.

.

Daddy & I

.

Screenplays! Hunhan, Kaisoo, Sulay, Chenmin, Kristao, Chanbaek

.

Semes!Hot-Daddy with Ukes!Cute-Kid

.

All about character is not mine, but story and idea belongs me

.

M

.

Akai Momo

.

Yaoi/ BL/ Be eL/ Boys Love/ Alternatif Universe, Switch-age, and much baby typo

.

No Like, Don't Read!

.

Summary! ::

Ini cerita tentang pengalaman menakjubkan dari keenam bocah cantik, imut, dan menggemaskan bersama ayah mereka. Dengan sebuah janji kecil, bujuk rayu, pujian, pikiran spontan, pikiran yang diidamkan dan rasa penasaranpun akhirnya hubungan antara anak dan ayah ini menjadi lebih intim, penuh cinta dan kasih sayang.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

Wah, responnya bagus! XD

Padahal aku cuma nanya, mau baca chapter berapa, tapi rata-rata malah pada tebak-tebakan kopel. Berasa kayak ngadain sayembara yang hadiahnya cukup menggiurkan.

Tapi yah, itulah aku: suka ngasih sayembara tersirat. Hehehe. :v

Ada yang jawab hampir semua, ada yang jawab satu-dua kopel aja, ada juga yang masih bingung. Oh ya, ada satu reviewer yang berasumsi layaknya detektif..! Keren-keren-keren, dan itu benar sekali! XD

Tapi sayang sekali, diantara semuanya nggak ada yang menang. :'3

Mungkin karena masih ketuker antara nomor 1 sama nomor 3, ya..? Walah. Jadi, aku nggak dapet utang hadiah request-an ff dari pemenang, dong~ yehey! *diseruduk*

Terakhir untuk Fujoshi203 :: kenapa harus umur 10-12 tahun...? Tahu tidak, tadinya aku ingin umur para anak itu antara 8-10 tahun, lho. Lebih muda lagi.. Tapi setelah dipertimbangan dengan matang (dan diteror terus sama para uke) akhirnya yang umurnya 10-12 tahun. Kata mereka, umur 8-10 tahun itu lagi kaku rektumnya, otomatis kalo digagahi ya, bakal berdarah-darah kesakitan, karena masih usia muda. Apalagi pengalaman pertama *ceilah* sedangkan mereka masih bocah, kasihan dong, nahan sakitnya. Itu kata mereka, bukan aku. :v

Karena ku pikir itu memang logis, jadi ya begitulah. :3

Dan jangan lupa upah review, atau nggak ini akan kuhapus buat dikomsumsi pribadi. :3

*evil kambuh*

.

.

.

.

.

.

.

.

(1. Little Promise!)

.

Nama anak berambut cokelat muda itu Oh Luhan, anak tunggal dari pria tampan sang pengusaha ternama Asia di bidang pertambangan batu permata, Oh Sehun.

Lelaki muda dua belas tahun itu anak yang cukup pintar, dengan jiwa sosialisnya yang tinggi -berbeda dengan ayahnya yang seorang introvert- ia memiliki banyak teman, baik itu memang seorang teman ataupun pengagum. Selain kepribadiannya yang menawan, Luhan mampu mempesonakan dan menarik minat orang-orang melalui rupanya yang bak pahatan seniman terjenius; Luhan memang dianugrahi wajah yang cantik yang bahkan disandingkan oleh rupawan dewi-dewi yunani kuno atau romawi kuno.

Banyak yang menyatakan cinta padanya di usia yang masih belia ini, baik itu perempuan maupun laki-laki.

Luhan, dengan senyum teduh dan mata rusanya yang berkelip-kelip lucu selalu menolak dengan nada membiusnya: "Maafkan aku, tapi aku sudah janji pada Daddy kalau aku tidak boleh berpacaran dulu. Jadi, mari kita lanjutkan pertemanan kita, mau..?"

Siapa dia yang tidak merasa kagum dan memuja kebaikan pribadi anak dua belas tahun ini..?

Namun sesempurnanya seseorang, ia pasti akan memiliki kelemahan pula, baik itu yang dinilai kecil dan remeh maupun dinilai besar dan cukup menggangu, termasuk juga anak lelaki yang hobi bermain sepak bola ini. Di antara semua nilai akademik maupun non akademik, hanya mata pelajaran bahasa Inggris-lah yang menjadi musuh nilai bagusnya.

Oh Luhan memang lemah dengan bahasa inggris, bahkan mengakui jika dirinya lebih baik disuapi pembahasan eksakta daripada menikmati salah satu bahasa internasional tersebut.

Maka dari itu, untuk mendorong semangat sang anak agar bersedia mempelajari salah satu bahasa internasional tersebut, sang ayah, Oh Sehun, membuat sebuah perjanjian dengan Luhan, seminggu sebelum ulangan harian bahasa inggris. Mendengar bahwa sang ayah akan menjanjikan sesuatu jika ia berhasil mendapat nilai skor minimal 90, Luhan menerima tantangan sang ayah dengan semangat dan pipi bersemu cantik.

"Benarkah..? Benarkah, benarkah..?" kancing wajah Luhan berkilau-kilau seperti bintang. Sehun yang berhasil memancing antusiasme sang anakpun mengangguk kecil dengan senyum simpul yang langka. "Tapi jika skor-nya dibawah 90, Daddy tidak akan menjanjikan apapun. Kau mampu, My Kid...?"

Luhan terdiam, lalu wajahnya mulai mengekspresikan rajukan anak-anak. Berdirilah ia dari duduknya di lantai, rubik yang semula ia cumbu dengan telapak tangannya yang lihaipun ia buang ke permukaan permadani bermotif klasik di ruang tivi, untuk kemudian ia merangkak manja dengan mata yang berkali-kali dikedipkan -tingkah dan ekspresi yang cukup mengundang birahi dewasa sang ayah- dan duduk di pangkuan Sehun dengan sekejap.

Kelereng rusa Luhan menatap memohon pada Sehun yang menatapnya dengan sedikit kabut gairah, Luhan tidak tahu itu apa dan tidak mau tahu, anak itu lebih memilih mengusap-usap lembut dada bidang sang ayah dan berkata dengan lirih tak lama setelahnya, "Daddy, bagaimana kalau skor minimalnya jadi 85 saja..? Ayolah, turunkan sedikit saja, ne...?"

"Tidak." mati-matian Sehun menahan hasrat yang memberontak untuk segera dimuncratkan keluar dengan liar.

Luhan melotot kaget, lalu melotot marah dengan tangan yang dikacakan ke pinggang. "Kenapa...?! Daddy tahu kalau aku tidak bisa bahasa Inggris! Ish, Daddy jahat..!"

"Daddy tidak jahat, Kid." Sehun menghela nafas berat, ujian gairah semakin besar tatkala selangkangannya ditindih semakin kuat oleh bongkahan menggiurkan sang anak. "Lagipula 85 itu nilai pas-pasan untuk rata-rata bahasa inggris secara umum di rapormu, dan Daddy yakin kau pasti bisa melebihi angka itu. Daddy tahu kau tidak pintar, Kid, tapi kau rajin dan pantang menyerah, itu yang Daddy yakini untuk perjanjian ini." Luhan termenung, entah kenapa ucapan sang ayah barusan seperti menghipnotisnya.

Perlahan, Luhan tersenyum cantik, sangat cantik hingga Sehun tanpa sadar menahan nafasnya untuk beberapa lama. Kemudian ia terkejut saat Luhan mengecup ringan bibirnya yang sedikit terbuka, dan ekspresi itu cukup membuat Luhan terkikik menggemaskan. "Baiklah! Luhan setuju, dan Daddy tidak boleh ingkar janji, mengerti..?"

Sehun tersenyum tampan, dan kelingking anak-ayah itu saling bertautan indah. "Daddy janji, Pinky Promise, Little Promise. Jadi, apa yang kau inginkan kalau-kalau kau berhasil, Kid..?"

Luhan terdiam, bibirnya terkatup rapat dengan senyum tipis yang mirip sekali dengan senyum tipis Sehun.

"Daddy akan mengajariku satu hal yang tak pernah diajari sebelumnya, baik itu di sekolahan maupun diantara kita, bagaimana...?"

.

.

.

.

Jadi begitulah awalnya, Luhan pun diajari secara privat baik oleh sang ayah maupun kepala maid atau butler jika sang ayah sedang sibuk dengan pekerjaannya. Meskipun terkadang bibir imut Luhan menggerutu dan berceloteh betapa susahnya bahasa inggris yang ia pelajari (well, Luhan ditempa oleh Sehun bahkan sampai ke semua tenses, vocabulary, ragam verb, dan tetek bengeknya, jadi bagaimana anak umur 12 tahun itu tidak merasa kesusahan..?). Tapi ketika ia disemangati oleh janji sang ayah, mau tidak maupun Luhan harus dan akan berjuang mati-matian.

Dan semuanya terasa sangat nikmat begitu ternyata ia mampu meraih skor 90, bahkan melebihi dan menjadi satu-satunya murid di kelas yang meraih nilai tinggi. Tak heran jika selama perjalanan pulang sekolah, Luhan bersenandung riang dan sesekali bersama sang supir pribadi, mereka menyanyikan lagu soundtrack film anak-anak disney.

"Hem.. Daddy, kapan kau akan menepati janjinya..?" Luhan bertanya agak menggerum. Sehun yang sedang menina bobokan sang anak dengan dekapan juga usapan lembut di pinggangnya pun berhenti sejenak. Kelereng pria berambut merah marun itu menatap penuh arti pada pucuk kepala Luhan. "Tadinya Daddy akan memberikannya sekarang, tapi sepertinya Luhan mengantuk."

"Tidak!" Luhan bangun dari posisinya, mengucek-kucek matanya dengan cepat menggunakan telapak tangan. "Aku tidak mengantuk! Lihat, aku tidak mengantuk, Daddy!"

Sehun masih menatap penuh arti pada Luhan yang menatap semangat padanya. Sejujurnya, Sehun ingin melakukan hal yang dijanjikan dirinya untuk Luhan, ya, tampak seperti memanfaatkan situasi kondisi. Tapi mengingat Sehun yang terlampau dibuai eksistensi sang anak dan perasaan cinta yang melebihi cinta anak-ayah pada umumnya, membuat Sehun menyerah tak berdaya.

Oh Sehun, pria berusia 27 tahun itu telah lama jatuh cinta pada anaknya sendiri, anak kandungnya, anak yang mengalirkan darah dari dalam tubuhnya. Tapi Sehun selalu menekan-nekan perasaan itu, namun yang ia cicipi adalah justru semakin bertambah besar cinta untuk sang anak -cinta layaknya sepasang kekasih, bukan sebagai keluarga-. Dan ketika ia dihadapkan situasi-kondisi seperti ini, mengamuklah perasaan itu di kalbunya, mencak-mencak dan berhasil memporak porandakan logika, dan maka dari itu, Oh Sehun pun bertekuk lutut kalah dengan inisiatif sendiri.

"Baiklah. Kau ingin hadiahnya sekarang, Kid..? Tentu saja, Daddy akan memberikannya."

Sehun tersenyum lembut, sangat-sangat-sangat lembut hingga jantung Luhan berdetum-detum hebat. Luhan terpaku, Luhan terbuai, Luhan tenggelam dan hanyut dalam ekspresi asing yang diberikan Sehun padanya. Ekspresi asing yang membuat perutnya tergelitik dan seolah terdapat letusan kembang api di sana, hingga ia tidak menyadari jika Sehun mendekatkan wajahnya dan menangkap bibir merah delima Luhan.

Luhan terkejut dengan ciuman tiba-tiba sang ayah, dan semakin terkejut tatkala lumatan-lumatan ia dapatkan di bibirnya yang mulai membengkak. Anak itu tidak membenci perlakuan tiba-tiba sang ayah, bahkan ia menyukainya, saking sukanya sampai-sampai kedua tangannya mengukung leher sang ayah dan menariknya untuk semakin dekat.

Meremas dan mengusap tengkuk Sehun dengan gerak perlahan bernuansa sensual, membuat pria itu gemas dan mengigit kecil bibir bawah sang anak.

"Umh! Aahhmm.. Mhh.. Hhemm.."

Luhan mendesah lirih, Luhan berjengit-jengit, semakin sering ketika tangan Sehun menari-nari di punggungnya yang halus seperti bayi, mengusap, menggelitiki, memijat-mijat. Lalu jari-jari hangat sang ayah berjalan lucu ke bagian bokong Luhan yang mulai terangkat oleh dirinya sendiri secara tidak sadar.

"Hhh.. Daddiieehhh~~ mmhh~"

Celana Luhan terlepas pelan oleh tarikan tangan Sehun, baik itu celana luar berwarna hijau lumut maupun celana dalam berwarna coklat tua yang menyelimuti bokong kembar intaian Sehun.

Dan pelan-pelan pula, mulai dari sepatu, kaus kaki, tas, rompi denim, dan kemeja pendek berwarna biru pudar. Dalam pelukan yang mulai melonggar, Sehun berhasil menelanjangi sang anak. Telanjang bulat, tanpa sehelai benangpun yang menutupi kedua putingnya yang mulai menegang, penis mungilnya yang mulai membesar, dan lubang analnya yang berkedut-kedut nakal.

"Daddiiieehh... Hhaaahh.. Mmh.. Ssessaaakk.. Aah.. Mpuah!"

Tautan bibir itu terlepas, dengan sekitar bibir Luhan yang membengkak dan terdapat air terjun saliva entah milik siapa, dan dengan bibir Sehun yang mengkilat-kilat penuh godaan.

Kini kancing wajah mereka bersirobok.

Luhan menatap Sehun dengan mata sayu penuh tanda tanya, sementara Sehun menatap Luhan dengan pandangan ragu-ragu.

"Daddy, kenapa tubuhku telanjang...?" kedua tangan lentik Luhan meraba tubuhnya yang seindah porselen. Wajahnya bersemu malu, dan semakin malu ketika ia menangkap penisnya mulai membesar seperti saat ia ingin buang air kecil. "Daddy, lihatlah, aku kedinginan sampai dia menegang seperti ingin pipis." telunjuk Luhan menunjuk penisnya. "Tapi aku tidak merasa ingin pipis, terus kenapa dong, Daddy..?"

Sehun meneguk liurnya yang tersangkut di kerongkongan. Dan dengan tenangnya, Sehun mendekatkan bibirnya yang mengkilat untuk mulai ia daratkan di leher dan bahu sang anak. "Itu karena kau merasa terangsang, Kid. Jadi penismu menengang, walaupun kau tidak merasa ingin pipis."

"Ngh~ Daddy, Daddy, apa yang.. Ah.. Daddy lakukan di.. Ah.. Hhaahh.. Leherku, ah.. Daddy..?"

Tidak menjawab, Sehun memilih mencumbu terus leher Luhan yang mulai berkilau karena keringat dan melempar pertanyaan pengalih perhatian. "Kau menyukainya..? Ini hadiah yang Daddy janjikan padamu, My Kid."

"Ah.. Ha, hadiaaahh...? Aaahh~"

"Ya. Kau bilang kau ingin Daddy mengajari hal yang belum pernah diajari, kan..?" cumbuan mesra bibir dan lidah Sehun merambat ke bahu dan tulang selangka Luhan, mencecap, mengecup, mengigit kecil dan melumat bekas gigitannya. "Baik itu di sekolah maupun diantara kita sebelumnya."

"Huuuhh.." mata Luhan menyayu, lalu menyipit dan lantas menutup dengan ekspresi kombinasi antara kegelian dan kenikmatan. "Yaaah... Aku suka, Daddy.. Ah.. Ngaaahh... Ta, tapi sedikit geli.. Hhaaahh.." Luhan mengedikkan bahunya, memeluk erat kepala Sehun yang bergerilya di salah satu dadanya, mencumbu puting merah mudanya yang menegang dan menantang.

"Hyaah..! Daddy-Daddy-Daddy! Ah.. Ah.. Yaaahh.. Nghaaahh~~" Luhan menunduk menyembunyikan wajah merahnya di helai merah marun sang ayah, lalu mendongak lurus, kemudian menelengkan kepala ke kanan-kiri, dan mengadah tinggi dengan dada yang ia busungkan saat Sehun mencumbu dan melumatnya bergantian.

Tubuh Luhan bergetar, panas, hingga lubang analnya ikut demikian saking dihajar bertubi-tubi oleh Sehun akan sensasi yang menakjubkan.

"Haahh.. Ah... ah.. Daddy-Daddy! Daddy! Ah.. Hyyaah.. Ohhhh~~ sshh-Ohhh~~"

Bibirnya meringis, bibirnya melongo, bibirnya menganga lebar untuk melantunkan rintihan dan desahan penuh rasa nikmat. Tangan lentiknya mengacak-acak helai sang ayah, lalu turun ke bahu dan meremas tak berdaya di sana, Luhan menggerum dan terus menerus memanggil sang ayah di tengah kenikmatan yang membius.

Sehun, teramat senang ketika tingkahnya disambut baik oleh tubuh Luhan, maupun hati sang anak sendiri, maka dari itu, masih dengan menyusu pada dada Luhan, Sehun beranjak dari balkon. Tak lupa menutup tirainya dan mengunci pintu kamar mereka.

Pria itu merasa lebih baik dan nyaman untuk sang buah hati jika ia melakukannya di ranjang yang empuk nan hangat.

Luhan membuka matanya saat tubuhnya merasakan sensasi empuk, dan tak lama menjerit lemas ketika Sehun melepaskan cumbuan di dada untuk beralih ke penisnya yang mencuat lucu.

"Ah! Ah, Daddy! Hyyaahh..! Daddy-Daddy-Daddy-nggaaahhh~~!"

Luhan gelisah. Tubuhnya bermandikan peluh yang mencuat dari sudut-sudut dan ia bergetar. Kepalanya menggeleng ke kanan-kiri, mulutnya terbuka lebar dengan ujung lidah yang menyembul saking nikmatnya penis yang dimainkan oleh bibir lihai Sehun, kakinya sesekali mengangkang lebar dan sesekali mengepit kepala Sehun, pinggulnya mulai mengilu dan bergerak-gerak, tarikan nafas terpatah-patah dan ia terus, terus, dan terus memanggil sang ayah.

"Ah, Daddy! Daddy-Daddy-Daddy, apa itu..?! ah! Hnyaaahh~~ ah.. Apa yang massuukkhhh.. Kke.. Dalam lubangkuuhh~~ Daddy!"

"Ini jari Daddy, Kid. Tenanglah, Daddy hanya ingin melakukan pembiasaan untuk lubangmu dulu."

"Hhaaahh... Ooh.. Oh.. Pem-pembiasaan apaaahh...?"

"Kau akan tahu nanti, My Luhan."

"Kyaah! Apa itu..?! Da-Daddy, Daddy, di sanaaahhh~~ lagi-lagi-lagi, Daddy..! Ahhahhh! Aahh! Yaaahh~!"

Satu kali hentakan jari pada prostat di lubang anal Luhan, maka penis Luhan dalam mulut Sehun akan berkedut semakin keras. Terus seperti itu, hingga ketika Luhan menjerit ingin pipis, Sehun menghisap penis Luhan dan menumbuk titik nikmat sang anak dengan keras hingga Luhan dijemput klimaks pertama.

"Pipissshhh.. Uhh.. Ingin pipis, Daddy!-AAAKKHHHH~~~"

.

.

.

.

.

.

Suasana di kamar itu panas. Dengan sensasi dan aura penuh godaan berdansa mesra di udara, mengitari sudut-sudut ruangan bersama hembusan angin pendingin ruangan ataupun angin alam yang dengan nakalnya bertamu tanpa permisi. Kondisi yang cukup remang mengingat semua jendela dijaga oleh tirai yang tergerai indah, tidak akan membiarkan bias-bias maupun sang raja hari melihat kegiatan panas penuh hasrat antara Sehun dan Luhan.

Bahkan tirai itu tetap loyal meskipun ditampar-tampar sang raja hari ataupun dimaki-maki oleh arakan awan yang ikut penasaran pula. Berbeda dengan sang waktu yang hanya terkekeh, sebab tanpa ia melihat adegan langsung dari tahtanyapun, ia masih cukup puas dengan suara rintih-jerit-desah Luhan yang digagahi sedemikian rupa oleh sang ayah kandung.

Luhan terlentang tak berdaya di ranjang yang amat sangat berantakan. Tubuhnya yang dimandikan peluh beraromakan baby cologne dengan kondisi tanpa busana dan dihentak-hentakkan oleh sang ayah cukup menggoda birahi siapa saja, tak terkecuali Sehun yang sama telanjangnya yang mengukung tubuh mungil nan putih bak boneka porselen eropa tersebut. Penis besarnya yang keluar-masuk di pintu bokong kembar Luhan membuat gerak hentak mereka menyatu seirama satu nada. Suara yang meluncur bebas diantara keduanya saling bersahut-sahutan dan berdansa cantik di udara kamar.

"Uhh.. Ahh.. Uhh.. Uhh.. Ngaahh.."

"Hhh.. Luhan, buka matamu dan lihatlah Daddy, Kid. Haahh.. Agh!"

Pelan, Luhan membuka mata. Dan di berlian wajahnya yang berkabut penuh sensani nikmat tiada tara dan dihiasi genangan air mata, Luhan mendapati Sehun yang menatap dirinya dengan pandangan lurus. Tatapan tajam penuh rasa cinta yang besar di lemparkan padanya, wajah tampan sang ayah berkeringat, keringat itu meluncur dan mendarat sempurna di wajahnya yang berkondisi sama. Meskipun kondisi kamar tidak terlalu terang, tapi Luhan bisa melihat bahwa di wajah rupawan Sehun juga terdapat sapuan merah cantik. Itu, membuat Luhan semakin merona luar biasa, antara dihujam kenikmatan yang diberikan sang ayah dan ekspresi Sehun yang menurutnya seksi. Dan begitu pula di mata Sehun tentang kondisi Luhan saat ini.

Dijulurkannya tangan Luhan dengan gerak lemah dan bergetar-getar, dan Sehun yang menyadari akan keinginan tersirat sang anak pun mendekatkan wajahnya. Kini deru nafas mereka bertabrakan satu sama lain, indera penciuman mereka dimanja oleh wangi tubuh yang amat memikat lawan pandang masing-masing, dan di jarak sedekat itu, sambil terpatah-patah deru nafas Luhan dan dihiasi desah-desah menggiurkan, Luhan berkata lirih sambil tersenyum kecil.

"Hnggh-nggaaahh-ah~ Daddy tampan kalau seperti ini, Daddy seksi kalau seperti ini, aku suka, Daddy.. Ah-ah-ah-oh-huuh-ah!"

Sehun terenyuh, lalu ia mencuri kecupan selembut sutra di dahi lembab dan bibir membengkak sang anak. "Kau juga, Luhan. Ugh! Kau bahkan tetap indah meskipun berkeringat seperti ini. Agh!"

Luhan malu, dan disembunyikannya wajah itu di ceruk leher Sehun, membuat sang ayah terkekeh dan mengecup-kecup leher juga bahu Luhan yang telah dihiasi titik merah segar.

"Haahh.. Ah.. Nnggghh.. Ooh~ Daddy-Daddy-Daddy.."

"Ya, Luhan. Ngh! Panggil Daddy sebanyak mungkin.. Agh!"

"Daddy-angh!-Daddy-Daddy..! Hhhuuuhh.. Uhh.. Hyaaahh.. Ah.. Daddy-Daddy!"

Penis mungil dalam genggaman Sehun berkedut-kedut lagi, maka dari itu dipercepatlah hentakan tubuh Sehun hingga Luhan menjerit-jerit nikmat dengan bebasnya. Luhan memeluk erat tubuh kekar berisi sang ayah, ujung jemarinya menancap dan menggaruk punggung lebar Sehun. Sehun mendesah semakin ekspresif ketika Luhan mengetatkan rektumnya, membuat penisnya terbuai untuk menyemburkan cairan ke dalam tubuh sang anak yang ia gagahi penuh cinta dan kasih sayang.

"Ah! Khhaaahh! Daddy-Daddy-ngaakkhh! Aku.. Akkkuuhh.. Mau pipiisshh.. Hhaahh.. Lagiii..."

"Iya, bersama-sama, Luhan, My Kid."

Satu hentakan, tubuh Luhan mulai menempelkan tubuhnya ke tubuh Sehun. Satu hentakan berikutnya, Luhan mulai menegang hebat diiringi pinggulnya yang mengilu dan penisnya yang berkedut di genggaman hangat Sehun, dan satu hentakan terakhir, Luhan dan Sehun menjerit nikmat bersamaan dengan sperma yang memuncrat keluar dari dalam skrotum masing-masing yang menengang.

"Hun Daddy...!/ My Kid..!"

Berhenti.

Tubuh itu berhenti bergerak, begitu pula ranjang yang ditempati mereka. Sehun menindih Luhan sambil memeluk erat seperti perangko pada surat, dan Luhan memeluk erat Sehun seolah tubuh mereka direkatkan oleh perekat. Sehun dan Luhan berlomba-lomba menghirup udara dengan rakusnya, mengisi paru-paru dan menetralisir detak jantung dan menggila akibat kegiatan menakjubkan mereka berdua. Dan sambil itu, dengan Luhan yang mengendus-endus aroma maskulin Sehun, ia berbisik lemas.

"Yang tadi itu... Apa, Daddy..?"

"Itu.." jantung Sehun berdebum tak nyaman, agar kegugupan tidak menjeratnya, tangan Sehun mengusap punggung Luhan dan ia cium-cium pundak sang anak. "Itu adalah hal yang belum pernah diajari, baik itu di sekolah maupun diantara kita sebelumnya. Itu 'kan, yang kau inginkan, Kid..?"

Hening menyerang kamar tidur pasangan ayah-anak tersebut. Luhan yang hanya menatap sendu ke langit-langit kamar yang dipahat bergaya romawi kuno dan Sehun yang terus-menerus mengecup leher dan pundak Luhan merasa bersalah. Sehun merasa gagal sebagai seorang ayah dan seorang pribadi yang baik, sebab ia telah menggagahi sang anak yang bahkan usianya belumlah menginjak 17 tahun. Tapi meski begitu, ada perasaan lega menyusup di hati, mengingat ketika mereka melakukannya, tak sekalipun Luhan memberontak seolah dirinya terancam, bahkan anaknya mendesah-desah hebat menikmati permainan pria Oh yang seorang ayah dari anak tersebut.

Walau begitu, Sehun memilih untuk menerima konsekuensi ke depannya nanti, entah seperti apa bentuknya, ia akan dengan senang hati menerima-

"-ngh.. Lu-han.. Apa yang.. Kh! Kau la-kukaan.. Agh! Good!"

Sehun melotot kaget saat ternyata rektum Luhan mengetat menggoda penisnya yang masih bersarang di lubang anal becek sang anak. Ia ingin beranjak dari atas tubuh Luhan, namun tertahan karena ia lebih dulu dikukung oleh kedua kaki ramping sang anak yang melingkar mesra di pinggang.

"Hi hi hi hi.. Daddy, hi hi.."

Luhan terkikik. Lalu didekatkannya sebelah telinga sang ayah yang merah dan berkilat-kilat karena keringat, untuk kemudian ia bisiki sebuah kalimat yang mampu menyulut kembali emosi dan tubuh jantan Oh Sehun.

"Daddy, aku suka hadiahnya.

Suka sekali, dan itu sangat enak. Dan karena aku cinta Daddy,

... Jadi boleh 'kan, kalau aku minta lagi hadiahnya...?"

.

.

.

.

.

.

.

.

To be Continued

.

.