Korelasi antara Fang dan Boboiboy?! Sebenarnya pemuda berambut sewarna violet itu tidak akan mau mengetahui semua hal tersebut. Apalagi mengakuinya. Well, tapi kita semua tahu dia adalah tipe makhluk malu-malu harimau.


Look Like My Next Mistake

.

BoboiBoy © Animonsta

[Warn! Fluff shounen-ai, Future fic, setting Middle School, headcanon blahblahblah, OOC, BBB x Fang centric. Judul diambil dari lirik 'Blank Space' Taylor Swift.]

.

Hari ini adalah hari yang cukup normal bagi pemuda berwajah oriental bernama Fang sehingga ia memutuskan untuk pergi ke perpustakaan sekolahnya di saat bel istirahat berbunyi.

Beberapa siswi menyapanya di koridor saat ia berjalan dan dia membalasnya dengan cengiran. Dia selalu menjadi murid tersohor di sekolahnya, apalagi di tahun ketiganya berada di sekolah menengah pertama ini. Siapa yang tidak kenal Fang?! Seorang pemuda tampan (atau terkadang manis?) berambut warna ungu gelap dengan kacamata yang sewarna dengan rambutnya, selalu melingkar jaket di pinggangnya dan memakai sarung tangan.

Gila saja bila tidak ada siswi yang terpikat dengan penguasa bayangan tersebut. Jangankan siswi, beberapa siswa pun tak segan terpikat olehnya.

Tangannya baru akan menyentuh kenop pintu perpustakaan ketika terdengar seseorang tengah meneriakkan sesuatu. Lebih spesifiknya, meneriakkan—

"FANG! F—Aduh!"

—namanya. Fang refleks memutar bola mata dan bergeming di tempat, meski tak tercetus niatan untuk menoleh sedikit pun.

Sosok Boboiboy kini berdiri di sampingnya, spektrum merah mengelilingi tubuhnya dan disitulah Fang tahu dia sedang dalam mode Boboiboy Halilintar. Aneh, kenapa juga harus berubah menjadi Halilintar padahal mereka tengah berada di sekolah?!

"Apa?" tanya Fang dengan nada ketus. Boboiboy pun nyengir ke arahnya dan mengangkat tangannya untuk menepuk bahu Fang sebelum Fang membentuk tangannya menjadi Elang Bayang. "Jangan sentuh atau kuhabisi kau."

Boboiboy pun tertawa lalu menggaruk tengkuknya. "Kau sedang mau melakukan apa?"

"Aku sedang berdiri di depan pintu perpustakaan, kau pikir aku mau senam?" tanya balik Fang dengan nada sarkatik. Boboiboy tertawa canggung tetapi kemudian dia membenarkan letak topinya sedikit. Fang sempat mengira dia akan berubah menjadi Boboiboy yang biasa.

Fang selalu benci pada fakta di tahun ketiga mereka ini, Boboiboy jauh lebih tinggi enam senti darinya. Itu membuat Fang harus menggunakan sepatu bersol tebal untuk mengimbangi tinggi Boboiboy, tapi apa guna jika ternyata Boboiboy ikut-ikutan memakai sepatu bersol tebal juga?!

"Aku boleh ikut?"

"Yang punya perpustakaan ini bukan aku."

(Fang tidak pernah mengerti mengapa Boboiboy selalu ada di saat dia ingin sendiri.)

.

"Buku apa yang ingin kau baca?" tanya Boboiboy ketika mereka berdua tengah mengitari sebuah rak buku di perpustakaan. Fang menaruh telunjuknya di dagu sambil menelaah buku-buku yang tersusun rapi di rak tersebut. Beberapa judul telah ia baca sebelumnya dan sisanya tidak begitu menarik perhatiannya, tapi saat ini ia benar-benar ingin membaca.

"Tidak tahu." Jawab Fang singkat sambil mundur selangkah, berusaha menengok lebih jauh buku yang berada di rak teratas. Seingatnya dia jarang membaca buku-buku yang tersimpan di rak tersebut, mungkin ada judul buku yang menarik perhatiannya.

Kemudian Boboiboy mengeluarkan suara seperti dengusan. "Bagaimana kau mau membaca jika tidak tahu apa yang mau kau baca?" tanya Boboiboy heran dengan suara pelan. Masih sadar diri juga dia sedang berada di perpustakaan. "Ini akan memakan waktu yang lama jika kau terus-menerus berputar untuk mencari buku."

Tapi Fang tidak mendengar semua perkataan Boboiboy merah menyala tersebut. Matanya terfokus pada sebuah buku mengenai Antariksa yang berada di rak atas. Dia kembali maju selangkah dan berusaha menggapai buku tersebut dengan berjinjit. Untunglah sampai. Hanya saja buku yang ingin diambilnya lumayan tebal dan sedetik setelah Fang menarik buku tersebut, Fang tahu buku tersebut akan terlepas dari genggamannya dan terjatuh di kepalanya.

Dia tidak bisa melakukan apapun selain menundukkan kepala, membiarkan buku itu menghantam kepalanya dengan tangan kiri masih teracung dalam posisi menggapai.

Alih-alih buku, dia hanya merasakan sebuah tangan lain menggenggam tangan kirinya dengan lembut dan Fang sadar buku tersebut tidak jatuh. Buku tersebut berada dalam genggamannya.

"Tidak usah segan meminta bantuan orang yang lebih tinggi," Fang menoleh dan menemukan Boboiboy tepat berada di belakangnya, dada menempel dengan punggungnya dan dagunya bersadar pada pucuk kepala Fang. "Lagian ini buku apaan sih?! Sains dan penerapannya?!"

"Diam kau."

(Fang tidak paham mengapa wajahnya memerah ketika menyadari tubuhnya dengan Boboiboy terasa begitu dekat ditambah dengan tangan kiri Boboiboy yang masih menyentuh tangan kirinya.))

.

Apa pedulinya Fang ketika Boboiboy—yang kini telah berubah menjadi Boboiboy Taufan—berbicara panjang lebar padanya mengenai tugas praktek Fisikanya yang menurut Boboiboy berakhir dengan tidak seharusnya. Fang merasa terhina ketika Boboiboy malah bercerita mengenai ini-itu di atas papan seluncur anginnya sementara Fang harus berjalan di sebelahnya.

"Tidak bisakah kau menjadi Boboiboy yang biasa saja? Boboiboy yang normal?" tanya Fang lebih ke permintaan, agak geram juga ketika Boboiboy Taufan meniup-niup rambut belakangnya dengan angin kecil hasil kekuatannya.

Boboiboy nyengir dari atas papannya kemudian ia malah bersila di atasnya sambil melayang-layang. Tubuh pemuda itu sudah jauh lebih tinggi dari Fang sejak mereka SMP kelas 1, dan sekarang dia malah terlihat seperti raksasa dan itu membuat Fang kembali geram. "Aku selalu menjadi Boboiboy yang biasa saja kok. Pernahkan kau melihat aku berubah menjadi serigala?"

Refleks Fang memutar bola matanya jengkel. "Heunggg..."

"Terbaik." Dan setelahnya Boboiboy tertawa lepas di atas papan anginnya. Fang hanya terdiam meski sejujurnya dia sedikit berterima kasih pada Boboiboy Taufan karena telah memberi sedikit sensasi angin sepoi di sekitarnya dan itu setidaknya membantu.

"Kau tahu Fang, aku selalu merasa paling nyaman untuk berubah menjadi ketiga elemenku sendiri jika aku berada di dekatmu."

Ungkapan Boboiboy itu terasa terlalu mendadak, membuat Fang menghentikan langkahnya mendadak. Ia menoleh dan hanya menemukan Boboiboy (yang masih dalam bentuk Taufan) tengah menyeringai usil padanya, melayang di langit-langit sekolah dengan papannya sementara tubuhnya berbalik seratus delapan puluh derajat.

Bergelantungan di langit-langit sekolah, cuma Boboiboy Taufan dan Yaya yang bisa melakukannya.

Fang mengerjap, tidak tahu harus berkata apa. "Kau mengharapkan aku mengatakan apa sebagai balasan?" suaranya terdengar agak judes, memang, tapi Fang tidak punya opsi lain dalam berintonasi

Tapi Boboiboy hanya menatapnya dengan seringai lebar di wajahnya, iris biru terangnya yang teduh sekaligus dingin seperti es kini terkunci pada iris sewarna violet Fang.

"Ajari aku Fisika di jam pelajaran kedua?!"

((Memang tidak seharusnya bagi Fang untuk percaya pada sosok bernama Boboiboy di hadapannya, tapi toh pemuda berwajah oriental itu tetap mengangguk tanpa melontarkan satu pun argumen.))

.

"Jadi hambatan jenis dari rangkaian paralel ini bisa dihitung dan hasilnya adalah—" Fang berhenti berbicara ketika mendapati sedikit semburat warna emas tertangkap di penglihatan ujung matanya. Dia mengangkat wajahnya dari buku Fisika milik Boboiboy sebelum mendapati pemuda di hadapannya tengah nyengir. "Aku bertanya sekali lagi, haruskah kau berubah menjadi Boboiboy Gempa?"

"Fisika kan ilmu alam."

Mau tak mau Fang mendengus. "Itu Biologi, bodoh. Kau sudah kelas sembilan tapi masih tidak bisa mengerti definisi dari Fisika dan Biologi?" alis Fang menukik dan hanya dibalas oleh cengiran remaja di hadapannya. Ingin sekali Fang membungkam cengiran itu dengan kekuatan jari bayangan miliknya.

Meski sebenarnya Fang terlalu malu untuk mengakui dia senang melihat seluruh atensi Boboiboy kini tertuju padanya.

"Aku tidak mengerti apa relasi dari Gempa dengan ilmu Fisika. Aku masih paham hubungan fenomena pergeseran lempeng bumi dengan ilmu Geografi," gumam Fang gusar meski tanpa sadar ia bersuara cukup keras untuk terdengar jelas. "Orang bodoh macam mana yang merubah dirinya menjadi pahlawan super ketika tengah mempersiapkan ulangan Fisika. Ingin sekali aku menggunakan kekuatan bayanganku untuk berubah menjadi sesuatu yang mampu membuat otak bodoh orang it—"

Dan Fang tercekat ketika mendapati sebuah sarung tangan sewarna bebatuan dengan ornamen garis lava yang tampak nyata itu menempel di bibirnya, mengunci semua perkataan yang akan kembali keluar dari mulutnya.

"Kau berisik," ujar Boboiboy dengan seringai lebar sebelum kembali menunjuk-nunjuk buku catatan yang terbuka lebar di hadapan mereka berdua. "Waktu istirahat tinggal sepuluh menit lagi dan aku masih belum paham menghitung hambatan jenis."

"Otakmu lama sekali dalam memahami pelajaran segampang ini," keluh Fang tapi hanya menurut ketika Boboiboy mengisyaratkan padanya untuk memperpendek jarak antara mereka hingga kini bahunya dan bahu Boboiboy nyaris bersentuhan. Dia meraih pulpen hitam miliknya dan mulai menunjuk ke salah satu kolom. "Kau sudah menulis rumusnya dan mengapa kau masih tidak paham?! Tinggal masukkan angka-angkanya saja!"

Boboiboy menggaruk tengkuknya. "Ah, masa?!"

Fang mengerang frustasi.

((Fang tidak yakin apa penyebab dari kebodohan Boboiboy dalam pelajaran hitung-hitungan, itu membuatnya ikutan depresi. Tapi ketika lengan kanan Boboiboy melingkar di bahunya dan terus-menerus berusaha menyelipkan helaian poni Fang yang selalu mencoba untuk jatuh dari belakang daun telinganya—itu malah makin membuatnya depresi hingga tergagap pada menit terakhir jam istirahat.))

.

"Hei."

Fang ragu saat ia menyapa Boboiboy di luar toilet pria. Ini hanya merupakan kebetulan semata, ia kebetulan ingin mencuci tangan dan ternyata di daerah wastafel toilet pria terdapat Boboiboy yang tengah bersandar di tembok yang menghadap ke pintu toilet. Boboiboy (masih dalam bentuk Gempa) mengalihkan pandangannya dari ponsel yang tengah dimainkannya.

"Oy Fang," balas Boboiboy ramah, kembali menyimpan ponselnya. "Sedang apa?"

"Menurutmu?" ketus Fang sambil memutar keran. Boboiboy mengangkat alisnya kemudian tertawa kecil.

"Judes banget sama teman sendiri."

Kini giliran alis Fang yang terangkat sembari ia menuangkan sabun ke telapak tangannya. "Sejak kapan kau jadi temanku?" tanyanya dengan raut wajah serius.

Boboiboy meruncingkan bibirnya sebelum menepuk rambut ungu gelap Fang yang tebal. "Kalau tidak mau jadi temanku juga tidak apa," sedetik kemudian cengiran iseng tercipta di bibir itu. "Kau yang menyebalkan itu selalu imut di mataku kok, tenang saja. Aku tidak akan marah padamu karena kau mengatakan hal seperti itu."

"Kau kenapa si—"

"Ah ngomong-ngomong," sela Boboiboy bahkan sebelum Fang dapat menyelesaikan kata ketiganya. "Aku sedang menunggu Gopal. Ulangan Fisika akan dimulai tiga menit lagi dan dia belum keluar juga dari kamar mandi. Mencurigakan."

Kening Fang berkerut sebelum ia melirik jam kuasanya sendiri. Ah, tanpa sadar dia sudah berada di sini dua menit lamanya. "Sepertinya aku harus kembali. Pelajaran Matematika masih berlangsung dan aku tidak mau mengambil resiko untuk dicatat di dalam buku Yaya. Gadis itu masih saja suka mencatat nama-nama orang yang melanggar peraturan."

Sebenarnya Fang tidak mengerti mengapa Boboiboy tertawa saat ini. Maksudnya, dia tidak tahu apa yang membuat Boboiboy selalu tertawa setelah ia berkeluh-kesah tanpa sadar.

"Terbaik. Memang itu yang kusuka darimu."

Oh. Fang tidak butuh aspresiasi saat ini.

Akhirnya pemuda berwajah oriental itu selesai mencuci tangannya. Dia mengeringkannya sejenak sebelum berbalik ke Boboiboy yang mulai kembali memainkan ponselnya.

"Boboiboy."

Tepat seperti dugaa, Boboiboy pun menoleh padanya. "Apa?"

"Selamat berjuang untuk ulangannya."

Saat mengatakannya, Fang bisa merasakan pipinya memerah. Tapi dia mengabaikannya dan kembali berbalik menuju kelasnya dengan langkah tegap layaknya seorang pria sejati.

"Terima kasih Fang!"

((Hanya tiga kalimat sederhana itu membuat kacamata Fang terasa mau retak bersamaan dengan perutnya yang terasa jungkir balik.))

.

Langit mendung memang selalu membuat Fang tidak nyaman. Pertama, karena alasan dia ini bayangan. Bayangan tidak akan berfungsi dengan baik tanpa cahaya, meski bukan berarti dia tidak bisa mengaktifkan jam kuasanya pada malam hari. Hanya saja, dia merasa lebih kuat jika ada sinar yang meneranginya.

Kedua, ini alasan yang jauh lebih logis. Dia lupa bawa payung. Dan dia hanya bisa berharap tidak akan hujan untuk hari ini. Atau setidaknya, hujan lebih baik turun saat dia sudah sampai rumah saja.

"Kenapa tidak pulang?"

Fang—yang sedari tadi memandangi langit mendung dengan dilema di balik kacamatanya—langsung menolehkan kepalanya dan menemukan sosok Boboiboy menatapnya dengan bingung. Oh, kini pemuda itu menjadi Boboiboy yang normal. Bukan Halilintar, Taufan atau Gempa.

"Bukan urusanmu-lah aku pulang atau belum," balas Fang agak sengit, sewot juga mendapati ada seseorang mengganggunya di tengah dilema. "Kau ngapain di sini?"

"Mau ngajakin kau pulang."

Bagaimana ada seseorang yang bisa mengatakan hal seperti itu dengan ekspresi polos dan senyum ramah?! Fang merutuki sosok di hadapannya.

"Eleh, kenapa juga kau mau mengajakku pulang? Aku bisa pulang sendiri."

Kejadian selanjutnya membuat Fang kaget setengah mati.

Boboiboy dengan sigap menarik lengannya dengan erat dan langsung berlari menuju gerbang sekolah dengan tawa mengiringi tiap langkahnya. Fang berusaha tidak berteriak, tapi toh dia tetap berteriak lemah dan tak bisa melepaskan cengkraman tangan Boboiboy (karena memang mengerikan cengkraman pemuda satu itu).

"Aku tahu kau tidak akan pulang karena terlalu lama berpikir mengenai akankah turun hujan atau tidak! Maka dari itu aku mengajakmu untuk pulang bersama!" kemudian Boboiboy menoleh pada Fang yang berada di belakangnya. Senyum lebar tercetak di wajahnya sementara Fang mulai tersengal. "Akan kutratir kau cokelat Tok Aba!"

"A-A-Aku..."

"Sudah tidak usah banyak omong!" seru Boboiboy kemudian kembali tertawa. Gerimis mulai mulai jatuh sementara mereka berdua masih tetap berlari-larian dengan tangan Fang yang tetap dicengkram erat Boboiboy. "Nanti kau capek karena belum pemanasan!"

Fang tidak tahu apa yang merasuki dirinya ketika dia mencoba untuk tersenyum pada Boboiboy saat ini. Tangan kanannya mulai mencoba menggapai tangan Boboiboy yang mencengkram lengannya, menggantikannya dengan tangannya sendiri. Telapak tangan Boboiboy terasa panas dari balik sarung tangan Fang. Tapi kali ini ia tidak peduli.

Ketika Boboiboy menoleh untuk bertanya, Fang menaikkan jari telunjuk kirinya ke depan mulutnya sendiri—mengisyaratkan pemuda dengan topi dengan posisi kebelakang itu untuk tetap diam sementara kaki mereka berdua terus berlari dan berlari.

Untuk hari ini, Fang tidak begitu kesal dengan kehadiran Boboiboy di sisinya. Dia juga tidak peduli dengan kepopulerannya saat ini.

Karena tangan Boboiboy yang tengah menggenggam tangannya terasa seribu kali lebih penting dari apapun saat ini.

END


A/N : Nama saya Mato dan salam kenal untuk semua penghuni fandom ini :)

Sebenarnya udah kepicut sama Boboiboy dari awal bangeeeet Boboiboy ada. Tapi saat itu saya masih polos sehingga menikmatinya layaknya anak biasa. Berhubung pas kenaikan kelas 8 TV Kabel saya dicopot, saya terpaksa berhenti ngikutin Boboiboy (untung udah sempet ngeliat debutnya Fang meski cuma tiga episode ha).

Dan pas dua bulan menjelang UN SMP, kembali teringat sama Boboiboy gara-gara temen sebangku saya gerecokin saya tentang Halilintar melulu huft. Padahal kecean juga Taufan #lhomalahcurhat.

Ya sudahlah daripada saya ngelantur mulu, saya mau bilang salam kenal untuk semua penghuni fandom ini :D Saya udah baca beberapa cerita (kebanyakan BBBFang sih lol) dan saya suka semuanya (tapi karena saya hobi jadi silent reader jadi gitu deh bwah)

Mind to Review? :9 (enggak juga gak apa haha)