Disclaimer: Kuroko no Basuke bukanlah milikku, tapi milik dari Fujimaki Tadatoshi

Warning: AU, Slash, OOC, OC, typo, etc.

Rating: T

Genre: Romance, Drama


SPIRAL

By

Sky


Foto itu sangat indah dengan gradien warna yang menawan, siapapun yang melihatnya pasti bisa mengatakan hal yang sama dalam sekali lihat tanpa ada keragu-raguan sedikit pun. Kesempurnaan yang diambil dari sebuah emosi, malaikat yang berada di balik senja matahari adalah judul dari foto kamera yang Tetsuya lihat di Yosen Cafe. Sebuah foto yang pantas disebut sebagai mahakarya dari Tuhan yang diabadikan melalui tangan profesional.

Foto yang terpajang di dinding kafe tersebut tidak lebih dari satu buah, ukurannya pun bisa dibilang tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil, tetapi dalam sekali lihat pun Tetsuya bisa mengatakan kalau foto inilah yang menarik beberapa pelanggan untuk berkunjung ke tempat ini dan mengaguminya, sebuah foto dengan dirinya sebagai model di dalamnya. Rasa ketidakpercayaan masih menaungi raganya untuk saat itu, ia tidak mengerti bagaimana hal ini bisa terjadi dengan pengetahuan potret dirinya diabadikan dan dipamerkan di depan umum sama sekali tidak tercantum dalam benaknya. Orang waras mana yang mau mengambil foto dirinya secara sembunyi-sembunyi seperti ini, dan entah kenapa Tetsuya sama sekali tidak merasakan emosi yang bernama kemarahan akan kegiatan ilegal tersebut. Apakah Tetsuya sudah gila? Ia tidak marah pada sebuah kegiatan yang jelas-jelas sangat ilegal, semuanya diambil tanpa persetujuan dari dirinya.

Kedua mata biru langitnya masih belum beranjak dari sapuan figur yang membingkainya di dinding tersebut, dan benar adanya kalau Tetsuya pun mengakui kehebatan sang pengambil gambar tanpa ada batasan meski dalam lubuk hati yang terdalam remaja tersebut masih tidak terima. Remaja yang menyandang marga Kuroko tersebut menggenggam kedua tangannya dengan sedikit keragu-raguan, dirinya yang diselimuti oleh perasaan dingin pun kini langsung berpaling dari sosok fotonya yang terpajang di dinding dan mencoba untuk menghiraukannya.

Tetsuya ingin bertanya kepada sang pemilik kafe mengenai kejadian ini, ia ingin tahu bagaimana fotonya bisa diambil serta dipajang di salah satu kafe yang ramai dikunjungi oleh orang-orang tersebut, terutama dari kalangan murid Teiko yang hobi datang ke sini untuk mengisi perut mereka atau sekedar bersantai. Sedikit pemikiran yang terlintas dalam benak Tetsuya mengenai hal ini adalah bagaimana orang-orang tak menyadari kalau model yang terpotret dalam bingai tersebut adalah dirinya, Kuroko Tetsuya, orang yang paling tidak populer di mana pun serta selalu dilupakan oleh orang lain kecuali sang nenek. Ah... sepertinya Tetsuya harus berterima kasih pada hawa keberadaannya yang begitu tipis, tapi sayangnya keberadaannya itu tidaklah berlaku dalam figur sebuah model kamera tersebut.

Mungkin benar adanya kalau wajah sang model yang ada di dalam foto tersebut sedikit samar, tidak terlalu jelas bila orang-orang tidak melihatnya secara seksama, terlebih sapuan warna matahari senja pun memberikan efek bayang-bayang pada wajah Tetsuya di dalam foto tersebut. Namun, warna rambut serta postur tubuh yang mencolok itu harusnya memberikan sebuah petunjuk kalau sang model yang diambil adalah Kuroko Tetsuya. Sebuah keajaiban bila memang adanya orang-orang tak bisa mengenali sosoknya, meskipun Tetsuya merasakan ada sesuatu yang mengganjal dan rasanya tidak enak, rasa penasarannya pun semakin memuncak akan identitas sang pengambil gambar.

Siapa yang mengambil gambarku waktu itu? Kurasa aku sendirian berada di taman rumah sakit beberapa saat yang lalu, jadi hal ini benar-benar tidak masuk akal, pikir Tetsuya pada dirinya sendiri. Ekspresinya yang datar pun mulai diwarnai oleh sebuah kecemasan singkat yang muncul pada detik itu, menarik kontur wajahnya yang datar dan memberikan emosi singkat pada raut wajah yang manis tersebut.

Apa ini artinya dirinya memiliki seorang penguntit yang hobi mengambil gambarnya secara sembunyi-sembunyi? Pertanyaan itu pun pada akhirnya terlintas pada benak Tetsuya.

Kedua mata biru langit milik remaja itu pun akhirnya terangkat seiring dengan wajahnya yang sedari tadi tertekuk, ia yang masih memalingkan wajahnya dari pemandangan fotonya di balik senja itu pun memilih untuk menatap pemandangan luar kafe yang tergambar dengan jelas dari balik jendela. Meski raganya berada bersamanya di tempat itu, pikirannya pun kembali melayang-layang mengenai asal-usul foto yang terpigura rapi dan tergantung tidak jauh dari tempatnya duduk.

Tujuan utama Tetsuya pergi ke tempat ini adalah untuk mendapatkan pekerjaan sehingga ia bisa menerima uang sebagai penghasilan, dan penghasilan itulah yang nanti ia gunakan untuk biasa berobat sang nenek. Namun nyatanya rencana yang telah ia buat selama berhari-hari pun harus tertunda terlebih dahulu karena munculnya foto sialan tersebut, ya... Tetsuya mulai merasakan dirinya sedikit kesal akan nasib sial yang ia terima. Ia penasaran dengan semua yang terjadi di sini.

"Apa mungkin ini semua perbuatan Sei-kun?" Tanya Tetsuya singkat pada dirinya sendiri, dan selebihnya pertanyaan itu pun dibiarkan tak terjawab olehnya sendiri.

Melipat kedua lengannya serta meletakkannya di atas meja, Tetsuya menggunakannya sebagai bantal saat ia memilih untuk menyembunyikan wajahnya di sana. Dirinya merasa lelah dan yang ia inginkan saat ini adalah tidur sebelum menjenguk sang nenek di rumah sakit, namun rencana itu juga batal karena ia harus menunggu sang pemilik Yosen Cafe untuk meminta sebuah pekerjaan, benar-benar nasibnya hari ini sedikit kurang beruntung. Namun semua itu tidak ada apa-apanya bila dibandingkan dengan keterkejutannya karena menemukan fotonya tersebut, tergantung dengan sangat manis pada dinding kafe. Identitas sang pengambil gambar serta mengapa foto tersebut bisa terbingkai di sana kini menjadi tujuan utama Tetsuya.

Kembali pada pertanyaannya yang menyangkutpautkan nama Sei di atasnya, Tetsuya semakin penasaran dengan pemuda berambut merah yang ia temui tempo hari tersebut. Kebetulan demi kebetulan selalu mengarah pada pemuda pemegang kamera tersebut. Pertemuan pertama mereka berdua adalah dimana Sei menyelamatkan Tetsuya dari kejadian yang tidak terduga, pertemuan kedua mereka adalah di taman SMA Teiko ketika Tetsuya mengenakan kostum badut sebagai pekerjaannya dan saat itu pula Sei mengambil gambarnya tanpa seijinnya sebelum pemuda tersebut memberikan selebaran tentang kafe ini. Dan apakah ini sebuah kebetulan lagi apa tidak, tapi kafe yang ditunjukkan oleh Sei memua sebuah foto Tetsuya ketika anak itu tengah duduk di bangku rumah sakit beberapa minggu yang lalu.

Sangat mencurigakan memang, dan bukankah tadi Himuro juga mengatakan kalau poster pencarian bantuan pegawai untuk kafe ini belum sempat dicetak dan disebarkan? Lalu bagaimana Sei bisa mendapatkannya untuk Tetsuya?

Benar-benar misterius, dan bila sebelumnya Tetsuya mematahkan teorinya mengenai Sei adalah seorang penguntit, kali ini dirinya benar-benar yakin kalau pemuda berambut merah darah tersebut adalah seorang penguntit dirinya. Memikirkan sosok Kuroko Tetsuya yang memiliki penguntit macam Sei tersebut langsung membuat bulu roma miliknya berdiri, dan getaran penuh ketakutan pun tiba-tiba saja melanda tubuh kecilnya, secara tidak langsung membuat Tetsuya memeluk tubuhnya sendiri.

Tuhan... apa yang aku perbuat di masa lalu sampai Kau memberiku seorang penguntit macam ini? Tanya Tetsuya dalam hati.

Remaja itu terlalu larut dalam pikirannya sendiri sampai-sampai ia tidak sadar Himuro sudah berdiri di samping meja tempat Tetsuya duduk dan memberikan sepiring kecil strawberry shortcake padanya. Pemuda berambut hitam dengan wajah yang lembut itu hanya bisa menggeleng kecil melihat kelakuan Tetsuya, dalam benaknya pasti Tetsuya tengah memikirkan apa yang harus ia katakan pada sang pemilik kafe bila orang itu datang. Karena tidak ingin mengganggu konsentrasi Tetsuya, Himuro pun membawa nampan yang ia gunakan sebagai wadah kue tadi menggunakan kedua tangannya sebelum tersenyum kecil.

"Kau terlihat begitu tegang, Kuroko-kun," ujar Himuro dengan lembut, pemuda yang memiliki tahi lalat di wajahnya itu hanya tersenyum kecil sebelum beranjak dari tempatnya berdiri di samping meja tempat Tetsuya menunggu.

Menoleh karena ada suara yang berbicara padanya, Tetsuya pun sedikit tertegun dengan kehadiran Himuro yang sudah ada di sana. Ekspresi wajah remaja itu mungkin masih terlihat begitu datar dan tanpa emosi yang terbenam di sana, namun kedua mata biru langitnya sudah cukup mengisyaratkan akan apa yang ada di dalam kepalanya. Perasaan gugup serta ketakutan karena teori yang ia ciptakan mengenai 'Sei-adalah-seorang-penguntit' bisa terlihat jelas di sana, maka tidak heran kalau Himuro menghadiahinya senyuman kecil yang menenangkan, layaknya seorang ibu yang memberikan senyuman hangat kepada anak-anaknya.

"Ano... Himuro-kun, boleh aku bertanya sesuatu?" Tanya Tetsuya secara tiba-tiba, suaranya yang sedikit kecil namun cukup terdengar jelas oleh Himuro pun membuat pemuda yang berusia lebih tua dari Tetsuya itu pun berhenti dari kegiatannya sebelum menoleh ke arah Tetsuya.

"Tentu, Kuroko-kun. Apa yang ingin kau tanyakan padaku?"

Tetsuya menggigit bibir bawahnya untuk beberapa detik, mengisyaratkan kegugupannya serta keraguan yang tengah melanda tubuh kecilnya. Apapun itu pasti tidak terlalu buruk, mungkin seperti itulah yang Himuro pikirkan sehingga pemuda brambut hitam legam itu pun tanpa basa-basi lagi menghadiahi sang remaja penyuka vanilla milkshake tersebut sebuah senyuman hangat lagi.

"Apa Himuro-kun tahu tentang gambar yang terpajang di dinding kafe itu?" Tetsuya pun akhirnya bersuara seraya tangan kanannya menunjuk ke arah kumpulan foto yang terbingkai rapi pada dinding kafe.

"Ah... foto-foto itu," gumam Himuro dengan pelan, kedua manik obsidian hitamnya itu menatap satu demi satu bingkaian gambar yang terpajang di sana sampai keduanya menemukan foto yang dimaksud oleh Tetsuya. Untuk beberapa saat lamanya pemuda yang telah menginjak usia kepala dua itu hanya terdiam, tidak ada suara yang keluar dari belahan mulutnya sampai pada akhirnya membuat Tetsuya serasa masuk ke dalam ruangan pengadilan yang menunggu keputusan hakim untuk beberapa saat lamanya. "Kalau Kuroko-kun penasaran dengan asal mereka, mungkin kau bisa bertanya pada pemilik kafe atau Atsushi nantinya."

"Atsushi?"

Himuro tersenyum lagi sebelum menoleh pada sahabat dari adik angkatnya itu. "Murasakibara Atsushi adalah co-founder dari Yosen Cafe, dia adalah teman kuliahku di universitas dan sekarang mengambil kerja sambilan di tempat ini juga. Kurasa yang memajang foto-foto itu semua adalah Atsushi, jadi seharusnya ia tahu siapa fotografer dari semua foto-foto ini," di sini ada rasa penasaran yang tercetak pada wajah Himuro sebelum ekspresi tersebut menghilang. "Kalau boleh aku katakan, foto yang ada di tengah itu sangat mirip dengan fotomu, Kuroko-kun. Tapi kurasa itu tidak mungkin 'kan?!"

Tetsuya ingin memutar kedua bola matanya karena pernyataan Himuro yang terakhir, andai saja Himuro tahu kalau foto yang terpajang dengan nama yang memalukan itu adalah foto Kuroko Tetsuya bisa dipastikan pemuda berambut hitam tersebut tidak akan melontarkan tawa kecil seperti sekarang ini. Merasa tidak menemukan kalimat yang cocok untuk menyahuti perkataan Himuro, Tetsuya memilih untuk diam dalam beberapa detik sebelum perhatiannya teralihkan pada bunyi bel yang dipasang di pintu berbunyi, menandakan kalau ada pengunjung yang datang, atau seseorang.

Kedua mata berwarna biru langit tersebut menatap sosok orang yang memasuki kafe kecil tersebut, dan perlahan kedua bola mata milik Tetsuya melebar saat ia melihat siapa orang tersebut. Mungkin Tetsuya bukanlah orang yang terlalu peduli pada fashion atau berita mengenai selebritis seperti orang-orang pada umumnya, namun ia pernah melihat orang tersebut sebelumnya dari majalah yang sering ditunjukkan Kise padanya. Dan bagaimana bisa Tetsuya melupakan kalimat yang diucapkan oleh Himuro beberapa saat yang lalu mengenai nama orang tersebut adalah sebuah kesalahan yang sangat bodoh.

Kedua matanya terus menelusuri sosok orang baru tersebut sebelum mereka jatuh pada sebuah bungkus makanan ringan yang dipegang oleh orang itu dan kemudian kembali pada orang yang memegangnya.

Orang itu adalah seorang laki-laki bertubuh tinggi, mungkin hampir dua meter atau malah lebih dari itu dengan rambut berwarna ungu sebahu. Bisa dikatakan kalau pemuda berambut ungu tersebut terlihat tampan meskipun sorot mata kemalasan selalu berbaur dan melekat erat padanya, namun yang tidak bisa Tetsuya lupakan mengenai orang ini adalah dia seorang model serta chef junior terkenal yang dielu-elukan oleh orang banyak.

"Dia adalah Murasakibara Atsushi, chef junior yang sangat terkenal karena kemampuan memasaknya itu bisa dikatakan sangat mendewa, Kurokocchi...Ah... aku jadi ingin bertemu dengannya-ssu!"

Suara Kise yang cempreng terngiang kembali di dalam benak Tetsuya ketika pemuda berambut pirang tersebut memperlihatkan seorang figur yang tertera dalam cover sebuah majalah terkenal yang bernama Miracle Magazines. Saat itu Tetsuya tidak terlalu mendengarkan penjelasan Kise yang panjang lebar mengenai sang model terkenal yang menghiasi wajah dari majalah tersebut, namun kala itu juga baik dirinya dan Kagami sempat melirik sang figur untuk beberapa saat lamanya. Saat ini Tetsuya sedikit menyesal akan mengapa dirinya menghiraukan penjelasan yang Kise berikan, mungkin saja kalau ia lebih mendengarkannya (Meskipun ia harus melalui penderitaan yang Kise berikan secara tidak sadar) pasti remaja berambut biru langit tersebut tidak akan tampak seperti orang bodoh ketika dirinya melihat sosok Murasakibara Atsushi secara langsung seperti ini.

"Dia seorang model," itu bukanlah sebuah pertanyaan, namun sebuah pernyataan yang keluar dari bibir Tetsuya tidak lama setelah pemuda yang memiliki tubuh di atas rata-rata orang Jepang tersebut memasuki Yosen Cafe.

"Iya, Atsushi adalah seorang model karena profesinya sebagai chef junior, Kuroko-kun. Kurasa kau pernah melihatnya di beberapa media, ia cukup terkenal di kalangan para fansnya," ujar Himuro sambil tersenyum simpul, sepertinya tahu akan apa yang Tetsuya pikirkan saat ini. "Atsushi!"

Panggilan yang diberikan oleh Himuro itu nyatanya membuat perhatian Murasakibara Atsushi yang nampak malas tersebut tertuju pada pemuda berambut hitam, mengundangnya untuk datang ke meja kecil tempat Tetsuya tengah menunggu.

Tetsuya bisa merasakan dadanya berdegup sedikit kencang karena kegugupan yang ia rasakan kali ini, dalam hati pula ia berharap ada lubang hitam yang muncul di bawah pijakan kursi yang ia tempati sehingga secara langsung bisa membawa Tetsuya pergi dari tempat ini. Tapi, apa yang harus ia gugupkan? Apakah ini karena dirinya akan berhadapan dengan salah satu orang yang terkenal? Atau mungkin karena orang berambut ungu tersebut adalah co-founder kafe ini sehingga ia bisa menentukan nasib Tetsuya di masa depan akankah ia dapat pekerjaan di sini apa tidak? Dan atau mungkin karena Murasakibara adalah satu dari beberapa orang yang mengetahui informasi mengenai fotonya yang terpajang di dinding kafe? Apapun alasannya Tetsuya merasa sedikit tidak siap akan semuanya.

"Muro-chin," sahut Murasakibara dengan malas, tatapannya yang malas tersebut menyapu pada sosok sang pemuda berambut hitam yang barusan memanggilnya untuk datang sampai pada sosok kecil yang tengah duduk di meja di hadapannya tersebut. "Dan... Kuro-chin."

Tetsuya menatap sosok besar dari Murasakibara Atsushi untuk bebearapa saat lamanya. Ia mencoba untuk mencerna akan apa yang Murasakibara tengah katakan atau lebih tepatnya memanggil namnya, sebuah hal yang menurut Tetsuya sangat ajaib karena seingat dirinya ia belumlah memperkenalkan dirinya di hadapan Murasakibara, tapi pada kenyataannya Murasakibara telah mengetahui namanya dan bahkan memberinya embel-embel "chin" di belakang namanya seperti ia memanggil Himuro.

"Murasakibara-san, anda tahu nama saya?" Tanya Tetsuya dengan penuh rasa penasaran meskipun dalam pandangan orang lain ia masih terlihat begitu datar.

Tatapan yang datar itu beradu argumen dengan tatapan malas dari sang chef junior selama beberapa detik lamanya tanpa ada suara kecil pun yang terdengar di antara keduanya setelah pertanyaan Tetsuya terlontar. Argumen diam yang terjadi di antara mereka pun terjadi, Tetsuya menerka dan Murasakibara hanya diam, namun remaja itu sangat tahu kalau di balik tatapan malas itu Murasakibara mengetahui sebuah jawaban yang sangat ia inginkan. Atau seperti itulah yang ada di dalam benaknya.

Ia beralih dari tujuannya yang semula untuk melamar pekerjaan, pikirannya telah mempengaruhi nuraninya untuk bertindak dan mengungakapkan sebuah misteri yang selama ini membuat Tetsuya semakin penasaran.

Pertemuan itu, jepretan kamera tersebut, lalu selebaran yang diselipkan padanya sampai fotonya yang terpajang di tempat ini membuat kepala Tetsuya serasa penat. Jawabannya atas pertanyaannya hanya satu, dan semua itu terselip dalam tatapan malas yang Murasakibara berikan padanya saat itu.

"Mungkin," sahut Murasakibara.

Nada yang masih datar dan gelagat yang begitu tenang, seolah perkataannya barusan bukanlah hal yang sangat penting maupun menarik perhatiannya, bahkan pemuda bertubuh besar itu serasa tidak bersalah telah membuat remaja manis di hadapannya itu terkejut atau malah semakin penasaran.

"Murasakibara-san." Panggil Tetsuya, tatapan datarnya masih terpatri dengan manis di wajahnya, namun rasa kesal yang tersembunyi pun kini sedikit tampak meskipun orang-orang tak akan menyadarinya tanpa kejelian yang melekat pada diri mereka.

"Iya?"

"Apa maksudnya dengan mungkin?" tanya Tetsuya, ia mencoba untuk kalem.

Makhluk bertubuh besar yang tengah Tetsuya pandangi itu dengan santainya mengendikkan bahunya, tanda kalau ia sepertinya tidak terlalu peduli dengan pertanyaan Tetsuya tersebut. Hal yang ia lihat di hadapannya itu sukses membuat remaja penggemar susu kocok rasa vanilla tersebut sedikit dongkol, kesal sekali sehingga ia ingin mencubit pipi titan yang ada di hadapannya tersebut. Namun karena Tetsuya adalah anak yang selalu diajari sopan santu oleh mendiang kedua orangtuanya serta neneknya, ia pun mengurungkan niatnya. Bahkan, andaikata makhluk manis tersebut nekat untuk melakukannya maka yang ada Tetsuya sendirilah yang rugi. Bukannya pulang membawa hasil, entah itu pekerjaan maupun informasi mengenai mengapa fotonya bisa terpajang, yang ada ia akan pulang tinggal nama saja. Tentunya Tetsuya tidak akan melakukan hal yang mengancam jiwa raganya.

Kembali ke subjek permasalahan, remaja itu mencoba untuk menahan rasa kesalnya, ia pun menghela nafas beberapa kali dalam hari itu untuk memperpanjang rasa sabarnya.

"Murasakibara-san, saya sedang bertanya di sini. Tolong jawab pertanyaan saya," ujar Tetsuya dengan suara lembut namun tegas.

Tatapan malas dari Murasakibara itu terlihat begitu datar, emosi yang berkelebat di sana tidak bisa diartikan oleh Tetsuya barang sedetik saja.

"Atsushi..." kali ini Himuro yang berdiri di samping keduanya menimpali, kemungkinan besar pemuda berambut hitam legam itu merasa sedikit tidak nyaman akan ketegangan di antara bos serta tetangganya tersebut, sehingga ia pun ingin menengahi dengan cara memanggil nama bosnya itu.

Murasakibara mengalihkan tatapannya dari Tetsuya ke arah Himuro.

"Muro-chin... aku kangen~" ujar pemuda bertubuh jakung tersebut, dan secara langsung ia pun memeluk tubuh Himuro dan mengusap-ngusap wajahnya pada rambut hitam milik Himuro.

"A-Atsushi..."

Disuguhi pemandangan yang aneh seperti ini tentu membuat siapa saja menjadi tertegun, bingung, serta bertanya-tanya akan apa yang terjadi dan mengapa bisa hal seperti ini bisa terjadi. Hal ini pun juga tidak berbeda dengan Tetsuya yang masih terlihat terkejut, ini adalah pertama kalinya ia melihat seorang laki-laki tengah memeluk laki-laki lain dengan begitu mesranya.

Apa mereka...homo... pikir Tetsuya, yang kala itu masih diabaikan oleh keduanya.

"Kuroko-kun... maaf, Atsushi memang seperti ini kalau ia sedang ingin manisan," ujar Himuro yang tiba-tiba, ia memberikan sebuah permen lolipop yang ia dapat dari balik saku celananya pada Murasakibara. Otomatis membuat pemuda bertubuh tinggi tersebut melepaskan tubuhnya.

Tetsuya yang masih tertegun tak bisa mengatakan apa-apa, ia tak boleh menilai orang hanya melalui kontak visual saja, terlebih lagi Tetsuya datang ke sini bukan untuk menilai orang lain, namun untuk melamar pekerjaan dan juga menanyakan informasi mengenai gambarnya yang terpajang di dinding kafe tersebut, yang terakhir ini adalah tambahan.

"Terima kasih, Muro-chin," ujar Murasakibara dengan nadanya yang masih malas, namun keduanya dapat mendengar kegembiraan yang sama berada di dalamnya. Tanpa basa-basi lagi pemuda itu pun membuka bungkus lolipop dan langsung memasukkan batangan yang manis itu ke dalam mulutnya. "Dan Kuro-chin, mengenai foto itu kurasa Sei-chin jauh lebih tahu daripada aku."

Tetsuya mengerjapkan kedua matanya mendengar nama yang aneh keluar dari mulut Murasakibara. Siapa itu Sei-chin? Seperti itulah pertayaan yang timbul di benak Tetsuya kala itu.

Bayangan seorang pemuda berambut merah darah yang ditutupi oleh topi dan bermata hetrokrom tiba-tiba terlintas di benak Tetsuya.

"Ano... Murasakibara-san, apa Sei-chin yang Murasakibara-san maksud itu adalah Sei-kun? Laki-laki muda berambut merah darah dan bermata heterokrom? Satu warna matanya merah delima dan satunya lagi kuning keemasan," kata Tetsuya, ia sedikit ragu menanyakan hal ini, namun ia sudah terlanjut penasaran.

"Ternyata Kuro-chin sudah bertemu dengan Sei-chin ternyata, tidak heran mungkin ya... mengingat Kuro-chin adalah model dari Sei-chin,"

"Model? Apa maksudnya itu?"

"Jadi Kuro-chin tidak tahu?"

Hanya sebuah gelengan kepala saja sebagai jawaban, dan dengusan kecil pun berujung sebagai jawaban dari gelengan kepala Tetsuya.

"Kalau begitu lebih baik Kuro-chin melupakan apa yang aku katakan tadi, aku tidak mau Sei-chin menghukumku karena membocorkannya."

Apa-apaan itu? Jawaban yang terlontar dari mulut Murasakibara itu mirip sekali dengan ungkapan dalam pemberian harapan palsu, dan semangat Tetsuya yang menggebu-gebu untuk mengetahui jawaban yang sedari tadi ia nanti pun kandas. Ia pun pada akhirnya protes kepada pemuda bertubuh tinggi tersebut, hanya saja sang koki serta model muda tersebut hanya menggelengkan kepalanya saja sebagai balasan, murni sekali kalau Murasakibara tidak ingin menjawab pertanyaan yang dilontarkan oleh Tetsuya.

Kesal, begitulah emosi yang mendominasi remaja bertampang manis tersebut. Mau marah namun ia tidak bisa, ingin protes kepada Murasakibara dan memaksanya untuk menjawab pertanyaannya malah terlihat seperti orang yang tidak tahu sopan santun, dan Tetsuya pantang untuk melakukan hal itu. Satu-satunya hal yang bisa ia lakukan lagi adalah menghela nafas, mencari kesabaran yang diberikan oleh Tuhan.

Meskipun Tetsuya merasa kurang puas akan jawaban yang diberikan oleh Murasakibara, namun sebuah petunjuk pun akhirnya mampu ia dapatkan, yaitu identitas dari fotografer yang mencuri gambarnya secara diam-diam. Tetsuya tidak pernah percaya dengan apa yang namanya kebetulan, dan kali ini firasatnya memang sangat kuat. Murasakibara mengatakan kalau Tetsuya adalah model dari pemuda berambut merah darah tersebut, artinya sang fotografer tidak lebih dari seorang penguntit yang suka memotretnya secara diam-diam serta tanpa izin. Benar-benar orang yang kurang ajar, Tetsuya mengatakannya dalam hati.

Kembali ke permasalahan semula, mengenai pekerjaan yang ingin Tetsuya tawar, akhirnya remaja penggemar susu kocok rasa vanilla tersebut kembali menatap Murasakibara untuk sekali lagi.

"Ano... Murasakibara-san," panggil Tetsuya lagi, dan sekali lagi membuat perhatian dua orang pemuda yang berusia jauh lebih tua dari dirinya itu memberikan perhatian mereka kepada dirinya.

"Iya, Kuro-chin," jawab Murasakibara, kelihatannya permen lolipop pemberian dari Himuro sudah tandas ia telan sehingga tinggal batangnya saja yang tertinggal.

Tetsuya yang telah mengumpulkan keberanian selama seharian ini akhirnya mencoba mengutarakan apa yang ingin ia katakan.

"Begini, Murasakibara-san. Saya mendapat selebaran ini dari seseorang," di sini Tetsuya menyerahkan selebaran yang ia dapat dari Sei kepada Murasakibara. "Dan di sini dikatakan kalau kafe ini tengah membutuhkan pegawai, oleh karena itu Saya ingin melamar untuk bekerja di sini. Saya sangat membutuhkan pekerjaan ini, kalau diperbolehkan saya ingin bekerja di sini."

Di akhir ucapannya itu Tetsuya membungkukkan badannya sebagai tanda hormat, mencoba bersikap sopan untuk menarik simpati salah satu pendiri kafe ini, namun hanya rasa sunyi yang bisa Tetsuya terima.


Matahari sudah tenggelam di ufuk barat, bahkan langit malam yang gelap pun juga telah menggantikan warna langit terang yang beberapa jam lalu masih ada di atasnya sebagai penggembira sejati. Meskipun langit malam yang dihiasi oleh bintang-bintang di sana, keceriaan itu tidak mampu menembus pertahanan suram yang terus menyelubungi remaja berwajah manis dan bernama Kuroko Tetsuya itu.

Realita menyakitkan yang ia terima sore tadi membekas begitu dalam di dalam hatinya. Tidak hanya Tetsuya tahu dirinya memiliki sebuah penguntit yang menakutkan, bahkan pekerjaan yang ia harapkan pun juga tidak kunjung ia terima, hanya digantungkan sebelum ditolak oleh Murasakibara. Alasan klasik pun masih terpajang untuk Tetsuya, ia masih sekolah dan ia tidak boleh bekerja di usia sekolahnya seperti ini.

Berjalan dengan langkah yang sangat gontai, Tetsuya merasa dirinya sudah patah semangat, seperti nyawanya telah melayang jauh dari tubuh mungilnya.

Tuhan, Dari mana aku bisa mendapatkan lima juta yen untuk biaya operasi nenek? Apakah aku harus menyerah? Tapi... kalau aku menyerah di sini, bagaimana dengan nasib nenek? Tanya Tetsuya dalam hati, ia pun berhenti di sebuah halte bus dan berdiri di sana dengan keningnya menempel pada tiang besi yang ada di sana. Sensasi dingin dari tiang besi itu pun tak mampu membuat pikirannya jernih.

Pembicaraannya dengan Kagami beberapa saat yang lalu akhirnya kembali lagi, bila ia tidak bisa mendapatkan pekerjaan maka satu-satunya yang bisa ia lakukan adalah menjual diri kepada laki-laki hidung belang di luar sana. Sebuah pekerjaan yang sangat hina, menjadi kupu-kupu malam di usia belia seperti ini, pikirnya lagi seraya mengepalkan kedua tangannya.

Pikirannya begitu kalut, kewajibannya untuk mencari uang demi sang nenek memang membuatnya mengambil jalan pintas. Ia tidak mungkin meninggalkan sang nenek melihat wanita yang telah menginjak usia senja itu adalah satu-satunya orang yang Tetsuya miliki, namun apa daya dirinya? Ia hanyalah seorang murid SMA yang sangat lemah, bahkan sering tak dianggap oleh orang lain.

Tuhan, kenapa Kau begitu kejam padaku? Kenapa Kau memberiku cobaan seperti ini? Raung Tetsuya dalam hati, ekspresi wajahnya yang sendu itu membuatnya semakin menyedihkan bila dilihat dari luar.

Dengan tubuh yang masih terbalut seragam sekolah, remaja itu masih tak mampu beranjak dari tempatnya berdiri, bahkan hari yang malam pun tidak ia hiraukan karena permasalahan pelik yang tengah ia miliki tersebut.

Kalaupun jalan satu-satunya adalah dengan dirinya menjual diri untuk menutupi biaya pengobatan sang nenek, maka hal itu pun akan Tetsuya lakukan, dan niatnya itu pun sudah mantap. Anak itu sudah putus asa mencari pekerjaan ke sana kembari dan hasilnya pun nihil, sehingga ini adalah jalan satu-satunya.

Masa bodoh dengan semua ini! Ujarnya mantap.

Remaja itu mengangkat wajahnya seraya mengangguk singkat, memantapkan niatnya tanpa ada rasa gentar sedikit pun. Selama ia begitu larut dalam pandangan, Tetsuya sepertinya tak menyadari kalau ada sepasang mata predator tengah mengamatinya sedari tadi, dan ia pun baru menyadarinya ketika remaja itu sudah kembali ke alam sadarnya.

Menoleh ke samping, Tetsuya menemukan seorang laki-laki dewasa yang kemungkinan berusia 40 tahunan tengah berdiri tidak jauh dari dirinya. Laki-laki itu mengenakan jas bagus berwarna hitam dengan dasi berwarna merah, dan melihat penampilannya itu Tetsuya bisa menyimpulkan kalau ia adalah orang kaya. Pertanyaannya adalah apa yang dilakukan orang kaya di tempat seperti ini? Dan apa kah itu nafsu yang terlihat di mata laki-laki dewasa tersebut.

Menyadari tatapannya terbalaskan, laki-laki berjas hitam itu pun berjalan menghampiri Tetsuya dengan senyuman mengembang di bibirnya.

"Anak yang manis, apa kau kemalaman?" tanya laki-laki itu dengan pelan, membuat Tetsuya diam bergeming.

Neneknya selalu bilang kalau Tetsuya tidak boleh berbicara dengan orang asing yang tak dikenalnya dan tidak memiliki urusan dengan dirinya, sebab itu sangat berbahaya. Namun, nasehat itu harus ia abaikan demi satu tujuan yang pasti. Mencari uang.

Tetsuya mungkin adalah orang yang sangat polos dan tidak mengerti betapa bahayanya dunia luar di malam hari, namun ia bisa mengartikan pandangan yang diberikan oleh laki-laki dewasa tersebut. Laki-laki yang bertubuh sedikit gendut dengan perut buncit itu menginginkannya, dan melihat tempat Tetsuya berdiri seperti sekarang maka kemungkinan laki-laki itu mengira Tetsuya adalah pelacur di bawah umur yang tengah menjajakan dirinya.

Pucuk dicinta dan ulam pun tiba, meskipun Tetsuya merasa jijik namun ia akan melakukan hal ini. Demi uang untuk nenek, apapun akan ia lakukan.

Menelan ludah untuk menghilangkan kegugupanya serta rasa jijiknya, Tetsuya pun memberikan senyuman singkat dan menundukan wajahnya, memberikan kesan malu-malu dan ini pun membuat birahi sang pengamat semakin melunjak. Tetsuya memejamkan kedua matanya, tidak sanggup melihat sosok laki-laki itu karena perutnya keburu mual, namun ia bisa merasakan kalau laki-laki mata keranjang itu saat ini tengah berdiri di hadapan remaja itu, memperhatikannya dengan seksama.

Tuhan, berikan aku kekuatan! Teriak Tetsuya dalam hati. Wajahnya dibelai dengan lembut oleh tangan besar itu, ia pun semakin merapatkan kedua matanya saat ia merasakan nafas busuk dari laki-laki berbadan besar tersebut berhembus dan mengenai wajahnya.

"Jadi... berapa tarifmu semalam, sayang? Sebutkan saja semaumu," bisik laki-laki itu, bibirnya menyentuh cuping telinga Tetsuya dengan sensual, namun efeknya membuat Tetsuya semakin mual dan ingin muntah. Lengan besar itu pun memeluk pinggang langsing Tetsuya, memaksanya mendekat sampai tubuh keduanya menempel.

Tetsuya risih dan juga jijik, apalagi ketika ia merasakan benda keras dari selangkangan laki-laki itu menggesek pahanya.

"Katakan, sayang... kita bisa bersenang-senang malam ini, berapa pun maumu akan aku berikan. Aku ini orang kaya, uang bisa kubuang secara percuma," ujar laki-laki itu dengan sombongnya. Tetsuya sedikit kesal, di sini ia saja mencoba mencari uang sampai harus menjual dirinya, sementara laki-laki itu dengan sombongnya malah mengatakan ia bisa membuang uangnya tanpa ada rasa peduli.

Berapapun katanya? Batin Tetsuya mencelos, dirinya benar-benar jatuh ke dalam kubangan hitam dan sepertinya ia tidak bisa keluar dari lembah penderitaan ini.

"Kau sangat manis, dan kurasa aku akan puas dengan servis yang akan kau berikan malam ini. Aku tidak sabar untuk merasakan surga duniamu itu memuaskan adik kecilku ini semalaman suntuk, ah ya... kurasa kau akan menyukainya juga," bisik laki-laki itu lagi. "Jadi... katakan berapa tarifmu selama semalam!"

Kesempatan ini tidak akan datang dua kali 'kan? Baiklah, Tetsuya akan melakukannya. Membuka kedua mataya, ia pun mendongak ke atas dengan perlahan dan menatap wajah menjijikkan laki-laki bermata keranjang itu. Remaja itu bisa melihat senyuman mesum dan tatapan menelanjangi milik laki-laki tersebut.

"J-jadi tuan ingin memakai saya?" tanya Tetsuya, mencoba untuk bersikap polos dan di sini ia mendapatkan anggukan serta belaian pada pantatnya sebagai jawaban. "Lima juta yen, tuan. Tarif saya adalah lima juta yen selama semalam."

"Hee... tidakkah itu terlalu mahal?" tanya laki-laki itu, namun senyuman itu masih tidak lepas pada bibirnya.

Tetsuya menggeleng, mencoba menekan rasa jijik pada tubuhnya agar tidak kentara di luar.

"Saya rasa tidak, terlebih saya belum pernah sekalipun dijamah oleh orang lain. Jadi..."

Kalimat itu tidak dilanjutkan karena orang bisa menerka-nerka kalau ia masih suci di sini. Laki-laki itu menatap Tetsuya untuk beberapa saat sebelum senyuman yang kelihatan mesum itu melebar dan merekah membentuk sebuah seringai.

"Hoo... aku akan menyukainya. Lima juta yen bukanlah sebuah masalah bagiku, aku akan memberikannya padamu asalkan kau mau melayaniku semalaman suntuk. Kau harus mau menuruti perintahku!" ujar laki-laki berbadan gemuk itu lagi, rambut hitamnya yang terlihat berminyak itu tertimpa cahaya bulan dan membuat Tetsuya menengguk ludah beberapa kali.

"I-iya..."

Sebuah perjanjian pun sudah terjalin, dan rasanya Tetsuya harus pasrah kali ini karena kesuciannya akan terenggut oleh laki-laki hidung belang yang ia yakini sudah memiliki istri dan anak tersebut. Namun ia melakukan ini bukan karena ia suka, melainkan sangat terpaksa.

Sedikit yang Tetsuya dan laki-laki itu tahu, seseorang telah memperhatikan interaksi keduanya dengan lekat, atau lebih tepatnya memperhatikan Tetsuya sedari tadi. Dan kedua mata berbeda warna itu terlihat begitu murka, sampai tanpa sadar ia menggenggam kameranya dengan begitu kuat dan tanpa sengaja meremukkannya dalam sebuah genggaman tangan.


AN: Terima kasih kepada teman-teman yang sudah bersedia untuk mampir dan membaca guratan sederhana ini

Author: Sky