Line of Love

.

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

Warning : OOC, OC, AU, Crack Pairing, Typo, etc.

.

.

.

Di ruangan yang cukup besar ini terlibat percakapan yang cukup serius antara dua pria paruh baya.

"Apa kita tidak terlalu terburu-buru?" Hiashi adalah pria pertama yang angkat bicara, gerak-gerik nya terlihat resah.

"Kita sudah tidak ada waktu lagi, Ayahku sudah sangat menginginkan seorang cucu." Fugaku lawan bicaranya, juga terlihat resah tetapi masih menampilkan kesan santai.

"Ta-Tapi, Hinata masih 2 SMA. Kenapa kita tidak tunggu mereka lulus?" Hiashi mulai bingung.

Fugaku menyesap teh dihadapannya.

"Kita tidak akan menikahkan mereka sekarang, Sasuke, anakku juga masih 2 SMA. Kita hanya akan mengenalkan mereka satu sama lain sebagai sepasang suami istri kelak, mungkin setelah mereka lulus sekolah." Ini adalah ucapan terpanjang menurut Fugaku sepanjang dia hidup hingga kini. Cukup sulit menjelaskan keadaan ini kepada sahabat dihadapannya.

"Hinataku.. Dia gadis pemalu, aku hanya takut dia akan sedih jika mendengar hal ini."

Fugaku mendengus panjang.

"Hinata sudah besar, ku rasa dia akan mengerti mengenai perjodohan ini."

Hiashi hanya diam. Dia hanya terlalu sayang pada putri kecil pemalunya dan jauh di lubuk hatinya, dia tidak rela melepaskan Hinata sekarang.

"Aku akan menyiapkan kamar untuk Hinata. Tenang saja, dia tidak akan satu kamar dengan Sasuke sebelum waktunya." Fugaku hanya tertawa kecil melihat reaksi Hiashi, sahabatnya. Dia cukup puas dan terhibur dengan ekspresi Hiashi saat ini.

.

.

.

Disaat yang bersamaan, seorang gadis tengah berlari cepat, rambut indigonya melambai-lambai seiring dengan gerakannya dan dadanya yang terbilang cukup besar terlihat naik turun.

"Aku telat.. Aku telat.. Sialan.. kenapa alarm sialan itu harus berhenti berbunyi." Maki gadis itu kepada jam weker dikamarnya yang memang sepenuhnya salah dia karena lupa mengganti baterai jam wekernya.

'Sedikit lagi sampai..'

Dia berusaha berlari dengan kecepatan yang hampir maksimal begitu melihat gerbang sekolahnya hampir ditutup.

"Tungguuuuuuuuuuuu.." Teriaknya, tetapi memang sudah waktunya gerbang sekolah harus ditutup dan bagi anak yang telat harus menjalani hukuman selama 1 jam oleh guru disiplin.

Kiett..

Bunyi itu menandakan pintu gerbang sekolah telah tertutup sempurna.

"Baiklah jika sudah begini, mau tidak mau..." Dengan ancang-ancang dan kecepatan yang pas, gadis itu -.

"Hup.."

Berhasil menginjak salah satu tiang horizontal gerbang dan melompatinya dengan sempurna.

"Hehe.. Selamat pagi pak.." Sapanya kepada sang penjaga gerbang yang kini hanya bisa melotot kaget tidak percaya, begitu juga dengan sebagian murid yang berada di depan gerbang karena telat masuk.

"Hinataaaaaa.." Teriak salah satu temannya.

"Yoo.. Sakura-Chan.." Sapa gadis yang telat itu.

Sakura menghampiri Hinata yang sedang membersihkan kakinya dari debu.

"Aksi mu tadi benar-benar berbahaya." Puji Sakura tetapi dengan wajah ragu.

"Hanya biasa saja, daripada aku harus menjalani hukuman dari Anko Sensei." Cengir Hinata merasa hal yang tadi dilakukannya sungguh biasa.

"Ayo kita ke kelas, sebelum Iruka Sensei datang." Ajak Hinata kepada Sakura dan mendapat anggukan dari Sakura.

.

.

.

"Hei Hinata sudah mau pulang?" Tanya seorang teman sekelas Hinata.

"Hm.. Ayahku memintaku pulang cepat hari ini."

"Ah, tidak seru.. Kita akan mengadakan taruhan adu panco antara Lee dan Naruto di atap sekolah."

"Maaf, Kiba-Kun.. Mungkin lain waktu ya, lagipula supir Ayahku sudah menunggu. Jaa.." Hinata pun melesat keluar kelas.

Dia tidak dapat menolak permintaan Ayah tercinta untuk segera sampai di rumah karena katanya ada urusan yang amat sangat super penting. Begitulah pesan yang dia terima saat makan siang di HPnya.

Sang supir segera membuka-kan pintu penumpang begitu melihat Hinata.

"Terima kasih, Kyo-San." Ujar Hinata sopan dengan senyuman manis di wajahnya.

"Sama-sama Hinata-Sama." Sang supir pun menutup pintu kemudi dan bergegas kembali ke tempatnya, melajukan mobil menuju kediaman Hyuuga.

.

.

.

Selesai mengganti baju sekolah dengan dress one piece yang simple, Hinata melangkah menuju ruang kerja Ayahnya.

Tok.. Tok.. Tok..

"Masuk." Suara berat Hiashi menggema dari dalam ruangan.

Hinata memasuki ruangan itu dan melihat Ayahnya sedang berdiri memunggunginya dengan melihat keluar jendela besar.

Hinata membungkuk memberi hormat, seperti yang sudah dan selalu diajarkan oleh keluarga Hyuuga sejak jaman nenek moyang.

"Duduklah." Perintah Hiashi kepada Hinata dengan suara berat.

Hinata memilih duduk di sofa.

Helaan nafas panjang Hiashi dapat Hinata dengar.

'Sepertinya ada masalah berat.'

"Hinata..."

"..."

Hiashi kini berjalan perlahan menghampiri Hinata dan duduk di sampingnya.

Mata tua Hiashi yang masih terlihat bercahaya memandang putri sulung kesayangannya. Senyum tipis dia sunggingkan.

"Ada hal penting yang harus Ayah sampaikan.."

Hinata masih memilih untuk mendengarkan.

"Ini mengenai.."

Hinata mulai merasakan perasaan buruk tetapi dia tetap memilih diam dan mempercayakan semuanya kepada sang Ayah.

Berat sungguh berat bagi Hiashi untuk mengatakannya. Dia tidak ingin Hinata kecilnya yang pemalu dan baik hati ini terluka akibat permintaannya. Dia sungguh tidak ingin Hinata membencinya karena hal ini.

Sekali lagi Hiashi menarik nafas panjang seraya membantunya memberikan sedikit ketenangan.

"Ini mengenai perjodohanmu dengan anak dari sahabat Ayah." Akhirnya kalimat itu terlepas juga.

Hinata terkejut mendengarnya tetapi kini dia berhadapan dengan sang Ayah, dia tidak mungkin berteriak dan bertingkah seperti saat di sekolah.

'Ini gila.. Ya, ini pasti mimpi.' Hinata hanya dapat merutuk dalam hatinya.

"Maafkan Ayah nak.. Ini adalah perjanjian lama kakekmu dengan kakeknya. Ayah tidak dapat menolaknya." Sungguh Hiashi merasa gagal sebagai seorang Ayah.

Andai perjodohan ini tidak pernah ada, dia akan rela Hinata menikah dengan seseorang pilihannya sendiri.

Hinata hanya bingung harus menjawab apa. Dia memaksakan senyumnya.

"A-Aku akan menerima perjodohan itu Ayah jika memang kakek sudah memutuskan begitu."

Hiashi melotot tidak percaya mendengar jawaban Hinata. Kupingnya juga masih berfungsi dengan baik. Dia melihat Hinata kini tersenyum dihadapannya. Semua bayangan buruk sirna. Putri kecilnya yang dulu pemalu kini semakin terlihat dewasa.

"Apa kamu yakin Hinata? Kamu bahkan belum mengenal siapa calon suamimu." Hiashi menjadi tidak rela juga Hinata harus pergi, meskipun suatu saat nanti Hinata juga akan pergi.

"Aku akan mengenalnya pelan-pelan, Ayah." Ujar Hinata sesopan mungkin.

Hiashi bersumpah ingin menangis saat itu juga. Perjanjian Ayahnya di masa lalu membuat Putri kecilnya yang pemalu harus tersenyum memaksa seperti saat ini dan ini pertama kalinya.

"Te-Tenang saja Hinata, kalian tidak akan menikah saat ini juga, tunangan yaa.. Kalian akan melalui proses itu dulu. Jika merasa cocok baru akan dilanjutkan ke jenjang pernikahan setelah kalian siap." Hiashi mencoba menghibur Hinata. Dia sangat amat yakin Hinata akan menangis tetapi berusaha memaksakan tersenyum.

"Aku akan berusaha sebaiknya, Ayah tidak perlu mencemaskanku, aku akan baik-baik saja."

Hiashi sungguh semakin tidak percaya akan ucapan Hinata.

"Jadi kapan aku akan berkenalan dengan calon tunanganku?" Tanya Hinata.

"Malam ini, jadi segera persiapkan dirimu." Ujar Hiashi dan menjadi akhir perbincangan antara mereka.

.

.

.

"Arghh.." Erang Hinata saat di kamarnya.

"Kenapa harus dan masih ada perjodohan-perjodohan itu dijaman seperti ini." Dia kesal. Kakinya terus menghujam lantai yang tidak bersalah sebagai bentuk kekesalannya.

"Awas saja, perjodohan ini akan ku buat batal." Hinata pun tersenyum licik.

.

.

.

Malam ini adalah pertemuan besar antara keluarga Uchiha dan Hyuuga. Tentu saja pertemuan ini membahas mengenai pertunangan anak-anak mereka dan saling mendekatkan ke dua belah pihak.

Keluarga Uchiha tiba terlebih dulu dan disusul oleh keluarga Hyuuga tidak lama.

Hyuuga hanya membawa 2 orang, baik itu Hyuuga Hiashi dan Hyuug Hinata sedangkan Uchiha cukup lengkap dengan Uchiha Fugaku, Uchiha Mikoto dan Uchiha Sasuke, sang pemeran utama pria pada malam ini.

Hinata memakai gaun malam berwarna perak dengan dada rendah dan syal bulu rubah. Rambutnya yang panjang sengaja dia urai.

Mereka berjalan pelan menuju meja makan yang telah di sediakan setelah saling mengenalkan diri perkenalan. Musik dari biola mulai mengalun lembut mengiringi acara makan malam yang tampaknya akan berlangsung lama.

"Jadi, Hinata-Chan besok malam akan segera tinggal bersama kita." Ucap Mikoto senang. Dia sudah bosan dengan isi-isi di rumahnya yang kebanyakan adalah pria minim ekspresi.

Hinata hanya tersenyum malu menanggapi ucapan Mikoto.

Sasuke dari tadi hanya melirik tajam ke arah Hinata. Dia benci suasana seperti ini dan dia juga benci dengan Hinata yang tersenyum malu-malu.

'Tch. Murahan.' Rutuk Sasuke.

Hinata yang merasa ditatap sinis oleh Sasuke hanya bisa menahan dirinya untuk tidak menusuk ke dua mata Sasuke dengan garpu di tangannya.

'Sabar Hinata, sabar.'

Satu hal yang kini Hinata tau, calon suaminya adalah orang yang menyebalkan.

Acara makan malam berlangsung hikmat dan tenang. Sasuke dan Hinata diminta untuk berjalan berdua ke taman, agar dapat saling mengenal satu sama lain. Mau tidak mau mereka harus menurut dan berakhir lah mereka di sebuah taman belakang.

"Tch."

"..." Hinata diam saat Sasuke mulai mendecih. Dia memilih untuk duduk di kursi yang ada di taman.

"Batalkan saja, bilang kita tidak cocok." Ujar Sasuke sinis.

"Hm?"

"Kenapa bukan kamu saja? Aku hanya menuruti kemauan Ayahku." Balas Hinata malas.

Sasuke berjalan menghampiri Hinata dan memegang dagu Hinata. Dengan jarak yang cukup intim, mereka dapat merasakan nafas dari masing-masing pihak yang terasa di kulit wajah.

"Kamu akan menyesal." Ucap Sasuke penuh penekanan.

Hinata kemudian tersenyum tipis dan menatap mata Sasuke tanpa takut.

"Kita akan lihat nanti."

Mendengar jawaban itu Sasuke melepaskan dagu Hinata dan dia semakin kesal dibuatnya. Apanya yang pemalu? Apanya yang sopan? Ayahnya penipu, rutuk Sasuke dalam hati.

"Kamu akan ku buat pergi dengan sendirinya." Ucap Sasuke datar sambil membetulkan jasnya.

"Menarik." Hinata menantang.

Pertama kalinya Sasuke ditantang oleh seorang gadis. Biasanya semua gadis akan luluh dan meneriak-kan namanya tapi ini gadis yang berbeda.

Sesuatu yang lebih besar telah menanti kedua pasangan ini. Percayalah, ini bukan malam terakhir. Tuhan telah memasangkan seutas benang merah kepada pasangan ini jauh sebelum perjodohan itu ada.

.

.

.

-Tbc-

Ya.. Lama sekali saya tidak mampir Fanfic SasuHina, masih shok sama ending Naruto.. ;)

Tapi ya.. saya tetap cinta crack pairing ini..

Akhir kata 'Hope You Like It.'