Title : Perfect Partner

Author: Micky-Milky
Genre:Romance/ Drama/ Family

Rate : T

Disclaimer : Punya Kishimoto Sensei

Length: Chaptered

Warning : Typo, Yaoi, Ooc, alur kecepatan. Dll

.

.

Chap 3

.

.

Naruto menguap lebar saat Iruka menerangkan materi pelajarannya hari ini, beruntung Naruto duduk di paling pojok belakang sehingga tak membuat kelakuannya mencolok dan mendapat hantaman gratis penghapus papan tulis dari paman sekaligus guru matematikanya itu. di sampingnya tepat di baris kedua dari belakang, Sasuke Uchiha terlihat mencatat materi pelajaran hari ini dengan santai.

"Rajin sekali dia."

Gumam Naruto, tak menyadari jika dirinya di lirik sang pirang, pemuda berwajah datar itu malah berbalik dan menatap Naruto yang juga menatapnya, tersentak kaget akibat kontak mata yang cukup lama kedua pemuda itu saling mencibir dengan kesal.

"Naruto, Sasuke ada masalah?"

Mendapat teguran dari sang guru, kedua pemuda itu saling mengalihkan pandang tak suka, mendapatkan dirinya di acuhkan Iruka menghela napas lelah. Di tutupnya buku pelajarannya hari ini. Tangannya terlipat di depan dada, lalu matanya menatap satu persatu anak didiknya yang terlihat serius. Tubuhnya di sandarkan ke meja guru dan aurahnya begitu tenang.

"Aku akan berikan kalian pekerjaan kelompok, tugas ini bukan tugas sembarang, ini menyangkut kenaikan kelas kalian. Satu kelompok terdiri dari dua orang, dan kelompok itu akan terus berlangsung selama kalian masih belajar denganku."

Mata guru berumur tiga puluh tahun lebih itu terlihat mengamati ekspresi dan tingkah laku para anak didiknya, mendapat banyak aksi tak terduga, mulai dari protes sampai desahan kecewa. Kali ini Iruka berjalan menelusuri space dari tempat duduk satu ke tempat duduk lain, melangkah di kelas yang sekarang terdengar riuh.

"Bisa aku lanjutkan?"

Sontak, mendapat teguran dari Iruka, seluruh penghuni kelas terdiam, dari belakang dia bisa melihat sosok penerus Uchiha dan sang keponakan dengan senyum mengerikan terkembang di wajahnya, sungguh, dia bosan akan suasana ramai saat mengajar yang di lakukan anak dari adiknya itu dan penerus bungsu Uchiha, dua minggu paska kejadian di ruang kepala sekolah. Melihat pertengkaran barusan membuatnya memiliki ide gila, dan dia tahu idenya mungkin akan membuat murid lain terkena imbasnya, tapi toh idenya kali ini mungkin saja bisa membuat para murid menjadi sedikit lebih giat.

"Cara kerja di kelompok ini adalah, kau harus memilih teman kelompokmu, dialah yang akan menjadi tutormu sekaligus penghancur harapanmu untuk kenaikan kelas kalian, jangan lupakan jika aku adalah wali kelas kalian, dan nasib kalian ada di tanganku."

Seluruh penghuni kelas bergidik ngeri akan perkataan itu. Iruka semakin mengembang senyum evil, melihat aura tegang yang dia buat di kelasnya hari ini.

"Tugas kalian adalah, di pelajaranku tak boleh satupun dari teman sekelompok kalian mendapatkan angkah di bawah delapan puluh, karena jika itu terjadi, bukan hanya teman kalian yang tak naik kelas, tapi kalianpun tak akan naik kelas. Dan satu hal, seberapapun nilai kalian di pelajaran lain melambung tinggi, jika di pelajaranku jatuh, maka kalian tetap tak naik kelas. Tapi jika di pelajaran lain jatuh dan pelajaranku nilai kalian dan teman kalian tinggi, tetap tak ku naikan kelas. Jadi di sini, tugas kalian adalah mengajari seluruh mata pelajaran kepada teman sekelompokmu. Dan kelompok itu di bagi berdasarkan nomor terakhir absen kalian, karena kebetulan sekali kalian berjumlah dua puluh orang, jadi ini akan lebih mudah membaginya. Contohnya..."

Iruka mengobrak abrik buku-bukunya, menemukan buku absensi dan melihat beberapa deret nama, menemukan nama si Jenius Shikamaru dan si penyuka anjing yang bandelnya setara dengan Naruto, Inuzuka Kiba.

"... baiklah aku lanjutkan, disini Shikamaru nomor absensinya 16 dan Kiba yang nomor absensinya 6, mereka satu kelompok, lalu Sakura 18 dan satu kelompok dengan Tenten 8, terus Lee 7 satu kelompok dengan Sai 17, dan Naruto 9 satu kelompok dengan Sasuke 19 dan begitu seterusnya."

Terdengar rius dari kelas itu mencoba protes dengan apa yang di perintahkan Iruka, mendapat protes sepihak Iruka tersenyum miring lalu memukul papan tulis dengan sekuat tenaga.

"Jika kalian protes, aku pastikan kalian tak naik kelas..."

Hening kembali, perkataan Iruka barusan membuat para murid terdiam tak mampu berkata lagi, begitu pula Sakura dan Ino yang berkoar ingin satu kelompok dengan Sasuke dan tak di anggap oleh si bungsu Uchiha itu, serta Naruto yang terlihat mencak-mencak karena harus sekelompok dengan pemuda yang sudah membuatnya mendidih sampai keubun-ubun, serta geraman Kiba akan sikap Shikamaru yang seolah tak perduli.

"Hari ini sampai di sini, kalian boleh istirahat."

Iruka berjalan keluar kelas dengan wajah yang kusut, masuk ke kelas ini sungguh menguras tenaga dan pikiran, belum lagi mengurus dua puluh anak didik yang benar-benar di luar nalar bandelnya, beruntung di kelasnya ada Sasuke, Shikamaru, Sai, Neji, Gaara dan Hinata yang masih di bilang cukup waras untuk dijadikan murid teladan di kelasnya. Dan dia berharap keputusannya menjadikan Sasuke dan Naruto partner dalam hal belajar tidaklah salah. semoga.

.

.

Sasuke menatap Naruto iritasi saat pemuda pirang itu menggebrak mejanya semenit yang lalu.

"Kenapa kau tak protes, seharusnya kau protes, teme."

Mengabaikan pekikan Naruto, Sasuke terlihat memasukan buku pelajarannya dengan santai, membuat Naruto kembali menggebrak meja si pemuda Uchiha itu.

"Teme... katakan sesuatu, jangan diam saja, bujuk paman Iruka untuk menukar posisimu dengan Sakura, kau kan pemilik sekolah ini, dia pasti mau menuruti perintahmu."

Menghela napas, lelah rasanya pikiran Sasuke akan perkataan pemuda pirang brisik didepannya, setelah mengancing tasnya, Sasuke kali ini meladeni tatapan menatang dari Naruto.

"Aku disini sama-sama murid, dan dia guruku, tak ada hubungannya tentang statusku sebagai pemilik sekolah ini, lagi pula kenapa bukan kau yang protes? Bukannya dia pamanmu, dia akan lebih mendengarkanmu dari pada aku."

Naruto bungkam, kali ini alis Sasuke bertautan saat melihat pemuda berisik itu diam memandangnya, tak mendapat perlawanan setimpal, pemuda Uchiha itu menyeringai, menyentuh dagu pemuda berkulit tan itu dan membawa wajahnya semakin mendekat kearah sang Namikaze muda. Jemarinya mengelus lembut pipi bertanda tiga garis seperti kumis kucing milik Naruto.

"Te-teme, lepas."

"Hmmm, kenapa? Apa kau gugup menjadi partnerku, Naruto."

Sasuke tersenyum sinis, di ujung ruangan terlihat Sakura dan Ino yang memaki Naruto karena di perlakukan seperti itu oleh sang pujaan hati, lalu beberapa siswa yang menahan napas saat adegan terjadi, siapa tahu insiden berdarah dua minggu yang lalu terjadi lagi, tapi kali ini bukan ciuman kecelakan tapi ciuman yang benar-benar dilakukan dengan sadar, berbeda dengan Naruto, pemuda pirang itu malah merinding saat jemari Sasuke mengelus pipinya lembut. Keringat dingin mengalir di pelipisnya, mendapat ekspresi tak terduga, Sasuke melepaskan jemarinya dari pipi dan dagu Naruto menjauhkan jaraknya dari pemuda berisik itu lalu tertawa keras membuat seluruh isi kelas memandang tak percaya jika yang mereka lihat adalah Sasuke Uchiha, si Uchiha bungsu yang terkenal sebagai Prince of Ice nya, orang yang sangat minim ekpresi dan jarang terlibat jauh dengan anggota kelas yang lain tertawa sangat keras membuat mereka benar-benar tak percaya.

"Teemmeee... kau mempermainkanku?"

Sasuke kali ini menghentikan tawanya, mendengus sesaat lalu melenggang berjalan keluar kelas, belum juga dia keluar dari kelasnya, pemuda berambut mencuat kebelakang itu berbalik lalu memberi seringai andalannya kepada Naruto.

"Ingat satu hal, jangan sampai kebodohanmu membuatku tak naik kelas tahun ini."

Dan pemuda itu berlalu begitu saja. Membuat satu sepatu sukses menghantam pintu kelas yang baru saja di tutup.

.

.

.

Deidara mengeram kesal saat menatap papan pengumuman di lorong kampusnya, mendapatkan nama Itachi sebagai Mahasiswa teladan untuk berkali-kalinya, dan melihat namanya di urutan ke dua terakhir paling bawah tepat di atas Tobi, oh... apa dia begitu bodoh sampai harus di letakan di urutan itu.

"Kau terlihat tak senang dengan hasilnya, Aniki ?"

Deidara tersentak kaget saat melihat adik satu-satunya sudah berdiri di sampingnya, matanya melotot saat menemukan Naruto dengan santai melenggang memasuki kawasan Universitas.

"Kenapa kau bisa ada di sini?"

"Habis, hari ini aku bosan, Kiba dan Lee sedang belajar bersama teman satu kelompoknya, tak ada teman aku bermaksud mengajakmu mengobrol."

Naruto menggaruk kepalanya yang tak gatal, melihat kelakuan sang adik, Deidara hanya tersenyum lembut, mengacak rambut pirang Naruto dengan brutal lalu tertawa senang.

"Hahaha... bilang saja kau merindukanku, kau rindu dengan kakakmu yang kelewat tampan ini kan?"

Naruto menepis tangan Deidara kesal, melihat sang kakak yang menyengir lebar, persis cengirannya dan sang ayah. Kali ini mata sebiru laut itu melirik kearah papan pengumuman, memandang sesaat lalu tersenyum senang.

"Wah... tak kusangkah kau sebodoh ini, Aniki, kau bahkan kalah telak dari Uchiha."

Satu tendangan sukses mengenai tulang kering Naruto, membuat si bungsu berjingkak kesakitan, melihat itu Deidara hanya tersenyum miring lalu melipat tangannya bangga atas penganiayaan terhadap adiknya sendiri itu.

"Kau sendiri juga kalah telak dari Sasuke, jadi jangan sombong. Penghuni sekolah ini juga tahu dua kakak-adik itu selalu menempati posisi pertama di semua bidang, aku heran mereka makan apa sih?"

Deidara menyisir ponih panjangnya dengan santai, memasang raut kesal sambil menatap papan pengumuman itu dengan tajam siapa tahu dengan tatapannya posisinya bisa langsung berubah.

"Hari ini paman Iruka masuk kekelasku."

Naruto mulai bicara santai, tubuhnya di senderkan di dinding melipat kedua tangannya di depan dada, Deidara yang melihat air wajah adik laki-lakinya berubah hanya diam, dia tahu ini tak baik, melihat Naruto yang terlihat serius, pasti ada sesuatu yang tak baik terjadi.

"Bukannya paman memang mengajarmu, jadi apa salahnya."

"Dia membagikan kelompok di kelasku, dan aku satu kelompok dengan Uchiha, bahkan paman berkata jika salah satu teman kelompok mendapatkan nilai merah di mata pelajarannya atau mata pelajaran yang lain, maka kami tidak akan naik kelas. Kau kan tahu sifat paman Iruka bagaimana."

Deidara mengerjab sekali, lalu menepuk bahu sang adik pelan tak lama bunyi tawa membahana di koridor itu membuat para mahasiswa dan mahasiswi yang melewati koridor itu menatap kedua Namikaze itu heran.

"Muahahaha... aku turut berduka cita atas apa yang menimpamu, yang jadi masalah bukan padamu, tapi pada Uchiha, bisa-bisa dia tak naik kelas karena kau terlalu bodoh."

"Jangan menertawakanku, kau juga bodoh dan berada di urutan kedua paling bawah dari seluruh mahasiswa kesenian."

"Setidaknya aku tak berurusan dengan Uchiha."

"Dei-chan..."

Bruk...

Naruto mengerjab kaget begitu juga Deidara, bahkan Naruto sempat terjatuh karena tabrakan kuat di bahunya. Seseorang memeluk Deidara erat dan Deidara tau betul siapa tersangka utama, Naruto berdiri memandang kesal kearah si penabrak, ingin sekali dia melempar pemuda yang sekarang sedang memeluk tubuh kakaknya itu dengan apa saja, tapi di urungkan karena dia tahu, membuat ulah dengan pemuda itu sama saja dengan di keluarkan dari sekolah, cukup saja dia berulah dengan Sasuke, tapi dengan pemuda ini? Maaf saja, ini prioritas sang kakak dengan sang lelaki penyandang nama keluarga Uchiha itu di namanya.

"Itaaachi, lepas brengsek!"

Seolah tuli, pemuda itu semakin mengeratkan pelukannya, bahkan kali ini tangannya bergerak liar meremas bokong sang Namikaze dengan seenak jidatnya.

"Akhh... jangan sentuh bokongku, brengsek."

"Hehehe... jangan malu begitu, Dei-chan, aku tahu kau menyukainya."

"Jangan panggil aku dengan nama memalukan itu."

Naruto mengerjab beberapa kali saat melihat aksi kontak fisik didepannya dengan ekstrim, bahkan si sulung Uchiha semakin meremas bokong sang kakak sambil tersenyum gelih.

"Kukatakan lepas, kau mesummm."

Plak...

Plak...

Plak...

Tiga tamparan telak mengenai pipi Itachi membuat si sulung Uchiha itu mengelus pipinya dengan sayang, Deidara bernapas pendek-pendek seolah baru saja menyelesaikan lari meraton begitu lepas dari cengkraman Itachi.

"Ano... aku kembali saja, Aniki."

Itachi mengerjab sesaat lalu mengalihkan perhatiannya ke samping mendapatkan si bungsu Namikaze yang menatapnya aneh, Itachi tersenyum lembut lalu berjalan mendekati Naruto, merasa akan tanda bahaya pemuda itu mundur selangkah, tapi langkahnya berhenti saat tangan besar Itachi mengelus surai pirangnnya dengan lembut.

"Eh, ada adik ipar."

"Jangan sebut adikku dengan sebutan itu, dia bukan adik iparmu."

Deidara menarik Naruto dari jangkauan Itachi, menyembunyikan sang adik di belakang tubuhnya, Naruto yang tak mengerti dengan apa yang terjadi hanya dia menonton adegan antara sang kakak dan penerus Uchiha itu dalam diam.

"Tapi dia kan adikmu, dan aku pacarmu, jadi tak salah jika aku menyebutnya adik ipar."

"Aku bukan pacarmu, Baka."

Itachi hanya tersenyum mendengar perkataan Deidara, kali ini matanya menatap Naruto dalam lalu tersenyum sinis.

"Tapi, bukannya Naruto pacarnya Sasuke."

"Itu... a... aku tak berpacaran dengan Uchiha itu."

"Tapi kau menciumnya."

Hening, Itachi menyeringai, Naruto terdiam memikirkan balasan akan perkataan Itachi dan Deidara terlihat prihatin akan keadaan sang adik.

"Jangan ganggu adikku lagi, Itachi-baka. Kau baru saja selesai menjalankan hukumanmu, jadi jangan buat aku kembali membuatmu di scor, Itachi."

Itachi diam, seringainya terganti dengan senyum sinis yang membuat Deidara mundur teratur saat Itachi semakin berjalan mendekatinya, beberapa mahasiswa yang tadi sempat berhenti mendengar keributan kecil itu menatap kedua Uchiha-Namikaze itu tak sabar, ini bukan kali pertama mereka melihat adegan seperti ini, dan mereka tahu akan kemana nantinya pertengkaran kecil antara suami-istri itu.

Naruto mengerjab saat sang kakak mundur melewatinya, wajah Deidara terlihat pucat dan dia tak suka dengan suasana terpojokkan seperti ini.

"Hooo... sudah mulai berani mengancamku, Hmm. Baiklah jika kau ingin aku di scor kembali, tapi dengan satu syarat."

"Ehhh."

Itachi sukses menempelkan bibirnya pada bibir lembut Deidara, memperdalam ciuman mereka dengan lembut, walau Itachi masih merasakan perlawanan dari Deidara, tapi pemuda bermarga Uchiha itu terlihat ahli dalam menjinakan si pirang Namikaze ini, terbukti dengan bunyi kecupan-kecupan manis dan basah yang didengar para penghuni koridor yang menonton adegan mereka dengan mata melotot, sedangkan Naruto tercengah tak percaya jika Kakaknya benar-benar di habisi oleh Uchiha itu.

"Aniki."

.

.

.

Kakashi melempar satu tatapan kesal pada Itachi, mendapatkan Naruto berlari ke kantornya, menyeretnya dengan tak elit dan berhenti tepat didepan Itachi yang mencium Deidara dengan paksa dan kemarahan Deidara akan anak sulung Uchiha itu, bahkan tadi Kakashi sempat melihat Itachi mendapat bogeman mentah di pipinya dari Deidara, dan ingatkan Itachi walau dia adalah Uke, Deidara tetaplah pria dan tenaga pria yang sedang marah tak bisa diukur dengan kata-kata, karena kejadian itu pipi Itachi berakhir dengan lebam parah saat ini.

"Kau harus tau tempat, bagaimana kau bisa menciumnya di tempat umum?"

"Itu sudah biasa aku lakukan, bahkan aku pernah menciumnya di kelas."

Kakashi menghembus napas berat, memijat pangkal hidungnya sesaat lalu duduk tepat didepan Itachi yang sedang mengompres lebam di pipinya dengan es batu.

"Jadi, sekarang kau mau apa? Mau ku scors lagi?"

"Deidara berkata begitu."

"Kau benar-benar mencintainya?"

Itachi diam memandang pamannya itu, melihat si pria bermasker dengan tajam, tangannya kembali mengompres lebam di pipinya pelan, sungguh, bogeman Deidara tak bisa dikatakan lemah, ini benar-benar mengerikan.

"Aku sampai kau scors, dan mendapat pukulan seperti ini hampir setiap aku selesai menciumnya, apa kau kira itu main-main. Aku selalu serius saat menyukai seseorang."

"Tapi Deidara memandang apa yang kau lakukan hanya memalukannya saja, kau bahkan mendapat kebenciannya bukan cintanya."

"Aku sudah mendengar kata-kata yang hampir sama dari Tousan."

"Dan kau mengabaikan perkataan, Tousanmu?"

"Deidara tak akan pernah mencintaiku, aku tahu... dia normal, dan jika aku hanya diam dan pasif, dia akan pergi begitu saja, aku tak mau itu."

Kakashi menatap sang keponakan yang menunduk dalam, tahu jika suasana hati Itachi sekarang berubah melankolis, tersenyum sejenak, Kakashi melipat kedua lengannya didepan dada, lalu menatap sang sulung dalam, Itachi adalah orang yang dewasa, Kakashi tau itu, dan semuanya berubah jika Itachi bersama Deidara, itu tak salah karena Itachi begitu mencintai Deidara, hanya saja Deidara tak pernah merespon. Menghembus napasnya, dia benar-benar menaruh rasa prihatin atas perasaan di sulung Uchiha, bahkan nasip cintanya dengan Iruka saja masih terkatung-katung tak jelas statusnya. Sungguh, Iruka itu bebal, padahal Kakashi sudah memberi lampu hijau, tapi tetap saja guru Matematika itu tak merespon. Dan kelihatannya itu terjadi juga pada Itachi.

"Besikap Gentel, mungkin dia akan melihatmu."

"Aku sudah melakukannya, tapi Deidara malah berpaling ke wanita. Kau tahu buka, walau wajahnya cantik, dia itu masih suka wanita, aku benar-benar gila memutar otak agar Deidara melihatku. Kau tahu ini bahkan lebih rumit dari rumus kimia dan Fisika yang aku pelajari di SMA dulu."

Itachi mengerang frustasi. Dia benar-benar kehabisan akal untuk membuat Deidara menyukainya, menyukai pemuda itu dari kelas 1 SMA sampai sekarang bukan waktu yang sebentar, bahkan dia rela berdebat dengan sang ayah untuk memasukkannya di fakultas seni agar bisa melihat gerak-gerik Deidara, tapi tetap saja, Deidara tak pernah merespon.

"Atau jangan-jangan, Deidara sudah punya kekasih?"
Kakashi bisa melihat Itachi meremas handuk yang membalut batu es ditangannya di genggam erat, bahkan dia memandang Kakashi dengan tajam.

"Tak akan pernah kubiarkan Deidara menyukai siapapu."

"Kau tak bisa egois."

"Kalau begitu, bagaiman menurut paman jika Iruka-sensei menyukai seorang gadis cantik."

"Eh?"

Itachi tersenyum miring saat melihat sang paman terlihat gelisah mendengar nama Iruka di sebut. Sudah jadi rahasia umum di Konoha tentang kepala sekolah/rektor dari sekolah dan universitas itu sedang menyukai salah satu guru matematika bernama Namikaze Iruka, tapi nasib cintanya sama dengan Itachi berakhir bertepuk sebelah tangan.

"Jadi, apa kau akan merelakan Iruka-sensei berpacaran dengan seorang gadis."

"Aku tak akan merelakan itu."

Kakashi menunduk kesal, kali ini Itachi tersenyum lembut memandang sang paman.

"Begitu juga denganku, Deidara tak boleh menyukai orang lain selain aku."

.

.

.

"Dei-chan... hoi... Uchiha Deidara."

Itachi melambai penuh semangat saat berjalan di koridor kampusnya, melihat si pirang kesayangannya sedang berjalan dengan langkah cepat berusaha menghindarinya. Tak perduli orang-orang yang dia tabrak dan mengeluarkan sumpah serapah, dia benar-benar berharap bisa lepas dari Itachi sore ini.

"Jangan mengacuhkanku, Uchiha Deidara."

Deidara berhenti saat lengannya di tarik paksa oleh Itachi, kali ini mereka benar-benar bertatapan. Itachi tersenyum lembut tapi Deidara malah membuang wajahnya kearah lain, benar-benar tak suka dengan keberadaan Itachi di sampingnya.

"Aku bukan Uchiha."

"Tapi nanti kau juga akan jadi Uchiha."

"Aku bukan Uchiha, aku ini Namikaze. Kenapa buka namamu saja yang di ganti Itachi Namikaze."

Itachi menyengir lebar, melihat itu Deidara hanya diam memandang si sulung Uchiha dengan raut wajah kesal.

"Bukannya itu lucu, Itachi Namikaze. Tidak pas sama sekali, di hubungan kita aku yang jadi seme, jadi uke lah yang harus berganti nama keluarga jika kita menikah."

"Aku bukan uke mu."

"Memang, tapi calon uke."

Deidara meradang tapi tak tahu harus berbuat apa. Matanya melirik beberapa teman sekelasnya yang menyapanya ramah hanya saja tak di balas karena moodnya benar-benar tak baik karena si sulung Uchiha didepannya sekarang.

"Ehmm maaf mengganggu adegan romantis kalian, Namikaze Deidara, bisa ikut aku ke kantor sebentar, ada yang ingin bertemu denganmu."

Itachi dan Deidara menoleh melihat Kakashi yang menatap Deidara, dagunya bergerak agar Deidara mengikuti langkahnya, melihat itu Itachi cemberut luar biasa, kenapa Kakashi selalu mengganggunya untuk berdua dengan Deidara hari ini.

"Kau tak boleh ikut, yang ku panggil hanya Namikaze Deidara, bukan Uchiha Itachi."

Itachi menatap tajam kearah sang paman begitu tahu jika gerakannya yang ingin mengikuti Deidara di ketahui oleh Kakashi, mendengus kesal Itachi berbalik lalu berjalan setelah memanggil Sasori yang baru saja keluar dari kelas mereka. Berjalan beriringan, kedua teman karib itu terlihat santai menelusuri koridor sekolah di hiasi oleh decak kagum para wanita akan ketampanan Itachi saat ini, sungguh sebenarnya mereka iri, Itachi benar-benar terlihat antusias akan Deidara membuat mereka tak bisa berdekatan dengan pangeran University Konoha itu. padahal mereka tahu Deidara tak pernah menyukai Itachi, entah apa yang dipikirkan oleh penerus perusahaan Namikaze itu, jika itu mereka pasti cinta Itachi akan di terima dengan senang hati bahkan mereka akan benar-benar bersyukur mendapatkan si pangeran Uchiha itu.

"Ayo ikut aku!"

Mengangguk sekali, Deidara mengikuti langkah Kakashi, sampai mereka di depan ruang rektor, pintu di buka, iris biru Deidara mendapatkan seorang pria paruh baya dan adik laki-lakinya sedang duduk saling berhadapan.

"Nii-sama, aku membawa Namikaze sulung."

Deidara menatap Naruto berusaha mencari tahu siapa pria yang sedang duduk di depan adiknya itu. Naruto tampak diam dan terlihat tegang, si pria berdiri lalu menatap Deidara dengan senyum lebar penuh wibawah.

"Kamu, Namikaze Deidara?"

Deidara mengangguk, Kakashi membawa Deidara untuk duduk di samping Naruto, mengikuti intruksi dari Kakashi, Deidara duduk di samping sang adik.

"Ini, Uchiha Fugaku, pemilik sekolah ini sekaligus ayah dari Sasuke dan Itachi."

Deidara berjengit hebat, berbeda dengan Naruto yang hanya diam, kelihatannya di bungsu sudah lebih dulu tahu status pria di hadapannya itu.

"Senang bertemu dengan putra sulung dari Minato."

"Ma-maaf, Fugaku-sama, anda mengenal Tousan?"

"Ayahmu adalah junior sekaligus rekan ku di SMA. Cukup lama kami tak bertemu, aku tak menyangkah saat bertemu aku mendapatkan anak-anaknya sudah tubuh besar bahkan sekelas dengan putra-putraku."

Deidara melotot tak percaya, dia benar-benar tak percaya jika ayahnya dan Fugaku saling mengenal, reaksi sama juga di tunjukkan Naruto, pemuda dengan tanda tiga garis di masing-masing pipi itu benar-benar tak percaya, 'apa dunia memang sekecil itu?' itulah yang ada di dalam pikirannya.

"Itachi sering bercerita banyak tentangmu, Deidara. Aku taku jika dia punya perasaan khusus padamu dan aku tak bisa menghentikannya. Begitu pula ibunya, seberapa keras aku menyuruhnya berhenti menyukaimu, sekeras itu pula dia menentang. Aku tak bisa berkata lagi."

Deidara melirik Kakashi yang meletakan secangkir teh panas di depannya, Naruto dan Fugaku, lalu pria bermasker itu duduk dengan tenang di samping Fugaku.

"Ja-jadi apa yang anda mau?"

"Aku bosan dengan kelakuan putra sulungku, dia harapanku satu-satunya untuk meneruskan perusahaan. Sesungguhnya aku sangat keberatan dengan hubungan sejenis, tapi melihat keras kepala Itachi, aku tak bisa berkata banyak, hanya saja, bisahkan kau membuatnya sedikit tenang?"

"Maksudnya?"

"Semakin hari Itachi semakin liar, aku hanya ingin dia sedikit tenang, beberapa bulan lagi aku akan membawanya ke perusahaan untuk dikenalkan dengan petinggi perusahaan sebagai penggantiku kelak, karena Sasuke masih cukup muda untuk mengemban tugas ini. Melihat tabiat Itachi yang semakin liar dan tak terkendali, aku ingin meminta tolong padamu untuk menjinakkannya. Dia tak mau menurut padaku, dan pada ibunya, walau terkadang menurut, tapi masalah perusahaan dia benar-benar tak menyukainya."
"A-aku tak bisa berbuat apa-apa?"

Iris biru Deidara menatap Fugaku, sang senior Uchiha itu mengambil teh yang sudah di buat oleh Kakashi lalu menghirupnya sedikit dan kembali meletakan di meja. Mata beriris onyxnya menatap Deidara lekat, lalu senyum terukir di bibir pria itu.

"Kurasa kau akan didengar oleh Itachi. Anak itu tak begitu berminat untuk mengurus perusahaan, jadi mungkin saja jika kau sedikit membujuknya dia akan berbalik arah dan mau meneruskan perusahaan. Itachi anak yang jenius, dialah satu-satunya yang cocok meneruskan perusahaanku."

"Ta-tapi a..."

"Orang yang sedang jatuh cinta pasti akan menuruti semua perintah orang yang di cintainya, aku benar-benar berharap banyak darimu, aku tak perduli jika ternyata kau menyukai Itachi juga, asal perusahaanku memiliki penerus aku akan merestui hubungan kalian."

Wajah Deidara terlihat pucat, yang benar saja, merestui? Apanya yang harus di restui? Apapun itu dia tak akan terpikat oleh di Uchiha brengsek itu.

"Baiklah, tapi aku tak bisa berjanji banyak, Fugaku-sama."

"Terima kasih sebelumnya."

Kali ini mata Fugaku beralih menatap Naruto yang menatapnya juga dan memperhatikan pembicaraanya dengan sang kakak.

"Aku juga ingin meminta tolong padamu."

"Aku?"

Naruto menunjuk dirinya sendiri, membuat segaris senyuman kembali terlihat di bibir pemimpin perusahan Uchiha itu, dia merasa putra-putra dari juniornya di SMA itu cukup menarik, wajar saja putranya Itachi sangat menggilai Deidara, dan dia belum tahu pada Sasuke, tapi akhir-akhir ini dia mendengar jika Sasuke cukup sedikit berekpresi akibat pemuda manis yang sekarang menatapnya dengan tampang polos.

"Bertemanlah dengan Sasuke, kulihat kalian cocok. Sasuke sangat susah akrab dengan orang lain bahkan dengan Itachi, dia sedikit pendiam dan tak banyak ekpresi. Walau tenang adalah bagian dari Uchiha, tapi aku sedikit takut. Kudengar karena sikap dan sifatnya Sasuke tak memiliki teman, dan kau satu-satunya orang yang bisa membuatnya terlihat kesal. Kurasa suatu saat kau bisa membuatnya tersenyum."

"Heh? Sungguh?"

"Makoto selalu mengeluh, Sasuke terlihat sedikit berbeda begitu juga Itachi, aku tak tahu apa yang terjadi dengan mereka berdua. Tapi apapun itu, bisahkan kau akrab dengan Sasuke."

"Ta-tapi, Fugaku-san, aku dan teme mempunyai hubungan yang buruk."

"Teme?"

"Mak-maksudku, Sasuke."

Fukagu tersenyum kecil begitu pula Kakashi, bahkan dengan hubungan yang buruk saja si pirang ini bisa mendapatkan panggilan untuk putranya. Fugaku mengulur tangannya, menepuk pundak Naruto lembut.

"Suatu saat nanti aku yakin hubungan kalian akan lebih dari sekedar 'hubungan buruk' aku yakin kau bisa membuat Sasuke berubah. Nah Naruto, aku yakin nantinya akan terjadi lebih dari ini antara kau dan Sasuke, aku sudah tak perduli lagi, tapi yang pasti aku ingin putra-putraku lebih terlihat manusiawi dari pada sekarang."

"I-itu..."

"Aku tak menerima kata penolakan, aku ingin kau bisa lebih mengakrabkan diri dengan Sasuke..."

Fukagu melihat jam tangannya sesaat lalu melepas genggamannya pada bahu Naruto.

"Aku ada pertemuan setengah jam lagi dan harus kembali kekantor, aku benar-benar menaru harapan besar pada kalian. Aku pergi dulu. Kakashi tolong ya."

"Aku mengerti."

Fugaku berdiri lalu berjalan kearah pintu, saat membuka tak sengaja pemimpin perusahaan Uchiha itu bersitatap dengan putra bungsunya yang membawa secarik kertas dan membuka pintu dengan tak terduga.

"Otou-sama. Kenapa bisa berada di sini?"

"Aku habis mengunjungi, Namikaze."

"Hah?"

.

.

.

TBC

A/N

Maaf ya gak nyambung dengan chap kemaren dan maaf juga telat updet. semoga suka. Terima kasih atas repyunya teman-teman aku benar-benar suka membacanya. Maaf gak bisa balas satu-satu.

Dan juga nih ff gak di edit karena ngetik ngebut jadi maaf kalau banyak typo dan kawan-kawan, bagaimana suka?

Ok... repyu lagi please.

^Micky-Milky^