Seorang pemuda memasuki restoran pizza yang sudah usang itu. Tempatnya terlihat begitu kotor. Sampah berserakan di mana-mana. Tak heran meja-meja pun sudah dihinggapi tebu yang begitu tebal.

Sepi. Kosong. Gelap. Tak ada siapa pun di tempat ini. Ia sebenarnya takut pada kegelapan. Tetapi ia tidak peduli akan hal itu. Tidak sama sekali.

Ia melangkahkan kedua kakinya menuju tempat yang tak asing lagi.

"Sorry, out of order."

Kemudian dibukanya tirai ungu berhiaskan bintang-bintang yang ada di hadapannya itu.


~ Misery ~

Disclaimer: Hak cipta Five Nights at Freddy's sepenuhnya dimiliki oleh Scott Cawthon. Author tidak mengambil keuntungan materiil sepeser pun dalam pembuatan fanfic ini.

Warnings: Friendship/Tragedy/Angst, Foxy/Mike, fic pelampiasan(?), possible typo(s), kemungkinan OOC.

Don't like don't read, okay?


"Foxy!"

Seorang anak muda berumur enam tahun—Mike Schmidt—masuk ke dalam Pirate's Cove seraya tersenyum bahagia. Sang idola—Foxy si rubah bajak laut—langsung menoleh padanya. Anak itu memeluk si rubah begitu erat secara spontan.

"Ey, anak muda, mengapa kau selalu memelukku seperti ini setiap kali kita bertemu?" tanya sang rubah seraya terkekeh pelan.

"Karena kau adalah idolaku, Kapten Foxy!" seru anak itu dengan lugunya.

Foxy mengelus-elus kepala sang anak. Tak disangka ia memiliki penggemar setia seperti anak ini.

"Mari kita bermain bajak laut lagi, Kapten!" pinta Mike.

"Arr, apapun untukmu, Nak!" seru sang rubah seraya mengangkat kail di tangan kanannya.

Semua itu hanya kenangan manis yang tersisa.

.

.

.

"Mike, waktunya pulang!" seru Ibu sang anak dari luar.

"Ey, Ibumu memanggil, Nak," kata Foxy seraya menurunkan anak tersebut dari kapal kecil di ruangan itu.

"Tapi aku masih ingin bermain denganmu!" erang Mike kecil.

Si rubah tersenyum dan berkata, "Kita masih bisa bertemu lain waktu, oke?"

Mike mendesah dan mengangguk pelan.

Foxy mengankat kailnya kembali dan berkata, "Arr arr, tersenyumlah, Mike!"

"Arr arr!" balas anak muda tersebut sambil tersenyum.

"Dah, Foxy!" seru Mike sembari membuka tirai Pirate's Cove dan berlari ke luar.

Animatronic rubah itu mengintip dari balik tirai tersebut, melihati sang anak dengan orang tuanya berjalan ke luar dari restoran.

Di saat itulah hati kecilku menangis.

.

.

.

Satu bulan telah berlalu. Si rubah telah bermain dengan banyak anak-anak hari ini, tetapi belum melihat anak itu. Biasanya dia datang sebulan sekali, atau jika beruntung bisa dua minggu sekali.

Ketika tirai Pirate's Cove ditutup, Animatronic rubah itu duduk di sudut ruangan seperti biasa, menunggu Mike.

Seketika itu juga, seorang bocah menerobos masuk ke ruangan itu.

"Foxy!" seru si bocah berambut coklat itu sambil menangis.

"Mike? Ada apa?" tanya Foxy khawatir.

"Aku menghilangkan kailku. M-maafkan aku," ungkap Mike dengan menangis tersedu-sedu.

Rubah merah itu merespons, "Ey, tidak apa-apa."

"Tapi … aku tidak bisa bermain denganmu lagi, K-Kapten."

Si rubah mengambil sesuatu—sebuah pedang yang terbuat dari kayu berukuran kecil—dari peti, dan memberikannya pada sang anak.

"Kaubisa gunakan ini."

Mike melihati benda itu untuk sesaat. Menghapus air matanya, dia lalu menerima pedang kayu tersebut.

"Jadi … a-aku masih menjadi rekanmu?" tanya bocah tersebut.

"Ey, tentu saja! Kau adalah rekan Kapten Foxy terbaik, Nak!" seru sang kapten.

"B-benarkah?"

"Tentu saja! Kau siap untuk berlayar, rekan kecilku?"

"Siap, Kapten!"

Hatiku merasa begitu bahagia ketika bertemu dengan anak itu lagi.

.

.

.

Kini Mike sudah berumur dua belas tahun. Ia tidak peduli umurnya bertambah. Sampai sekarang ia masih suka mengendap-endap menuju Pirate's Cove dan bermain dengan sang idola kesayangannya. Karena memang itulah tujuan utamanya menuju restoran pizza ini.

Kini mereka sedang duduk di pinggir kapal, membayangkan di hadapan mereka ada lautan luas membentang, ditemani angin semilir yang menerpa wajah mereka.

"Ey, tidak terasa sudah selama ini kau menjadi rekanku, Mike," ungkap si Animatronic rubah.

Bocah itu tersenyum seraya berkata, "Kaulah yang membuatku betah datang ke tempat ini, kautahu?"

Sang rubah merah merasa benar-benar bahagia mendengarnya.

"Ngomong-ngomong, aku punya sesuatu untukmu, Kapten," ucap sang bocah seraya mengeluarkan gambar-gambar berisi dirinya dan Foxy.

"Ey, kau yang menggambar ini?" tanya si rubah merah.

"Tentu saja. Apa kausuka?"

Rubah merah itu tahu gambarnya memang tidak terlalu bagus, bahkan terkesan acak-acakan.

Tapi dapat ia pastikan, bocah itu telah berusaha semampunya. Dan anak itu membuatnya dengan sepenuh hati. Hal inilah yang membuat gambar-gambar itu spesial.

"Arr, suka sekali! Aku juga ingin memberikan sesuatu padamu, Nak," balas Foxy sambil memberikan sebuah boneka kecil berbentuk dirinya pada anak itu.

"Wow, lihatlah betapa lucunya dirimu," ungkap Mike seraya menerima hadiah tersebut.

"Mungkin bisa kaujadikan teman saat kau kesepian," balas si rubah merah.

Bocah berambut coklat itu memeluk boneka tersebut dan berkata, "Itu pasti, Kapten. Terima kasih."

Sang rubah mendesah, "Akulah yang seharusnya berterima kasih, Mike. Kau … sudah seperti keluarga bagi rubah tua ini."

"Tua? Kau adalah rubah bajak laut muda yang terhebat, Foxy!" seru Mike.

"Ey, itu tidak benar."

"Tapi bagiku iya. Dan apa kautahu? Kau lebih mirip seorang kakak untukku. Hahaha."

"Kakak? Apa kau bercanda?"

"Benar!"

"Dasar kau ini."

Dan mereka pun tertawa bersama.

Terlalu berharga untuk dilupakan.

.

.

.

Terdengar suara wanita dari Dining Room, "Mike! Di mana kau?"

"Ibuku memnggil, aku harus segera pergi," ucapnya seraya menuruni kapal dan berlari ke luar.

"Mike," panggil sang rubah, membuat bocah itu berhenti dan menoleh padanya.

"Ya?"

"Kau akan kembali lagi kan?"

Entah mengapa Foxy menanyakan hal tersebut.

"Ey, tentu saja, Kapten!" jawab Mike dengan ceria.

"Janji?"

Mike terdiam sejenak, merasa aneh dengan pertanyaan yang dilontarkan padanya.

"Janji. Janji seorang bajak laut, arr!" jawab anak itu dan sembari mengangkat bonekanya.

Sang kapten tersenyum mendengarnya.

Dan itu adalah hari terakhir aku bertemu dengannya.

.

.

.

Tahun seribu sembilan ratus delapan puluh tujuh.

Sebuah insiden yang melibatkan Foxy terjadi. Ia menggigit kepala seorang anak secara tidak sengaja. Ini semua dikarenakan sistemnya mengalami malfungsi. Kini hanya ada tanda yang bertuliskan "Sorry, out of order!" di depan Pirate's Cove. Dan Animatronic rubah itu kini tidak diperbolehkan tampil di depan umum lagi.

Berbulan-bulan telah berlalu. Restoran itu telah kehilangan banyak pengunjung. Bahkan hampir tidak ada lagi yang ingin datang ke sana. Hanya satu atau dua orang per hari.

Ini semua salahku.

.

.

.

"Bu, aku ingin pergi ke restoran pizza itu!"

"Tidak, Mike! Di sana terlalu berbahaya, Animatronic itu bisa menyakitimu!"

"Tidak, Bu! Foxy takkan menyakitiku, dia malah merawatku!"

"Makhluk itu adalah mesin pembunuh!"

"Tidak! Aku tahu dia takkan melakukan hal itu!"

Berita itu sudah sampai ke telinga orang tua Mike ternyata. Dan sampai sekarang ia masih membantah tentang berita tersebut.

Mike berusaha menjelaskan lagi, "Dia sangat baik, Bu! Dia menyayangiku seperti adiknya sendiri!"

"Adik kaubilang? Nak, mereka hanya robot, apa yang kauharapkan?"

Sang Ibu masih belum percaya dengan penjelasan anaknya.

"Mereka bukan robot biasa, mereka punya hati! Sama seperti kita!" bantah bocah itu.

"Cukup dengan omong kosong ini, Nak!" bentak si Ayah dari anak tersebut.

Bocah berambut coklat itu tetap membantah, "Aku tidak berbohong!"

"Ayah bilang cukup! Kau harus melupakan makhluk itu mau tidak mau!"

Sang Ayah langsung menuju kamar Mike. Spontan bocah itu mengikutinya.

Terlihat begitu banyak gambar Foxy dan dirinya di dinding kamarnya. Ya, itu semua Mike gambar dengan susah payah.

"A-ayah, apa yang ingin kaulakukan?" tanya bocah itu.

Tapi sayang Mike tak mendapat jawaban dari Ayahnya.

Tiba-tiba Ayah dari anak tersebut merobek gambar-gambar itu dari dinding secara paksa.

"Tidak! Ayah, jangan!" erang bocah berambut coklat itu, berusaha mencegah sang Ayah.

"Ini demi kebaikanmu, Nak!"

Kini tak ada satu pun gambar yang tersisa di dinding kamar tersebut. Merasa belum puas, sang Ayah mengambil boneka Foxy yang duduk manis di tempat tidur anaknya.

Mike mulai terisak dan memohon, "T-tidak … tolong jangan…."

Tidak menghiraukan anaknya, Ayah dari bocah itu membawa boneka tersebut bersama robekan gambar-gambar tadi ke luar. Mike terus berusaha merengek, meminta boneka kesayangannya itu untuk dikembalikan. Tapi apa daya, tak ada respons apa pun dari si Ayah.

Tidak tanggung-tanggung pria itu langsung membuangnya ke tempat sampah dekat rumah mereka. Mike tak bisa melakukan apa-apa lagi. Ia berlari menuju kamarnya, menangis dan mengunci diri di sana selama berjam-jam.

Maafkan aku, Nak.

.

.

.

Foxy hanya bisa menghabiskan waktunya di dalam Pirate's Cove. Ia dapat ke luar bila restoran telah tutup, seperti saat ini. Tapi tidak, dia lebih memilih untuk merenung di dalam ruangan ini.

"Foxy?"

"Ey, masuklah, Chica."

Animatronic ayam betina itu masuk dan duduk di samping sang rubah.

"Hey, kau tidak ingin ke luar?" tanya sang ayam.

"Tidak, terima kasih," jawab Foxy dengan nada datar.

"Bagaimana dengan pizza?"

"Tidak."

Chica mendesah, tidak tahu harus mengucapkan apa lagi. Dan pada saat itu juga, ia menyadari sesuatu mengalir dari mata Foxy.

"Foxy, aku…."

"Aku mengacaukan semuanya," gumam si rubah merah, membiarkan air matanya mengalir lebih deras.

Chica berusaha menjelaskan, "Tidak, itu bukan salahmu. Aku dan yang lainnya juga bisa mengalami malfungsi seperti itu."

"Aku membunuh anak itu," ungkap Animatronic rubah tersebut dengan nada sedih.

Si ayam kuning terdiam. Ya, anak itu memang tidak selamat. Ia kehilangan begitu banyak darah sebelum sampai ke rumah sakit. Beruntungnya, tak ada Mike saat itu. Hati bocah itu pasti hancur berkeping-keping jika melihatnya.

"Aku … sangat merindukannya," gumam Foxy.

"Mike?"

Sang rubah mengangguk pelan, hatinya terasa makin sakit bila memikirkan anak itu.

"Keluarkan saja, kau akan merasa lega setelah itu," ungkap si ayam betina seraya mengelus punggung rubah merah tersebut.

Mulut Foxy mulai bergetar. Isak tangisnya pecah tak tertahankan lagi. Sontak Chica memeluk rubah itu begitu erat.

Tanpa mereka ketahui, Freddy dan Bonnie mengintip dari luar. Turut merasa sedih melihat sang rubah tak bisa bahagia lagi.

Kumohon kembalilah, Mike.

.

.

.

Mike mengendap-endap ke luar dari rumahnya, menuju tempat sampah dekat rumahnya untuk mencari boneka kesayangannya. Beruntung orang tua anak itu sudah tidur, jadi dia bisa ke luar dan masuk dengan mudah.

Ketika sampai, sontak ia mengorek-orek tempat sampah tersebut. Tidak peduli bajunya menjadi kotor, tidak peduli banyak lalat yang mengerumuni, dia hanya ingin bonekanya kembali.

Bocah berambut coklat itu hampir mencapai dasar dari tempat sampah tersebut, tetapi ia terus mencari. Hingga ia menemukan benda berwarna oranye.

"Aha!"

Mike mengambil boneka tersebut dan memeluknya.

"Aku akan membersihkanmu, Kapten Kecil," gumam bocah tersebut.

Kini sebuah senyuman terurai di wajah manisnya.

Apa kau baik-baik saja di sana? Aku sangat khawatir.

.

.

.

Empat tahun telah berlalu. Tidak terasa waktu bergulir begitu cepat. Dan sampai sekarang, restoran pizza itu masih berdiri. Entah mengapa sang manajer belum ingin menutup tempat tersebut. Tidak lama lagi. Karena ia sudah bangkrut.

"Sepertinya aku akan menutup bisnis ini," ucap si manajer kepada para pegawai yang tengah berkumpul di ruangannya.

Terdengar para pegawai sedang berbisik-bisik satu sama lain menanggapi hal ini.

"Esok hari, restoran ini akan berhenti beroperasi secara total … dan para Animatronic itu akan dihancurkan," lanjutnya.

Hal yang kutakuti selama ini akhirnya datang.

.

.

.

"A-apa?!" seru Bonnie dan Chica serentak, benar-benar syok dengan berita yang disampaikan oleh si beruang coklat.

"T-tapi … aku tidak mau mati…." Ucap sang ayam betina dengan suara bergetar.

Air matanya tak dapat dibendung lagi.

"Kita semua tak ingin hal itu terjadi, Chica," respons Bonnie, yang kini benar-benar ketakutan.

"Bagaimana kita memberitahu Foxy?" tanya sang ayam betina.

"Ey … aku sudah mendengar semuanya."

Mereka terkejut melihat Foxy yang tiba-tiba muncul begitu saja. Ekspresinya terlihat datar seperti biasanya. Aura kesedihan darinya masih dapat dirasakan oleh mereka.

"Foxy … maaf kami tak bisa membuatmu bahagia seperti dulu lagi," ucap Freddy lirih seraya menundukkan kepalanya.

"Ey, itu tak ada hubungannya dengan kalian," balas si rubah merah.

"Tentu ada … kita satu keluarga, Foxy."

Beruang bertopi hitam itu tengah bermandikan air mata. Ya, mereka berempat kini menangis—larut dalam kesedihan—menghabiskan sisa hidup mereka bersama. Entah sudah berapa tetes air mata yang sudah Foxy keluarkan selama ini.

Kemudian mereka berempat berpelukan dengan sangat erat.

"Apa pun yang terjadi, kita harus tetap bersama," ujar Freddy dengan nada sedih.

Ia mendapat anggukkan dari ketiga rekannya.

"Aku … ingin bertemu dengan Mike untuk yang terakhir kalinya," gumam sang rubah.

Dan waktu tak mengizinkanku lagi.

.

.

.

"Hey, Mike. Apa kautahu Freddy Fazbear's Pizzeria telah ditutup?" tanya salah seorang teman pemuda itu.

Sontak Mike tersedak ketika meminum minumannya.

"A-apa?!"

"Eh, kau tidak tahu? Beritanya sudah tersebar luas. Mereka juga menghancurkan para Animatronic itu."

"T-tidak mungkin…."

"Memangnya ada apa?"

Mike termenung, pikirannya kosong seketika. Hatinya tak bisa merasakan ketenangan lagi.

"Mike? Kau tidak apa-apa?" tanya pemuda di sampingnya.

Remaja berambut coklat itu menatap tajam temannya dan memohon, "Kau, tolong antarkan aku ke sana sekarang juga."

Untuk sejenak, pemuda itu menatap Mike dengan kebingungan. Tetapi ia tahu itu pasti hal yang sangat penting.

"Baiklah."

Selamat tinggal, Mike—rekanku, adikku….

Tertanda, Kaptenmu—Foxy


Mike hanya bisa menangis pilu, tetesan air matanya membasahi secarik kertas—pesan dari sang idola—yang digenggamnya saat ini. Ia sungguh tak menduga hal ini akan terjadi. Ia juga telah mengingkari janjinya pada sang kapten. Ia telah mengecewakannya.

Dipeluknya boneka Foxy yang telah diberikan padanya waktu itu dengan sangat erat. Ya, boneka itu selalu ia bawa ke mana saja, di dalam tasnya.

"M-maafkan aku … Kapten…."

Tapi sebatas kata maaf tak dapat mengembalikan semuanya seperti dulu lagi.

Hanya gambar-gambar miliknya di dinding yang tengah menjadi saksi bisu atas kesedihan yang dialaminya saat ini.

.

.

~ TAMAT ~

.

.


A/N: Ini semua gegara si sayah liat gambar ngefils di tumblr tentang dormant friend conversation. Itu nusuk banget sumvah. Qoqoroh remuq taq qaruan. Dan tolong abaikan kata fic pelampiasan di warning plis /lagiankenapaditulis/
Ditambah lagi sama lagu Miserable no Shizuku/Drops of Misery-nya Yuuhei Satellite. Nanges dah si sayah. Iya, fanfic ini terinspirasi dari kedua hal di itu.
Kata "Aye" saya ubah jadi "Ey" biar enak dibaca, soalnya nanti takutnya ada orang yang bacanya "A-ye" lagi wwww
Oke saya akan coba meluruskan sedikit di sini, kata yang dicetak tebal miring itu isi dari pesan yang Foxy buat, jadi sedari tadi Mike lagi baca pesan itu wwww dan iyah, ini flashback semua isinya plis /dor/
Maaf bila nggak ngena di qoqoroh www /nanges/