Disclaimer: Naruto by Masashi Kishimoto

.

.

.

Beberapa perawat dan pasien terlihat berjalan mondar mandir di lorong rumah sakit itu. Mereka punya pekerjaan dan pikiran masing-masing sampai tidak menyadari kalau ada seseorang yang sedang berdiri dengan tegang dan cemas di depan salah satu ruang persalinan di rumah sakit itu. Untuk beberapa orang yang tidak mengenalnya, mungkin pemandangan seperti ini akan terlihat biasa saja. Tapi untuk orang-orang yang sudah mengenalnya, tentu saja akan menjadi pemandangan yang sangat langka saat melihat seorang Sasuke Uchiha berjalan mondar mandir di depan ruang persalinan seperti ini. Sejak melihat Sakura dibawa masuk ke dalam ruangan di depannya itu, Sasuke tidak bisa tenang sedikitpun. Bahkan hanya untuk duduk diam di kursi di depannya.

Sasuke tidak pernah secemas ini sebelumnya. Entah apa yang terjadi padanya.

Dia sudah berusaha untuk tetap tenang seperti biasanya. Dia sudah berusaha sekuat tenaga untuk tetap berwajah datar seperti biasanya. Tapi membayangkan wajah kesakitan Sakura beberapa saat yang lalu sebelum dibawa masuk ke ruang persalinan dan kenyataan kalau anaknya akan segera lahir di dunia ini, benar-benar membuatnya frustasi.

Sasuke, tentu saja, merasa sangat bahagia membayangkan kalau sebentar lagi dia akan menjadi ayah. Dia tidak menampik hal itu. Saking bahagianya, dia sampai kehilangan akal sehatnya.

Dia akan menjadi ayah.

Seorang Uchiha baru akan lahir di dunia ini.

Tapi pikiran lain segera membuat kebahagiaannya surut.

Bagaimana kalau anaknya tidak sepertinya? Bagaimana kalau dia bukan seorang Uchiha yang dia inginkan? Bagaimana kalau dia mirip dengan Sakura? Pikiran-pikiran menakutkan itu membuatnya semakin kalut.

Antara kebahagiaan dan ketakutan yang bercampur menjadi satu, benar-benar membuat Sasuke tidak bisa berdiam diri dengan tenang seperti sebelumnya.

Bunyi derap langkah kaki di ujung lorong yang sepertinya mendekat ke arahnya, membuat perhatiannya teralih.

Mata hitam onyx milik Sasuke menangkap sosok kedua orangtua Sakura yang sedang berjalan ke arahnya dengan tergesa.

"Bagaimana? Bagaimana dengan Sakura?" suara Kizashi Haruno terdengar menggelegar di sepanjang lorong. Sasuke merasa kepalanya tambah berdenyut.

"Suamiku.. Jangan bicara keras-keras. Ini di rumah sakit!" hardik Mebuki dengan sedikit keras.

"Dia ada di dalam.." jawab Sasuke dengan nada datar.

"Dia tidak apa-apa kan?" tanya Kizashi.

Sasuke tidak segera menjawab. Apa dia harus menjawab 'dia baik-baik saja' sedangkan beberapa saat yang lalu dia melihat wajah Sakura yang meringis kesakitan?

"Aku belum tahu.." akhirnya dia menjawab dengan kata-kata itu.

"TEME!"

Sebuah panggilan keras di ujung lorong, membuat Sasuke mendesis pelan. Kenapa di saat-saat seperti ini orang-orang ini malah datang? Sasuke bukannya tidak menyukai kehadiran kedua mertuanya ataupun kehadiran Naruto. Dia hanya tidak suka mereka melihatnya cemas luar biasa seperti ini. Ini bahkan lebih menakutkan dibanding saat dia bertemu dan bertarung dengan Orochimaru beberapa tahun yang lalu.

"Bagaimana Sakura-chan?" tanya Naruto seraya menepuk bahu Sasuke dengan keras.

"Aku tidak tahu, Naruto.." jawab Sasuke.

"Kau tidak ikut masuk ke dalam?" tanya Naruto.

"Bagaimana aku bisa masuk kalau mereka menghalanginya?" sahut Sasuke.

"KYAA! AAAAAAKHH!"

Sasuke membeku di tempat. Dia mendengar suara teriakan panjang Sakura di dalam. Suara teriakan itu jelas-jelas menandakan kalau si pemilik suara sedang kesakitan.

Pintu ruangan itu terbuka dan seorang perempuan berambut hitam pendek keluar dengan seragam medis. Sasuke segera menghampiri perempuan itu dan memegang bahunya dengan erat.

"Bagaimana? Apa yang terjadi?" tanya Sasuke dengan nada tajam.

"Sakura sedang berjuang di dalam. Tenanglah.." kata Shizune seraya menepuk bahu Sasuke.

"Sedang berjuang bagaimana? Katakan yang jelas. Dia berteriak keras sekali tadi!" Sasuke tampak tidak sabar.

"Ya, ampun, Sasuke Uchiha. Semua perempuan juga akan berteriak seperti itu kalau akan melahirkan. Kau tenanglah. Sakura wanita yang kuat.. Aku akan mengambil sesuatu dulu.." kata Shizune seraya berlalu dari tempat itu.

Tapi Sasuke tidak bisa ditenangkan hanya dengan kata-kata seperti itu tanpa tahu keadaan yang sebenarnya.

Sebuah tepukan lembut mendarat di bahu Sasuke. Sasuke segera menoleh ke samping dan mendapati ibu mertuanya sedang menatapnya dengan tatapan lembut.

"Dia benar. Sakura pasti akan baik-baik saja.. Semua ayah selalu mencemaskan kelahiran anak pertama mereka, ya? Dulu suamiku juga seperti itu. Tapi pada akhirnya, Sakura bisa lahir ke dunia dengan selamat. Duduklah.." kata Mebuki seraya menyuruh Sasuke duduk di sebuah bangku yang ada di depan ruang persalinan.

"Bibi Mebuki benar, teme. Hinata juga dulu seperti itu. Tenang saja.. Semua akan baik-baik saja kalau kau sudah mendengar suara bayimu menangis nanti.." Naruto berkata dengan sebuah cengiran di wajahnya.

Sasuke tidak menjawab dan hanya menatap pintu ganda ruang persalinan yang masih menutup dengan rapat di depannya. Shizune kembali lagi dan langsung masuk ke dalam ruangan itu.

"Itu menunjukkan kalau kau suami dan ayah yang baik.. Ne, Sasuke?" Kizashi menepuk bahu Sasuke dengan agak keras.

Sasuke masih bergeming dan tidak mengatakan apapun.

Dadanya bergemuruh tak karuan saat ini.

Apa dulu ayahnya juga seperti ini saat menantikan kelahirannya? Apa dulu ibunya juga merasakan sakit yang sama seperti yang dirasakan Sakura saat ini?

Entahlah. Pikiran Sasuke terlalu kalut untuk membayangkan itu.

"SHANNA-AAAAAAKKHHHH!"

Sebuah teriakan milik Sakura yang berasal dari ruangan di depannya lagi-lagi terdengar. Kali ini lebih panjang dan keras dari sebelumnya. Seolah Sakura sedang mengeluarkan semua kekuatan dan suaranya.

Sasuke segera berdiri dari tempat duduknya, mengabaikan tepukan Naruto di bahunya.

Dengan dada berdegup lebih cepat, Sasuke menunggu pintu ganda di depannya itu terbuka dan seseorang memberitahukannya kalau dia boleh masuk ke dalam.

Sasuke menunggu beberapa detik lamanya tapi tidak ada satupun yang keluar.

Tiba-tiba tubuhnya kembali mematung.

Dia mendengar suara tangisan bayi yang keras sekali dari dalam ruangan itu.

Kedua mata Sasuke melebar.

Dia hanya berdiri di tempatnya sekarang dengan tubuh mematung.

Bayinya.

Anaknya.

Pintu ganda berwarna putih di depannya terbuka dengan pelan beberapa saat kemudian. Seorang perawat keluar dari ruangan itu.

"Tuan Sasuke Uchiha? Selamat. Istri Anda melahirkan seorang bayi perempuan. Silakan. Anda boleh masuk ke dalam sekarang.." kata perawat itu seraya undur diri.

"Cucuku! Cucuku seorang perempuan! Aku sudah jadi kakek! Apa? Kenapa aku jadi tua sekali?" Sasuke mendengar Kizashi berseru kegirangan di belakangnya. Tapi dia mengabaikannya. Dia terus melangkahkan kakinya untuk membuka pintu ganda di depannya.

Saat dia sudah berhasil membuka pintu ganda yang agak sulit dibuka itu, Sasuke akhirnya masuk ke dalam ruang persalinan. Bau obat-obatan dan pengharum ruangan yang bercampur jadi satu langsung menggelitik hidungnya.

Beberapa perawat tampak membereskan barang-barang bekas persalinan dan keluar dari ruangan itu.

Sasuke melihat Sakura sedang berbaring di sebuah satu-satunya ranjang yang ada di ruangan itu. Sakura tampak kelelahan dan wajahnya pucat. Rambutnya basah karena keringat dan peluh masih menempel di wajahnya.

Sasuke menghampirinya dengan perlahan. Dia menatap perut Sakura yang sudah tidak kelihatan membesar.

"Bagaimana?" tanya Sasuke dengan suara serak.

Sakura tersenyum ke arahnya. Bahkan dengan kondisi selelah ini dia masih bisa menyunggingkan senyum manisnya pada Sasuke.

"Ini anak kalian.." Shizune menghampiri ranjang Sakura dan menyerahkan sebuah buntalan kain pada Sakura. Sakura menerimanya dengan perlahan dan menggendongnya dengan hati-hati.

"Lihat, Sasuke-kun.." katanya seraya mendekatkan gendongannya ke arah Sasuke.

Sasuke tidak menunjukkan reaksi yang berarti saat dia melihat bayi kecil yang kini berada dalam gendongan Sakura. Sorot mata onyx-nya menatap bayi itu dengan tatapan datar.

Bayi kecil itu tampak tidur dengan tenang dalam gendongan Sakura. Kulitnya masih kemerahan dan tampak keriput. Bentuk wajahnya mirip sekali dengan Sakura. Dagu dan dahi lebar yang sama dengan milik ibunya. Helaian rambut hitam tipis menghiasi kepalanya yang kecil. Sasuke tersenyum tipis. Setidaknya, dia mewarisi rambut hitam miliknya.

"Sentuh dia, Sasuke-kun.." bisik Sakura.

Sasuke terkesiap. Jantungnya semakin berdegup tidak karuan. Dia merasa bahagia sekali saat ini. Tapi kenapa dia juga merasakan sedikit ketakutan dalam dirinya. Bagaimana kalau saat dia menyentuhnya, bayi itu terbangun dan membuka matanya? Bagaimana dia tidak mewarisi kedua matanya?

'Kau bisa membuat yang lain nanti!' seru sebuah suara dari daam hatinya.

Sasuke menarik napas panjang dan mengulurkan tangannya dengan perlahan. Tangannya bergetar saat jemarinya hampir menyentuh pipi kemerahan milik bayinya.

Dengan perlahan dan ada sedikit gugup, Sasuke menyentuh pipi bulat itu. Lembut sekali. Sasuke mengusapnya dengan perlahan.

Tampaknya usapan dari jemarinya membuat bayi di gendongan Sakura terusik. Bayinya langsung bereaksi. Mulut dan hidungnya bergerak-gerak pelan. Lalu kedua tangan dan kakinya ikut bergerak.

Sasuke segera menarik tangannya, takut kalau sentuhannya tadi membangunkan anaknya dan membuatnya menangis.

Dia melihat bayinya masih menggeliat di gendongan Sakura. Lalu dia melihat kedua kelopak matanya bergerak dengan pelan-pelan. Seolah kelopak matanya masih sangat lengket dan sulit untuk dibuka. Bayinya berusaha keras untuk membuka matanya. Sasuke menunggunya dengan dada berdegup dengan kencang.

Lalu kedua mata itu akhirnya membuka sepenuhnya.

Dan membuat Sasuke tercenung di tempatnya.

Dia kembali mematung di tempatnya melihat kedua mata bayi itu.

"Sasuke-kun.. Lihat.. Matanya.." Sakura tampak sangat antusias melihat kedua mata bayinya.

Sasuke mengerjapkan mata menatap kedua mata anaknya. Dan kedua manik hitam yang sama balas menatapnya dan ikut mengedip saat Sasuke mengedipkan matanya.

Sasuke merasa kebahagiaannya semakin membuncah saat melihat kedua mata anaknya. Mata yang sama persis dengannya. Kedua mata onyx itu menatap bayinya dengan sorot mata bahagia yang kini sudah tidak terbendung lagi.

Sasuke seolah mendengar semua klan dan leluhurnya yang sudah meninggal bersorak bahagia dan penuh kemenangan di atas sana. Seolah semua leluhur klan Uchiha yang sudah meninggal sedang memberinya selamat karena berhasil membawa klan mereka kembali.

"Sa-Sasuke-kun..." suara Sakura terdengar ganjil.

Sasuke mengalihkan pandangannya dari bayinya dan melihat ke arah Sakura. Barulah saat itu dia sadar kenapa Sakura menatapnya dengan pandangan aneh.

Sasuke merasakan sesuatu yang hangat turun begitu saja di kedua pipinya.

Dengan sesegera mungkin, Sasuke langsung menghapus airmatanya dari wajahnya.

Lalu dia mendengar suara terkikik pelan di dekatnya. Sasuke menatap Sakura yang sedang menatapnya dengan rona bahagia.

"Aku senang melihatmu berwajah seperti itu, Sasuke-kun.." kata Sakura, seraya tersenyum.

Sasuke mengabaikannya.

"Tenang saja, Sasuke. Menangis bahagia bukanlah hal yang memalukan untuk seorang pria.."

Sasuke tiba-tiba mendengar suara Naruto di belakangnya.

Dia langsung menoleh ke belakang. Naruto dan kedua orangtua Sakura sudah ada di sana. Kizashi jelas-jelas sekali ingin segera melihat cucunya tapi ditahan sekuat tenaga oleh Mebuki.

"Sejak kapan kau di sini?" tanya Sasuke.

"Apa? Kau bahkan tidak menyadari kehadiranku? Aku sudah di sini sejak tadi.." kata Naruto, dengan nada tidak terima.

Sasuke terdiam. Dalam hati dia mengumpat dirinya sendiri karena sudah menangis di depan Naruto tanpa dia sadari.

"Cucuku!" Kizashi mulai menghampiri ranjang Sakura dan melihat bayinya.

"Otousan.. Jangan bersuara keras-keras.." kata Sakura memperingatkan.

"Oh, lihat.. Lihat.. Dia sepertimu, istriku. Bentuk matanya sama persis denganmu!" seru Kizashi heboh.

Mebuki segera menghampiri ranjang Sakura dan melihatnya.

"Ah, benar sekali. Dia benar-benar cucuku.." kata Mebuki.

Lalu beberapa saat kemudian Sasuke melihat wajah bayinya berubah. Kedua bibirnya mulai tertarik ke bawah dan tangisnya pun pecah. Bayinya menangis dengan suara keras sekali.

"Otousan! Sudah aku bilang kalau jangan bersuara keras!" Sakura memarahi ayahnya yang hanya menatapnya dengan wajah tidak bersalah.

"Eh? Apa itu gara-gara aku? Bukan karena dia haus?" tanya Kizashi.

Sakura dan ibunya hanya menggeleng-geleng pasrah melihat kelakuan ayah dan suami mereka.

"Maka dari itu, cepat keluar dari sini selagi aku memberinya minum.." kata Sakura.

"Kenapa harus keluar? Aku masih ingin melihatnya.."

"OTOUSAN!"

Sasuke menarik napas panjang dan menghelanya perlahan. Dia lalu menarik tangan ayah mertuanya dan tangan Naruto.

"Kau juga ikut keluar, dobe!" kata Sasuke tajam.

Tanpa berkata apa-apa, Naruto ikut keluar dari ruangan itu.

"Selamat, ya, Sasuke? Kau sudah jadi ayah sekarang. Dan kau paman, kau sudah jadi kakek sekarang..." kata Naruto dengan sebuah cengiran di wajahnya saat mereka bertiga sudah ada di luar ruangan.

"Hn.." sahut Sasuke pendek.

Dia tidak terlalu ingin banyak bicara sekarang.

Dia sedang bahagia, tentu saja.

Melihat anaknya sudah lahir di dunia ini. Dan kenyataan kalau dia sudah menjadi ayah sekarang. Apalagi mengingat kalau anak itu benar-benar adalah keturunannya.

Sasuke ingin meneriakkan keras-keras pada leluhurnya di atas sana, kalau dia berhasil memenuhi janjinya.

'Apa kalian mendengarku? Lihat! Aku sudah memenuhi janjiku untuk membangun klan kita lagi kan? Itachi! Kau lihat aku?!'

"Oi! Kau tersenyum sendirian sejak tadi? Aku tahu kau terlalu bahagia karena anakmu sudah lahir. Tapi tidak baik tersenyum sendirian seperti itu. Tentu Sakura-chan tidak mau melihat suaminya gila kan?" kata Naruto.

Sasuke mendecih pelan dan menatap Naruto kesal.

"Diam kau, dobe!" sergahnya.

"Ah! Akhirnya kita semua sudah jadi orangtua, ya?" kata Naruto seraya menghela napas panjang.

Sasuke hanya membalasnya dengan sebuah dengusan pelan.

Ya.. Aku sudah punya keluarga sendiri sekarang. Otousan, Okaasan, Itachi.. Aku tidak sendirian lagi sekarang.

.

.

.

.

FIN

.

.

.

Ada yang ngerasa janggal gak dengan chapter sebelumnya? Sasuke kan tangannya satu yang utuh? Dia gendong Sakura gimana caranya, ya? Ahahaha.. Maafkan saya. Ini murni kesalahan ide saya.

Oke. Cukup sekian dan terimakasih.

Akhirnya selesai juga ini drabbel.

Makasih yang udah follow, fav, dan review. Makasih udah baca fic gaje ini.