Acnologia

Summary

Hatinya telah lama mati, cahaya kehidupannya perlahan memudar seiring berjalannya waktu. Takdir menjadi Nasib yang harus di tanggung

pundaknya. Mencari apa yang bisa membuatnya terpejam selama-lamanya. Bad summary

Disclaimers

Naruto

Dan

High School DxD

Bukan punya saya

.

.

.

.

Chapter 2

.

.

.

.

Naruto memasang postur tubuh santai dengan kedua telapak tangannya di masukan kedalam saku celana. Memandang dengan bola mata bosan pada Makhluk yang di sebut sebagai Naga. Kelakuan Naruto saat ini bisa dibilang tidak sopan untuk ukuran seorang yang bertamu. Menerobos paksa ke kediaman orang lain tanpa izin.

Great Red - The Apocalypse Dragon. Naga yang menghuni celah dimensi. Membenci siapapun yang masuk kedalam teritorinya tanpa menerima alasan apapun walau tanpa sengaja sekalipun apalagi menerobos masuk begitu saja seperti seorang pemuda dengan rambut pirang acak-acakan di hadapannya ini. Sungguh tidak bisa di ampuni.

Di tambah dengan sikap santai serta tampang tanpa dosanya itu membuat Makhluk yang di sebut-sebut sebagai Makhluk yang di hindari Tuhan sekalipun ini tambah geram.

Berbeda dengan Great Red yang sedang menggeram kesal karena ketenangannya terganggu, pemuda berambut pirang ini malah mengangkat tangan kanannya dan menunjuk tepat pada wajah Naga merah di hadapannya ini.

Yang terjadi selanjutnya adalah keluarnya rantai-rantai berjumlah sembilan buah yang menguarkan pijar merah keunguan dari punggung pemuda ini. Melayang-layang layaknya memiliki nyawa, seakan-akan menunggu perintah dari Tuannya untuk memulai aksi.

"Rantai itu! Hm, sudah terlalu lama sampai tidak bisa mengingat kapan terakhir kali melihatnya."

Suara berat Great Red menggema dalam kesunyian yang menyelimuti celah dimensi tersebut.

Naruto hanya diam mendengarnya. Tidak ada alasan untuk membuka suara karena alasannya kemari adalah untuk mendengarkan apa yang keluar dari moncong Naga merah besar ini.

"Hanya 'Dia' yang memiliki rantai yang serupa. Merah layaknya darah. Kau tidak mempunyai ciri itu. Kau hanya seorang peniru."

"Ho... Bagaimana jika kau sendiri yang menilainya mana yang lebih baik, aku atau 'Dia' yang kau sebut itu."

"Peniru tetaplah peniru tidak ada yang patut kau banggakan anak muda! Apa yang membuatmu seyakin itu jika kau lebih baik darinya! Sejauh manakah kau bisa membuatku menilai mana yang lebih baik kau agar bisa disandingkan dengan 'Dia'."

Naruto berteriak lantang.

"Tutup mulutmu!"

Dalam sekali gerakan jari telunjuknya. merespon, Rantai berpendar merah keunguan itu bergerak cepat menuju Great Red dan dalam sekejap melilit tubuh besar Naga merah tersebut.

"Hahahahaha... Sangat menggelikan. Mustahil kau ingin di sejajarkan denganya. Tidak ada apa-apanya. Kau tahu Dia mampu membuatku bertekuk lutut dihadapannya bahkan Tuhan sekalipun tidak bisa melakukan itu."

"Aku tidak peduli dengan semua itu."

"Cahaya dan Kegelapan selalu berdampingan di kedua sisi yang berbeda. Dia adalah Cahaya dan kau adalah Kegelapan. Seperti Yin dan Yang.Dua hal yang tidak dapat dipisahkan seperti semuanya telah tergariskan."

"Aku tidak mengerti kearah mana ucapanmu."

"Kau harus mencari tahunya sendiri Anak muda. "

"Kau yang memulai Great Red!"

.

.

.

.

Issei secara spontan berlari kearah jendela, menjeblaknya keras-keras dan meyembulkan kepalanya. Matanya bergerak liar kesana-kemari, memasang telinga baik-baik guna mencari asal sumber dentuman yang membuatnya sedemikian kalut seperti ini. Rasa khawatir menyerubungi seluk beluk sanubarinya.

Dirinya tahu kalau kata 'Lemah' menempel erat dalam tubuhnya dan tidak mencoba menampik itu, namun dirinya tidak sebodoh itu untuk tidak merasakan lonjakan energi dadakan tadi serta dentuman ledakan sampai menggetarkan udara tersebut.

Dulu ia hanya seorang biasa yang tahu akan kekuatan, kemampuan serta jurus-jurus mengerikandari anime-anime bergenre Fantasy yang sering di tontonnya di sela-sela luang waktunya sebagai seorang Pelajar. Dan berbeda dengan dirinya saat ini.

Bulu kuduknya berdiri membayangkan siapa pemilik lonjakan energi tersebut. Menilik dari insiden beberapa waktu lalu ketika dirinya dan semua kelompok Gremory serta Sitri yang dipimpin oleh Sona-Kaichou berhadapan langsung dengan Malaikat Jatuh yang namanya tercantum dalam Al-Kitab sudah membuatnya terpaku di tempat akan perbedaan kekuatan yang cukup jauh. Saat ini ia hanya mampu mengigit bibir bawahnya jika kenyataannya ada lagi Kekuatan yang melebihi kata 'jauh' lagi dari Kokabiel.

Hati kecilnya berharap, siapapun itu bukanlah seorang yang menjadi musuh baginya, Raja-nya serta semua teman-temannya. Ya, setidaknya untuk saat ini ketika dirinya masihlah belum cukup kuat untuk melindungi mereka.

.

.

.

.

Lapisan kekkai pelindung yang mengelilingi Kota Kuoh memungkinkan untuk menjauhkan hal-hal yang bisa membuat khalayak umum bisa mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan berujung pada kepanikan massal. Dan semua itu sukses.

Manik emerald-nya memandang langit malam berbintang yang terhampar indah disana. Memejamkan mata saat sebelumnya pandangannya menangkap kilatan cahaya dari meteor yang terbawa gaya gravitasi bumi dan melewati lapisan udara yang lebih dikenal sebagai Atmosfer. Berdoa, Bintang jatuh sebagai perantara penyampai pesannya pada Kami.

Angin bertiup kencang menerbangkan helai-helai surai merah jambunya. Tidak sampai disitu angin dengan nakalnya turut juga menggerak-gerakan rok di atas lututnya hingga dapat terlihat kaki jenjang serta kulit seputih susu tersebut.

"Hime, angin malam tidak baik untuk kesehatan."

Mendengarnya pun membuatnya serta merta menggembungkan pipi, menampilkan wajah kesal yang dibuat-buat. Melangkahkan kaki menjauh dari balkon tempatnya berdiri barusan lalu menghampiri seorang wanita berpakaian Maid.

"Istirahatlah, besok adalah hari pertama Anda di Akademi Kuou."

"Iya, iya. Aku tahu kok!"

Gadis bersurai merah muda panjang sampai pinggang itu menuju tempat tidur dengan ukuran terbilang besar untuk tubuh rampingnya itu.

Menaikan selimut sebatas leher mencoba menutup mata setelah kepergian pembantu pribadinya itu. Tidak sabar untuk menanti hari esok dimana dirinya akan mendapat status sebagai Murid baru di Kuou Academy.

Beberapa saat kemudian...

Terlonjak kaget mendengar suara benda terjatuh dan sumber dari suara tersebut berasal dari halaman depan rumahnya. Tanpa ba-bi dan bu lagi ia langsung bergegas untuk mengecek.

Cahaya remang-remang membuatnya kesulitan untuk mencari apa gerangan yang membuat suara jatuh cukup keras barusan. Melangkahkan kakinya pelan-pelan mencoba berhati-hati karena siapa tahu kakinya akan tersandung dan kemudian jatuh secara tidak elit.

Dan saat ini mengkin Kami-sama tidak mendengar do'anya. Suara pantat bertemu dengan tanah mengisi kesunyian malam.

Rintihan keluar mulus dari bibir peach-nya. Menepuk-nepuk rok pendeknya guna menghilangkan debu yang menempel kemudian matanya membelalak lebar tatkala ia menemukan apa yang menjadi penyebab dirinya bisa jatuh terduduk itu.

Tubuh manusia.

Menutup mulutnya seketika, meredam teriakannya sendiri agar tidak menimbulkan keributan. Melangkahkan kakinya kebelakang mengambil jarak dari seenggok daging yang tergeletak tidak jauh dari tempatnya berdiri. Menengokan kepalanya kekiri dan kekanan membaca situasi, dalam benaknya tersirat agar untuk melangkah pergi namun dirinya tidak sampai tega seperti itu.

Otaknya yang cukup encer tidak bekerja sebagaimana mestinya dalam situasi seperti ini. Meminta bantuan? Tidak, tidak, tidak. Justru itu akan membuatnya semakin terjepit lalu berimbas pada dirinya yang harus memutar otak berkali-kali guna mencari alasan yang tepat untuk menghadapi berbagai pertayaan dari M.S.O (Maid Super Overprotektif) nya itu.

Setelah berhasil keluar dari kemelutnya suatu keputusan ia ambil biarpun dirinya tahu betul resiko apa yang akan di terimanya kelak ketika perbuatannya di ketahui. Itupun jika terbongkar.

Akhirnya ia memapah tubuh lemah tersebut, kondisinya cukup terbilang memprihatinkan pasalnya baju yang dikenakannya compang-camping dan berbagai luka bakar tercetak jelas di beberapa bagian tubuh pemuda ini.

Tubuhnya lemas, lututnya bergetar. Rasa lelah menyerang dirinya saat setelah ia berhasil mengendap-ngendap sambil memapah seorang yang jatuh pingsan di halaman rumahnya. Kenapa para penjaga tidak menemukan pemuda dalam gendongannya lebih dulu melainkan ia satu-satunya yang menyadari hal tersebut. Rumahnya di jaga ketat bahkan seorang perampok-pun enggan singgah dan harus berpikir berulang-ulang untuk membuat ulah di kediamannya tersebut.

Apa yang membuat pemuda ini lolos dari pantauan keamanan. Sakura sendiripun tidak mengerti akan itu.

Membaringkan tubuh tidak berdaya itu pelan-pelan diatas tempat tidurnya.

"Fiuhh! Akhirnya selesai juga."

Sakura menyeka keringat yang merebas di dahi lebarnya, tercetak senyuman kepuasaan di wajah cantik jelitanya tatkala dirinya melihat hasil kerjanya untuk membalut seluruh permukaan kulit dengan luka-luka itu dengan sangat rapi. Tidak sia-sia ia belajar sedikit tentang Medis pada seorang Senpai-nya dulu.

Sakura sendiri merasa bingung kenapa ia harus repot-repot membawa pemuda asing ini dalam ruangan pribadinya ini. Mengobati dengan teramat telaten dan penuh ketehatian. Ada sesuatu yang membuatnya sampai berlaku demikian pada orang yang baru ditemuinya ini.

Seperti ada sebuah dorongan yang begitu kuat dalam dirinya untuk menolong pemuda berambut pirang yang saat ini penuh dengan balutan-balutan kain kasa di sekujur tubuhnya. Seperti ada sebuah bisikan yang membuatnya harus menolong pemuda ini.

Emarald-nya menelurusi setiap inci dari tubuh itu. Sakura tahu dari apa yang di lihatnya jika pemuda ini tidak berbeda jauh dari usianya mungkin sekitar 18 thn. Tanpa sadar jemari lentik itu menyentuh wajah sang pemuda yang terbilang cukup tanpan itu.

Tes!

Satu bulir liquid bening jatuh dengan sendirinya. Menyentuh pipinya sendiri guna menyeka air mata itu setelahnya ia hanya bisa terdiam seribu bahasa sambil terus melihat jari telunjukan yang basah. Mengerajapkan matanya berkali-kali tidak mengerti apa yang telah terjadi, bingung akan apa dan mengapa ia mengeluarkan air mata, berbagai pertanyaan dan spekulasi mengenai hal tersebut berkumpul di kepalanya.

Sekali lagi tanpa di sadarinya kembali jemari lentiknya menelurusi garis wajah pemuda ini dan untuk yang kedua kalinya juga sebulir air mata mengalir dipipinya.

"Kenapa?"

Satu kata dan sebuah pertanyaan untuk dirinya sendiri terucap. Mengerang sedikit keras saat kepalanya serasa tertubruk benda padat. Memegang kepalanya sendiri dengan kedua telapak tangannya saat dirasa pening yang menyerang kian menyakitkan.

Pandangan matanya kian menggelap dan sebelum semua kesadarannya menghilang sebuah penglihatan yang berbeda dari tempatnya sekarang berputar layaknya sebuah proyeksi dimana langit memerah dan sebuah kalimat terucap entah datang dari mana.

"Aku akan melindungimu."

.

.

Acnologia

By

Airin Zahra796

.

.

Saat dimana aku mencoba membuka kedua mataku cahaya yang begitu menyilaukan masuk dan semua itu tak ayal membuatku mengurungkan niatan tersebut. Di rasa cukup aku mencoba kembali melakukan hal yang sempat tertunda.

Mengerejapkan kembali berkali-kali menyesuaikan intensitas cahaya yang menyeruak masuk, setelah semuanya jelas aku menolehkan kepala kekiri dan kekanan lalu mengedarkan pandangan kesegala arah.

Bernafas lega saat aku tahu jika ini adalah kamar milikku. Rasa dingin yang cukup menusuk area kulit punggungku rasanya seperti berbaring diatas kasur dengan bahan yang terbuat dari es atau seperti saat dirimu tertidur diatas lantai beralaskan keramik.

Eh! Aku ingat semalam aku...

Seketika itu pula aku langsung terlonjak dari tempatku membaringkan tubuh semalaman. Dan disaat yang hampir bersamaan aku berteriak cukup kencang saat sesuatu berwarna kuning begitu saja muncul di depan wajahku.

Mata yang begitu tajam. Menakutkan dan di satu sisi begitu menenangkan karena terdapat mata berwarna biru air laut yang begitu indah disana. Mataku terkunci akan keindahan dari matanya itu, tapi jauh lebih dalam mata itu menyembunyikan kehampaan.

Aku menggelengkan kepala keras-keras satu pertanyaan bodoh keluar dari mulutku "S-Siapa kau, apa yang kau lakukan di kamarku!"

Dia yang saat ini berada di depan mataku hanya diam saja tidak menanggapi sedikitpun. Wajahnya begitu datar apa dia tidak tahu kalau saat ini ia berada dalam ruangan pribadi seorang perempuan sepertiku.

Matanya menatapku intens, hanya tatapannya saja sudah bisa membuatku terintimidasi.

"S-Siapa kau!"

"Justru aku yang seharusnya bertanya seperti itu."

Sama seperti wajahnya bahkan kata-kata yang keluar dari mulutnya sama datarnya. A-Apaan ucapannya itu bukannya menjawab ia malah membalikannya.

"Aku pemilik rumah ini, dan aku juga penghuni kamar ini dan satu hal lagi yang harus kau tahu tempat tidur yang kau duduki itu adalah tempat tidurku."

"Begitu yah! Lalu kenapa aku berada di tempat ini? Nona."

"Aku yang membawamu kesini karena semalam entah karena apa kau berada di halaman rumahku dengan keadaan pingsan."

"Benarkah, hmm jadi kau yang membawaku kesini lantas siapa yang seharusnya di salahkan?"

Benar-benar bodoh, aku benar-benar begitu bodoh mengatakan sesuatu yang malah membuatku terpojok dan memang semua itu benar.

"Ok. Ok. Lupakan itu. Kenapa kau bisa masuk kedalam halaman rumahku dengan keadaan mengenaskan seperti itu."

"Kau tidak perlu tahu dan aku tidak akan memberitahukannya padamu."

Apa-apaan dia itu, mulutnya cukup pedas untuk ukuran seorang cowok. Sikap santainya itu membuatku agak muak. Begitu tidak bisa melihat keadaan dan sekitarnya.

"Memang serupa bukan berarti sama."

Mata birunya berlalu pergi kearah lain setelah mengucapkan kata-kata dengan volume suara kecil seperti seorang yang bergumam.

Aku tidak dapat menangkap secara jelas maksud dari ucapannya dan saat mengatakannya ia seperti tidak mau bertatap mata denganku. Entah hanya perasaanku atau bukan sorot mata tajamnya berubah sendu, cahaya di manik sapphirenya kian meredup seakan ada sesuatu yang tersembunyi di dalamnya.

Sesaat meredup kini ia kembali menampilkan mata elangnya serta wajah datar bak jalanan itu. Kedua mata kami saling mengunci lalu yang terjadi selanjutnya adalah rasa keterkejutanku ketika melihat satu bulir liquid bening meluncur mengalir dan jatuh melewati dagunya.

Setetes air mata keluar dari sorot mata tajam itu membuatku tidak habis pikir karenanya. Mana ada hal semacam itu. Menangis tidak mungkin menampilkan ekspresi seperti itu.

Larut akan berbagai pikiran membuatku hampir saja lupa waktu. Mengedarkan mata kearah dinding saat ku dapati waktu menunjukan jika saat ini sudah waktunya untuk pergi ke Sekolah. Ya ampun bisa-bisa aku terlambat ini.

Tanpa menunggu lagi kaki ini ku lesatkan ke arah kamar mandi yang kebetulan terletak persis di dalam kamar ini sebelah kanan dari lemari pakaian.

Saking paniknya aku bahkan lupa akan kehadiran seseorang dan lebih parahnya lagi seorang cowok! Di kamarku! Dan lagi saat aku berada di kamar mandi yang masih satu ruangan. Apa yang ku takutkan adalah bagaimana jika ia mendobrak pintu kamar mandi ini lalu melihatku dalam keadaan tanpa sehelai benangpun. Kemudian...

Tidak, tidak, tidak...

Air yang cukup dingin menyapu seluruh permukaan kulit membawa sensasi dingin dan itu cukup untuk menjauhkan pikiran-pikiran yang membuatku merasa ngeri ketika memikirkannya.

Tak habis pikir dengan diriku sendiri bisa-bisanya aku melakukan hal-hal bersifat pribadi saat seorang pemuda berada tidak jauh jaraknya dan hanya terhalangi oleh pintu kaca. Mungkin sekarang wajahku sudah selayaknya kepiting rebus.

Kejahatan bukan karena ada niat si pelaku melainkan juga karena ada kesempatannya dan saat ini adalah momen yang paling pas. Tapi jauh di dalam hatiku tidak ada rasa curiga sekalipun terhadapnya bahkan hatiku juga menentang semua pemikiran jika pemuda berambut pirang itu akan melakukan tindak kejahatan.

Sesudah selesai dengan kegiatan rutin ku saat pagi, aku masih mematung di depan pintu kaca yang masih tertutupi gorden dengan kelopak bunga Sakura sebagai hiasannya ini. Apa yang membuatku tetap diam walaupun kegiatan pagiku sudah berakhir lima menit lamanya adalah karena aku hanya berbalut handuk saja.

Entah sudah berapa kalinya aku merutuki betapa bodohnya diri hari ini. Sudah tahu ada orang asing tapi kenapa tidak membawa baju ganti sekalian tadi malah membawa handuk saja.

Perlahan tapi pasti aku memegang kenop pintu kaca ini, dalam hati berharap jika aku tidak melakukan hal-hal bodoh yang bisa membuatku bertambah malu seperti handuk melorot dan sebagainya. Aku harap itu tidak terjadi.

Untuk memastikan agar dia tidak bertindak macam-macam aku mengeluarkan suara cukup keras dan agak sedikit bergetar.

"A-Aku akan keluar! Palingkan wajahmu ke arah lain. Kearah mana saja terserah yang penting kau j-jangan melihatku ok!."

Tidak ada tanggapan setelah sekian detik aku menunggu reaksinya. Jika aku terus berada di balik pintu kaca ini aku akan benar-benar terlambat di hari pertamaku di Sekolah baru. Tanpa membuang waktu lebih banyak lagi aku memberanikan diri.

Klek.

Suara pintu terbuka begitu pelan. Sesekali memejamkan mata. Mengedarkan mata dan tidak ada siapapun di tempat tidurku.

"K-Kemana perginya dia! J-Jangan bersembunyi atau tidak aku akan berteriak!."

Itulah yang ku ucapkan saat tidak mendapati dirinya berada di atas tempat tidur seperti sebelum aku pergi mandi tadi. Perasaan cemas memenuhi rongga hati.

Tidak ada respon.

Hening.

Dia tidak ada.

Aku mulai melangkah mendekati tempat tidur. Aku mengusap bagian dimana ia mendudukan diri tadi. Agak hangat, mungkin ia pergi setelah aku memasuki kamar mandi. Aku menengokan kepala kearah jendela dan ternyata benar ia sudah pergi keluar melalui jendela.

Aku berdiri diam mematung. Perasaan seperti kehilangan amat terasa. Ulu hatiku seperti serasa di cubit. Tidak tahu kenapa setelah kedatangan tidak diundangnya sosok itu benar-benar membuatku merasa tidak jadi diri sendiri saja. Sosok yang misterius, menyimpan berbagai emosi yang tertahan dalam pancaran matanya itu.

Sosok yang mengingatkanku akan potongan-potongan mimpi yang selalu hadir di setiap malam-malam tertentu seperti kaset kusut yang terus berputar.

.

.

Acnologya

By

Airin Zahra796

.

.

"Hari ini kita kedatangan Murid baru."

Ucapan dari Sensei pengajar Bahasa Inggris itu mampu membuat semua yang ada dalam kelas terdiam.

"Aku harap Murid baru itu adalah Cowok ganteng seperti Kiba-kun."

"Tidak, tidak. Aku harap itu adalah Peri yang turun dari Khayangan.

"Silahkan masuk."

Perlahan pintu terbuka menampilkan seorang dengan seragam khas Akademi Kuoh. Semua mata tertuju padanya. Angin sepoi entah datang dari celah mana menerpanya, rambut panjang sepunggungnya bergoyang ria. Surainya berwarna merah muda berpadu dengan kulit seputih kapas begitu cocok.

Keheningan yang tercipta kini berubah menjadi suara ribut-ribut dari Siswa Laki-laki yang bersiul ria dengan pipi memerah. Semua terperangah dibuatnya. kecantikannya membawa suasana baru dalam kelas tersebut.

Senyuman manis masih tercipta di wajah ayunya, berjalan ke depan papan tulis dengan kaki jenjangnya yang begitu aduhai. Rok di atas lututnya mengambang-ngambang seirama langkah kakinya begitu mempesona dan mampu menghipnotis mata agar selalu tertuju padanya.

"Perkenalkan namamu Nona!"

"Hajimemashite, Watashi wa Haruno Sakura desu! Yoroshiku Onegai Shimasu."

Sakura mengakhiri sesi perkenalannya dengan ber-ojigi.

"Uwaaahhh!"

"Kawaii...!"

"Sudah-sudah kalian bisa melanjutkan saat istirahat nanti. Dan untuk Haruno-san bisa duduk dibelakang meja Hyouduo-san."

Issei mengangkat tangannya.

Setelah tahu dimana ia akan mendudukan diri Sakura berjalan menuju arah dimana Issei mengangkat tangannya tak lupa mengucapkan terimakasih pada Sensei pengajar.

Tanpa mereka sadari seorang di balik pintu mencuri dengar kegaduhan akan kedatangan Murid Baru.

.

.

.

.

Bel tanda istirahat berbunyi nyaring. Keheningan yang menyelimuti buyar dengan suara gerasak-gerusuk. Sakura hampir menjatuhkan buku pelajarannya yang hendak ia masukan kembali kedalam tas itu terjadi saat uluran beberapa telapak tangan mampir tepat didepan wajahnya.

"Boleh kita berkenalan."

Seorang mengenakan kaca mata berdehem sambil menggenggam tangan Sakura, "ekhm, boleh tahu siapa namamu Nona."

"Hey! Aku yang seharusnya lebih dulu menggenggam tangannya."

"Siapa yang cepat dia yang dapat."

Sambil melepas paksa jabat tangan itu Matsuda kembali berujar, "Itu tidak bisa! Budayakan antri kawan."

Terjadi keributan di antara keduanya untuk siapa yang lebih dulu berhak mendapatkan jabatan langsung dari seorang Haruno Sakura.

"Kenapa kalian tidak tanya langsung pada orangnya saja, siapa yang lebih dulu."

Ucapan tidak terduga dari seorang stoic seperti Naruto menghentikan keributan dari dua cowok karena hal yang sepele itu. Matsuda dan Motohama memandang satu sama lain, suatu yang sangat jarang seorang Uzumaki Naruto mengeluarkan suaranya dan itu adalah hal yang benar-benar termasuk dalam kategori langka.

"U-Uzumaki-senpai... A-Apa yang Senpai lakukan di sini!"

"Apa salah? Apa Akademi ini milikmu? Kurasa tidak."

Terkenal akan sifat tertutupnya dan sekalinya bicara apa yang terucap dan meluncur dari bibirnya akan menohok hati. Itu yang di rasakan oleh Matsuda saat ini.

Naruto langsung melangkahkan kakinya dari tempat di mana Matsuda dan Motohama kembali saling pandang entah apa yang berada dalam benak keduanya, dan Sakura mengerenyitkan dahi, merasa bingung dan aneh secara bersamaan dengan pemuda yang di tolongnya malam tadi.

Kaget juga saat melihat pemuda yang di tolongnya ternyata satu Sekolah dengannya.

Seorang menepuk pundaknya pelan, menyadarkannya dari berbagai spekulasi dari sosok bernama lengkap Uzumaki Naruto itu. Seorang Siswi seperti dirinya dan mengenakan kaca mata mengulurkan tangannya.

"Tadi ya tadi, sekarang ya sekarang. Tidak afdol rasanya jika belum berjabat tangan langsung dengan orangnya benarkan! Namuku, Aika Kiryuu."

"Benar juga! Sakura, Haruno Sakura." Membalas uluran tangan tersebut sambil tersenyum semanis mungkin sampai membuat kedua wajah cowok-cowok di di depannya terhiasi semburai merah.

'Kawaii...!'

'Dewi Khayangan...!'

Satu orang lagi ikut bergabung, Issei mengulurkan telapak tangannya sambil berucap, "perkenalkan aku Hyoudou Issei, kamu bisa memanggilku cukup dengan Ise saja." Sakura pun melakukan hal yang sama dengan Issei. Hari pertama sudah membuat Sakura merasa nyaman.

Sakura menatap pintu dimana Naruto berlalu pergi.

"Uzumaki kah?"

.

.

.

.

Bersambung.

Maaf membuat Anda sekalian menunggu (Itupun jika ada). Kesibukan yang membuat saya lama meng-Update chapter ini. Lupakan! Karena apapun bentuknya itu hanya akan jadi sebuah alasan atas keterlambatan ini.

Semoga bertemu kembali di chapy selanjutnya.

Bye-bye.