Chapter 3 : Langkah Pertama

DUUMMM!

Bersamaan dengan suara ledakan itu, seorang pria terjatuh mengikuti alunan gravitasi. Sepertinya ia kalah telak dari lawannya yang kini menyeringai lebar.

"Hehh,"

"U...Ukh..." kesadarannya mulai menipis. Jangankan bergerak, menoleh saja rasanya berat. Tubuhnya penuh dengan luka usai pertarungan hebatnya. Di balik darah segar yang terus keluar dari mulut, bibirnya menggumamkan sesuatu.

"Hi... Hinaa..."

"NARUTO-KUN!" Satu-satunya perempuan disana, Hinata berteriak kencang, memotong gumaman Naruto, yang kini sekarat. Jika tidak dalam situasi menegangkan seperti ini, maka tindakan ini akan dianggap tidak sopan.

Lupakan sopan santun itu dulu, keselamatan adalah hal yang utama dalam pertarungan. Hinata, chakranya terkuras habis didalam sangkar sialan itu. Kepalanya terasa berat, kakinya terasa sulit untuk menopangnya berjalan. Tapi gadis itu tak peduli, yang terpenting sekarang adalah segera menemui Naruto.

BUGHH

Ia terjatuh. Dan mencoba untuk bangkit lagi.

BUGHH

Bangkit lagi, lalu terjatuh. Mungkin berjalan bukan cara yang tepat. Dengan keadaan tengkurap, Hinata menggunakan lengan untuk menopangnya bergerak. Semakin dekat, semakin dekat, dan air matanya makin tumpah. Sungguh, ia tak tahan melihat orang yang dicintainya terluka seperti ini.

Dengan tangan yang gemetar, Hinata mencoba menyentuh dada Naruto. Berkonsentrasi, dan timbul cahaya hijau berpendar kecil dari tangannya ; Ninjutsu Medis. Gadis Hyuuga itu tahu bahwa kemampuan ninjutsu medisnya tak sehebat Sakura, pun ia hanya bisa menguasai teknik dasar saja. Walau begitu, setidaknya ninjutsu medisnya bisa menjadi pertolongan pertama bagi Naruto.

"Hiks.. Be.. Bertahanlah.. Na.. Naruto-kun.. Kumohon..." lirihnya, sambil terisak. "Bertahanlah... hiks..."

TAP

Sebuah tangan kekar menyentuh pipinya. Tangan itu, tangan Naruto. Pria itu mengusap pelan pipi manis sang gadis, mengahapus air mata 'kekasihnya' dengan lembut, dan pelan. "Jangan... Me...nangis, hah.. hah... Hinata..." Suaranya terdengar parau. Tersenyum pelan, di sela-sela darah segar yang terus menerus keluar dari mulutnya. Dan itu membuat hati Hinata makin terasa pedih.

"Hiks... Y..ya... Kau juga..." Hinata makin terisak.

"A... aku..."

"Ja..jangan tutup matamu! Bertahanlah! Ku.. kumohon... Sedikit lagi... seedikit lagi..."

Dua insan itu larut dalam perasaan masing-masing. Rasa terluka dan tak ingin kehilangan. Dan mereka tak menyadari, sedari tadi mereka terus diperhatikan oleh seseorang. Seseorang itu, mengepalkan tangannya dengan erat ; terlihat geram. Ia begitu muak, muak dengan adegan 'romantis' yang dilakukan mereka berdua.

Ootsutsuki Toneri, dadanya terasa sesak, melihat Hinata yang menangis untuk lelaki lain, bukan untuknya. Yang peduli pada lelaki lain, bukan untuknya.

.

.

.

.

PLEASE, COME BACK!

CHAPTER 3 : LANGKAH PERTAMA

A NARUTO FANFICT

DISCLAIMER : KISHIMOTO MASASHI

FICT BY : SASSHI KEN

WARNING : TIME SETTING CANON, ALTERNATIVE REALITY, OOC, AMATIRAN, DE EL EL

BANYAK YANG KUROMBAK DARI THE LAST :3

HOPE U LIKE IT AND GIVE A REVIEW ^^

.

.

.

.

"Apa kau yakin, Sasuke?" Uzumaki Naruto bertanya kepada seseorang yang juga ada di ruangan yang sama dengannya, sembari memasang hitai atenya.

Sementara itu, Uchiha Sasuke, orang yang ditanyai Naruto tadi hanya diam ; seolah memikirkan sesuatu. "Jika perhitunganku tepat, maka kurasa ini akan berhasil," ucap Sasuke, selepas berpikir. "Kita akan berangkat malam ini. Bersiaplah,"

Tiba-tiba saja Naruto terkikik kecil, menahan tawanya yang mungkin akan meluap besar. Dirinya menatap lantai, dan tersurat rona merah di pipinya. "A.. haha... A... aku tak menyangka. Ka... kau ma..mau membantuku u..untuk masalah i..ini. Un.. yeah, kau tahu kan.. masalah...," Semua orang akan merasa gugup dan malu jika orang lain ikut campur masalah cinta pribadi. Itu seperti kau ingin menunjukkan pada dunia kalau kau menyukai seseorang tapi kau malu mengatakan siapa crushmu ; kurang lebih seperti itu. Dan mungkin itulah yang terjadi pada Naruto. Ia belum begitu mengetahui banyak tentang menjalin hubungan dengan cewek. Sebaiknya ia meminjam buku kepada Sai.

Sasuke mengetahui arah pembicaraan ini. Yah, bagaimanapun juga ia juga tidak mengerti tentang cinta sebagai pasangan kekasih. Yang paling pemuda itu tahu hanyalah cinta kakak kepada adiknya-berterima kasihlah pada Itachi-. Secara umum, cinta menurut Sasuke adalah suatu ikatan yang kuat, yang membuat kita merasa bahagia. Dan jika kehilangan cinta, akan muncul gejolak emosi yang berlawanan. Rasa sakit dan ingin membalas dendam atas nama cinta yang ditinggalkan. Itulah perasaan benci. Tapi setelah bertemu kembali dengan kakaknya, definisi cintanya berubah-terima kasih lagi untuk Itachi-.

"Anggap saja ini sebagai jalan penebusan dosaku," jawabnya dengan senyum segaris.

Dan kini persiapan mereka telah siap. Setelah memeriksa kembali, kedua reinkarnasi anak dewa ini keluar melewati jendela, lalu berjalan di jalanan setapak Konoha dalam kesunyian.

"Kita akan melewati gerbang selatan. Pokoknya ikuti saja aba-abaku," intruksi Sasuke, dan disambut dengan anggukan paham Naruto.

Kosentrasi sangat diperlukan dalam hal ini. Mengingat ini adalah sesuatu yang sangat terlarang, mungkin banyak anbu yang berjaga-jaga guna mencegah kepergian mereka. Terlebih pelarangan ini sudah disepakati lima kage, tentulah resikonya sangat tinggi. Memikirkan itu membuat pria Uzumaki menggarukkan kepalanya yang tak gatal. "Sasuke, apa semua akan berjalan lancar?" tanyanya.

"..."

'Apa semua akan berjalan lancar?' Bahkan Sasuke sendiri tidak mengikuti misinya. Ia hanya berpatokan pada informasi yang ia dapatkan. Berapa persentasi keberhasilan misi, ia tak tahu. Bisa jadi gagal, bisa jadi berhasil. Tapi, selama belum dicoba, kita takkan tahu 'kan apa hasilnya?

Memejamkan mata sejenak, Sasuke mencoba mengingat pertemuannya dengan Rokudaime Hokage beberapa hari yang lalu.

.

.

"Apa? Misi penyelamatan Hanabi?" Hatake Kakashi menatap intens orang yang menanyai tentang misi enam bulan lalu. Apa urusannya dengan orang ini?

"Hn," Uchiha Sasuke hanya menjawab singkat. "Ini bagian dari penjelajahan duniaku,"

Kakashi si Rokudaime Hokage mendesah pelan. Ada sedikit kebimbangan dalam hatinya. "Aku tahu penjelajahan duniamu itu juga untuk menebus dosa-dosamu. Tapi, akibat dari misi ini sudah di..."

"Aku tahu," potong adik Uchiha Itachi itu. "Serahkan saja gulungan laporan misinya,"

Keduanya saling terdiam. Sibuk dengan pemikiran masing-masing. Setelah lama menimbang, akhirnya tangan sang Hokage bergerak menuju laci meja kerjanya ; membuka dan mengambil satu dari sekian banyak gulungan. "Ini gulungannya. Bacalah," ucapnya sambil melemparkan gulungan itu ke Sasuke.

Dengan mudah Sasuke menangkapnya. Usai itu ia membaca laporan misi dengan seksama. Setelah membacanya, Sasuke meletakkan kembali gulungan itu ke meja.

"Karena kau muridku, aku mempercayaimu. Karena itu, jangan pernah membocorkan masalah ini!"

"Hn," Bersamaan dengan sahutan itu, Sasuke melangkahkan kakinya pergi dari ruangan penuh kertas yang bertumpuk itu.

.

.

'Apa semua akan berjalan lancar?'

"Mungkin saja...,"

.

.

.

Semua sesuai dengan ekspetasi Sasuke. Mereka akhirnya bisa keluar dari desa. Belum ada kendala selama perjalanan. Mereka terus berlari, berlari menuju tujuan mereka.

"KALIIAAANNNN!"

"!"

BUUAAKKK

Seketika tanah pijakan mereka menjadi retak dan hancur. Tercipta lubang besar yang cukup dalam akibat pukulan dari seseorang. Pohon-pohon di sekitar merekapun turut serta menambah efek kengerian ; terhempas ke seluruh penjuru. Untungnya Naruto dan Sasuke bisa menghindari serangan itu.

Naruto bergidik ngeri melihat pukulan dahsyat itu. Ia pernah melihat itu sekali saat Perang Dunia Shinobi Keempat. Dan saat itu pula ia berjanji tidak akan membuat pemilik pukulan itu marah.

"Kaliiaaannnn! Berani-beraninya pergi ke sanaaa!" Tentu saja mereka tahu siapa orang itu. Ialah Haruno Sakura. Rekan setim mereka.

"Sa... Sakura-chan...," Gawat. Misi rahasianya dengan Sasuke terungkap oleh Sakura. Mungkin nanti Sakura akan menghajar mereka habis-habisan karena telah beraninya melanggar aturan.

"Apa maksud kalian pergi ke sana berdua?!"

"E.. eh... Itu...,"

"Kenapa tak mengajakku, hah?!"

"Eh?!"

"Apa kalian masih meragukan kemampuanku?!"

"Sa... Sakura..."

"Aku sudah pernah bilang, Nona Tsunade seorang Godaime Hokage tidak payah dalam mendidik murid 'kan?"

"..."

"Lagipula, aku tak bisa melihat temanku terus-terusan menderita. Aku adalah anggota tim 7 seperti kalian. Aku juga ikut andil dalam misi enam bulan lalu! Karena itu, biarkan aku ikut, Shannaro!"

Ternyata Naruto salah presepsi. Sakura tidaklah melarang mereka, melainkan mendukung penuh apa yang akan mereka lakukan. Tak pernah terbayangkan, karena Sakura selalu mengikuti perintah dan aturan desa.

"Baiklah," Sasuke tersenyum tipis.

"Yosshh! Sakura-chan!" Semangat Naruto menggebu-gebu.

Dengan ini, tim tujuh akan reuni kembali.

.

.

.

"Ukhh!"

"Hinata? Ada apa? Apa kau sakit?" Di sebuah ruang makan yang besar, terdapat sepasang suami istri muda. Acara sarapan mereka terhenti sejenak, dikarenakan sang istri yang tiba-tiba saja merintih sambil menahan rasa sakitnya yang datang tiba-tiba.

"A.. Aku tak tahu. Tiba-tiba saja perutku terasa sakit," Mengusap perutnya, Hinata melirih pelan menjawab pertanyaan Toneri.

"Azusai! Cepak periksa keadaan Hinata!" Ada sebersit kekhawatiran di wajah tampan Toneri. Tanpa basa-basi ia memerintahkan pelayan yang sedari tadi di belakangnya untuk memeriksa keadaan istri tercinta.

"Hai," Azusai mengangguk hormat, dan segera menghampiri nyonyanya.

Selama pemeriksaan, Toneri tak bisa tenang. Terus saja ia memegang tangan Hinata, berharap semua baik-baik saja. Ia takut, kalau terjadi apa-apa pada Hinatanya. Ia tak mau itu terjadi. Sangat tidak mau.

Selang beberapa menit, pemeriksaan selesai. Dilepaskan tangannya dari perut Hinata. Azusai tersenyum kecil penuh makna. "Tidak apa-apa. Di kondisi Hinata-sama saat ini, wajar saja ini terjadi. Saya akan segera membuat obat pengurang rasa sakitnya,"

"Kalau begitu cepatlah!" Hohoh, rupanya ada yang tidak sabaran disini. Melihat sang tuan yang tak sabar, Azusai menunduk hormat, kemudian berjalan ke belakang dengan tempo cepat.

"Toneri-kun," panggil wanita berambut biru indigo itu. "Jangan khawatir. Kondisiku sudah agak membaik sekarang. Azusai juga bilang kalau sakit perut ini tak masalah. Sekarang, ayo kita makan lagi," Hinata memegang sumpitnya, dam mengambil lauk yang ada di depannya ; berniat untuk meletakkan itu ke piring suaminya.

TAP

Belum sampai ujung sumpitnya ke makanan, tangannya ditahan oleh Toneri. Sontak saja, Nyonya Ootsutsuki itu menoleh, mendapati suaminya yang berekspresi sendu.

"Hinata, jika kau butuh sesuatu, panggil saja aku. Aku akan melakukan apapun untukmu,"

"To-toneri-kun...,"

"Aku berjanji, aku akan menjaga dan melindungimu..."

"... dan juga dia," Sambil menatap perut Hinata, Toneri berbisik.

.

.

.

Fajar telah datang, matahari mulai menyingsing pagi, tetapi bulan belum mau pergi. Tangannya terlihat seolah sedang meraih bulan. Terlihat mudah meraihnya, namun sebenarnya cukup jauh. Kehadiran bulan seolah menjadi penyemangatnya.

'Hinata, tunggu aku. Aku akan menyelamatkanmu!' Sumpahnya kembali. Apapun yang terjadi, kali ini ia harus menang. Hari ini gagal, maka besok kau harus sukses. Benaknya mengatakan itu.

"Hoi, Naruto! Kenapa kau diam disitu! Ayo pergi!" panggil Sakura yang menyadari Naruto yang tertinggal jauh di belakang. Ia tahu bagaimana perasaan temannya. Tapi sekarang tak boleh lengah. Mereka harus cepat pergi.

Jika dibandingkan, perjalanan mereka enam bulan lalu dibanding saat ini terasa lebih cepat. Hal ini disebabkan karena pada waktu itu mereka menggunakan burung tinta buatan Sai. Dan saat ini mereka hanya bermodalkan kaki yang kuat untuk berlari. Bisa diprediksi kemungkinan mereka akan sampai pada sore hari nanti.

Dan benar seperti yang diduga. Dari perjalanan melewati beragam medan, matahari yang tadi di ufuk timur kemudian bergerak ke ufuk barat, akhirnya beberapa kilometer lagi mereka akan sampai. Ya, sedikit lagi.

TRAAKK

Tiba-tiba Sakura terjatuh. Kakinya bagai menghantam benda keras. Segera Naruto dan Sasuke menghampiri Sakura ; menanyakan keadaan kunoichi itu.

"Aku tidak apa-apa," jawab Sakura.

TRAANNGG

Ratusan kunai tiba-tiba keluar dari balik pohon. Kunai-kunai itu menargetkan seseorang yang mengaktifkan jebakan. Naruto segera menangkisnya dengan kunai miliknya.

Belum sampai disitu. Muncul pasukan buatan yang jumlahnya amat banyak keluar dari bawah tanah. Pasukan itu muncul dengan bentuk bermacam-macam ; manusia, hewan, dan lainnya. Mereka bertiga tak tahu dibuat dari apa mereka, dari pengamatannya bagian luar pasukan itu tebal dan keras. Didalamnya terdapat senjata tempur. Meski tak tahu apa, tapi mereka tahu siapa. Siapa yang membuatnya, sudah jelas dari Kumogakure. Lambang petir Kumogakure tergambar jelas di dada setiap mereka. Raikage memang cerdik.

Sasuke mengeluarkan katananya.

Naruto merapalkan jurus kagebunshin andalannya.

Dan Sakura berdiri kembali, memberi pemanasan sebentar pada tangannya.

Sepertinya ini memakan waktu yang lama.

.

.

.

Apalah arti bertarung dengan ribuan makhluk buatan, jika kau pernah mengalahkan seorang dewi pemilik chakra. Tapi aturan dasar shinobi mengatakan, jangan pernah remehkan lawanmu, siapapun itu. Dan nyatanya memang seperti itu. Mereka baru berhasil menghabisi setengah pasukan ini. Mereka terus menerus muncul. Ini bagaikan pertarungan melawan Zetsu Putih musim kedua. Tak ada habisnya. Dan sepertinya tagline desa Kumo sebagai pemilik persenjataan tempur terkuat sudah terbukti.

"Sial! Mereka tak ada habisnya!" gerutu pria Uzumaki itu. Disaat ini mode transformasi Kyuubi diperlukan. Segera ia berkonsentrasi. Dalam sekejab, pakaiannya menjelma menjadi bentuk chakra keorenan. Percikan kecil mirip api terbentuk di setiap ujungnya. Tak lupa pula iris matanya menjadi bentuk garis ; menyerupai mata monster di tubuhnya.

"Hyeeaa...!"

"KAI!"

ZRUUSSHHH

Baru saja beraksi, tiba-tiba sekumpulan pasukan itu kembali ke dalam tanah ; mundur. Mereka menyerngitkan dahi, bingung dengan apa yang terjadi. Namun sebelum pasukan itu mundur, sayup-sayup terdengar suara seseorang yang mengatakan 'Kai (lepas)'. Insting mereka mengatakan orang itulah yang melepaskan jurus pasukan itu, yang membuat makhluk buatan itu berhenti menghajar mereka.

Dan kalian tahu siapa orang yang melepaskan jurus?

"Kakashi-sensei?!"

Ya, orang yang melepaskan jurus itu adalah Rokudaime Hokage Hatake Kakashi.

Dari atas pohon, Kakashi melompat turun ke tanah. Diturunkan tangan kirinya yang tadi digunakan untuk merapalkan jurus. Syukurlah Raikage mau membagikan teknik ini. "Apa kalian berencana membuka segel itu?!" Sambil menatap ketiga muridnya, ia berteriak. Tatapannya begitu dalam pada mereka, terutama kepada Sasuke.

Dia tidaklah bodoh. Tentu saja ia tahu maksud dari tujuan Sasuke meminta gulungan laporan misi enam bulan lalu. Ia sudah pernah memprediksikan hal ini akan terjadi. Dan nyatanya memang benar.

Sementara itu, Sasuke yang ditatap tajam gurunya memejamkan mata sejenak. Tebakan Sasuke juga tepat ; menebak kalau Kakashi akan menyusul mereka. Karena itu ia sudah menyusun strategi. Pemuda itu Berencana mengaktifkan mangekyou sharingannya guna melawan Kakashi. Belum sempat matanya dibuka, tiba-tiba tangan Naruto menghalanginya, seolah memberi intruksi untuk tak melakukan apa-apa dulu. Well, seperti itulah Naruto. Berprinsip untuk tak memakai kekerasan, selagi masih bisa diajak bicara baik-baik.

Dengan langkah gontai, Naruto berjalan menuju tempat Kakashi berada. Tatapan awalnya kosong. Banyak hal bersembunyi di benaknya.

TUKK

Jidatnya menyentuh tanah. Badannya menunduk bersujud. Kakashi merasa deja vu, pernah menyaksikan Naruto yang seperti ini saat berada di Negara Besi.

"KUMOHON KAKASHI-SENSEI! KUMOHON!" Naruto memohon dengan sangat. Tubuhnya bergetar kala mengucapkan permintaannya. Bulir-bulir air mata tumpah. "Kumohon!" pintanya sekali lagi.

Sakura terkesima dengan apa yang sahabatnya lakukan. Hatinya makin teriris melihat hal ini. Menggigit bibir bawahnya, lalu Sakura juga memohon pada sang guru. "Berikan kami kesempatan sekali saja, sensei! Kami berjanji, semua akan baik-baik saja!" ucapnya sambil menundukkan kepala dengan penuh perasaan.

"Aku akan bertaruh dengan rinnegan dan juga nyawaku," Sasuke ikut andil dalam menyampaikan permohonan.

"Kumohon!"

Kakashi hanya bisa memutarkan kedua bola matanya. Sejak awal dia memang tak setuju terkait pelarangan ini. Hanya saja suara banyak selalu menang. Mau tak mau ia harus mengikuti aturan yang telah ditetapkan.

Kakashi adalah orang yang berprinsip 'aturan adalah segalanya' semenjak kepergian sang ayahanda tercinta. Ia tak ingin mengulang kegagalan ayahnya. Teman hanyalah rekan yang harus dikorban demi keberhasilan misi.

Sampai suatu saat, ketika seseorang membantah prinsipnya. Membuatnya kembali membuka mata pada dunia dan kenyataan. Membuatnya menyadari arti ikatan itu sendiri. Sayangnya orang itu harus pergi meninggalkannya, demi menyelamatkan dirinya.

"Orang yang tak menaati peraturan memang sampah. Tapi orang yang meninggalkan temannya, itu lebih buruk dari sampah!"

Kalimat itu terus menerus terngiang di kepalanya. Kata-kata itu ia wariskan kepada muridnya, dan kini muridnya memegang teguh prinsip itu. Dan karena prinsip itulah, mereka nekad melakukan ini.

Kakashi adalah orang yang menaati peraturan. Tapi diatas peraturan, teman adalah segalanya. Karena itu, selama enam bulan terakhir ini, ia berusaha mencari cara untuk menyelamatkan gadis Hyuuga itu. Dari semua rencana yang ia buat, entah kenapa selalu saja mentok ke Naruto. Bersugesti bahwa Naruto harus menyelamatkan 'kekasihnya' lagi. Aih, bahkan Kakashi mengakui hubungan mereka berdua. Siapa yang tidak menyadari perasaan Hinata pada Naruto? Maka jawabannya adalah Naruto sendiri yang tidak peka.

Bukannya ia terlalu tunduk pada aturan. Tapi ia berusaha mencari waktu yang tepat. Kebetulan sekali mereka berada di situasi ini. Tanpa diberi aba-aba, mereka niat melakukan perjalanan. Ada senyum segaris di balik maskernya.

"Kakashi-sensei! Aku... A... aku...,"

"Cukup Naruto!" perintah pria berambut abu-abu itu.

"Se... sensei...,"

Tangan kirinya menunjuk jalan di belakang tubuhnya, sedang tangan satunya lagi dimasukkan ke dalam saku. Tercipta aura keren yang tak bisa ditebak. Sebelum menyampaikan sesuatu, Kakashi menarik nafas.

"Pergilah,"

"Eh?!"

"Pastikan semua berjalan lancar," Kakashi bukanlah tipe pria yang bertele-tele. Ia akan terus terang, dan tak mengambil resiko panjang.

"Aku yang akan bertanggung jawab," Banyak resiko yang mungkin terjadi nantinya. Bisa jadi meteorid menyerang bumi lagi. Cukuplah perang dunia satu sampai tiga yang membuat para desa saling berperang dan menghancurkan. Banyak shinobi yang gugur, dengan meninggalkan kebanggaan sebagai shinobi dari desa masing-masing, dan dengan meninggalkan dendam yang menurun sampak ke anak cucunya. Ditambah lagi perang dunia shinobi keempat, dimana aliansi ninja bersatu melawan Akatsuki. Perang yang mungkin hanya memakan waktu lima hari, tapi jumlah korbannya luar biasa dahsyat. Ditambah lagi meteorid yang disebabkan oleh Ootsutsuki Toneri, orang biasa tak berdosa kena dampaknya. Semua itu menciptakan adanya ketakutan pada diri manusia. Memaksa semua untuk tak melakukan apapun, tak mengambil resiko apapun, tak mencoba apapun. Membuat keputusan ini diputuskan.

Bukan berarti Kakashi senang melakukan sesuatu yang baru dengan resiko mengambil nyawa orang lain. Hanya saja ia mengambil jalan dimana ia yang akan mencoba sendiri, dan berusaha juga agar yang lain tak kena dampaknya. Biarlah ia merasakan sakit itu. Karena tugas Hokage adalah menahan rasa sakit dan berjalan di depan temannya, dengan tak menginjak mayat temannya sendiri.

Dan tugas Hokage itu nantinya akan ia serahkan pada Uzumaki Naruto.

Kembali ke tempat kejadian, ketiganya tak percaya. Dengan mudahnya Hokage Keenam mempersilahkan mereka pergi, tanpa babibu.

"Ke.. kenapa kau mengizinkan kami pergi semudah itu?"

"Kenapa? Karena..."

"... Aku takkan membiarkan teman-temanku mati," Menyipitkan mata, ia mengulang kembali ucapannya dulu.

.

.

.

Perjalanan terus mereka lanjutkan, dan kini sampailah mereka ke tujuan utamanya.

"Ini danaunya?" tanya Sasuke. Yang lain mengangguk.

"Waktu itu, saat kami berenang ke dalamnya, baju maupun badan kami tidak basah. Tapi sekarang...," Naruto memasukkan tangannya ke dalam air. Mencoba membuat perbandingan. "Sekarang malah seperti air biasa. Tak ada sisa apapun dari kejadian itu," ujarnya, sambil mengeluarkan tangan dari air.

Perlu kalian ketahui, kini Naruto, Sasuke, dan Sakura berdiri di atas danau penghubung itu. Bentuknya tak sama seperti dulu. Tak ada keajaiban penghubungnya. Menyelampun tak ada guna. Di atas permukaan airnya, ada semacam bentuk segel dengan pola tertentu yang melebar. Tentulah ini bukan segel diteliti lebih jauh, pola segel ini sebenarnya punya nilai seni yang tinggi.

"Baiklah, kita mulai rencananya," tegas Sasuke.

Sebelum memulai, ada baiknya kita mundur ke waktu yang lalu ; kembali ke waktu penganalisaan Sasuke. Dari semua informasi yang ia kumpulkan, diketahui bahwa kekuatan Ootsutsuki Toneri sebanding dengan Uchiha Madara. Atau mungkin lebih kuat dibanding Madara jika tenseigannya sempurna. Dan kekuatan sang legenda Madara juga setara dengan Ootsutsuki Hagoromo sang Rikudou Sennin. Ootsutsuki Hagoromo semiliki dua orang anak, Indra dan Ashura. Kedua anak itu memiliki pecahan kekuatan Rikudou Sennin. Bisa dibilang kekuatan mereka berdua sama, dan jika digabung maka akan setara dengan ayah mereka. Indra dan Ashura bereinkarnasi ke dalam jiwa Naruto dan Sasuke. Hasil pencapaian mereka membuat mereka dapat bertemu Rikudou Sennin dan diberi sedikit kekuatan olehnya. Jadi kesimpulannya, mereka berdua, ditambah kekuatan lain, akan bisa memecahkan segel ini.

Yah, kurang lebih seperti itu.

Kembali ke tempat awal, Naruto kini sudah mengaktifkan mode bijunya. Pun dengan Sasuke yang sudah bersiap dengan mata kirinya. Sasuke berada di depan, sementara itu Naruto menyentuh punggung Sasuke, bagai mentransfer energinya. Keduanya berkonsentrasi penuh di pusat danau itu, yang juga merupakan pusat dari lambang segel.

"Sakura!"

"Aku mengerti!"

Dari tepi danau, Sakura berjalan menyusul mereka. Sampai di sana, Sakura berdiri di samping, memegang lengan masing-masing dari mereka.

VUUNGG

Muncul cahaya hijau berpendar dari kedua tangannya. Tangannya berkonsentrasi penuh. Walau bukan kekuatan utama, setidaknya ini cukup membantu. Menambah, memulihkan, mempertajam, dan menstabilkan. Setidaknya Sakura cukup bangga dengan kehadirannya sebagai ninja medis disini

"Mulai!"

Ketiganya kini memaksimalkan seluruh chakranya. Sambil berjongkok, Sasuke membuka lebar mata rinnegannya, memusatkan fokusnya ke tengah danau. Naruto mengeluarkan penuh mode bijunya, sampai-sampai membuat air di sekitar beradu gelombang. Dan Sakura, merasa kekuatan ini terlalu susah dijalani jika hanya memakai chakra dari tangan, pada akhirnya memakai Byakugou di dahinya. Timbul corak-corak memanjang menghiasi wajah dan tangannya.

"HUUOOOO!"

Semakin besar, dan semakin kuat. Begitu dahsyat disini. Sudah tak terhitung lagi berapa menit terlewat.

JRASSHH

Kehadiran angin akibat kekuatan yang mereka keluarkan turut meramaikan suasana ini. Tak sengaja angin itu menggesek kulit mereka, menyebabkan darah keluar.

"UKKHH!"

Lutut serasa lemas, tak mampu menopang tubuh berdiri lagi. Tidak! Mereka tak boleh berhenti dulu! Sedikit lagi. Ya, sedikit lagi.

ZRUUUSSHHH

Seketika pola motif segel di atas permukaan air itu menyusut, dan menghilang. Tak ada pola-pola lagi disana. Sepertinya mereka berhasil.

"Hahh... haahh..,"

Ketiganya terduduk lemas. Chakranya terkuras habis. Nafasnya terengah-engah. Mereka tak menyangka, untuk membuka segel ini saja butuh chakra sebesar ini.

Tapi, dibalik ekspresi lelah mereka, terukir senyum kecil di wajah mereka.

.

.

.

.

TO BE CONTINUE

.

.

.

.

Vacotan Avthor

MAAF! MAAF! MAAF! MAAF UPDATENYA LAMAAA! m(_ _)m

Udah hampir empat bulan ga apdet. Maaf ya, abis kesibukan ane sebagai seorang pelajar yang dimana udah berapa hari gamasuk sekolah, fokus ke lomba, akhirnya ulangan numpuk, ngejar materi, dan bla bla bla. Dan lagi ide ff oneshoot yang banyak berkembang, memaksa ane bikin yang oneshoot dulu demi kepuasan(?)dan menelantarkan fic ini hingga lupa ide-ide awal, terpaksa membuat jalan cerita baru yang lebih cocok walau akhirnya malah kesannya dipaksa :'v

Anyway, aku udah bertekad bakal ngelanjutin ini fict. Banyak yang kudapatkan dari fict ini. Karena di fict inilah aku baru merasakan bagaimana dapat flame selama karirku di dunia ffn. Terlepas dari flame itu, aku tetep senang ada yang suka dan meminta aku melanjutkan dic ini. Arigatouu!

Dan soal chapter ini, emang belum nampak segitiga NHTnya. Aku kan emang gitu orangnya, step by stepan :3 Dan soal kenapa Sasuke ngebet banget pengen bantu Naruto? Karena mereka temen. Mana bisa liat temen sendiri sedih. Dan anggaplah apa yang dilakukan Sasuke itu sebagai jalan penebusan dosa dan membalas kebaikan Naruto. Fufufu...

Akhir kata, reviewnya minna... ^^

July, 13rd, 2015

Mendekati perpisahan dengan Ramadhan

Sign,

Sasshi Ken