"Hinataaaa!"

"Naruto-kun! Akkkhhh...!"

"Dia... milikku,"

"Ghhaaaaaahhh..."

BUUUUMMMMM

'!'

Lagi, ia terbangun di tidurnya. Mimpi, bukan, serpihan ingatan masa lalunya selalu terbayang di benaknya. Kepalanya serasa ingin pecah. Ingin rasanya ia membuang ingatan itu. Namun, semakin dilupakan, semakin bertambah pula rasa penyesalannya.

Cukup! Ia tak tahan lagi. Segera ia berjalan menuju westafel di kamar mandi. Membasuh wajahnya, sambil menatap nanar wajahnya di depan cermin. Tak ada sorot matanya yang hidup. Bahkan ia merasa tak kuat berada di kehidupan lagi.

"Hinata..." gumamnya lirih.

.

.

.

.

PLEASE, COME BACK!

A NARUTO FANFICT

DISCLAIMER : KISHIMOTO MASASHI

FICT BY : SASSHI KEN

WARNING : CANON, ALTERNATIVE REALITY, GAJE, ABAL, TYPO, AMATIRAN, DE EL EL

CONTAIN SPOILER THE LAST :3

HOPE U LIKE IT AND GIVE A REVIEW ^^

.

.

.

.

Tak ada semangat hidup lagi. Berjalan lunglai menuju kasurnya, dan tertidur kembali, meski matahari sudah di ufuk timur. Entah mengapa, rasa sakit ini tak kunjung hilang. Kenapa? Apa ini cinta? Mengapa begitu menyakitkan? Inikah yang dirasakan Obito dulu saat kehilangan gadis yang dicintainya? Pantas saja ia jadi membenci dunia ini.

Uzumaki itu tersenyum miris. Dirinya memang begitu mirip dengan Obito, musuh, sekaligus kawan saat perang dulu.

TOK TOK!

Pintu diketuk, menandakan ada orang di luar. Sejujurnya ia malas berjalan membuka pintu. Namun, suara ketukan itu makin keras. Mau tak mau ia berjalan gontai melewati lantai apartemennya yang berserakan sampah. Terlalu malas untuk membersihkan apartemennya. Dirinya memang sudah tak peduli lagi pada apapun di sekelilingnya.

CEKLEK

Pintu terbuka. Tampaklah sosok perempuan yang sedari tadi mengetuk pintu. Haruno Sakura, namanya.

"Baka! Lama sekali kau membuka pintu!" geram perempuan berambut soft pink itu.

"..." Tak ada respon sama sekali oleh si pemilik apartemen. Sakurapun hanya mendesah pelan.

"Hei...," panggilnya. "Nanti malam, Ino dengan Sai akan mentraktir kita dan teman-teman yang lain. Jadi, bersiaplah jam delapan malam nanti di Yakiniku Q. Tak ada penolakan! Kau harus ikut!"

"Ya," jawabnya singkat. Merasa tak ada perbincangan yang penting lagi, ia segera menutup pintu.

"Naruto!" panggil si Haruno sebelum pintu tertutup rapat. "Tolong, jangan terlarut dalam lukamu itu,"

Tak ada jawaban lagi. Pemuda 19 tahun berambut kuning itu segera mengunci pintu tanpa meninggalkan sepatah katapun.

Sakura menatap sedih rekan setimnya itu. Dia begitu banyak berubah semenjak kejadian itu. Dirinya tahu, kejadian itu pasti begitu menyakitkan di hatinya. Ingin rasanya ia mengembalikan cengiran pemuda itu seperti sedia kala. Mungkin saja bisa. Ia seorang iryo-nin hebat didikan Tsunade. Ia bisa mengobati luka apapun. Namun sayangnya, ia hanya bisa mengobati luka darah, bukan luka hati. Sehebat apapun ilmu pengobatan yang dimilikinya, ia takkan bisa mengobati luka hati. Karena hanya cinta dari seseoranglah yang bisa mengobatinya.

.

.

.

.

Malam itu, Shikamaru, Chouji, Kiba, Shino, Sakura, dan Naruto duduk berjejeran di sebuah meja di Yakiniku Q untuk memenuhi undangan dari pasangan Sai dan Ino yang baru saja merayakan anniversary mereka yang ke enam bulan. Enta apa yang spesial dari enam bulan, tapi enam bulan berhubungan adalah suatu kebahagiaan tersendiri bagi pasangan remaja yang beranjak dewasa ini. Sontak, mejapun dipenuhi beragam jenis makanan.

"Ah, silahkan! Makanlah sepuasnya! Aku akan mentraktir kalian" sahut perempuan beriris aquamarine di tengah teman-temannya. Segera teman-temannya membalas sahutan itu dengan mengambil yakiniku di pembakaran.

"Ah... Chouji. Kau terlalu banyak mengambil daging. Pantas saja kau menjadi gen...," ucapan polos sang pria segera dibekap oleh gadis disebelah yang merupakan kekasihnya sendiri. Sang kekasih, Ino menatap tajam Sai yang seolah-olah mengatakan 'Jangan sebut kata gendut di depannya atau kau akan mati!' Sai yang mengerti arti tatapan itu segera menghentikan topik pembicaraannya dan melanjutkan makannya.

"Hei, Ino! Apa tidak berlebihan merayakan perayaan 6 bulan kalian dengan mentraktir makanan sebanyak ini?" tanya sosok gadis yang juga merupakan sahabat dekat Ino, Sakura.

Inopun tersenyum. "Hei, jidat! kau yang jomblo takkan mengerti bagaimana rasanya bisa berpacaran selama enam bulan," Jawaban dari si Yamanaka itu langsung dibalas dengan jitakan Sakura. Enak saja bilang dirinya jomblo. Dia jomblo bukan karena tak laku, tapi untuk menunggu seseorang kembali dari perjalanan keliling dunianya.

Suasanapun kembali menjadi seperti semula. Dimana percakapan Ino Sai lebih mendominasi disana. Sedang mereka hanya menjadi pendengar yang baik sambil mengunyah makanan. Namun, seketika semua menatap Kiba setelah mendengar nada romantis yang Kiba keluarkan untuk seseorang yang disayanginya.

"Akamaru! Makan ini! Dagingnya sudah tidak terlalu panas kok! Aaa... Buka mulutmu~"

"Ah, dia dengan Akamaru lebih romantis daripada Ino dengan Sai. Apa karena ini sampai sekarang dia tak punya cewek?" bisik Chouji kepada pemuda Nara di sebelahnya.

"Dia memang begitu kan?" balas Nara Shikamaru sambil menguap tanda mengantuk. Mendengar rekan setimnya membicarakan sesuatu, membuat Ino beergabung dengan pembicaraan mendokusei ini bagi Shikamaru.

"Hei... hei," bisik Ino. Ah, bahkan volume suaranya itu terlalu tinggi untuk standar sebuah bisikan. "Si Kiba itu, walau terlalu mencintai Akamaru, tapi ternyata dia masih memiliki ketertarikan dengan cewek lho...,"

PING!

Seketika indra pemuda Inuzuka yang masih asyik menyuapi anjingnya menjadi tajam. "Hei, jangan menggosipi orang saat orangnya jelas-jelas masih disini!" teriaknya.

Sakura yang sedari tadi diam menjadi tertarik mengikuti topik pembicaraan ini. "Hee... benarkah? Kalau begitu, dengan siapa?"

Menyeringai, Inopun membuka rahasia pemuda bertato itu. "Bulan lalu, saat aku dan Kiba pergi misi ke Sora no Kuni, ada seorang gadis penyuka kucing yang kutemui. Dan saat bertemu..."

"WWAAA! MAKANANNYA ENAK SEKALI! HEI AYO MAKAN DAGINGNYA! SUDAH TIDAK PANAS LHO!" Kiba berteriak sekuat tenaga, hingga membuat ucapan Ino terpotong. Mendadak Kiba bergelagat aneh dan terlihat sok sibuk, tujuannya hanyalah agar temannya tak membahas rahasianya.

Tak menghiraukan teriakan pemuda bertato segitiga di pipinya itu, Ino langsung menyambung kalimatnya yang sempat terpotong itu. " Aku lupa nama gadis itu, tapi aku sering memergoki Kiba yang diam-diam sering memperhatikannya. Wajahnya juga memerah saat bertemu gadis itu,"

"Ahhh... Ternyata Kiba...," goda Sakura pada Kiba. Yang langsung dibalas dengan tatapan tak suka Kiba.

"Hei, jangan percaya dengan Ino! Itu tidak benar!"

"Ahh... Wajahmu memerah. Kau demam Kiba?" ucap Sai dengan polosnya.

"Huh... Aku teman setimmu, tapi kau tak pernah menceritakannya. Justru orang diluar tim delapan yang lebih tahu," Jangan tanya siapa yang sedang ngambek sekarang.

"Hei, Shino! Itu tak benar! Makanya aku tak memberitahumu!" bela Kiba.

"Bahkan Kiba sudah menemukan cewek. Kenapa aku masih belum ya?" ujar Chouji menyalahkan nasibnya yang sampai sekarang belum menemukan tambatan hati.

"Hei! Apa kalian tak percaya padaku? Akh, menyebalkan!"

"Wajahmu memerah, gelagatmu aneh. Sudah pasti kau berbohong," jelas si jenius yang ada di sini, Shikamaru.

"Kaliaaannnn...," Tampaknya Inuzuka ini sudah kesal. "Andai saja ada Hinata disini, pasti dia membelaku,"

TUUKK!

Suara sumpit jatuh menginterupsi pembicaraan mereka. Ahh... mereka melupakan seseorang disana. Seseorang yang sedari tadi diam dan memilih untuk tak bergabung ke obrolan mereka. Seseorang yang sedari tadi hanya makan dengan tatapan kosong.

Padahal ia baru saja memantapkan hatinya untuk ikut bercanda bersama mereka. Tapi, kenapa nama itu harus disebut? Jelas nama itulah yang membuatnya dirundung galau berkepanjangan.

Menyadari situasi mulai tegang dan mencekam, Sakurapun mulai angkat bicara, berusaha untuk mendamaikan kembali suasana. "Ahh... Daritadi kau makan terus. Lama-lama kau bisa menyaingi Chouji lho..."

"Haha, iya! Bagaimana kalau kau gemuk nanti? Apa Hinata masih tetap suka padamu?" Menyadari kesalahannya karena menyebut nama rekan setimnya dulu, Kibapun ikut mengalihkan topik mengikuti Sakura. Namun naasnya, bukannya mengadamkan suasana, justru makin memperkeruh suasana. Keceplosan lagi. "Ahh... maksudku seharusnya kau..."

"Teman-teman, maaf, " memotong capan temannya, Sang jinchuriki Kyuubi segera berdiri dari tempat duduknya. "Tiba-tiba aku ada urusan. Jangan cemaskan aku, hehe," cengirnya. Tapi siapapun tahu, itu adalah cengiran palsunya. Terlalu jelas tampak oleh mereka.

Semua menatap iba pada kepergian Naruto. Terutama Sakura. Ya, Sakura tahu semua yang terjadi pada rekan setimnya itu. Kesedihannya, penderitaannya. Kenapa? Karena ia juga pernah mengalami hal yang sama. Lagipun, hubungannya dengan Naruto sudah terlalu dekat. Lebih dekat daripada hubungan sebuah sahabat. Bagai kakak dan adik. Pemuda itu sudah mengalami banyak penderitaan. Dan kini ia harus menderita lagi? Terkadang, Sakura menyalahkan takdir atas apa yang terjadi.

.

.

.

.

Uzumaki Naruto berlari keluar dari rumah makan itu. Berlari kencang melewati jalanan desa, tanpa mengindahkan sapaan para fansnya. Ia melompati atap demi atap rumah, bergerak menuju tebing Hokage. Baginya, hanya itulah tempat ia merasa tenang. Terutama di pahatan wajah ayahnya. Bagai seorang anak yang curhat dan meminta nasihat kepada orang tua tentang derita cinta yang dialaminya.

Ia memandang luas Desa Konoha yang terlihat dari atas. Begitu luas, ramai, dan tentram. Yah, suatu saat nanti ia akan menjadi Hokage. Wajahnya akan dipahat di tebing. Sebanyak inilah penduduk yang akan ia seluas inilah desa yang nanti akan ia lindungi.

"Tou-san, apa aku bisa melindungi semua penduduk desa? Melindungi seorang saja aku tak bisa," tanyanya. Dan seperti biasa, ayahnya hanya diam, tak mengucap sepatah kata apapun. Bodoh, tentu saja ayahnya takkan pernah menjawab. "Seharusnya kau ada disini Tou-san. Kaa-san juga. Kalau melihatku yang sekarang, rambutnya pasti sudah berkibar seperti ekor Kurama. Haha," Oke, dia merasa sudah gila sekarang. Ia berbicara dan tertawa sendiri. Seseorang, tolong sadarkan dirinya.

.

.

.

.

"Sudah kubilang, aku tak tertarik mengikuti misi ini! Aku sedang tak bersemangat hari ini!" teriakan itu menggema di ruangan Hokage. Di ruangan itu, Naruto berteriak, sedang dua orang lain, Sakura dan Hokage Keenam, Kakashi hanya mendesah pelan.

"Apanya yang tak bersemangat? Sudah 5 bulan kau tak mau mengambil misi apapun. Kalau begini terus, bisa-bisa kau tak punya penghasilan lagi!" canda Kakashi, tapi masih dalam kondisi serius menatap dua muridnya.

"Ayolah, misi ini tak terlalu berat! Lagipula sudah lama kita berdua tak mengambil misi yang sama!" omel gadis dengen segel Byakugou no In di jidat lebarnya yang kini sudah tak terlihat lebar lagi. Omelan itu tak digubrisnya. Segera ia berjalan meninggalkan ruangan Hokage.

Sakura menepuk jidatnya. Lagi, temannya berulah seperti itu. "Kakashi-sensei. Aku sudah tak tahu lagi bagaimana caranya mengembalikan dia seperti dulu,"

"Ya, kehilangan orang yang dicinta memang menyakitkan," jawabnya, sambil menyandarkan diri di kursi kebesarannya. "Sejak kecil dia tak pernah mendapatkan cinta. Dan kini saat sudah dewasa, dia sudah bisa mengerti tentang cinta. Dan baru saja ia mengerti perasaan itu, cintanya harus pergi," jelasnya.

Kakashi adalah gurunya, tentu ia tahu seluk beluk dan apa yang terjadi pada muridnya. Hari itu, Hyuuga Hiashi, pemimpin klan Hyuuga diserang oleh pasukan dari seseorang pria misterius. Dan bertepatan dengan saat itu, Hyuuga Hanabi, anak keduanya diculik oleh orang yang sama. Barulah mereka tahu kalau pria itu adalah Ootsutsuki Toneri, keturunan Ootsutsuki Hamura, saudara pertapa Rikudou.

Sebagai Hokage, ia menugaskan Nara Shikamaru, Hyuuga Hinata, Haruno Sakura, Sai , dan Uzumaki Naruto untuk membawa Hanabi pulang dari penculik itu. Ia tak tahu detail tentang apa yang terjadi selama misi itu. Yang pasti, dari laporan Shikamaru, mereka menemukan danau aneh yang merupakan jalan menuju kehidupan di bulan. Mereka terus mencari Hanabi disana, hingga akhirnya Hinata menemukan sesuatu disana, yang membuatnya harus berpencar dari kawanannya. Niat baik Hinata untuk membawa Hanabi balik dan menghancurkan Tenseigan, ia malah diserang Toneri. Seluruh ingatannya dihapus, dan direset menjadi Hinata yang baru.

Hingga saat Toneri dan Hinata akan menikah, Naruto datang dan membuat pernikahan itu batal. Pertarunganpun tak terelakkan. Dengan kekuatan masing-masing, mereka saling menumpahkan darah demi memperebutkan seorang gadis. Sayangnya, kekuatan Toneri menjadi lebih kuat dan besar dari Naruto. Dan membuat Uzumaki itu kalah oleh seorang Ootsutsuki.

Hanabi dapat dibawa pulang dengan selamat. Tak ada lagi serangan meteorid dari bulan, yang membuat penduduk bumi tak terancam lagi. Namun sayangnya, Hyuuga Hinata harus dikorbankan untuk hal ini. Naruto, gagal membawa Hinata kembali ke bumi.

Bisa saja ia kembali ke sana. Namun sayangnya, danau sebagai portal penghubung itu telah disegel dari bulan. Tak ada yang bisa memecahkan penyegel itu. Dan yah, hal ini memberi efek buruk pada putra Yondaime Hokage itu.

.

.

.

.

Sejak saat itu, ia menjadi pemurung. Tak ada semangat hidup terpancar di iris safirnya. Dirinya selalu merasa bersalah akan hal ini. Pemuda itu merasa dirinya tak berguna, payah, dan sejenisnya. Ini bagaikan kehilangan cahaya. Yang dilakukannya hanyalah tidur-tiduran, uring-uringan, melamun, menunggu waktunya tiba. Ah, itu terlalu hiperbola. Sudah jarang ia berkumpul bersama temannya, berkumpulpun, ia tak seceria dulu. Ingin rasanya ia melupakan gadis itu, tapi tak bisa. Mengapa? Mengapa cinta sesakit ini? Mengapa perasaan ketika kehilangan Hinata, berbeda dengan perasaan ketika ia ditinggal sahabat sejatinya, Sasuke? Bodoh, tentu saja beda. Ia sudah dewasa. Tentulah ia tahu perbedaan tiap perasaan cinta. Sasuke itu bagai teman hatinya, sedangkan Hinata adalah pengisi hatinya. Dan lagi, Naruto masih normal. Ingat itu.

Kesialan menimpa dirinya. Baru saja ia meninggalkan kantor Hokage, pemuda berambut kuning itu malah bertemu seseorang yang tak ingin ditemuinya saat ini. Orang itu adalah Hanabi, adik dari gadis yang dicintainya. Jujur, bukan karena apa, ia hanya selalu makin merasa bersalah tiap menemui gadis belia itu.

Hanabi berjalan berlawanan arah dengan Naruto. Saat berpapasan, ia menggenggam tangan laki-laki yang lebih tua darinya itu. "Jangan menghindariku terus. Ini semua bukan salahmu," Ia berbisik pelan, seraya menatap iris safir itu dengan tatapan yang menusuk, dan tajam.

Seketika Naruto meneguk ludahnya. Mengapa Hanabi harus menatapnya seperti itu? Melihat mata Hanabi, ia merasa seolah-olah Nejilah yang menatap geram padanya.

Neji? Kenapa harus Neji? Simpel saja. Mata Hanabi diambil oleh Toneri. Dan oleh karena itu, untuk melanjutkan hidupnya yang masih panjang, Hanabi harus terus dapat melihat dunia dengan mata yang dibanggakan klan Hyuuga. Dan mata yang ada di Hanabi sekarang, adalah mata yang diambil dari mata sepupunya, mata Hyuuga Neji.

Hanbi melepas genggamannya, dan lanjut berjalan menuju tujuannya, meninggalkan pemuda Uzumaki seorang diri.

Lututnya serasa lemas. Tubuhnya terperosok. Mengepal erat tangannya, ia meninju tanah, sebagai ungkapan kemarahannya. Sampai kapan harus begini terus? "Aaaakkkhh!"

.

.

.

.

.

.

TO BE CONTINUED

.

.

.

.

.

.

Bacotan Author :

Ada apa dengan gaya bahasaku? Kenapa jadi absurd? Uwwaaa, maaf kalo jelek, abis udah lama gak nulis fanfict... m(_ _)m

Diambil dari plot movie The Last, tapi Ken ubah endingnya. Tolong jangan timpuk saya yang membuat mereka berpisah. Salahkan otak ini yang menghasilkan ide.

FYI, Ken gatau dengan rinci plot atau scene demi scene dengan detail di The Last. Ken cuman baca The Lat versi teks dan nonton di youtubenaypun baru satu perempat bagian. Mau nyari yang dua perempatnya gaketemu :3

Bedewey The Lat bakal tayang bulan April ya? Di Blitz doang? Sayang. Disini kagak ada blitz :'v Lagi gak ada ongkoks ke Jekardah, harapan satu-satunya sih nungguin ada cabang blitz dibangun di Pekanbaru :3

Tapi masih ada satu cara lagi, DOWNLOAD. Tapi Ken masih dirundung kegalauan mau download atau enggak. Soalnya gini, kalo download, maka pembajakan makin tinggi di Indonesia. Otomatis, pihak Jepangpun makin keberatan untuk menayangkannya kemudian hari sekaligus rugi. Lagipula kuota Ken lagi gak banyak :v. Ditayangkanpun, apakah serentak di bioskop seluruh Indonesia? Hal yang tak jelas itulah yang membuat pembajakan makin marak. Makin besar pembajakan, makin gak ikhlaslah para HP disana untuk menayangkannya disini. Mending kalau masih mau ditayangin, kalo enggak? Ya, balik lagi. Namanya udah suka, akan terus mencari cara agar bisa melihat sesuatu yang disukainya itu. Gak ada pilihan lain selain download. Dan balik lagi ke kalimat sebelumnya tadi. Gitu aja terus, sampe Jeketi punya single religi :v

Back to topic, jadi mohon maaf kalau plot disini ada yang gak sesuai dengan yang di The Last. Miane~

Ini baru prolog, jadi disini baru diceritain apa yang terjadi pada mereka, dan bagaimana kegalauan Naruto yang gagal menyelamatkan Hinata. Lebih galau daripada ketika mengetahui gebetan pacaran ama sahabat (numpang curhat :3) Di chapter selanjutnya akan muncul Hinata dan Tonecchi~ Akh, masih gagal move on saya dari pesona Tonecchi :* (?)

Dan kalo dipikir-pikir, MENGAPA AKU SUKA BIKIN FICT YANG HURT/COMFORT? YANG NYESEK-NYESEK? ENDINGPUN SUKA BIKIN NGEGANTUNG... :'v

Akhir kata, Ken minta review dari agan-agan semua. Keluarkan aja uneg-unegnya. Jangan jadi silent reader yaaaa ^^

Riau, 20 Februari 2015

Walau telat sehari, tapi...

Happy Chinesse New Year!

Gong Xi Fa Chai

Sign,

Sasshi Ken