Line of Love

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : OOC, OC, AU, Typo, etc.

.

.

.

Dengan kewarasan yang masih dimiliki, dia mulai mempertanyakan mengenai keadaan dirinya sendiri.

Akhir-akhir ini Sasuke sering terlihat melamun dan terlihat lebih kacau dari biasanya, lebih tepatnya sejak malam itu. Malam dimana Hinata menyebut namanya untuk pertama kali. Rasanya begitu err.. Intinya Sasuke menginginkan Hinata menyebut namanya lagi.

Mungkin sekarang Sasuke yang mulai gila.

.

.

.

"Hei.." Seperti biasa dengan posisi angkuh, Sasuke berdiri di depan pintu kamar Hinata dengan menyilangkan tangannya di depan dada.

"Apa maumu?" Jawab Hinata acuh. Sekarang dirinya sedang mempersiapkan beberapa keperluan untuk perjalanan besok.

"Tch, dingin sekali.."

"Jika tidak ada kepentingan, sebaiknya kamu kembali ke kamarmu." Hinata masih enggan menatap Sasuke yang sudah bertampang bosan.

Pada akhirnya Sasuke mengalah -lagi- dan melangkah masuk ke dalam kamar Hinata. Dia memperhatikan setiap gerakan Hinata yang tengah menyusun baju-baju yang akan dipakainya selama dua hari mendatang.

"Hinata-chan." Mikoto kini tengah berdiri di depan pintu dengan membawa beberapa jenis obat-obatan.

"Iya Bibi.." Hinata bangkit dan tersenyum manis.

'Tch, penjilat.' Sasuke kesal melihat perubahan Hinata yang mendadak. Kenapa dengan seisi rumah ini dia bisa tersenyum manis sedangkan dengan dirinya, begitu menyebalkan.

Hinata buru-buru menghampiri Mikoto untuk mengambil obat-obatan itu.

"Terima kasih Bibi, maaf merepotkanmu."

"Tidak perlu se-formal itu. Ini sudah menjadi tanggung jawabku juga.." Mikoto tersenyum membalas senyuman Hinata.

"Eh, Sasuke-kun." Mikoto baru menyadari sosok putranya ada di dalam kamar Hinata. "Apa yang membuatmu kemari?" Mikoto sedikit penasaran namun ekspresinya segera berubah saat imajinasi anak mudanya kembali berkeliaran di otaknya.

Sasuke kembali mendapat ide jahil dan Hinata mulai berusaha menyangkal.

"I-Ini ti-."

Sasuke segera merangkul pinggang Hinata yang ramping.

"Menurut Ibu apa yang kami sedang lakukan?" Ucap Sasuke sedikit genit.

Mata Hinata melotot ke arah Sasuke, dalam hati dia mulai mengutuk Sasuke.

Sasuke mulai bertingkah dengan mendekatkan kepalanya ke leher Hinata, seolah ingin menciumnya.

Mikoto yang melihat itu merasa ikut malu.

"Ma-Maaf sudah mengganggu kalian, sebaiknya Ibu segera turun. Hihi." Mikoto menjadi ingat kelakuan suaminya -Fugaku- saat masih muda, sangat mirip dengan anaknya -Sasuke-, begitu menggoda. Mikoto turun dengan senyum-senyum bahagia.

Hinata diam tidak bisa menjelaskan apa-apa. Semakin kesal saja dia dengan Sasuke. Tangannya melepas paksa tangan Sasuke yang masih berada di pinggangnya.

Sasuke dapat menangkap rona merah di wajah Hinata, entah karena malu atau marah tetapi Sasuke menyukainya.

"Biar ku bantu membereskan barang-barangmu." Tawar Sasuke.

"Tidak perlu, bukankah kamu masih harus membereskan barang-barangmu sendiri." Hinata kembali berkutat dengan barang-barangnya.

"Sudah selesai." Sasuke kembali berjalan menghampiri Hinata dan duduk di hadapannya. Tangannya mengambil sebuah batang sabun, odol dan pasta gigi yang masih tersegel dan memasukkannya ke dalam tas ransel milik Hinata. "Ini sudah malam, berdua akan lebih cepat selesai."

Hinata tidak percaya kalimat itu akan keluar dari mulut Sasuke. Dia pasti sedang bermimpi.

Calon suaminya yang angkuh kini mau berbaik hati menolongnya. Hinata hanya diam menatap Sasuke. Dia mengakui calon suaminya itu memang tampan dan wajar semua gadis di sekolah menggilainya hingga overdosis. Hinata mengulas senyum tipis tetapi seketika senyum itu pudar ketika dia sadar yang Sasuke pegang kini.

"Me-MESUMMMMMMM...!" Teriak Hinata.

Bagaimana tidak, kini Sasuke tengah memegang Bra-nya dengan santai.

Sasuke tersentak kaget akibat teriakan Hinata dan tiba-tiba sebuah pukulan mendarat di wajah Sasuke.

"He-Hei.. Kenapa tiba-tiba memukulku? Mau membunuhku?" Ucap Sasuke masih belum bisa mencerna keadaan. Kini posisinya dia sudah tersungkur di lantai dengan sebelah tangan menahan tubuhnya.

Wajah Hinata merah padam. "Kamu itu.." Suara Hinata mulai berat. "Benar-benar PRIA BODOH DAN MESUM.." Hinata melempari Sasuke dengan guling dan bantal.

Sasuke cepat menangkis serangan Hinata dan menahan guling yang siap melayang ke arahnya.

"Sebenarnya ada apa? Kenapa kamu menyebutku mesum? Aku kan hanya membantumu."

"Kamu sadar apa yang kamu pegang barusan?" Sepertinya Sasuke tidak sadar karena dia memang terlalu asik menyusun. Aduh ampun Sasuke.

"A-Apa?" Kali ini Sasuke yang dibuat gugup.

"Keluar." Ucap Hinata pelan.

"Hah?"

"Kubilang keluar." Hinata masih berujar pelan.

Sasuke semakin tidak mengerti. Matanya mencoba menjelajahi barang-barang yang tadi dia susun dan astaga, Sasuke baru menyadari sesuatu. Dia tanpa sadar telah memegang pakaian dalam Hinata yang ukurannya terbilang cukup besar.

Sasuke meneguk ludahnya.

"A-Aku bisa jelaskan."

"Ku bilang kamu keluar sekarang." Hinata menarik tangan Sasuke dan menyeretnya keluar dari kamar.

Hinata mengunci kamarnya dari dalam. Seketika tubuhnya merosot kebawah dengan wajah merah padam karena malu dan marah.

"Oi Hinata.. Aku tidak sengaja." Sasuke berusaha mengetuk pintu kamar Hinata berharap dibukakan kembali pintunya.

Merasa tidak ada jawaban, Sasuke pun berhenti mengetuk dan kembali ke kamarnya.

Sasuke mulai meradang lagi. Dia merutuki dirinya yang begitu terlihat bodoh dan.. Mesum.

"Arghhhhh..!" Lagi-lagi Sasuke menjambak rambutnya sendiri sebagai bentuk kekesalan terhadap dirinya sendiri.

.

.

.

"Suamiku.." Ujar Mikoto senang bukan main.

"Hm?." Fugaku hanya menjawab singkat dan menurunkan koran yang sedang dibacanya untuk melihat sang-istri yang nampak sangat bahagia malam ini.

"Sepertinya kita akan segera mendapatkan seorang cucu.." Mikoto terlihat gemas sekali.

'Cucu..'

'Cucu..'

Kata-kata itu tergiang di kepala Fugaku yang masih belum bisa mencerna cepat.

"Apa?!" Fugaku tersentak saat kata-kata cucu sudah tertanam di otaknya.

"Kenapa?" Tanya Mikoto balik dengan ekspresi bingung.

'Mati aku..'

Nampaknya Fugaku akan segera menghadapi Hiashi yang murka karena gagal dengan janjinya. Lalu anaknya yang brengsek itu tentu saja akan bertanggung jawab penuh atas kekacauan ini. Sebaiknya dia menyiapkan diri juga di hadapan katana milik Hiashi.

Fugaku hanya dapat menelan ludah dengan susah payah.

.

.

.

Ada sebuah pepatah mengatakan 'Jangan menilai buku hanya dari sampulnya' Sasuke mulai mempertanyakan kebenaran pepatah itu untuk calon istrinya, Hinata.

Siapa sangka gadis yang berpenampilan lugu, pemalu, sopan, ramah dan jika tersenyum terlihat begitu manis seperti seorang malaikat dapat membuat sebagian wajahnya memar biru.

Yang tidak dapat Sasuke mengerti adalah sifat Hinata yang 180 derajat berubah saat berada di sekolah, tidak jarang dia sering ikut melihat Hinata bermain kartu di atap sekolah bersama teman-teman sekelasnya.

"A-Aw.. Sakit.." Sasuke kini tengah berkaca dan meratap sedih sebagian wajah disebelah kiri terlihat memar biru.

Teringat kejadian semalam yang menyebabkan hal ini terjadi.

Mungkin jalan terbaik memang meminta maaf kepada Hinata.

.

.

.

Fugaku, Mikoto dan Hinata sudah berkumpul di meja makan untuk sarapan bersama. Kedatangan Sasuke membuat Mikoto memekik khawatir dan membuat Hinata dan Fugaku menoleh ke arah Sasuke.

"Ya Tuhan Sasuke-kun.." Mikoto segera menghampiri Sasuke begitu menyadari ada yang tidak beres dengan wajah Sasuke.

"Kenapa dengan wajahmu." Mikoto berusaha memegang memar di wajah Sasuke tetapi karena terasa sakit Sasuke memilih menghindar.

Hinata juga menyadarinya dan menjadi merasa bersalah.

Mikoto mengajak Sasuke menuju ruang tengah untuk mengobatinya.

"A-Aku akan menyusul Bibi, permisi Paman." Hinata langsung beranjak dari meja makan menuju ruang tengah.

Fugaku sendiri dan merenung.

'Apa sebenarnya yang terjadi semalam? Apa benar mereka terlalu bersemangat hingga wajah Sasuke menjadi seperti itu. Memang kelakuan anak muda jaman sekarang.' Fugaku hanya menggeleng-geleng kepalanya.

Rupanya Fugaku sudah mempersiapkan diri untuk menghadapi Hiashi.

.

.

.

"E-Etto.." Suara Hinata menghentikan gerakan Mikoto yang kini tengah mengobati Sasuke.

"Hinata-chan?"

"Bi-Biar aku saja yang mengobati lukanya." Dalam hal ini, Hinata juga merasa bersalah telah merusak wajah Sasuke yang berharga. "Bibi bisa menemani Paman di ruang makan, setelah selesai kami akan kembali."

Mikoto tersenyum dan menyerahkan kapas yang sudah diberikan obat kepada Hinata.

"Terima kasih ya Hinata-chan."

Hinata hanya mengangguk tersenyum.

Sasuke menundukkan kepalanya sedikit saat Hinata mulai menekan memar di wajah Sasuke dengan kapas yang sudah lumuri obat.

Mereka berdua masih diam, sesekali terdengar Sasuke yang meringis kesakitan.

"Ma-Maaf."

Sasuke membuka suara terlebih dahulu.

"Kejadian semalam itu aku benar-benar tidak sengaja." Ucapnya pelan.

Wajah Hinata kembali memerah begitu mengingat kejadian semalam. Beruntung Sasuke masih menundukkan kepalanya.

"Aku juga meminta maaf." Ujar Hinata lirih. Kini giliran dia yang menundukkan kepalanya dengan wajah merah.

Sasuke mengangkat kepalanya dan melihat Hinata yang kini sedang menunduk. Satu tangan Sasuke terangkat dan jatuh di atas kepala Hinata, diam sesaat kemudian mengelus kepala Hinata dengan lembut.

Tandanya mereka sudah saling memaafkan.

.

.

.

"Yo Sasuke.. Selamat pagi." Kiba yang sangat bersemangat menyapa Sasuke di halaman sekolah. Mengingat hari ini, mereka -anak kelas 2- akan mengadakan wisata ke Danau Konoha.

"Hm."

"Ada apa dengan wajahmu?" Kiba juga menyadari wajah memar di wajah Sasuke.

Merasa tidak ada jawaban, Kiba mulai berasumsi sendiri. Senyum lebar terpampang diwajah pecinta binatang mamalia itu.

"Apa kamu habis dihajar oleh Hinata?" Bisik Kiba.

"Hm?" Sasuke mulai berpikir bagaimana Kiba bisa menebaknya.

"Hinata itu memang gadis unik. Memangnya apa kesalahanmu hingga mendapatkan luka seperti itu?" Tanya Kiba mulai penasaran.

"Bukan urusanmu." Selalu pedas jawaban Sasuke tetapi dia juga tidak akan membicarakan mengenai kesalahannya itu.

"Baiklah aku tidak akan memaksa.. Haha.. Tetapi dirimu harus bersyukur karena luka itu tidak seberapa."

'What?'

Sungguh Kiba tidak tahu betapa sakit luka ini. Selain itu, bekasnya juga cukup memalukan.

"Naruto bahkan pernah tidak masuk 3 hari akibat serangan Hinata." Masih bisik Kiba

Sasuke mulai tertarik dengan pembicaraan Kiba.

"Kejadian ini terjadi sewaktu SMP. Naruto pernah mencoba mengintip ruang ganti perempuan saat pelajaran olahraga. Para gadis yang menyadarinya langsung berteriak dan Hinata yang menjadi penyelamat mereka saat itu."

'Pria mesum itu memang pantas mendapatkannya.' Sasuke menarik sedikit ujung bibirnya, tersenyum mengejek.

Lupakah dia juga mendapat gelar pria mesum dari Hinata.

Dan Sasuke mulai mempertanyakan darimana datangnya kekuatan besar yang dimiliki oleh seorang Hyuuga Hinata.

Seolah dapat membaca isi pikiran Sasuke, Kiba kembali berbicara.

"Seharusnya kamu tau sejak kecil Hinata sudah dididik keras oleh Ayahnya, entah itu karate, judo mungkin sumo juga pernah."

Merasa ada yang membicarakannya, Hinata melihat ke arah Kiba dan Sasuke yang kini terlihat lebih akrab.

Kiba yang mulai menyadari tatapan tajam dari arah Hinata, berkeringat dingin.

"Hahaha.. Cuaca hari indah bukan Sasuke, aku tidak sabar untuk segera berangkat.. Hahaha." Kiba mulai bertingkah aneh.

"Hm?" Terkadang Sasuke tidak mengerti isi jalan pikiran teman-teman sekelasnya.

.

.

.

Jarak tempuh perjalanan hanya memakan waktu 2 jam dari sekolah menuju Danau Konoha. Bus yang mereka tumpangi melewati sawah-sawah yang masih hijau, sedikit tanjakan berbatu dan rusak, rumah-rumah warga dan juga rumah sakit yang tidak terlalu besar.

Bus berhenti dan mereka semua turun di depan cottage yang cukup besar.

"Baik anak-anak, ini adalah cottage yang akan kita tinggali selama 2 hari ke depan. Kalian bebas memilih kamar yang kalian suka, 1 kamar berisi 4-5 orang dengan jenis kelamin yang sama." Jelas Kakashi kepada seluruh rombongan anak kelas 2 dan mendapat sambutan meriah.

"Jam 7 kita akan kumpul kembali di sini dan bermain uji nyali. Jangan sampai telat." Lanjut Kakashi lagi dan berlalu masuk ke dalam cottage.

.

.

.

Suasana malam di Danau Konoha terlihat lebih gelap dan sedikit menyeramkan, berbeda saat siang. Seluruh rombongan kelas 2 sudah berkumpul di depan cottage sesuai dengan instruksi Kakashi tadi siang.

"Kalian akan mengambil nomor undian didalam kaleng ini, nomor itu yang akan menentukan siapa pasangan kalian dan menjadi nomor urut. Permainannya mudah, kalian akan memasuki hutan yang berada di belakang cottage dengan bermodalkan sebuah senter. Kami sudah menyediakan 3 buah bendera dibeberapa pohon dan masing-masing dari kalian harus mengambilnya, siapa yang tercepat kembali dengan 3 bendera akan mendapatkan hadiah menarik."

Beberapa anak mulai berbisik mengenai siapa yang akan menjadi pasangan mereka. Sebagian anak perempuan berharap dapat berpasangan dengan Sasuke.

Hinata nampak tidak begitu peduli dengan acara konyol ini, dia ingin segera berakhir dan kembali menikmati tidurnya karena lelah selama perjalanan. Sasuke mencuri pandang ke Hinata dan berharap dia dapat berpasangan dengan Hinata.

"Aku mendapat nomor 4." Teriak Kiba cukup kencang.

Hinata melangkah untuk mengambil nomor undiannya. Dia mengerutkan kening saat melihat nomor itu.

"4." Ucapnya singkat.

"Yosh.. Kita berpasangan Hinata. Tenang saja, jika kamu takut, kamu bisa memelukku.. Hahaha.." Ucap Kiba penuh percaya diri.

'Tch.' Sasuke kesal karena dia mendapat nomor 5 dan juga pasangannya bukan Hinata tetapi anak perempuan dari kelas lain. Sepertinya doa anak itu terkabul.

Permainan pun dimulai, setiap pasangan yang sudah memasuki hutan benar-benar hanya diberikan sebuah senter.

Sasuke yang sedikit kecewa hanya bisa melihat kepergian Kiba dan Hinata. Dia harus menunggu 5 menit untuk menyusul mereka.

Kukk.. Kukk..

Jam menunjukkan pukul 07.30 malam, suasana hutan juga gelap bahkan sangat gelap. Tanahnya basah tidak kering dan juga sedikit licin. Suara burung hantu turut meramaikan suasana menyeramkan.

Kiba mulai berpegangan pada lengan Hinata. Kini dia yang mulai ketakutan, padahal tadi dia dengan bangganya bilang akan melindungi Hinata.

"Ge-Gelap sekali." Racau Kiba dengan bibir gemetar karena takut.

Dia mulai mengalungkan lengannya ke lengan Hinata dan semakin erat. Hinata hanya cuek. Bahkan dia tidak merasa takut sedikitpun. Hantu itu tidak ada.

"Tenanglah Kiba-kun."

Kuuk.. Kuukk.. Kuuukkk..

Kiba yang dasarnya sudah ketakutan, begitu mendengar suara burung hantu yang cukup keras segera melepas tangan Hinata, memilih berlari dan berteriak.

Hinata terkejut dengan perbuatan temannya itu. Dia kehilangan Kiba.

Kiba terus berlari tanpa tahu arah karena senter dipegang oleh Hinata. Terus berlari dan berteriak hingga akhirnya semua menjadi gelap.

Kiba pingsan.

Kepalanya terantuk dahan pohon rendah saat berlari.

"Kibaaaa.." Teriak Hinata mencari Kiba di dalam hutan. Dia mengedarkan senternya ke sekeliling.

"Kibaaaa.. Kamu dimanaa?" Tanpa Hinata sadari dia mulai melangkah ke arah yang salah, dirinya semakin memasuki hutan.

Sasuke merasa gerah dengan pasangannya. Sejak memasuki hutan, gadis yang menjadi pasangannya selalu menggandengnya dengan erat dan berteriak tidak jelas. Seandainya yang disampingnya kini adalah Hinata, dia tidak akan keberatan.

"Hah.." Sasuke menghela nafas lelah.

"Gyaa, Sasuke-kun.. Aku takut.. Jangan cepat-cepat." Gadis itu semakin mengeratkan pelukannya dilengan Sasuke.

"Diam dan cepat selesaikan ini." Merasakan aura membunuh dari Sasuke, gadis itu dan menurut.

"Aaaaaaaa.." Sasuke bisa menangkap suara Hinata yang berteriak dari dalam arah hutan. Dengan segera dia melepas paksa pelukan dari gadis disampingnya.

Gadis itu hanya terheran-heran.

"Hinata, dia dalam bahaya." Sasuke memiliki firasat buruk.

"Tu-Tunggu." Gadis itu masih berusaha menahan tangan Sasuke.

"Lepaskan." Pinta Sasuke datar.

Begitu gadis itu melepaskan tangan Sasuke, tidak tanggung-tanggung Sasuke segera berlari memasuki hutan dengan senter ditangannya.

"Sekarang aku bagaimana?"

.

.

.

Hinata yang masih mencari jejak Kiba tidak menyadari di depannya ada sebuah lubang cukup besar.

"Aaaaaaaa." Hinata berteriak ketika dirinya jatuh ke lubang yang cukup besar itu.

"I-Ittai.." Erang Hinata yang merasakan pantatnya sakit.

Dia merasakan sesuatu merayapi kakinya. Hinata mulai berkeringat dingin, dengan tangan gemetar dia mengambil senter yang tidak jauh dari dirinya. Dia mengedarkan sinar senter itu ke kakinya.

Hinata diam tidak dapat bersuara lagi, dia mulai takut. Suaranya seolah tertekan di tenggorokan, jika dia berteriak juga apa ada yang mendengar.

Hinata mulai menangis, seekor ular kini berada di kakinya, kepala ular itu berdiri tanda waspada.

'Siapapun ku mohon tolong aku.'

'Sasuke, tolong aku.'

"Hinataaaa.." Sasuke masih berteriak memanggil nama Hinata, instingnya yang tajam sangat yakin Hinata berada di sekitar situ.

"Hinataaa.."

Hinata samar-samar dapat mendengar seseorang memanggil namanya.

"Hinataaaa.." Lagi.

Kini dia yakin, dirinya tidak bermimpi.

"Tolong.." Suara Hinata terdengar lemah dengan sedikit pergerakan membuat dia hanya menggigit bibir bawahnya menahan rasa nyeri yang berasal dari kakinya. Ular itu menancapkan taringnya ke kaki Hinata.

Sasuke yakin mendengar Hinata meminta tolong.

"Hinataaaaa." Sekali lagi dia berteriak.

"Tolong.." Suara lemah itu semakin terdengar. Sasuke yakin berasal dari bawah lubang dihadapannya.

Sasuke mengarahkan sinar senternya ke dalam lubang dan melihat Hinata yang duduk tak berdaya.

"Hinata." Tersirat kekhawatiran yang luar biasa dari Sasuke.

"Aku akan menolongmu."

"Sa-Sasuke."

"Raih tanganku." Pinta Sasuke.

Hinata dengan lemah mengarahkan senter ke arah kakinya.

Sasuke yang mengikuti petunjuk Hinata menemukan seekor ular masih setia menggelayuti kaki Hinata.

"Sial." Sasuke mulai mencari ranting panjang dan kuat di sekelilingnya.

Sebuah ranting yang sesuai kriteria Sasuke ambil tidak jauh dari tempatnya. Dengan hati-hati dia menjulurkan ranting itu ke arah ular yang masih berada dikaki Hinata. Dengan tepat Sasuke berhasil melempar jauh ular itu dari kaki Hinata. Tidak membuang waktu, dia segera meminta Hinata untuk menjulurkan tangannya dan membantu Hinata naik.

Hinata hanya meringis sakit di bagian kakinya. Sasuke segera menyinari kaki itu dan menemukan bekas gigitan ular. Sedikit pelajaran saat disekolahnya dulu, mengenai pertolongan pertama saat digigit oleh ular. Dia merobek kaosnya dibagian tangan dengan sekali tarikan kuat. Setelahnya, dia menghisap kuat bekas gigitan itu, menimbulkan suara rintihan pelan dari Hinata dan membuang darah yang mungkin bercampur racun ular dari mulutnya, Sasuke lakukan selama tiga kali dan mengikatkan kuat-kuat kain yang tadi dia robek ke kaki Hinata.

Hinata hanya dapat memandang lemah saat Sasuke memberikan pertolongan pertamanya.

"Cepatlah Naik." Sasuke sudah berjongkok membelakangi Hinata.

Hinata segera menuruti perintah Sasuke. Tanpa membuang waktu Sasuke segera berlari menuju rumah sakit yang tidak jauh dari cottage, setidaknya dia harus keluar hutan terlebih dahulu.

Hinata yang berada dalam gendongan Sasuke hanya bisa tersenyum lemah. Dia mengalungkan lengannya dileher Sasuke. Suatu perasaan nyaman dan yang lebih jauh mulai menghampirinya pelan-pelan.

"Terima kasih Sasuke-kun." Ujar Hinata lemah dan kemudian semuanya menjadi gelap.

Sasuke hanya diam tidak menanggapi, yang ada dipikirannya hanya satu, cepat membawa Hinata ke rumah sakit.

.

.

.

-Tbc-

Aku bisa update saat libur kerja.. ;(

Bagaimana dengan chp ini?

Hahaha..

Buat yang sudah review, fave dan follow, Aku ucapkan banyak-banyak terima kasih..

Last world : Enjoy the story..