Memegang kemoceng, membersihkan debu, merapikan tempat tidur, semua itu adalah hal yang tak pernah Uchiha Sasuke lakukan untuk orang lain. Bisa dibilang dia cukup mandiri karena selalu membersihkan kamarnya sendiri sejak lama. Baginya kamar adalah privasi, jadi segala sesuatu yang ada di ruangan itu harus dilakukan sendiri.

Akan tetapi, tetap saja membersihkan kamar untuk orang lain adalah hal yang mengesalkan. Terlebih dia harus melakukannya untuk seorang Haruno Sakura. Kurus atau gemuk, rasanya tak ada perubahan yang berarti—ada alarm yang berbunyi nyaring, seolah memberinya peringatan pada hal yang tak terduga.

Dia lalu menarik koper yang tergeletak di depan pintu dan tas tangan perempuan itu. Semua orang senang dengan kehadiran Sakura di rumah ini—kecuali dia tentu saja. Yugao juga terlihat biasa saja dengan kehadirannya. Yang harus Sasuke lakukan mulai sekarang adalah menghindar itu saja, tak perlu berbincang, saling sapa saja sudah lebih dari cukup. Setelah meletakan koper Sakura, dia melempar asal-asalan tas perempuan itu ke atas tempat tidur.

Sial bagi Sasuke, tas itu ternyata belum tertutup dengan baik. Isinya tumpah, berhamburan di sekitar bibir tas. Sasuke berbalik gusar, dia terpaksa memasukkan kembali barang-barang yang cukup berantakan itu ke dalam tas. Sampai dia mengangkat dompet Sakura yang terbuka. Sebelum menutup kembali dompet, dia menemukan foto seorang pria berambut perak pendek di dalamnya. Mungkin saja itu foto kekasihnya, ya sudahlah, bukan urusannya juga. Dia sama sekali tak peduli dan tak mau peduli.

.

.

.

.

.

AGAIN

Disclaimer: Naruto milik Masashi Kishimoto, saya tidak mengambil keuntungan apa pun dari pembuatan fanfiksi ini.

Warning: AU, typo, OOC

[Uchiha Sasuke x Haruno Sakura]

Untuk Raditiya

.

.

.

.

.

Balapan adalah hidupku. Kebebasan adalah ideologiku. Semuanya dilengkapi dengan kehadiran Yugao, kekasihku. Sempurna, kecuali kenyataan kalau Yugao adalah istri kakakku. Lalu, Ibu membuat sebuah skenario yang melibatkan Haruno Sakura. Teman kecilku yang gendut dan menyebalkan—sebentar ... dia tidak lagi gendut!?

.

.

.

.

Yugao memerhatikan perempuan itu lamat-lamat. Itachi maupun Sasuke tak pernah menceritakan soal Haruno Sakura padanya. Perempuan itu juga tak hadir di pernikahannya dulu. Gestur tubuh dan caranya berinteraksi menunjukkan bahwa Sakura sudah sangat akrab dengan keluarga Uchiha. Dia seperti menjadi pusat perhatian di ruang tamu. Deretan sofa yang disusun membentuk huruf U dengan meja kecil di tengah semakin menegaskan posisi Sakura sebagai pemeran utama saat ini. Dia duduk berdampingan dengan Mikoto. Yugao yang notabene adalah menantu mereka sama sekali tak pernah seakrab itu dengan ibu mertuanya. Acara sarapan seketika menjadi terlupakan karena ibu mertuanya menjadi sangat antusias dengan tamu mereka ini.

"Aku ke kamar dulu," ucap Itachi yang disambut dengan anggukan Mikoto.

"Mau kutemani?" tanya Yugao sigap. Dia juga merasa sedikit gerah situasi saat ini, menemani Itachi dapat menjadi alasan terbaik untuk melarikan diri.

"Tidak usah." Itachi menggeleng perlahan. "Kau di sini saja, banyak-banyak mengobrol dengan Sakura. Siapa tahu kalian bisa jadi teman."

Huh, suaminya itu memang tak bisa membaca keadaan. Menjadi teman dengan Haruno Sakura? Tidak, sepertinya itu adalah hal terakhir yang ada di dalam kepalanya. Firasatnya mengatakan kalau perempuan itu tak akan menjadi sekutunya. Api persaingan dalam dirinya tanpa sadar mulai memercik.

"Sakura-san, kapan kau bertemu dengan Itachi-kun di Berlin?" akhirnya wanita itu memulai interaksi pertama mereka secara langsung. Dia tak mau menghitung perkenalan mereka sebagai sebuah interaksi, karena Itachilah yang memperkenalkan keduanya sesaat setelah mereka mengambil tempat di ruang tamu.

"Kak Itachi memang tahu aku di Berlin, jadi dia mengajakku bertemu. Kebetulan saat itu menjelang keberangkatanku ke Tokyo dan ternyata kami berada di penerbangan yang sama," jelas Sakura. Wanita muda itu menatap langsung ke arah Yugao. Suaranya terdengar sangat percaya diri.

Kebetulan katanya? Kening Yugao mengerut tipis. Rasa cemburu menghinggapinya. Dia tahu suaminya adalah pria setia, namun kebetulan yang melibatkan Sakura cukup membuatnya gelisah. Sakura tergolong wanita muda yang menarik, tidak terlalu cantik memang tapi juga tidak membosankan, ramah, tipe yang gampang disukai banyak orang. Tapi, meragukan Itachi juga bisa dibilang hal konyol. Suaminya itu adalah tipe pria dengan satu wanita, lelaki yang sangat mencintai keluarganya. Untuk saat ini, Yugao memutuskan untuk mengesampingkan dahulu bisikan negatif soal kemungkinan Itachi bermain di belakangnya.

"Sambil menunggu Sasuke, bagaimana kalau kita sarapan saja sekarang? Biar setelah itu Sakura bisa segera beristirahat," usul Mikoto yang sepertinya sudah puas berbincang-bincang dengan tamu mereka.

Fugaku, ayah mertuanya, mengangguk setuju. Benar, kan? Perempuan itu sudah mengambil alih perhatian semua orang. Yugao menyunggingkan senyum manis, seolah dia pun tak keberatan. Memang lebih baik menyembunyikan segala hal yang berada di dalam pikirannya sejak tadi.

.

oOo

.

Sakura masuk ke dalam kamar yang nantinya akan dia tempati bertepatan dengan Sasuke yang baru saja memasang seprai baru. Gadis itu berdiri di bawah ambang pintu sembari mengamati ruangan tersebut. Minimalis, tapi sangat rapi. Tempat tidur berukuran sedang terletak di sisi kanan kamar, jendela yang berada di tengah langsung menghadap ke jalan. Di depan tempat tidur terdapat sebuah karpet kecil berwarna merah. Di dinding sebelah kiri berdiri lemari pakaian dan rak buku yang tidak begitu penuh. Di sebelah tempat tidur, tepat di bawah jendela terdapat meja yang bisa dialihfungsikan menjadi meja kerja.

"Terima kasih, Sasuke."

Pria itu hanya berbalik sebentar sebelum merapikan posisi bantal. "Hn"

Sakura masuk dan langsung menuju ke arah kopernya yang diletakan dengan rapi di sisi tempat tidur. Harus dia akui Sasuke adalah orang yang telaten. Yah, sejak mereka kecil memang sisi perfeksionis pemuda itu sudah menonjol. Wanita muda itu mulai berjongkok dan membuka kopernya sementara Sasuke masih mengamatinya dari belakang.

"Kau akan tinggal berapa lama di sini?"

"Sampai aku menemukan apartemen yang cocok. Kenapa?" Sakura berbalik sebentar, bibirnya membentuk senyum jail sedetik kemudian. "Apa kau takut kalau aku akan menggodamu atau mengejarmu seperti saat kita kecil dulu?"

Pria itu tak menjawab.

"Tenang saja. Itu hanyalah cinta monyet, aku bahkan sudah lupa kenapa dulu aku bisa sangat menyukaimu," tukas wanita itu. Dia lalu tertawa geli karena mengingat yang dilakukannya dulu adalah sebuah lelucon konyol. Saat membalikkan badannya, sosok pria itu sudah tak tampak. Ya, dia mengerti. Sasuke memang tak mau lama-lama berada di sekitarnya. Kalau bisa mereka terpisah minimal satu kilometer jauhnya. Bukan salah Sasuke juga, Sakura sendiri mengakui kalau kelakuannya saat kecil dulu yang membuat Sasuke kini enggan berdekatan dengannya.

Lagi pula, kejadian itu sudah lama sekali berlalu. Selama mereka tak saling mengusik, Sakura sama sekali tak keberatan dengan keadaan mereka sekarang. Senandung kecil mengiringi kegiatannya membereskan pakaian. Sampai pada akhirnya wanita itu tergoda untuk membuka dompetnya. Dia duduk di pinggir ranjang dengan memegang foto yang baru saja dikeluarkannya dari dalam dompet. Sebuah foto yang sudah tersimpan selama bertahun-tahun di sana, foto yang tak pernah sanggup dia singkirkan. Sakura lalu mengelusnya sebentar. Dia merindukannya. Dia merindukan pemuda itu.

"Hei, kamu," panggilnya seolah foto itu adalah jelmaan objek yang berada di dalamnya, "apa kabarmu? Aku sudah kembali ke Jepang, tapi aku tak mau bertemu denganmu lagi ...," lanjutnya getir. Dia kembali mengelus lembut foto itu. "Aku tak mau bertemu ... untuk selamanya."

Mungkin inilah saatnya dia melakukan perubahan. Dia sudah berhasil bangkit dari titik nadir hidupnya, maka sekaranglah saatnya dia melakukan langkah selanjutnya. Kali ini Sakura tak mengembalikan foto itu ke posisinya semula di dalam dompet. Dia menaruh foto itu di dasar terbawah tumpukannya pakaiannya di dalam lemari. Yang ingin Sakura lakukan sekarang adalah mengubur masa lalunya rapat-rapat. Dia pergi dan kembali bukan untuk membuka kenangan lama. Dia ingin meninggalkan semua itu di belakang dan melangkah maju untuk masa depannya sendiri.

.

oOo

.

Menjelang siang, rumah dua lantai itu kembali sepi. Yugao sangat berhati-hati ketika melangkah menuju ke arah teras. Itachi masih tidur karena kelelahan, Sakura juga sepertinya bernasib sama dengan Itachi. Mertuanya baru saja kembali ke percetakan. Praktis hanya dirinya dan Sasuke yang tersisa. Urusan makan siang ... gampang, dia bisa memesannya nanti.

Sesuai dugaan, lelaki yang dicarinya itu sedang membersihkan motornya di teras rumah. Sasuke duduk di atas bangku kecil sambil membersihkan ruji-ruji motor depannya dengan kain lap kecil. Mata pria itu sangat fokus seolah tak mengizinkan ada sedikit pun debu yang tersisa.

"Akhirnya kita punya kesempatan untuk bicara," ujar Yugao yang menggerakan ujung jarinya pada stang motor.

"Ada apa?" Sasuke mengangkat kepalanya.

"Kenapa aku tak pernah tahu soal Haruno Sakura?" sambarnya tanpa basa-basi.

"Memangnya itu penting?"

Yugao memutar bola matanya. Sasuke memang tak bisa diharapkan untuk masalah seperti ini. "Nanti sore Itachi akan mengantarnya ke rumah sakit tempat dia bekerja."

Sasuke mengendikan bahunya. Dia masih menganggap membersihkan ruji motor jauh lebih penting dibandingkan informasi apa pun tentang Haruno.

"Hei ... apa menurutmu Itachi berpotensi memiliki hubungan gelap dengan perempuan itu?"

"Maksudmu seperti yang kaulakukan?" celetuk Sasuke.

Yugao menggeram. "Uchiha Sasuke, jangan berlagak seolah akulah pendosa satu-satunya di sini!"

"Kita tahu seperti apa Itachi."

"Tapi, firasatku bilang kalau perempuan Haruno itu akan mendatangkan masalah."

"Yang sudah kita lakukan berpotensi mendatangkan masalah yang lebih besar, Yugao," balas Sasuke santai.

Dan Yugao pun memucat seketika. Ada apa dengan Sasuke? Kenapa pria itu menjadi seperti ini? Semua ucapan lelaki itu seperti mematahkan opininya. Ya, dia tau mereka berdua bersalah karena sudah berkhianat di belakang Itachi. Namun, bukan berarti Sasuke bisa memberikan pernyataan seperti itu! Kata-kata Sasuke dapat diibaratkan seperti sebuah penghinaan. Sasuke tak lebih berdosa dari dirinya. It takes two to tango. Perselingkuhan mereka tak akan terjadi kalau hanya satu orang yang bermain.

"Jangan bilang kalau ... kau ingin mengakhirinya …."

Sasuke tak menanggapi selama beberapa lama, dia mulai mengeluarkan peralatan untuk memeriksa mesin motornya. Setelah semuanya dia keluarkan barulah dia memalingkan mukanya pada Yugao. Dia menatap langsung mata wanita itu. "Aku sedang berpikir, karma apa yang akan kita dapatkan nanti?"

Yugao tak mampu menjawab. Wanita itu dongkol setengah mati. Kalau mau jujur, sesungguhnya ini bukanlah hal baru buatnya. Sasuke memang selalu menghindar saat Itachi kembali ke rumah. Lihat saja, setelah Itachi pergi, permainan mereka akan kembali berlanjut. Akan tetapi, ini pertama kalinya pria itu menyinggung soal akibat dari perbuatan mereka. Selama ini tak pernah sekali pun Sasuke menyinggung soal karma. Kata itu seolah menjadi hal terakhir yang berada dalam pikiran mereka sampai beberapa menit yang lalu.

.

oOo

.

"Gemuk? Tidak ... kau cantik."

"Jangan sedih begitu, tersenyumlah."

"Kenapa bilang tak ada yang mau jadi temanmu? Memangnya aku ini bukan temanmu?"

"Wow ... kau diet, ya? Badanmu mulai mengecil pelan-pelan ... hahaha …."

"Aku menyukaimu."

"Salahku. Kau ada dalam situasi seperti ini karena kebodohanku!"

.

.

.

Sakura membuka matanya lebar-lebar. Dia menggigit bagian dalam mulutnya untuk memastikan kalau saat ini dia sudah sepenuhnya sadar. Wanita itu bangkit untuk duduk sebentar sebelum mengambil jam tangan yang tadi dia letakan di samping bantal, sudah hampir pukul empat sore. Cukup lama juga dia tertidur. Dia menarik napasnya dalam-dalam. Ah ... hal pertama yang menyambutnya setelah pulang adalah mimpi soal orang itu. Padahal Sakura sudah bertekad untuk melupakannya, tapi dia selalu muncul tiba-tiba tanpa peringatan.

Dia tak akan mengganggu hidupmu lagi. Dia hanyalah masa lalu yang harus kaulupakan. Dia sudah tak akan kembali ke dalam hidupmu. Jangan biarkan dia kembali ke dalam hari-harimu. Kau sudah berhasil meninggalkan kenangan itu di belakang. Jadikan pelajaran, jangan terlalu sering menengok pada hal buruk yang sudah berlalu. Sakura terus menerus memperingatkan dirinya sendiri. Sekarang yang perlu dia lakukan hanyalah memotivasi diri sendiri. Ketukan pintu mengalihkan dirinya dari bayangan masa lalu. Gadis itu beranjak dari ranjangnya. Wajah Itachi adalah hal yang dia temui setelah membuka pintu.

"Kupikir kau masih tidur."

"Aku siap-siap sebentar, ya."

"Kutunggu di bawah."

Sakura mengganti celana pendeknya dengan celana panjang, mengambil jaket dari dalam lemari dan menguncir rambut sebahunya. Dia tak mau membuat Itachi menunggu lama. Sakura cukup tau diri untuk tidak melakukan hal tersebut. Sejauh ini, sudah ada banyak hal yang dilakukan Itachi untuknya dan sebanyak apa pun kata terima kasih yang dia ucapkan tak akan pernah sanggup membalas semua kebaikan Itachi.

Pria itu sedang berbincang dengan istrinya ketika Sakura tiba di ruang keluarga. Ada kesan aneh semenjak pertama kali dia bertemu dengan Yugao. Wanita itu seperti zona abu-abu, antara menyukai dan tidak menyukainya. Saat di luar pun Sakura dengan sigap langsung membuka pintu mobilnya sendiri. Rasanya bukan hal yang sopan membiarkan Itachi membuka pintu mobil untuknya di depan Yugao.

oOo

"Apa rumah selalu sepi seperti itu?" tanya Sakura setelah mereka cukup jauh dari rumah.

Itachi tersenyum simpul. "Sepertinya …." Dia memberikan jeda sebentar untuk memutar radio. "Sasuke orang yang hanya bicara saat ada perlunya. Ayah juga begitu. Dan Ibu ... kadang-kadang Ibu membantu Ayah di percetakan kalau ada banyak pesanan."

"Paman mempekerjakan berapa orang?"

"Tidak banyak, ini kan bukan percetakan besar."

"Sebelum ke rumah sakit, Kak Itachi mau mengajakku ke mana?"

"Kau akan tahu nanti. Aku butuh bantuanmu, jadi, kau tak boleh menolak." Itachi tersenyum misterius.

Sakura bertambah penasaran karenanya. Dia terus mendesak Itachi untuk mengatakan ke mana tujuan mereka, namun usahanya sia-sia belaka. Itachi tetap tak bisa digoyahkan. Berkali-kali dia menebak, namun semua tebakannya salah total.

Mobil sedan Itachi berhenti di depan sebuah bangunan yang tertutup rapat. Toko? Kalau dilihat-lihat, daerah yang mereka kunjungi ini bukanlah daerah pertokoan. Masih dengan diliputi perasaan bingung, dia mengikuti Itachi yang sedang membuka pintu kecil yang terletak di bagian belakang bangunan. Ruangan yang mereka masuki cukup besar, namun karena pencahayaan yang tidak begitu baik, Sakura belum bisa menebak tempat apa yang sedang mereka kunjungi. Satu pintu lagi yang dibuka, kali ini ruangan yang mereka masuki tampak lebih besar. Ketika lampu dinyalakan, dia dapat melihat dengan jelas beberapa peralatan yang tidak familiar buatnya.

"Kak Itachi, ini bengkel?"

"Ya, untuk Sasuke," jawabnya bangga. "Setelah ini, aku mau mengajakmu melihat rumah yang baru kubeli, aku tak tahu seperti apa selera wanita ... jadi, bantu aku untuk menentukan desain di dalam, ya."

"Wow, apakah ini kejutan untuk Sasuke dan Yugao-san?" timpal Sakura takjub. Itachi benar-benar pria yang luar biasa, kakak impian dan suami idaman.

"Aku mengambil rute penerbangan ke luar negeri dan jarang cuti untuk semua ini. Ibu terus khawatir dengan Sasuke yang terlalu senang balapan dan tidak kunjung mencari pekerjaan. Bengkel motor yang modern seperti ini akan sesuai dengan passion Sasuke. Sedangkan Yugao, kurasa sudah saatnya kami memulai hidup berdua.

"Sebenarnya dari awal aku sudah berencana untuk tinggal sendiri, tapi Yugao pasti kesepian saat aku sedang bekerja. Jadi, lebih baik dia tinggal bersama Ibu sementara aku mengumpulkan uang."

Sakura semakin takjub. "Kak Itachi, kau benar-benar hebat!" ucapnya sambil memberikan dua jempol. Dia semakin kagum pada pria itu, Itachi memang pria yang sangat menyayangi keluarganya.

Sayang sekali, mereka tak tahu kalau dua orang yang akan diberikan kejutan itu adalah dua orang yang berpotensi paling menyakiti Itachi.

.

.

.

Tbc

AN:

Pendek? Lama? Saya tahu dan saya minta maaf untuk itu. Saya menyayangi kalian semua, reader-reader saya, mau yang silent reader, yang hanya fave atau follow tanpa meninggalkan jejak, anon, terlebih yang sudah repot-repot login untuk review, fave, dan follow. Sejak awal tahun 2015 saya kehilangan motivasi buat menulis, dan semakin lama semakin parah. Hanya saja, saya tahu kalau di luar sana masih ada banyak yang menunggu fict-fict saya yang tidak seberapa ini. Saya akan berusaha untuk menamatkannya, tapi saya tidak bisa janji untuk update cepat. Dan saya memang suka membuat kehidupan Sakura penuh misteri dalam fict-fict saya. Sekali lagi, terima kasih buat semuanya yang sudah mau mengerti dan terus mendukung saya selama ini.