Chapter 3: Today, really is a horrible day for scorpio (Part 1)


.

.

.

Hari itu seperti biasanya. Midorima Shintaro bangun pagi tepat pada waktunya dan mengenakan kaca mata hanya dengan menggunakan tangan kanannya. Kebiasaan yang telah di latihnya sejak dulu.

Ia berusaha mengerjakan segala hal semampunya dan selebihnya menyerahkannya dalam tangan takdir.

Kepercayaan Midorima pada hal-hal yang berbau supernatural memang bertentangan dengan penampilan siswa teladan yang terlihat selalu yakin akan segala sesuatu bersifat logis dan faktual.

Dia mengecek acara 'Oha Asa' tepat pada waktunya pada saat makan pagi. Bagian yang memberitakan horoscope harian baru saja dimulai, pembawa acara memperlihatkan hasil ramalan tiap zodiak dan lucky item untuk hari itu.

Tentu saja ia menyimak dengan seksama, terutama pada saat urutan zodiak cancer di beritakan.

Namun, khusus hari ini ada ramalan yang menarik perhatiannya.

"Bagi yang memiliki zodiak scorpio hari ini, sayang sekali, keberuntungan kalian berada di urutan yang terendah." Ujar sang pembawa acara tersebut mengungumkan tentang zodiak scorpio.

"Jadi kalian harus membawa lucky item kalian sepanjang waktu. Jangan pernah, kuulangi sekali lagi Jangan pernah, melepaskan lucky item kalian." Midorima tertegun sejenak saat mendengar pernyataan itu.

Scorpio adalah zodiak teman satu tim sekaligus sahabat karibnya Takao Kazunari.

"Kemalangan beruntun akan menimpa kalian sepanjang hari ini, jadi pastikan untuk tidak lengah meskipun di jalanan sepi, karena kemungkinan kecelakaan apapun dapat terjadi." Pembawa acara tersebut melanjutkan dengan wajah penuh senyuman. "Peluang kalian untuk lolos hari ini, amatlah kecil."

"Baiklah, pemberitaan itu mengakhiri acara kita pagi ini, terima kasih banyak bagi penonton sekalian."

Setelah acara Oha Asa berakhir, Midorima langsung mematikan TV-nya.

.


.

"Setelah itu aku mencoba menelepon Takao namun dia tetap tidak mengangkatnya meski aku meneleponnya berkali-kali," Midorima mendesah sambil melayangkan tatapannya kebawah. "Aku mendapat firasat buruk, nanodayo."

"Oi, hentikan itu, menjijikan tahu. Nggak ada yang datang kesini untuk mendengar curhatanmu." Sahut Aomine dengan jengkel tengah tidur-tiduran di sofa ruang tamu mansion Akashi. Tampaknya merasa terganggu dengan cerita remaja berambut hijau.

"Aku tidak mengatakannya padamu!" Desis Midorima dengan nada kesal. Remaja berambut biru dan hijau itu saling bertatapan selama beberapa waktu, saling mengadu death glare siapa yang lebih kuat hingga akhirnya Kise menengahi mereka.

"Sudah, sudah, jangan bertengkar, kan sudah lama kita tidak berkumpul begini." Kise berusaha menenangkan mereka sebelum situasinya menjadi semakin keruh.

"Kau diam saja!" Hardik Aomine.

"Ini bukan urusanmu, nodayo!" Midorima berkata dengan nada dingin.

"Hiiie!" Si blonde itu mundur teratur saat menyadari dirinya kini menjadi sasaran amarah keduanya.

Murasakibara sedari tadi duduk dengan tenang di sofa sambil mengunyah sebuah bungkusan keripik kentang, sama sekali tidak berniat untuk terlibat dalam perselisihan Midorima vs Aomine.

"Sudah, stop! Jangan bikin ribut disini!" Momoi memutuskan untuk ikut campur. Berbeda dengan Kise, meski masih terlihat tidak puas Aomine dan Midorima memutuskan untuk mengakhiri pertentangan mereka karena perkataan Momoi.

"Momoi-san benar." Ujar Kuroko yang muncul dari belakang Aomine, membuat pria berambut biru tua itu sedikit tersentak. "Aomine-kun, Midorima-kun, mengingat kondisi Akashi-kun saat ini, ada baiknya kalau kalian tidak membuatnya stres dengan keributan yang tidak perlu." Katanya menasihati mereka dengan ekspresi datar.

Terdengar suara langkah kaki dari arah dapur membuat mereka semua menoleh kearah kedua pemuda berambut merah yang berjalan keluar dari dapur.

"Terima kasih sudah membantuku di dapur, Kagami." Akashi 'oreshi' berkata pada Kagami yang hendak melepaskan apron yang dikenakannya."Maaf sudah menyita waktumu dihari libur."

"Tidak masalah, lagipula memasak memang keahlianku." Ujar Kagami dengan nada penuh rasa percaya diri seolah membanggakan kemampuannya."Aku membuat persediaan Gyoza untuk 3 hari, tinggal dipanaskan saja."

"Aaah! Kalian sudah selesai memasak?! Padahal aku mau membantu." Ujar Momoi memprotes. Ia cemberut sambil menggembungkan pipinya. Tidak mengindahkan seruan Aomine 'Aku ga mau makan kalo kamu yang masak!' dari belakang.

"Oi, Murasakibara. Hari ini Tatsuya tidak jadi datang?" Kagami mengalihkan pandangannya kearah Murasakibara yang masih mengunyah keripik kentang.

"Katanya sih ada urusan, dia akan menyusul kesini sebentar lagi." Murasakibara menjawab sambil mengangkat bahu.

"Ah, Akashi-kun, Furihata-kun ke mana?" Kuroko bertanya pada Akashi saat ia berjalan melewatinya.

"Kōki baru saja pergi ke bank karena diminta ayahku sebelum kalian tiba. Dia akan kembali sebentar lagi."

"Aka-chin, aku lapar~ apa aku boleh makan masakan didapur?" Akashi menoleh kebelakang saat merasakan sepasang lengan kekar milik Murasakibara melingkar dipinggang ramping miliknya. Perutnya memang mulai membesar, namun masih belum terlihat bila ia mengenakan T-shirt yang longgar atau Jas. Raksasa berambut ungu itu menggesek kepalanya dengan manja di bahu Akashi.

"Tentu saja, aku sudah menyiapkan porsi besar khusus untukmu." Ujar Akashi sambil mengelus kepala Murasakibara. Jemarinya menyusup diantara helaian surai ungu dan membelainya dengan lembut membuat Murasakibara menggeliat nyaman.

"Asyii~iik, Aka-chin emang pengertian~" Seru Murasakibara dengan nada ceria dan mempererat pelukannya pada Akashi sejenak sebelum melepaskan pemuda berambut merah cerah itu dan beranjak ke dalam dapur.

Kemudian Akashi menoleh kearah Kuroko dan Momoi.

"Kuroko, Momoi, aku ingin minta bantuan kalian untuk merapikan beberapa barang. Bisakah kalian menolongku?" Pintanya.

"Hmm? Soal apa?" Tanya Momoi seraya berjalan mendekat.

"Beberapa hari yang lalu ibu Kōki mengirimkan beberapa kardus berisi barang-barang yang kira-kira akan kami butuhkan setelah bayinya lahir, karena sibuk aku tidak sempat membereskannya."

"Baiklah, kalau begitu ayo kita mulai sekarang supaya cepat selesai!" Momoi mengusulkan sementara Kuroko melipat lengan bajunya yang panjang keatas agar tidak mengganggu saat ia beres-beres nanti.

"Bagaimana kalau kita nonton tv saja? Mungkin ada acara yang bagus…" Kise mengambil remote control dan menyalakan televisi. Ia terus mengganti-ganti channel mulai dari acara infontaintment, wisata alam, acara memasak bersama hingga akhirnya sampai pada channel siaran berita siang.

"Kini kita akan melihat rekaman langsung dari tempat terjadinya perampokan

"Saat ini kita tersambung reporter Kuroda Mayumi tengah berada di tempat kejadian." Seorang pria paruh baya yang membawa acara berita siang menginformasikan. "Bagaimana keadaan disana, reporter Kuroda-san?" Ia menoleh kearah sebuah layar dibelakangnya dimana seorang reporter wanita diakhir 20 tahun berdiri di tempat yang dipenuhi kerumunan orang. Ada beberapa yang sengaja menoleh kearah kamera dan memasang berbagai macam gaya supaya gambar dirinya tampak di siaran liputan berita tersebut.

"Baik, ini dengan Kuroda, saat ini saya tengah berada didepan bank yang dirampok. Ada sejumlah orang yang dijadikan sandera oleh perampok sehingga polisi tidak bisa bertindak gegabah." Kata wanita bernama Kuroda itu menjelaskan situasi di tempat kejadian perkara.

"Perampokan? Bakalan jadi headline besok di koran tuh." Aomine mendengus sambil terkekeh pelan. Biasanya dia tidak terlalu peduli dengan acara berita, tapi kebetulan saja berita menarik itu muncul didepan mata hingga ia tak dapat menahan diri untuk berkomentar.

"Tersangka perampokan bank tengah meminta kendaraan sebagai ganti nyawa para sandera, lihat! Mereka membawa salah seorang sandera kedepan pintu masuk!" Close up kamera berganti dari tempat sang reporter kearah pintu depan bank dimana sosok yang amat familiar tampak didepan mata Kise, Aomine, Midorima dan Kagami.

Sosok berambut cokelat yang gemetaran dengan air mata berlinang dikedua matanya. Ekspresinya tampak seperti orang yang sudah menyerah untuk bertahan hidup dalam situasi tersebut.

FURIHATAAAAA?! Keempat orang itu serempak berseru dalam hati.

.


.

"Waah…banyak juga ya," Ujar Momoi saat melihat isi kardus pertama yang dibuka. Ada berbagai macam barang didalamnya. Mulai dari beberapa botol susu, baju-baju kecil yang merupakan hasil rajutan tangan sang bunda. Sabun, shampoo dan bedak untuk bayi serta beberapa buku.

"Yang sebelah sini isinya kereta dorong dan ayunan." kata Kuroko saat ia membuka kardus yang kedua. "Ibu Furihata-kun pengertian juga ya."

"Beliau memang sangat perhatian, bibi sering mengatakan akan datang membantu merawat bayi ini setelah lahir nanti." Ujar Akashi sambil mengelompokkan beberapa buku yang dikeluarkannya dari kardus. Ada buku yang berisi tips-tips merawat bayi dan juga resep makanan mudah untuk balita.

"Omong-omong, ini sudah bulan yang keempat ya Akashi-kun?" Tanya Momoi sambil melihat kearah perut pemuda berambut merah itu.

"Begitulah," Akashi menganguk.

"Pasti merepotkan karena sering menderita morning sickness dan mengidam kan?" Momoi menarik nafas, ia jelas mengkhawatirkan keadaan Akashi, biar bagaimanapun mereka sudah lama saling mengenal.

"Memang agak memalukan untuk mengakuinya, tapi terkadang saat aku tidak bisa mengendalikan perubahan emosi yang mendadak, aku sering merepotkan Kōki." Akashi mengingat saat-saat dimana sisi 'bokushi'nya mendamprat Furihata tanpa alasan jelas dan mengancamnya karena salah bicara sedikit saja. Ia selalu merasa bersalah setiap kali mengingatnya, karena itulah ia selalu meminta maaf pada Furihata setelah ia tenang kembali.

"Terkadang…aku khawatir bila suatu saat nanti kesabarannya habis dan memutuskan untuk meninggalkanku."

"Ah, maaf, ucapanku malah jadi melantur begini. Ayo kita lanjutkan-"

"Akashi-kun! Menurutku merasa cemas dan takut adalah hal yang wajar!" Momoi tiba-tiba menyela dengan nada lantang membuat kedua pemuda itu menoleh kearahnya.

"Maksudku, siapa saja pasti akan merasakannya! Terlebih ini adalah kehamilan pertamamu, justru tidak wajar kalau kau bisa mengatasinya dengan mudah!" Kata gadis berambut merah muda itu. Ia tidak ingin melihat Akashi terbeban dengan rasa bersalah pada hal yang seharusnya wajar.

"Momoi…" Akashi tertegun sejenak mendengar kata-kata mantan manager timnya saat masih di Teiko dulu.

"Momoi-san benar, tenang saja, Furihata-kun takkan meninggalkanmu. Biar bagaimanapun, kau sudah memutuskan untuk mencintai dan mempercayainya bukan?" Kuroko memutuskan untuk ikut memberikan saran dan dukungan.

"Kuroko…"

"Lagipula sudah terlambat baginya untuk melarikan diri sekarang. Dia takkan berani dengan ancaman ayahmu dan juga Aomine-kun akan mematahkan seluruh tulang di tubuhnya dan Murasakibara-kun akan menghancurkan tengkoraknya kalau dia berani melakukannya." Kata pemuda berambut biru itu mengakhiri kata-kata 'bijaknya'

'Tetsu-kun…itu namanya mengancam, lagipula kedengarannya mengerikan sekali!" Momoi menoleh kearah Kuroko dengan sweat drop dibelakang kepalanya. Terkadang Kuroko memang bisa memberikan pendapat yang sadis dengan wajah datar.

"Hmph, fufufufu…" Kekehan kecil yang berasal dari Akashi membuat Kuroko dan Momoi menoleh kearah pemuda berambut merah itu.

"Terima kasih banyak karena telah mencoba menghiburku, aku menghargainya, Kuroko, Momoi." Akashi memberikan senyuman tulus yang lembut kearah mereka membuat keduanya terpana sejenak. Kemudian Momoi tersenyum malu-malu dan Kuroko mengalihkan pandangannya sambil berdehem.

"Nah, ayo kita kembali beres-beres." Akashi menyarankan seraya membuka kardus yang lain.

"Oke!" Jawab Momoi dengan antusias.

.


.

"Ba-bagaimana dia bisa ada disitu?!" Tanya Kagami dengan nada panik, meskipun dia tahu keempat orang lainnya yang berada bersamanya juga sama-sama bingung.

"Bu-bukannya tadi Akashicchi bilang dia pergi ke bank?" Kise bertanya, mencoba mengingatkan Kagami akan pernyataan Akashi sebelumnya.

"Ta-tapi, banyak bank yang ada di Tokyo kan? Kenapa dia bisa berakhir dalam bank yang sedang dirampok?!" Kagami berseru lagi.

Midorima terdiam, tampak berpikir sebentar untuk menenangkan diri sebelum menoleh kearah pemuda berambut merah tua dengan gradasi hitam tersebut.

"Kagami… apa kau tahu apa zodiak milik Furihata?" Tanya pemuda berambut hijau itu, tidak menghiraukan seruan Aomine yang berkata 'memangnya ini saat yang tepat untuk pusing soal begituan?!'

"Furihata? Dia scorpio kalau tidak salah, memangnya kenapa?" Kata Kagami sambil mengingat-ingat tanggal lahir teman satu timnya itu.

"Apaaa?! Scorpio berada di tingkat terendah dalam ramalan Oha Asa hari ini-nanodayo!" Midorima langsung beranjak mendekati Kagami, mencengkram pundaknya dan menatap pemuda berambut merah itu tepat dimata. Kemudian dengan gemetaran menoleh kesamping saat ia teringat akan teman baik/ babunya yang tercinta.

"Kalau begitu…jangan-jangan Takao juga…"

"Itu cuma ramalan kan?! Kau tidak bisa membuktikan hal itu dengan pasti!" Kagami menggeleng cepat dan menyilangkan kedua tangan didepan dada.

"Benar, benar, lagipula yang percaya hal macam begitu cuma Midorimacchi seorang!" Kise menganguk-anguk setuju, menyetujui perkataan Kagami.

"Oh ya? Apa kau masih ingat hari dimana Gemini mendapat peringkat keberuntungan terendah?" Midorima menatap tajam kearah Kise sambil membetulkan posisi kaca matanya. "Kau diserempet mobil van penjual es krim saat membuntuti Kasamatsu-san. Kakimu patah dan harus dirawat dirumah sakit kan?!"

"I-itu cuma kebetulan! Aku tidak memperhatikan lampu lalu lintas saat menyeberang!" Kise berusaha mencari dalih untuk menghindari Midorima mengungkit topik memalukan itu lebih lanjut.

"Itu bukan kebetulan, nodayo, itu takdir! Seperti yang terjadi pada Furihata (dan mungkin Takao juga) hari ini!" Midorima bersikeras.

"Membuntuti?" Kagami dan Aomine bertanya disaat yang sama dan menoleh kearah Kise dengan pandangan menyelidik.

"Me-memangnya kenapa?! Wajar kan kalau membuntuti pacar sendiri?! Itu juga salah satu bentuk ungkapan kasih sayang!" Sergah remaja blonde itu, mencari alasan karena tidak terima di pandang dengan tatapan jijik oleh kedua temannya.

"Ungkapan kasih sayang apanya?! Kau mencoba membobol masuk ke apartemennya! Itu perbuatan kriminal dan pelanggaran hak privasi! Suatu hari nanti kau pasti bakalan ditangkap polisi kalau kau terus-terusan melakukannya!" Komentar Midorima dengan nada ketus.

"Ha-habisnya mau bagaimana lagi?! Kasamatsu-san tidak pernah membalas E-mail yang kukirim atau mengangkat teleponku-ssu!" Kise menangkupkan kedua teapak tangannya menutupi wajahnya, menyembunyikan ekspresinya yang penuh penderitaan.

"Haah? Mungkin dia sedang sibuk kuliah atau kerja sambilan, lagipula berapa banyak kau mengirim e-mail dalam sehari?" Aomine berkata dengan ogah-ogahan kembali bersandar keatas sofa. Tampaknya mereka melupakan permasalahan Furihata untuk sementara.

"Normalnya sih bisa mencapai 110 e-mail dan 87 telepon dalam sehari-ssu…" Kise mengaku dengan nada malu-malu dengan pipi sedikit memerah seolah bangga dengan perhatian berlebihan yang pastinya merepotkan Kasamatsu itu.

"Pantas saja tidak digubris!" Seru Aomine, terkejut mendengar pengakuan temannya. Ia sedikit khawatir, jangan-jangan Kise yang sekarang bukan cuma masochist tapi juga sudah berkembang sebagai seorang stalker?

"Kalau terus-terusan seperti itu bisa-bisa kau bakal dibenci oleh Kasamatsu-san." Kagami berkata dengan nada datar namun menusuk disaat bersamaan.

"Hmm? Apa yang sedang kalian nonton? Sepertinya seru." Suara riang Momoi yang tiba-tiba muncul dari belakang Aomine membuat keempat orang tersebut sontak terkejut.

"Film tentang Godzilla!" Jawab Kagami dengan cepat, buru-buru menghalangi televisi dari pandangan gadis berambut pink itu.

"Ka-kalian sudah selesai beres-beres, nodayo?" Tanya Midorima.

"Iya! Ayo kita makan siang!" Ajak gadis berambut pink itu.

"Ce-cepat ganti channel-nya!" Terdengar Aomine berbisik pada Kise dibelakang, memerintahkan si blonde itu untuk menekan remote-nya.

.


.

Mari kita kembali ke 30 menit yang lalu untuk mengetahui apa yang sebenarnya terjadi pada Furihata-kun…

"Haah…haaah…akhirnya…aku berhasil…mencapai bank…"

"Kenapa hari ini aku sial sekali ya…? Rasanya seperti dihinggapi dewa kesialan kemana-mana…" Semenjak Furihata melangkah keluar dari apartemen dia terus dihinggapi berbagai macam kesialan. Mulai dari yang ringan seperti ia menginjak kotoran anjing dan ada burung buang air diatas kepalanya disaat bersamaan. Kemudian dia tercebur ke dalam selokan, dikejar anjing liar galak, di cakar kucing liar dan hampir tertabrak truk saat melarikan diri dari kejaran satwa-satwa liar tersebut.

Ia menarik nafas panjang saat melangkah masuk kedalam bank. "Aku ingin semua ini cepat selesai dan bisa pulang dengan sela…"

"Jangan bersuara, angkat tanganmu dan letakkan dibelakang kepalamu!"

sebelum Furihata sempat menyelesaikan kata-kata 'mat' ia mendengar suara om-om yang kasar dan tegas memerintahnya dari belakang. Ia juga dapat merasakan dinginnya metal yang di todongkan di belakang kepalanya membuatnya otomatis langsung menjalankan perintah pria tersebut.

"Eh?" ia berkedip sekali kemudian dua kali saat mengamati keadaan disekelilingnya. Beberapa pria yang memakai penutup wajah tengah menodongkan pistol pada semua orang yang ada dalam bank, memaksa mereka untuk bekerja sama bila ingin selamat. Ada seorang yang tengah mengancam petugas bank untuk memberikan semua uang.

Ini…perampokan bank? Tidak, tidak mungkin.

Sesial-sial apapun diriku hari ini, tidak mungkin aku berjalan masuk kedalam bank yang tengah dirampok! Wajah Furihata berubah pucat.

"Oi, cepat jalan kesana dan berkumpul dengan yang lain."

Pria itu menghardiknya dan mendorongnya dengan kasar kearah para sandera yang lain. Diantara mereka, Furihata mendapati beberapa wajah familiar yang berada disana.

"Yaah! Lama tidak bertemu Furihata, hanya saja aku tidak menyangka akan bertemu denganmu dikeadaan seperti ini." Takao menyapanya dengan riang seolah nyawanya sedang tidak berada diujung tanduk. Namun tetap meletakan tangannya dibelakang kepala. "Hahahaha, kau tahu, aku kaget waktu melihat Miyaji-san dalam sini, bagus kan? Jadi seperti reuni untuk anggota Shuutoku. Kita sudah setahun tidak bertemu, lho~"

Ujar Takao sambil menunjuk kearah mantan seniornya yang berada disebelahnya.

"Reuni apanya bodoh! Kita lagi dijadikan sandera tahu!" Meskipun terdapat nada kekesalan dalam suara Miyaji, pemuda pirang itu tampak terlalu tenang menghadapi situasi tersebut. Ia terdengar seperti memarahi juniornya di sesi latihan biasa di Shuutoku.

"Senang bertemu lagi denganmu, sungguh suatu kebetulan yang menyenangkan." Himuro menyapa Furihata sambil mengulurkan tangannya dan menunjukan ekspresi yang luar biasa tenang.

"Oh, kau juga ada di sini rupanya." Takao sedikit terkejut mendapati sosok Himuro yang berada disebelah Furihata.

"Iya, iya, menyenangkan ya, bisa bertemu lagi dengan kalian disini, Miyaji-san, Himuro-san dan Takao …" Jawab pemuda berambut cokelat itu dengan lirih. Hanya Furihata seorang diantara mereka berempat yang bereaksi normal dalam keadaan tersebut. Wajahnya pucat pasi dengan keringat dingin membasahi seluruh tubuhnya.

Ia tidak bisa mengerti bagaimana Takao, Himuro dan Miyaji bisa bersikap setenang itu dalam situasi seperti ini.

"Kudengar dari Shin-chan, katanya kau sudah jadi seorang ayah ya? Selamat."

"Aku juga mendengarnya dari Atsushi,"

"Ah, te-terima kasih."

Apa yang dipikirkan orang-orang iniiiiiii?! Apa normalnya orang akan memberi selamat pada orang lain dalam situasi seperti ini?! Pikirkan keadaan disekeliling kalian! Furihata dengan geram menggiggit bibirnya sampai berdarah.

"Mari kita berharap…" Himuro berkata lagi. Bibirnya melengkung keatas, menampakan senyuman di parasnya yang terbilang cantik untuk ukuran seorang laki-laki itu.

"Ini tidak akan menjadi pertemuan kita yang terakhir…" Takao menyelesaikan kata-kata tersebut dengan nada riang.


To Be Continue…


.

A/N: Ye~ah! bersambung!

Di chapter depan nnt niatnya mw ngemunculin Haizaki berhubung dy juga Scorpio. Karakter scorpio yg aq tahu: Furihata, Takao, Himuro, Miyaji, Haizaki, Kasuga, Harasawa (Takao & Kasuga ultah di hari yg sama lho!) nov 21 (9)

Btw, aq tau seri Naruto udah tamat tahun lalu cuman penasaran pengen nanya aja, ada ngga diantara para pembaca yang Ship NaruSasu sama LeeGaa?