Disclaimer: Kuroko no Basuke bukanlah milikku, tapi milik dari Fujimaki Tadatoshi

Warning: AU, Slash, OOC, OC, typo, etc

Rating: T

Genre: Romance, drama, friendship


SPIRAL

By

Sky


"Maafkan kami, Kuroko-kun, tapi kondisi Kuroko-san benar-benar tidak memungkinkan untuk dirawat begitu saja. Beliau memerlukan penanganan medis yang lebih dari ini, selain itu beliau juga perlu untuk segera dioperasi untuk mengangkat tumor itu,"

Kata-kata yang terucap dari mulut seorang dokter paruh baya yang baru saja berbicara dengannya beberapa saat yang lalu itu tidak bisa lepas begitu saja dari ingatan Tetsuya, kata-katanya yang menggaung dan penuh akan peringatan itu sudah mirip dengan rekaman kaset rusak yang setiap kali terus berputar serta berdengung di dalam kepalanya tiada henti, bahkan ketika Tetsuya pun ingin melupakannya serasa ia tidak bisa melakukannya.

Remaja yang baru menginjak usia 16 tahun itu menghentikan langkah kakinya yang kala itu tengah menyusuri koridor rumah sakit tempat sang nenek tengah dirawat, beberapa perawat yang tidak menyadari kehadirannya itu hanya berlalu lalang di sana seolah-olah Tetsuya adalah angin lalu, begitu pula dengan beberapa keluarga pasien lainnya yang menyusuri lorong rumah sakit itu juga tidak mengindahkan keberadaan remaja bertubuh mungil tersebut. Tetsuya tidak terlalu mengkhawatirkan masalah itu, selain karena dirinya sudah sering diabaikan sebab hawa keberadaannya yang begitu tipis, saat ini pikirannya pun juga tidak bisa berkonsentrasi pada satu hal apapun kecuali keadaan sang nenek yang saat ini tengah dirawat di dalam rumah sakit tersebut.

Sudah seminggu penuh lamanya nenek Tetsuya berada di rumah sakit ini setelah ia menemukannya pingsan di dapur, dan seminggu pula lamanya lah Tetsuya tidak bisa tidur nyenyak karena memikirkan kondisi sang nenek yang menurutnya setiap hari semakin bertambah parah. Kali pertama dalam hidupnya ini Tetsuya merasakan ketakutan yang begitu besar, ia takut kalau Tuhan mengambil satu-satunya orang yang bisa menjadi tumpuan hidupnya selama ini setelah kedua orangtuanya meninggal, ia takut dirinya harus hidup seorang diri di dunia yang ia yakini sangat kejam tersebut.

Langkah kaki Tetsuya yang beberapa saat yang lalu sempat terhenti pun kini kembali bergerak untuk menyusuri koridor rumah sakit yang panjang tersebut, pikirannya yang tengah kalut dan memikirkan akan perkataan dokter yang merawat sang nenek itu membuatnya berjalan seperti seorang zombie yang tidak tahu akan tujuannya, namun jalan otomatis menuju sang kamar nenek itulah yang menjadi tujuan utama Tetsuya berjalan sekarang ini. Aroma khas rumah sakit yang begitu menyengat itu ia hiraukan begitu saja, bahkan cat putih yang begitu membosankan dan mendekorasi tempat ini pun hanya ia lihat tidak lebih dari sebuah dekorasi umum saja tanpa ada perasaan tersendiri yang sering ia lakukan ketika melihat hal-hal aneh dalam kehidupannya.

Helai rambut biru langitnya tersebut bergoyang singkat seiring dengan langkah kakinya ke depan, membuat sebuah pemandangan yang sedap dipandang mata meski sang pemilik dari helaian halus itu tidak menampakkan sorot emosi apapun kecuali kekhawatiran yang terpancar begitu jelas pada kedua matanya, yang bisanya hanya nampak akan garis kedataran tanpa emosi yang menyelubunginya. Tetsuya pun menoleh ke samping saat kedua kakinya itu berhasil membawanya unuk menuju ke kamar milik sang nenek yang kini tengah dirawat, ia pun lantas tidak langsung masuk ke dalam, melainkan hanya berdiri di hadapan pintu yang tidak tertutup dengan sempurna tersebut dalam diam.

Dari celah pintu yang tidak tertutup itu Tetsuya bisa melihat rupa sang nenek yang saat ini terlihat begitu damai, tengah duduk di atas tempat tidur bersprei putih dengan sebuah buku yang terbuka di atas pangkuannya. Dalam sekali lihat, baik Tetsuya maupun orang lain tidak akan tahu kalau sebenarnya sang nenek yang bertubuh renta itu tengah mengidap sebuah penyakit yang begitu parah, sebab dalam sekali lihat itu Kuroko Tomoe terlihat begitu damai dan besahaja seperti biasanya. Genggaman tangan Tetsuya yang mencengkeram gerendel pintu tersebut semakin erat ketika ingatannya akan perkataan dokter tadi kembali terngiang dalam pikirannya, neneknya yang begitu baik itu tidak memiliki waktu banyak untuk tinggal di dunia ini bila ia tidak menjalani operasi, namun untuk melakukan penanganan medis yang lebih jauh lagi juga akan mendapatkan hasil yang tidak pasti pula. Kemungkinan bertahan hidup Kuroko Tomoe adalah lima puluh persen meskipun ia sudah menjalani operasi pengangkatan tumor nantinya, namun setidaknya kesempatan bertahan hidup itu pun jauh lebih besar daripada tidak menjalani operasi pengangkatan tumor yang dianjarkan oleh dokter.

Hanya saja masalahnya sekarang ini adalah biaya untuk operasi serta pengobatan yang dilakukan oleh sang nenek tidaklah memakan biaya yang sedikit, butuh uang yang banyak untuk operasi sang nenek, belum lagi biaya untuk pengobatan yang harus dijalani oleh sang nenek setelah operasi dilakukan, serta biaya kehidupan mereka berdua nanti. Tetsuya mendesah lelah ketika ia memikirkan hal tersebut, uang warisan yang ditinggalkan oleh kedua orangtuanya tidaklah banyak, cukup untuk biaya kehidupan mereka sehari-hari namun hal itu pun rasanya sangat mustahil untuk digunakan biaya pengobatan sang nenek. Apakah remaja yang baru berusia 16 tahun itu harus bekerja? Tapi rasanya akan mustahil juga menemukan pekerjaan untuk dirinya mengingat Tetsuya adalah anak dibawah umur dan tidak seharusnya ia bekerja, terlebih lagi dengan hawa keberadaannya yang kelewat tipis itu membuatnya semakin kesulitan untuk menemukan pekerjaan nantinya, tapi bila ia tidak bekerja maka ia takut tidak bisa menanggung biaya kesehatan sang nenek yang saat ini sangat membutuhkannya.

Terlalu larut dalam pikirannya sendiri, Tetsuya pun tidak sadar kalau sang nenek yang sedari tadi tengah membaca sebuah buku di dalam kamar itu pun kini meletakkan buku yang tengah ia baca dan menoleh ke arah Tetsuya, yang masih berdiri di depan pintu yang sedikit terbuka tersebut.

"Tetsuya, kenapa tidak masuk?" tanya Kuroko Tomoe. Senyuman yang hangat itupun terulas begitu manis di wajah sang nenek, menarik garis-garis keriput pada wajah yang telah dimakan oleh usia tersebut, namun tidak menyembunyikan fakta kalau Kuroko Tomoe dulunya adalah seorang wanita yang sangat cantik. Wanita yang berstatus sebagai pasien rumah sakit umum Tokyo dan nenek dari Kuroko Tetsuya itu pun menutup buku yang ia letakkan begitu saja di atas pangkuannya, ia pun melambaikan tangan kanannya pada Tetsuya yang masih mematung di sana, memanggilnya untuk segera masuk ke dalam kamar dan menemani sang nenek tersebut.

"Ah…." Hanya itu yang bisa Tetsuya keluarkan ketika sang nenek rupanya menyadari keberadaanya, tanpa mengucapkan sepatah kata apapun Tetsuya membuka pintu kamar tersebut sedikit lebar dan mempersilakan dirinya sendiri masuk ke dalam sebelum ia tutup kembali pintu kamar tersebut, dengan rapat tentunya.

Meski hawa keberadaan Kuroko Tetsuya itu sangat tipis dan susah untuk dideteksi oleh orang-orang sekitarnya, tapi hal ini tidaklah berlaku bagi sang nenek yang sudah merawat remaja berparas manis itu sejak ia masih bayi. Dalam sekali lihat Tomoe langsung bisa mendeteksi keberadaan Tetsuya dengan mudah, maka tidak heran bila wanita yang telah berusia renta itu langsung menyuruh Tetsuya untuk masuk ketika ia menangkap silhuet bayangan sang cucu yang sedari tadi berdiri di ambang pintu tanpa mengutaran sepatah kata apapun.

"Tetsuya, nenek sangat senang bisa melihatmu hari ini," ujar sang nenek dengan senyuman hangatnya yang masih terpatri pada wajahnya yang begitu bersahaja itu.

Tetsuya mengangguk singkat mendengar ucapan sang nenek tersebut, tidak lupa ia pun mengulaskan senyuman tipis yang hampir saja tak terlihat pada wajahnya ketika ia menyeret kursi dari sudut ruangan dan meletakkannya di samping tempat tidur yang dihuni oleh sang nenek. Remaja itu pun duduk di atas kursi tersebut dengan tas selempangnya yang ia letakkan di samping kaki kursi dan kedua tangannya terlipat di atas pangkuannya.

"Bagaimana kabar nenek hari ini?" Tanya Tetsuya singkat setelah memberikan anggukan begitu sopan pada sang nenek yang sangat ia sayangi tersebut.

"Kabar nenek baik-baik saja hari ini, pelayanan yang ada di rumah sakit ini sangat bagus dan perawatnya begitu baik pada nenek," ujar wanita berusia renta namun masih terlihat cantik tersebut, kedua mata birunya yang ia wariskan kepada sang cucuk terlihat begitu bersinar dan menyisaratkan kegembiraan. "Nenek hanya berharap bisa cepat sembuh dan keluar dari tempat ini, meskipun mereka yang ada di tempat ini sangat baik."

Tetsuya pun mengangguk setuju, senang melihat senyuman manis terulas pada wajah sang nenek meskipun mereka berdua tahu bagaiamana kondisi kesehatan wanita berusia 70 tahun itu yang sebenarnya. "Aku juga berharap nenek segera sehat lagi dan kita bisa berkumpul lagi di rumah seperti dulu," jawab Tetsuya dengan singkat, kedua matanya yang tidak mengisyaratkan emosi apapun kecuali kehangatan yang ditujukan untuk sang nenek itupun berkedip pelan. "Aku merindukan masakan nenek di rumah."

"Kalau nenek sudah sembuh dan bisa kembali pulang, nenek akan masakkan makanan kesukaanmu, Tetsuya. Yang saat ini bisa nenek lakukan adalah berdoa untuk kesembuhan nenek," raut wajah sang nenek itu pun terlihat sayu, namun sorot matanya yang masih menimbulkan keenerjikan itu mengerling sedikit pada Tetsuya.

"Aku juga berdoa untuk kesembuhan nenek," sahut Tetsuya dengan senyuman kecil di wajahnya. Kedua matanya kini mengisyaratkan kerinduan serta kehangatan pada saat yang sama ketika ia merasakan jemari Tomoe menggenggam miliknya dan menautkan keduanya secara sepihak.

Hangat, itulah yang bisa Tetsuya rasakan ketika jemarinya digenggam oleh sang nenek. Tidak hanya genggaman saja yang ia terima, namun belaian yang murni akan kasih sayang itu pun juga diberikan oleh neneknya, membuat wajah Tetsuya mendongak secara perlahan yang membuat kedua mataya bisa bertemu dengan milik sang nenek yang masih memandangnya dengan hangat itu.

"Bagaimana dengan keadaanmu sendiri, Tetsuya? Nenek harap nilai-nilaimu di sekolah tidak jatuh," kata sang nenek, meski kondisinya tidak memungkinkannya untuk melakukan apa-apa saat ini namun bukan berarti ia tidak bisa memantau keadaan satu-satunya keluarga yang ia miliki, bukan?

"Cukup baik, ujian matematika kemarin aku mendapatkan nilai yang lumayan, 72," jawab Tetsuya. Matematika adalah mata pelajaran yang menjadi kelemahannya, maka tidak heran bila nilai ujiannya pada mata pelajaran iu selalu jatuh dan berada di tengah-tengah, sehingga nilai 72 yang ia dapatkan pada ujian empat hari yang lalu itu pun adalah nilai yang sangat baik bagi Tetsuya.

Remaja yang baru menginjak usia 16 tahun tersebut hanya bisa tersenyum kecil melihat dan mendengar neneknya tertawa akan jawaban yang ia berikan padanya. Kalau ada orang yang mengerti Tetsuya dari dalam sampai luar, maka orang itu adalah neneknya.

"Belajarlah yang lebih rajin lagi, mungkin saja di ujian selanjutnya kau akan mendapatkan nilai 80 ke atas, Tetsuya," hibur sang nenek di sela-sela tawanya. Tangannya yang ringkih itu menepuk kepala sang cucu secara perlahan sebelum ia gunakan untuk menyeka air matanya yang menggenang di pelupuk mata.

"Matematika itu sangat mengerikan, nenek, aku tidak yakin bisa mendapatkan nilai 80 ke atas seperti yang nenek bilang tadi," gumam Tetsuya yang tiba-tiba merasa tidak yakin akan dirinya.

Meskipun saat ini Tetsuya tengah berjuang untuk membiayai pengobatan sang nenek dan berperan layaknya orang dewasa, Kuroko Tetsuya juga masih seorang remaja yang duduk di kelas satu sekolah menengah atas yang masalah terbesarnya di sekolah adalah pelajaran matematika, tentu ia masih seorang remaja biasa.

"Tidak ada yang tidak mungkin kalau Tetsuya mau mengubahnya 'kan?" ujar sang nenek dengan penuh bijak. "Kalau kau berusaha, nenek yakin kau akan bisa melakukannya."

Bicara memang mudah untuk dilakukan daripada mengerjakannya secara nyata, Tetsuya menyadari hal itu sejak dahulu. Meski sang nenek mengucapkan hal itu dengan tujuan positif untuk mendorong dirinya terus ke depan, tapi di lain pihak Tetsuya terlihat semakin terpuruk saja. Hal ini tidak ada kaitannya dengan Matematika maupun nilai ujiannya yang hanya mendapatkan nilai 72 saja dari 100 poin, namun pikirannya kembali melayang pada keadaan mereka berdua, terutama pada kesehatan sang nenek. Kalau saja apa yang Tomoe bicarakan itu sangat gampang untuk diwujudkan, maka sudah sejak dulu usaha Tetsuya yang keras akan menyembuhkan sang nenek akan membuahkan hasil yang positif, namun sayangnya takdir tidak berkata demikian dan mau tidak mau memaksa remaja berambut biru langit itu untuk terus menerima kenyataan yang pahit.

Kalau bisa ia lakukan, sudah sejak dulu Tetsuya akan membuat kondisi neneknya sehat lagi seperti sedia kala, namun usaha yang ia lakukan tidaklah selalu berhasil. Yang harus ia lakukan sekarang ini adalah mencari uang yang cukup untuk biaya pengobatan dan operasi sang nenek demi kesehatannya.

Mereka berdua pun terus bercengkerama untuk satu jam kedepannya, membahas bagaimana keadaan rumah mereka dan bagaimana Tetsuya berada di sekolah, tidak sekali pun baik Tomoe dan Tetsuya membahas masalah kesehatan sang nenek sebab mereka berdua tahu kalau topik bahasan mereka mengarah pada hal itu maka suasana yang menyelimuti keduanya pun akan berubah menjadi tidak mengenakkan, akan diselubungi oleh rasa cemas serta khawatir akan apakah Kuroko Tomoe bisa melewati kehidupannya di tahun ini apa tidak, dan hal inilah yang sangat dicemaskan oleh Tetsuya.

Jam besuk untuk dirinya telah habis dan perawat yang merawat sang nenek pun menganjurkan Tetsuya untuk membiarkan sang nenek untuk beristirahat saat ini, sehingga setelah memberikan ciuman singkat pada kening Tomoe ia pun segera undur diri dan keluar dari rumah sakit tersebut, meninggalkannya di belakang dan berjanji akan mengunjungi sang nenek keesokan harinya.

Perjalanan yang sepi dan seorang diri yang dilakukan Tetsuya pun membuatnya mau tidak mau memikirkan apa yang harus ia lakukan di masa depan, terlalu banyak pengandaian yang menaungi pikirannya dan satu pun di antara pengandaian yang remaja itu pikirkan tidak ada yang terlihat bagus. Helaan nafas pun terdengar begitu jelas saat panorama senja menjadi background kecil di belakang punggung Tetsuya saat remaja bermata biru langit itu tengah berjalan.

Untuk dirinya dan sang nenek, Tetsuya harus mencoba melihat lowongan pekerjaan dan melamar di sana, mungkin kalau pekerjaan itu membutuhkan dirinya untuk fokus ke depan maka mau tidak mau ia akan keluar dari sekolahnya saat ini dan fokus untuk bekerja. Mungkin keputusannya ini akan ditentang oleh neneknya nanti, namun ia tidak mempunyai pilihan 'kan? Ia lebih baik keluar dari sekolah untuk bekerja daripada melihat sang nenek tidak mampu berjuang untuk melawan tumor otak itu dan meninggalkan Tetsuya seorang diri di dunia ini. Risiko yang besar pun akan Tetsuya ambil demi kesembuhan sang nenek, meskipun taruhannya adalah masa depan remaja berusia 16 tahun itu sendiri.


Hari-hari ke depan seorang Kuroko Tetsuya tidak bisa dikatakan begitu datar seperti biasanya, namun juga tidak bisa dikatakan begitu bahagia seperti ketika sang nenek masih tinggal di rumah sederhana mereka dan tidak di rumah sakit. Tekadnya yang bulat untuk mencari pekerjaan pun tidak membuahkan hasil yang manis, banyak orang yang menolak Tesuya karena anak itu masih di bawah umur, dan tidak sedikit pula mereka menolak karena hawa keberadaan remaja tersebut yang kelewat tipis.

Sudah beberapa toko yang ia hampiri bila mereka membutuhkan bantuan tambahan, namun nyatanya tidak hanya Tetsuya yang tidak digubris karena mereka tidak menyadari keberadaannya, namun juga dalam sekali lihat beberapa pemilik toko merasa tidak yakin dengan kemampuan Tetsuya, sehingga pada detik itu juga ia langsung mendapatkan penolakan yang tegas dari mereka. Dan karena usahanya tidak membuahkan hasil apapun selama beberapa hari ini, Tetsuya pun hanya bisa pasrah dengan keadaan nasibnya.

Duduk di atas ayunan dengan sebuah koran yang berisi akan lowongan pekerjaan pun adalah hal yang sering ia lakukan, kolom-kolom koran itu juga sudah mendapatkan banyak coretan dari Tetsuya di sana-sini yang kelihatan sekali frustasinya dalam mencari pekerjaan, terlebih pemberitahuan dari dokter yang merawat sang nenek juga terlihat tidak bagus. Sang nenek harus segera untuk dioperasi apabila wanita berusia renta itu ingin hidup, dan syarat untuk operasi itu adalah Tetsuya harus membayar uang adminstrasinya yang jumlahnya tidaklah sedikit.

Untuk kesekian kalinya dalam hari itu, Kuroko Tetsuya pun menghela nafas lelah yang luar biasa, sepertinya kini ia mulai mengerti mengapa banyak sekali pengangguran di seluruh penjuru kota, menemukan satu pekerjaan itu sangat sulit untuk dilakukan bahkan bila pekerjaan itu adalah yang sangat sederhana seperti bekerja di toko sayur samping rumah. Bagaimana beberapa orang bisa sukses dalam pekerjaannya masih menjadi misteri yang besar bagi remaja berwajah manis tersebut.

"Kau ini terlihat seperti orang tua saja, Kuroko, menghela nafas seperti kakek-kakek usia 50 tahun saja," ujar sebuah suara yang membuat alis kiri Tetsuya berkedut.

Tetsuya yang sebenarnya lupa kalau dirinya tengah bersama dengan seseorag pun mau tidak mau kembali menghela nafas singkat sebelum dirinya menoleh ke sebelah kanannya dan mendapati seorang pemuda bertubuh jauh lebih besar dari dirinya duduk di ayunan sampingnya.

Teman Tetsuya yang satu ini terlihat sangat menarik dengan tubuh yang abnormal tinggi dan kekar untuk ukuran seorang anak sekolah menengah atas pertama kelas satu, belum lagi dengan rambut merah sedikit kehitaman dan alis yang bercabang itu. Ya, pemuda yang tengah berayun bersama Tetsuya itu adalah teman masa kecil Tetsuya semenjak mereka menduduki taman kanak-kanak, tidak hanya sebagai teman saja namun pemuda yang bernama Kagami Taiga itu adalah sosok kakak beda orangtua yang pernah Tetsuya miliki.

"Kagami-kun berisik," gumam Tetsuya dengan raut wajah datarnya seperti tembok itu ketika ia mengomentari Kagami yang tadi mengejeknya.

Perempatan kecil pun muncul di kening Kagami sebelum sewotan singkat muncul di bibirnya, "Siapa yang berisik, baka? Aku hanya mengatakan yang sesungguhnya," pemuda yang pernah tinggal di Amerika Serikat itu tidak terima dirinya dikatakan berisik, padahal sedari tadi ia tidak mengatakan apa-apa dan hanya pasrah menemani Tetsuya yang sepertinya tengah merenung tersebut.

Tetsuya tidak membalas perkataan Kagami, bahkan ia pun merasa tidak marah karena sudah dikatai bodoh oleh teman masa kecilnyanya. Hanya sebuah sapuan penglihatan singkat yang ia berikan sebelum perhatian remaja bertubuh lebih kecil dari Kagami itu kembali beranjak pada koran lowongan pekerjaan yang saat ini tengah ia pegang dan bolak-balik untuk beberapa saat lamanya.

Tetsuya tahu kalau mata Kagami sedari tadi terus menatap ke arahnya, mungkin penasaran dengan apa yang tengah ia lakukan ini, namun cukup bijak untuk tidak mengganggunya. Hanya kepada Kagami saja Tetsuya berani bercerita akan apa yang tengah ia hadapi saat ini, terlebih lagi pemuda berambut merah kehitaman itulah yang membantu Tetsya selama ini ketika ia tengah berada pada keterpurukan seperti saat ini, dan Tetsuya sangat bersyukur memiliki sosok seorang teman yang begitu baik serta setia seperti Kagami Taiga ini.

"Kalau kau mencari pekerjaan dari koran seperti itu, rasanya akan sia-sia saja, Kuroko, beberapa perusahaan maupun penyedia jasa tidak akan menawarimu apapun karena kau adalah anak di bawah umur," kata Kagami setelah tiga menit lamanya diam.

Perkataan yang ditunjukkan oleh Kagami itu tentu disadari oleh Tetsuya sendiri yang notabene sudah merasakan penolakan dari mereka saat dirinya datang melamar pekerjaan, dan ia hanya membiarkan komentar dari Kagami itu dalam diam tanpa memiliki niat untuk menyahutinya.

"Kurasa kau tahu itu, Kuroko," ujar Kagami lagi, pemuda berambut merah kehitaman itu lalu mengeluarkan sebuah majalah olahraga dari dalam tasnya dan membuka benda itu pada sebuah halaman tertentu, ia pun menunjukkannya pada Tetsuya. "Tapi lain ceritaya kalau kau berprofesi sebagai seorang model, mau berada di bawah umur maupun tidak pasti orang-orang akan menerimanya, terlebih lagi bayarannya juga lumayan banyak."

Kali ini perhatian Tetsuya pun beralih dari koran lowongan pekerjaan yang ia pegang untuk menuju ke arah halaman tertentu yang Kagami perlihatkan padanya. Pada halaman itu ia bisa melihat potret seorang pemuda seusia Kagami tengah bergaya nyentrik untuk iklan sepatu yang ia kenakan. Pemuda itu berkulit kecoklatan serta berambut biru tua, dan dari eksitensi foto serta poster yang sering ia lihat, pemuda ini adalah seorang model juga seorang pemain basket namun juga berada di bawah umur seperti dirinya dan Kagami.

"Aomine Daiki, 18 tahun, siswa tahun terakhir SMA Teiko di gedung khusus dan juga pemain basket ini adalah satu dari sekian banyaknya model di bawah umur yang sangat sukses, ia sudah menjadi seorang supermodel pada usia 14 tahun dan karirnya terus eksis sampai sekarang ini. Kalau kau seorang model seperti Aomine, kau bisa mencetak uang dengan mudahnya, Kuroko," lanjut Kagami lagi sebelum membalik majalah yang tengah ia pegang itu ke halaman selanjutnya, kali ini ia memperlihatkan sosok seorang pemuda bertubuh tinggi dan berambut pirang yang sangat Tetsuya kenal. "Dan ini adalah Kise Ryouta, 17 tahun yang juga seorang pemain basket. Dia sudah menjadi model sejak usianya masih berada di angka enam. Bayangkan kalau kau berada di antara orang-orang seperti ini, Kuroko.

"Bukan hanya biaya pengobatan nenekmu akan tercukupi, tapi kau juga akan terkenal seperti mereka dan digandrungi oleh masyarakat, khususnya para gadis seperti kedua orang ini."

Menjadi model mungkin adalah pilihan yang gampang dan terdengar sangat menyenangkan, tidak hanya dirimu disuruh bergaya sebentar tapi dirimu juga akan mendapat uang yang jumlahnya tidak teralu sedikit. Mungkin untuk sebagian besar orang pekerjaan untuk menjadi seorang model adalah sebuah impian yang besar dan sangat menggiurkan, namun hal ini begitu berbeda dengan Tetsuya yang terlihat tidak tertarik dengan pemberitahuan yang Kagami berikan padanya.

"Apa Kagami-kun lupa kalau aku memiliki phobia terhadap kamera apalagi disuruh bergaya di depannya?" ujar Tetsuya dengan datar, perhatiannya kini teralihkan lagi pada koran lowongan pekerjaan yang setia menemani langkahnya beberapa hari ini, ia pun tidak lupa mencoret beberapa kolom yang ada di sana menggunakan balpoin berwarna merah karena merasa pekerjaan yang ditawarkan tidaklah seseuai dengan dirinya. "Lagipula, Kagami-kun, menjadi seorang model itu bukanlah urusan yang gampang seperti bergaya yang kita inginkan. Butuh keahlian khusus dan tidak sekedar bergaya saja, apa jadinya kalau orang yang kaku seperti diriku melakukannya di depan kamera? Yang ada aku hanya akan mempermalukan diri sendiri, Kagami-kun."

Kagami yang membuka-buka majalah olahraga yang ia beli hari itu hanya diam mencerna perkataan Tetsuya, menjadi model itu memang tidak semudah kelihatannya seperti apa yang ia lihat pada Kise dan Aomine, namun membutuhkan teknik yang khusus pula. Kagami tidak bisa membayangkan bagaimana seandainya Tetsuya yang irit akan ekspresi wajah disuruh bergaya di depan kamera, dan hasil yang ia bayangkan pun tidak lebih dari kekacauan saja. Pemuda itu tahu kalau Tetsuya begitu phobia di depan kamera, terlebih lagi ekspresi wajah Tetsuya sendiri yang tidak menggambarkan apapun meski ia sangat manis. Mungkin dalam sekali lihat, para fotografer yang disuruh untuk mengambil gambar Tetsuya pun tidak bisa mengambil gambar remaja itu karena Tetsuya terlalu datar, atau yang ada malah mereka semua tidak menyadari keberadaan Tetsuya yang berada di bawah hidung mereka. Sebuah bencana yang sangat besar akan terjadi kalau seandainya Kuroko Tetsuya masuk ke dalam dunia modeling seperti Aomine Daiki atau Kise Ryouta.

"Kurasa modeling memang tidak cocok untukmu, Kuroko," kata Kagami lagi, kali ini ia menyimpulkan hasil pemikirannya tersebut.

Tetsuya mengangguk singkat, "Bagus kalau Kagami-kun tahu."

"Tapi, apa yang sekarang akan kau lakukan, Kuroko? Kau butuh uang yang besar untuk biaya berobat Kuroko Obaa-san dan sampai sekarang tidak ada orang yang mau memberimu pekerjaan karena kau masih di bawah umur," ucapan dari Kagami itu rasanya seperti busur panah yang menancap di ulu hati Tetsuya.

Tetsuya mencoba untuk menghiraukan itu dan terus mencari, namun semakin lama ia mencari dan ditolak oleh beberapa orang yang ia datangi maka kondisi sang nenek yang tergolek lemah di rumah sakit pun tidak akan membaik, dan sesegera mungkin sang nenek pun harus mendapatkan penanganan medis yang lebih layak dari sekarang ini. Tidak adakah orang yang berbelas kasihan kepada Tetsuya? Atau mungkin ia menemukan satu koper berisi uang yang jatuh dari langit untuknya? Imajinasi-imajinasi gila yang muncul di dalam benaknya itu langsug ia tepis jauh-jauh dari otaknya, ia tidak butuh untuk berimajinasi sekarang ini karena itu membuang-buang waktunya yang berharga.

"Aku….tidak tahu, Kagami-kun," jujur, Tetsuya benar-benar tidak tahu akan apa yang harus ia lakukan setelah ini. Ia merasa dirinya tidak berguna karena baru segini saja ia sudah menyerah, namun ia sudah berusaha sepenuh hati tapi sampai sekarang masih belum membuahkan hasil, yang ada beban pikirannya semakin bertambah banyak dalam hitungan detik yang berlalu. "Tidak ada orang yang menerimaku, dan aku juga harus mendapatkan uang sesegera mungkin. Menjual rumah kecil kami pun rasanya percuma karena aku yakin akan dihargai sangat rendah."

Temannya itu hanya menatap sosok remaja bertubuh mungil itu dalam diam, kalau saja ada yang bisa ia bantu maka sudah dari dulu Kagami akan membantunya. Namun pemuda berambut merah kehitaman itu tidak bisa membantu apapun, kecuali memberikan semangat pada Tetsuya dan selalu ada di samping remaja berambut biru langit itu bila ia membutuhkannya, seperti sekarang ini.

"Apa aku harus menjual diri untuk mendapatkan uang yang banyak, Kagami-kun?" Ide yang bodoh dan lolos dari mulut mungil itu hampir membuat Kagami terjatuh dari ayunan yang tengah ia tumpangi tersebut.

"Apa? Kuroko….Apa kau sudah gila mau melakukan hal yang tidak bermoral seperti itu!" Teriak Kagami kepada Tetsuya yang masih membeku di atas ayunan yang ada di sampingnya.

Tetsuya tidak membalas barang sedikit pun bentakan serta teriakan yang Kagami berikan padanya. Menjual diri kepada pria hidung belang seperti pelacur-pelacur di distrik barat mungkin adalah pekerjaan tak bermoral yang sering dilakukan sebagian besar orang yang depresi akan keuangan mereka, bahkan bila orang tersebut adalah anak yang berada di bawah umur seperti Tetsuya, namun hasil uang yang didapat pun juga tidak sedikit dan Tetsuya rasa cukup untuk membiayai pengobatan sang nenek.

"Tidak, aku tidak akan membiarkanmu melangkah sejauh itu untuk melayani orang-orang brengsek dengan tubuhmu, Kuroko! Berpikirlah lebih jernih lagi dan hilangkan ide gila itu!" Kali ini Kagami sudah tidak berteriak lagi, namun nadanya masih terdengar tegas saat dihadapkan pada Tetsuya yang masih termemenung dalam ayunannya sendiri.

Hanya diam yang bisa menyahut perkataan Kagami, dan melihat gelagat teman baiknya itu Kagami bisa mencium kalau perkataan Tetsuya akan menjual dirinya menjadi semakin nyata bila ia begitu tertekan seperti ini, sebuah keironian yang terjadi dalam diri pemuda berwajah manis itu.

"Kuroko!" Panggil Kagami dengan tegas, ia tidak peduli bagaimana majalah yang tadi baru ia beli terjatuh di atas tanah saat ia berdiri dari ayunan dan langsung beranjak, berdiri di hadapan Tetsuya yang masih termenung seperti patung itu.

Kedua tangan Kagami pun mencengkeram pundak Tetsuya dengan erat dan memaksa remaja yang bertubuh jauh lebih kecil darinya itu berdiri dari tempat duduknya, cukup membuat Tetsuya sendiri terperangah akan perlakuan kasar Kagami, membuat koran lowongan pekerjaan yang ia pegang terjatuh dan terinjak.

"Buka matamu dan tatap aku, katakan kalau kau tidak sungguh-sungguh untuk melakukan pekerjaan tak bermoral itu!" Bentak Kagami lagi seraya menggoyang-goyangkan tubuh mungil Tetsuya tersebut, membuat kepala Tetsuya terasa pening.

"Kagami-kun….tolong pahami keadaanku, aku tidak punya pilihan lain selain melakukan pekerjaan yang kau katakan tidak bermoral itu. Aku butuh uang banyak untuk pengobatan dan operasi nenek, dan sepertinya hanya menjadi pelacur adalah pekerjaan yang menjanjikan dan bisa aku lakukan."

"Di mana harga dirimu, Kuroko! Hanya karena uang kau rela melakukan pekerjaan tak bermoral seperti itu? Aku tidak akan membiarkanmu melakukannya!"

Mereka berdua masih bersitegang dan bersikukuh akan pendapat masing-masing.

"Ini semua demi nenek, Kagami-kun, kau harus mengerti," ujar Tetsuya dengan suara yang begitu lemah, ia sudah lelah dengan semua ini dan kalau bisa ia ingin segera mengunjungi sang nenek di rumah sakit sebelum lanjut pulang ke rumah.

"Aku mengerti kalau kau memang butuh uang, tapi apa yang akan nenekmu katakan kalau beliau tahu cucunya menjual diri karena ingin dirinya mendapatkan pengobatan yang layak, Kuroko? Apakah nenekmu akan menerima semua itu dengan tangan terbuka seperti saat kau mendapatkan nilai yang jelek pada ujian Matematika?" Tanya Kagami dengan sedikit paksa, kedua tangannya pun terangkat dari bahu Tetsuya sebelum ia mengambil satu langkah ke belakang dengan kedua matanya masih menatap Tetsuya dengan sulutan api emosi yang terbakar di kedua matanya. "Aku yakin kalau Tomoe Obaa-san tidak akan terima dengan hal ini, Kuroko. Beliau pasti akan memilih untuk mati daripada melihat cucu kesayangannya menjual diri demi kesehatannya!"

Perkataan yang Kagami ucapkan tadi langsung berubah seperti anak panah dalam jumlah ribuan dan menancap dengan telak pada tubuh Tetsuya, menghujaninya dan membuat kedua matanya terbelalak singkat karena terkejut. Neneknya selalu menginginkan yang terbaik untuk Tetsuya, dan Kuroko Tomoe tidak akan mau melihat Tetsuya terporosok pada lembah dosa hanya untuk mendapatkan uang untuk pengobatannya. Apa yang akan Tetsuya katakan pada sang nenek bila ia mendapatkan uang itu untuknya? Jelas sang nenek tidak akan mau melihat Tetsuya kelak, dan hal inilah yang membuat hatinya semakin sakit dan membuatnya bertanya akan jalan mana yang harus ia ambil untuk mengeluarkan mereka berdua dari masalah ini.

Ucapan lugas dari Kagami langsung menyadarkan diri Tetsuya agar ia tidak masuk ke dalam jurang penuh dosa, yang nantinya membuat dirinya semakin terporosok akan nasib kemalangan yang ia derita saat ini. Kagami benar, ia tidak seharusnya memikirkan untuk menjual dirinya, bahkan bayangan akan orang-orang mesum yang nantinya menjamah tubuhnya pun sudah mampu membuat perut Tetsuya merasa mual.

"Kuroko!" Teriakan dari Kagami itu terdengar begitu jauh dan mengiringi langkah Tetsuya saat remaja berwajah manis itu pun tanpa sadar langsung mengambil tasnya dari samping ayunan sebelum berlari dengan kencang dari sana.

Derap langkah kakinya yang tengah berlari itu tidak menimbulkan bunyi yang cukup keras, bahkan Kagami pun kesulitan untuk menangkap Tetsuya karena hawa keberadaannya yang tipis membuat sosok remaja itu langsung menghilang begitu saja dari hadapannya.

Tetsuya terus berlari kencang, ia tidak peduli kalau bahunya menyenggol tubuh orang lain saat ia berlari, ia juga tidak sadar maupun peduli akan teriakan yang ia dengar ketika ia menabrak orang-orang di belakangnya sekarang ini sementara dirinya terus berlari lurus, menuju ke arah rumah sakit tempat di mana sang nenek saat ini tengah dirawat.

Pikirannya yang kalut serta perkataan Kagami itu terus berputar-putar dalam kepalanya, bahkan karena itulah rasa lelah yang ia rasakan karena berlari tidak ia hiraukan sampai ia pun mencapai batanya dan mau tidak mau ambruk di sebuah bangku taman yang ada di samping rumah sakit.

Nafasnya tidak beraturan, keringat pun mulai membanjiri seragam yang ia kenakan saat ini, membuat tubuhnya yang panas dari dalam serasa menggigil akibat keringat yang tertiup angin senja tersebut.

Dalam hati, Tetsuya pun bertanya-tanya kepada Tuhan akan mengapa dirinya diberi nasib seperti ini, selain itu ia juga meruntuki dirinya karena terlalu lemah dan terbawa emosi sampai ia memiliki ide gila untuk menjual tubuhnya demi membiayai pengobatan sang nenek. Bahkan memikirkan itu saja Tetsuya sudah merasa jijik pada dirinya sendiri, untung saja Kagami yang notabene adalah teman baiknya semasa kecil itu masih mau mengingatkannya, meski pada akhirnya Tetsuya kabur dari hadapan pemuda itu karena rasa malu dan gelisah yang menaungi dirinya.

Apa yang harus aku lakukan sekarang? Tuhan, tolong berikan aku petunjukMu, pinta Tetsuya dalam hati. Saat nafas tersengal-sengalnya mulai teredam, Tetsuya pun mulai merilekskan dirinya untuk duduk di bangku taman tersebut dengan senja matahari yang berwarna orange menjadi background-nya. Eskpresinya yang begitu melankolis serta sorot matanya yang sayu itu akan menjadi mahakarya berharga kalau ada orang yang mengabadikannya melalui sebuah lukisan, ditambah lagi dengan bayangan senja yang begitu indah sebagai latar belakangnya.

Duduk termenung pada bangku taman dengan kedua tangannya bertumpu di atas pangkuannya, Tetsuya terlalu larut akan lamunannya sendiri sampai ia tidak sadar dirinya sudah menjadi pusat perhatian seseorang yang isimewa semenjak dirinya duduk atas bangku itu.

Tetsuya tidak sadar akan sebuah kamera yang dibawa oleh seorang pemuda berambut merah darah itu terus membidik ke arahnya, mengabadikan sosok melankolisnya di bawah naungan senja terbenam dengan begitu teliti dan artistik. Pemuda berambut merah darah yang duduk tidak jauh dari Tetsuya itu terus membidik sosoknya menggunakan kamera yang ia pegang dalam hitungan detik, dan setelah cukup ia pun melepaskan kameranya dari bidikan matanya, memperlihatkan sepasang mata tajam eksotis berwarna merah dan keemasan yang terbingkai di balik kacamata tipis yang ia kenakan.

"Sangat menarik," gumam pemuda berambut merah darah itu sebelum menempelkan lensa kacamatanya ke arah kamera yang ia pegang dan membidik sosok sang mahakarya yang ia temukan di bawah senja.


AN: Terima kasih sudah mampir dan menyempatkan untuk membaca

Author: Sky