris yakin ibunya juga tau rencana-rencana busuk ayahnya yang selama ini ia lakukan. Tapi toh mereka tidak bisa berbuat apa-apa, melaporkan juga percuma, tidak ada bukti yang menguatkan, juga kris selama ini tau kalau ia selama ini di awasi.

Kris tumbuh terbiasa dengan orang-orang tersembunyi yang terus mengawasinya, namun hal itu ber-efek pada mentalnya. Ia terlalu lelah dan dan stresa di awasi terus menerus, namun ia menahan dirinya, ia ingin terus disana menemani adik kecil kesayangannya itu. Ia ingin menjadi kakak yang bertanggung jawab pada adiknya. Ia ingin adiknya tumbuh tanpa mengetahui bagaimana ayah mereka sebenarnya, dan tumbuh tanpa harus ada kamera pengawas.

Hari itu kris pergi menemui ayahnya dan berencana pergi ke sekolah adiknya setelah menemui ayahnya.

"Aku mohon padamu, kau boleh mengawasiku, tapi tidak dengan adikku"

Ayah mereka terdiam.

"Akhir-akhir ini luhan menyadari adanya kamera pengawas. Aku mohon jangan libatkan dia dalam hal ini, aku hanya ingin dia tumbuh normal"ujar kris lirih.

Ayah mereka masih diam.

"Jawab aku berengsek!"teriak kris.

'Plak' satu tamparan cukup keras mendarat di pipi kris "dengar, jangan mencoba untuk memerintahku. Kau anak dan aku ayahnya, jangan bertinda seolah-olah kau sudah dewasa, terima apa yang sudah ada, karena akhirnya semua ini akan menjadi milikmu mengerti?!"

Hari itu menjadi hari paling mengerikan bagi kris, ia menangis seharian di atas sekolahnya merasa terlalu lelah dengan semuanya. Ia bahkan sempat melirik ke bawah, berpikir apa ia bunuh diri saja atau tidak. Tapi ia masih bertahan.

Karena luhan adalah kekuatannya selama ini. Senyum adiknya itu adalah penggerak jantungnya selama ini. Setelah dua jam berada di sana, ia teringat akan rencananya menonton teater luhan. Namun ini sudah lewat 4 jam sejak teater adiknya di mulai.

Ia segera berlari menuju sekolah adiknya yang letaknya tidak begitu jauh dari sekolahnya dan mendapati luhan sedang tertunduk menangis di depan pagar sekolah.

Kris menatapnya lirih merasa bersalah "luhannie"panggil kris lembut.

Luhan mendongak lalu menatap kakaknya dengan tatapan marah.

"Aku membencimu hyung!"untuk pertama kalinya luhan berteriak dengan nada marah ke arah kris.

Kris terdiam, rasanya energinya hilang begitu saja.

"Luhan, maafkan hyung ya?"

Luhan berlari ke tengah jalan.

"Luhan! Luhan!"teriak kris.

Luhan berhenti di tengah jalan ketika matanya menatap sebuah mobil yang melaju cepat ke arahnya.

"Luhan!"kris segera berlari ke tengah jalan lalu mendorong tubuh mungil luhan dengan keras.

'Brak'

Tubuh kris terpental cukup jauh, luhan membuka matanya perlahan lalu berteriak histeris mendapati kakaknya sudah tergeletak berlumuran darah di tengah jalan.

"Hyung! Hiks hyungg!"teriaknya menangis.

Tak lama suara tawa kris terdengar, luhan mendekatinya sambil merangkak. Dan benar kris tertawa lepas disana. "Hyung tidak apa-apa luhannie"

Luhan mengusap air matanya kemudian tersenyum. Setelah itu kris segera di bawa ke rumah sakit, jantungnya sempat berhenti namun salah satu dokter bemarga wu sempat menyelamatkannya.

Dokter itu tersenyum, dan segera melangkah menuju keluarga kris. Namun langkahnya terhenti ketika suara kris memanggilnya dengan pelan.

"Jangan bawa aku pada keluargaku, aku mohon. Jika aku di bawa pada mereka, aku bisa mati."

"Tapi-"

"Kau bisa membuangku kemana saja, katakan aku mati"lirih kris dengan sisa sisa kesadarannya.

Dokter wu terdiam menatap mata keis yang penuh akan sarat ketakutan, kekecewaan dan kesedihan.

"Baiklah"

"T-terima kasih" maafkan hyung luhan, tak lama kesadarannya menghilang.

Sesuai janji dokter wu mengatakan bahwa kris meninggal, karena keluarga kris belum melihat keadaan kris dari awal jadi mereka percaya bahwa mayat berwajah hancur yang di berikan pihak rumah sakit adalah kris. Sedangkan luhan tidak tau mayat dalam peti itu bukanlah kakaknya, karena ia tidak di perbolehkan melihat.

Kria di bawa ke rumah keluarga wu, nyonya wu menjelaskan keadaannya kepada tuan wu, dan tuan wu menyetujuinya untuk merawat kris. Namun sesuatu yang tak disangkan menimpa kris, saat kesadaran keduanya terjadi ia sudah tak ingat lagi kepada dirinya, siapa dirinya dan siapa namanya.

Hingga keluarga wu memutuskan untuk mengangkat kris menjadi anak mereka, dan menamainya Wu YiFan.

Flashback Off

Air mata kris menitik dari ekor matanya, ia ingat semuanya. Ia ingat tentang luhan, ayah dan ibunya. Ia adalah kris, dan kris adalah ia.

"Oppa!"suara teriakan krystal terdengar, krystal begitu terkejut mendapati kakaknya berada dalam jarak 5 cm dengan mobil yang hampir menabrak.

"Ibu..."

"Ayah..."

"Luhannie..."

TBC