Chapter 1: Awal Cerita Milikku

Halo semua! Kangen sama saya? #PLAK

Maaf ya, ternyata ngaret lebih lama dari yang saya kira, setelah sebulan saya baru publish fict lagi, :3

Ini fict baru yang saya janjikan, ini benar-benar hal baru bagi saya sendiri, cerita dalam fict ini tidak akan ada unsur fantasy atau battle yang "Jedar-jedor" gaje kayak biasanya. Konfliknya bukan tentang cerita berdarah atau semacamnya yang terdengar menyakitkan untuk di dengar. Fict ini lebih mengarah pada kehidupan sehari-hari dan juga konflik terpendam sang tokoh utama, mungkin terkesan bergenre drama, tapi saya berusaha membuat fict ini lebih humoris kok. Oh iya, fict ini sendiri juga merupakan semi-AU, mungkin di beberapa kesempatan ada pengalaman-pengalaman pribadi yang saya masukkan ke dalam fict ini ^^

Tokoh utama fict ini Len, Miku dan IA. Setelah sekian lama saya berkutat mau kasih tokoh utama siapa (dan pilihan sempat jatuh di antara Yuuma atau Kaito sebagai main hero), akhirnya saya memilih Len, kenapa begitu? Saya memang suka nistain Len aja XD #PLAK #DitabokFansLen. Main Pair akan terlihat sepanjang jalannya cerita, saya gak mau ngasih tahu siapa main pairnya, yang pasti cowoknya Len, kalo masalah ceweknya, liat aja nanti.

Oh iya, satu hal lagi, apa menurut kalian tentang gaya baru saya? Saya akan memakai bahasa Indonesia di seluruh chapter dan juga sebagai judul fict, kali-kali ganti suasana XD

Daripada banyak omong, langsung mulai aja chapter satu ya! Check this out!

P.S: Saya bakal mereplace chapter 1-5 karena ada kesalahan serius.

Kisah Sebuah Senja

Main Character: Kagamine Len, Hatsune Miku, IA
Main Pair: Guess who? Anybody want to answer and try to solve this question? :3

Disclaimer : Vocaloid © Yamaha, and other companies
Story © Me
UTAUloid © Owner creator
Fanloid © Creator

Summary :

"'Lebih baik kau mati saja!' Aku terbangun dari mimpi burukku lagi, andai saja-andai saja ada seseorang yang bisa membantuku menghilangkan mimpi buruk ini./'Kau bisa!' 'Jangan bohong!' 'Aku tidak akan berbohong!' 'Kalau begitu, berikan aku tujuan hidup!'/ Setelah berbagai peristiwa, akankah aku bisa menerima senyuman seperti warna langit senja yang selalu aku sukai?/Cerita tentang Hikkikomori berat, Penyanyi hebat dan Seniman berbakat! Kemana cerita ini akan berjalan?"

Warning : OOC (maybe), typo(s), gaje, pendeskripsian kurang, kesalahan eja 'EYD' dan teman-temannya.

'Abc' (italic): Flashback, kata asing, atau percakapan secara tidak langsung (telepon, email, sms, dll)
"Abc" : Percakapan normal
'Abc' (kutipsatu) : Hayalan, angan, atau (monolog) pikiran karakter.
'Abc'/ 'ABC' (bold atau kapital) : Kata atau kalimat yang diberi penekanan, kata atau kalimat penting.

HAPPY READING!


XOXOX


'Len! Kenapa kau selalu tidak mendengarkan kata ibu!'

'Tidak! Aku tidak akan pernah menurut pada seseorang sepertimu!'

'Kau memanggil ibumu dengan kata 'seseorang'?! Betapa lancangnya dirimu!'

'Ayah juga sama saja! Lebih baik kalian mati saja!'

BRUAK!

Pipipip! Pipipip! Pipipip!

"Sudah sepagi inikah?"

Aku terbangun dari meja komputerku, sekarang tanggal berapa? Ah... Sekarang upacara semester baru ya? Tidak terasa sudah begitu lama, karena hari ini hanya upacara, aku tidak berniat untuk masuk.

Mimpi buruk lagi ya? Hmm... Kenapa rasanya itu sudah terlalu biasa, hei, hei... Ini mimpi buruk bukan? Atau memang aku saja yang tidak berperasaan?

Tok! Tok! Tok!

"Onii-chan! Tidak berangkat sekolah?"

"Tidak Rin! Aku malas!"

"Jangan mentang-mentang Onii-chan pintar, Onii-chan bisa terus-terus santai-santai di rumah! Jika terus begini, aku akan memanggilmu Aniki*!"

"Oy, oy, sejak kapan kau jadi jahat kepadaku?"

"Kalau Onii-chan tidak ingin dijahati, maka, sekali-kali turuti permintaan adik kecilmu ini biar tidak dicap sebagai orang jahat!"

"Baik, baik! Aku akan berangkat untuk hari ini, tapi aku akan langsung pergi setelah upacara selesai, sepakat?"

"Asalkan Onii-chan bisa memegang janji."

Percakapan berakhir.

Apa? Kalian bertanya siapa yang berbicara denganku dari balik pintu kamarku? Dia adikku, adik kembarku, namanya Kagamine Rin. Oy, oy, kalian bahkan tidak tahu siapa aku? Apa tidak ada satupun dari kalian yang membaca nama pemilik rumah di pagar depan? Namanya Kagamine! Ka-ga-mi-ne! Ditulis dengan dua kanji dari 'cermin' dan 'suara'. Paham? Paham kan? Masa' begitu saja tidak paham? Memangnya nilai sastra Jepang kalian berapa, hah? Apa?! Kalian bahkan belum belajar kanji? Pfft... Memalukan...

Ah... Maaf, maaf, ini kebiasaan burukku, maafkan aku. Aku terlalu sering merendahkan orang lain, kenapa? Ada yang tidak terima? 'Kan aku sudah minta maaf, masih kurang? Kalau begitu kalian bisa membelikan sebuah minuman isotonik di konbini terdekat kalau kalian mau menginginkan aku untuk minta maaf dengan tulus. Loh? Kenapa tidak ada yang pergi? Kalian bilang, aku yang salah, tapi kenapa kalian yang repot? Hah? Kok jadi aku yang salah? Memangnya yang daritadi bertanya-tanya tidak jelas siapa? Kalian 'kan? Dasar...

Ayo hentikan sandiwara bodoh ini, namaku Kagamine Len, 17 tahun, sekarang aku sudah kelas dua di salah satu sekolah menengah atas di Tokyo, Jepang. Eh? Oy, oy, apa kalian berpikir aku sekolah di Horikoshi? Jangan bercanda, memangnya uangku sebanyak apa bisa sekolah di tempat seperti itu?! Aku hanya sekolah di tempat biasa, tidak terlalu megah ataupun mewah memang, tapi nggak jelek juga kok, sekolahku juga sekolah swasta, kalian tidak perlu tahu nama sekolahku kan?

"Onii-chan! Sudah siap belum sih?!"

Ups, adik manisku memanggil aku dari bawah, sepertinya aku harus benar-benar bergegas atau dia akan membawa roadroller dari kebun dan menggila di jalanan dalam hitungan beberapa menit ke depan.


XOXOX


"Jadi Rin..."

"Iya?"

"Aku memang berjanji berangkat sekolah besama denganmu, tapi kenapa ada satu makhluk tidak jelas berambut panjang seperti sapu yang mengikuti kita berdua?"

"Entahlah." Jawab adik ku.

"Kau tidak perlu sejahat itu juga kan, Len?" Tanya seseorang yang baru saja, sempat aku sindir secara halus, apa benar sindiranku terdengar halus?

"Coba kau tanyakan pada adikku, aku ini adalah bentuk kejahatan satu-satunya yang mampu dan mau menyimpan seluruh kejahatan di dunia! Aku adalah Angra Mainyuu!" Jawabku asal-asalan sambil memasang pose menutupi wajahku dengan telapak tangan kananku.

"Ih... Chuuni-nya keluar lagi, Onii-chan kumat." Jawab Rin, si perempuan berambut panjang hanya bisa menghela nafas.

Namanya Hatsune Miku, teman masa kecil, tidak lebih. Aku benci kalau dia mulai cerewet, seperti saat ini.

"Bla, bla, bla, bla, bla..." Dan omelan Miku yang bagai kereta api tidak kunjung berhenti.

"Oh iya Len!"

Aku menoleh pada panggilan tiba-tiba Miku.

"Tumben mau masuk sekolah, apalagi di hari dimana pelajaran belum dimulai, kesurupan apa semalam?" Tanya Miku.

"Sungguh kasar, apa kau tidak lihat, aku sedang melindungi adikku dari tatapan penuh nafsu murid lelaki baru? Aku tidak bisa membiarkan dia yang akhirnya bisa satu sekolah lagi denganku mulai di dekati oleh lelaki lain selain aku tanpa sepengetahuan dan seizinku." Ucapku asal-asalan sambil memeluk Rin dari samping, objek yang dipeluk masih tenang sambil mengunyah sepotong roti.

"Dasar siscon." Ejek Miku, aku hanya menatap Miku dengan mataku yang memiliki kantung mata di bawah kantung mata.

"Kau tidur berapa jam sehari sih?" Tanya Miku lagi.

"8 jam." Jawabku.

"Normal, tapi kenapa wajahmu tidak normal?"

"8 jam, seminggu." Lanjutku.

Wajah Miku langsung berubah masam.

"Kau harus mulai memperhatikan kondisi tubuhmu sendiri, bagaimana nanti masa depanmu, bla, bla, bla, bla..." Dan omelan Miku dimulai lagi.

Di tengah-tengah omelan Miku yang tidak jelas, aku bertanya pada Rin yang daritadi masih menyimpan sepotong roti di mulutnya.

"Rotinya kok gak habis-habis?" Tanyaku.

"Tawdiwnya akwu mawu mewncowba adewgawn 'Bertabrakan di sudut lorong sambil mengunyah sebuah roti' tapwi karwena Onwii-cwan, rencwanwakwu gwagwal." Ucap Rin, yang sangat-sangat tidak jelas dengan roti dimulutnya. Tunggu, kenapa pada waktu mengatakan 'Bertabrakan di sudut lorong sambil mengunyah sebuah roti' suaranya jadi jelas?!

"Oy, oy! Kenapa tadi suaramu menjadi jelas saat mengatakan 'Bertabrakan di sudut lorong sambil mengunyah sebuah roti', dan lagi kau yang mengajakku ke sekolah, dan yang lebih parah lagi... KAU MAU MENDEKATI SEORANG LAKI-LAKI DENGAN CARA SEPERTI ITU?!" Ucapku tidak sabaran, Rin memiringkan kepalanya.

"Oh iya, aku yang mengajak Onii-chan ya? Aku lupa. Mendekati laki-laki? Maksudnya? Aku cuma mau mengikuti ramalan horoscope hari ini, katanya kalau aku melakukan hal ini dan sukses, aku bisa mendapatkan teman perempuan pertamaku di sekolah nanti." Ucap Rin dengan tatapan tenang.

Aku menghela nafas, ternyata dia masih Rin yang polos yang aku kenal. Sebentar, Miku daritadi masih mengomel?! Biarlah, toh aku tidak terlalu peduli.


XOXOX


"Jadi, saya berharap, sebagai perwakilan murid baru, kita semua bisa menjalani tiga tahun ini dalam suka cita bersama."

Suara tepuk tangan yang meriah terdengar di aula utama, seorang perempuan dengan tubuh yang proporsional dan rambut yang bagai kelopak bunga sakura yang baru akan mekar turun dari atas podium dengan gaya anggun. Banyak anak laki-laki yang memandang perempuan itu dengan berbagai macam tatapan, mulai dari kagum sampai cinta pada pandangan pertama. Sedangkan yang perempuan, tatapannya sama, iri.

Aku melihat perempuan itu, sang perwakilan dari murid baru, pergi meninggalkan podiumnya. Ini perasaanku atau apa, aku merasa pandangan kami bertemu walau hanya sesaat.

"Len! Len! Len!"

Suasana melankolis yang sempat tercipta sesaat langsung hancur ketika Miku mulai menggoyang-goyangkan tubuhku dengan kuat.

"Apa?"

"Kau lihat anak baru itu? Dia sangaaaaaaaaaaat... Cantik! Terlihat seperti boneka! Aku dengar dia itu dari Eropa loh! Dataran para orang-orang elit itu! Siapa namanya barusan, Ar.. Ar..."

"Arcana Rumilia Illianne von Arstugna XIV, dia menyuruh kita memanggil Aria, Kokone Aria, sepertinya itu namanya selama di Jepang." Ucapku fasih.

"Ya... Ya pokoknya itu! Sepertinya dia keluarga kerajaan dari sebuah negara maju ya~~ Enaknya~~ Aku juga ingin seperti itu~~" Ucap Miku.

"Jangan bermimpi terlalu tinggi, kalau jatuh aku akan segera menyiapkan lubang untukmu."

"Bukannya yang benar 'Aku akan segera menangkapmu'?!" Ucap Miku mencoba meralat.

"Itu dalam kamusmu, kamusku beda lagi." Ucapku, agak sedikit terkekeh.

Miku langsung memukul-mukul sedang pundakku.

"Eh, eh, katanya dia seniman, lebih tepatnya seniman apa?" Tanya Miku di sela-sela kegiatan main 'Taiko' nya.

"Oy, oy... Jangan tanya hal gituan padaku. Kau kan seorang idol yang sedang naik daun, kau ada dalam dunia artis dan infotainment! Seharusnya kau yang lebih tahu."

PLUK!

"Ouch!"

Aku memukul pelan dahi Miku dengan ayunan tanganku. Dia mengerang sebentar.

"Setelah ini kau akan melakukan apa?" Tanya Miku lagi sambil memegang dahinya.

"Paling hanya mengunjungi Rin, terus aku akan pulang." Ucapku.

"Awas, jangan menabrak tiang listrik lagi, usahakan langsung tidur sampai rumah. Liburan membuat gaya hidupmu mulai memburuk, bla, bla, bla, bla..." Dan ceramah ala Miku berlanjut sampai aula sudah kosong. Astaga, apakah aku harus selalu mendengar ceramahnya yang bahkan panjangnya mengalahkan jauhnya pulau Hokkaido ke Okinawa?!

.

.

.

"Onii-chan, apa Onii-chan sudah mau pulang?"

"Yah, mungkin aku akan langsung pulang."

"Baiklah, awas, jangan tabrak tiang listrik lagi."

"Oke, oke, adik ku sayang." Ucapku sambil mengacak-acak rambut Rin. Dia kembali ke kelas dengan sebuah senyuman kecil dan melambaikan tangan kepadaku.

Sungguh hari yang membosankan, kenapa tadi aku mengikuti kemauan Rin ya? Mungkin jiwa seorang siscon benar-benar tumbuh di dalam jiwaku. Oy, oy, ayolah… Aku mencoba melucu di sini, apakah tidak ada satupun dari kalian yang mencoba menjadi si pintar*? Ya sudahlah, aku juga tidak peduli.

Aku berjalan ringan di belakang sekolah, melihat rerumputan yang bergoyang, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak datang dan tidur di sana. Merebahkan tubuhku yang serasa pegal hingga ke sum-sum, mencium aroma segar rerumputan di musim semi membuatku tubuhku sangat rileks, dalam hitungan detik, mungkin aku sudah bisa tertidur lelap jika tidak ada orang yang mengganggu.

"Oshu!"

Aku menoleh ke atas, di sana ada wajah idiot yang tersenyum lebar padaku. Lelaki ini memiliki rambut oranye, dia masih belum melepas senyuman bodohnya dari wajahnya, apa bibirnya ditarik oleh kutu sampai bisa melar ke samping sepanjang itu ya?

"Oy Len! Lama gak ketemu!"

"Perasaan, minggu kemarin kamu datang ke rumah dan ngajak main game bareng deh, Lui."

"Astaga, apa kau tidak bisa mendramatisir keadaan? Aku hanya ingin membuat suasana lebih mengharukan!"

"Tidak ada kata 'haru' dalam kamus keseharianku bersama sesama 3D." Ucapku asal-asalan.

"Jadi kalau sama karakter 2D kesukaanmu, kamu baru bisa 'terharu'?"

Kami berdua terdiam sejenak dan kemudian tertawa bersama. Namanya Lui, Hibiki Lui. Mungkin bisa dikatakan, dia satu-satunya 'sahabat' yang masih bersamaku selama ini. Orang-orang mulai menjauhiku semenjak aku mulai mengurung diri, tapi Lui tidak, dia tetap ada untuk ku walau aku tidak lagi ada untuk dunia luar. Dia biasanya akan memberitahuku tentang tugas-tugas dan juga jadwal ulangan, sehingga aku tidak perlu terus masuk sekolah setiap harinya. Biasanya aku hanya akan datang saat ada tugas atau ulangan penting, atau juga jika sekolah mengadakan acara penting, seperti festival, lainnya tidak terlalu penting di mataku.

"Apa yang membuatmu masuk ke sekolah di saat seperti ini? Aku sudah memprediksi kau akan tidur seharian di rumahmu pada hari pertama semester baru padahal." Ada sedikit nada kecewa pura-pura dari suara Lui, tapi aku mengacuhkannya.

"Aku hanya ingin mengatar adikku, itu saja."

"Jadi adikmu berhasil masuk sini?" Tanya Lui.

"Perasaan sudah aku kasih tahu dari lama deh."

"Maaf, aku lupa." Lui memukul pelan kepalanya sendiri dan menjulurkan lidahnya. Dasar orang aneh.

"Apa kau tidak apa-apa pergi ke sekolah? Kau tidak bertemu Kaito dan komplotannya kan?"

"Sejauh ini belum sih." Jawabku.

Setelah percakapan yang cukup menghabiskan waktu, Lui pamit. Aku hanya bisa membalas lambaian tangannya. Ternyata hari ini cukup menyita waktu juga.

"Aku akan pulang dan melanjutkan checkpoint terakhirku."

Ketika aku berjalan, tiba-tiba di hadapanku ada tiga bayangan yang menutupi jalanku. Aku menyipitkan mataku yang sudah mulai memburam lagi, mereka… Kenapa mereka harus datang?

"Yo, Len! Lama tidak berjumpa."

"Apa maumu Kaito?" Tanyaku sinis.

"Jangan menyeramkan seperti itu, kami hanya datang untuk menyapa."

"Aku tidak yakin Al."

"Sepertinya mulutmu mulai perlu didikan lagi."

"Tidak perlu, Leon."

Di depanku berdiri tiga orang berbadan cukup tegap, mereka bertiga adalah Shion Kaito, Kawajima Leon dan Albert Rosairre. Aku selalu memiliki hubungan buruk dengan ketiganya sejak awal masuk sekolah ini.

"Bagaimana kabarmu Len?"

"Aku tidak mau menjawab, pergi dari jalanku."

"Wow, wow, jangan bertindak sok dingin." Al memegang pundak ku, aku menepis tangannya.

"Jangan sentuh aku." Ucapku kepada mereka.

"Ada apa ini? Bukankah kita semua teman?" Ucap Kaito.

Teman? Teman mereka bilang.

"Tidak akan ada teman yang akan memasuki masalah orang lain seenaknya!" Aku langsung menerjang Kaito dengan membabi buta, sebelum tinjuku sampai, Ai sudah duluan memegang lenganku.

"Apa ini?! Lepaskan! Lepaskan kubilang!"

"Lihat dirimu, merengek lagi seperti perempuan. Bagaimana kabar adikmu? Dia masuk sini kan? Apa perlu kami 'bermain' dengannya juga?" Ucap Leon. Geretakan gigiku semakin keras di hadapan mereka.

Aku menendang selangkangan Al dengan kakiku dan juga menendang Kaito setelahnya tepat di wajah. Sudut mulut Kaito memar, dia memegang mulutnya sendiri. Wajah paling tenang yang daritadi dia pasang mulai berubah menjadi guratan kemarahan, tanpa aba-aba dia langsung meninju perutku.

BUAK!

"Apa-apaan kau?! Beraninya kau melukai wajahku!"

BUAK! BUAK! BUAK!

Satu persatu tinju mulai datang kepadaku dari rekan Kaito yang lain, tak lama kemudian aku terjatuh dan mulai diinjak-injak oleh mereka,

"Sekarang apa yang akan kau lakukan?! Memohon pada orang tuamu yang sudah mati?!"

Aku memegang kaki Kaito dengan salah satu tanganku, menatapnya tajam, aku berkata.

"Jangan bawa-bawa orang tuaku."

Muka Kaito makin terlihat geram, tanpa aba-aba apapun, Al dan Leon memegang kedua tanganku dan menariknya kemudian mereka mengangkatku. Kaito yang terlihat marah tersenyum sedikit, dia mulai meninjuku di perut berkali-kali. Aku tidak bisa melawan atas apa yang mereka lakukan kepadaku.

BUAK!

"Kau…"

BUAK!

"Memang…"

BUAK!

"Bajingan tengik!"

BUAK! BUAK! BUAK!

,

,

,

"Aku akan menjadi anak baik, Aku akan menjadi anak baik, Aku akan menjadi anak baik, Aku akan menjadi anak baik, Aku akan menjadi anak baik, Aku akan menjadi anak baik, Aku akan menjadi anak baik…"

"Cih… Dia sudah tidak waras."

"Luka-lukanya membuat dia menjadi gila.

"Ayok kita tinggalkan dia di sini."

Dengan sebelah mata yang sudah sangat buram, aku melihat Kaito dan teman-temannya pergi meninggalkanku. Tanpa aku sadari langit sudah mulai berwarna gelap, senja datang kepadaku. Mencoba menarik kakiku yang mati rasa, aku menyeret tubuhku sendiri untuk bersandar di pohon.

"Ah… Seharusnya aku tidak sekolah hari ini." Ucapku sambal menghela nafas.

Langit senja memang begitu indah, aku tidak bisa berhenti memikirkan langit dikala senja setiap harinya. Warnanya yang tidak terlalu gelap tapi juga tidak terang membuatku selalu merasa hangat, mungkin karena ibu dulu suka memangku aku di taman ketika senja kala aku dan Rin masih kecil.

Sekarang kalian sudah lihat bukan? Aku hanya seorang penyendiri yang menyedihkan, aku selalu membolos dan tidak berani keluar rumah, alasannya sederhana, aku hanya takut dengan dunia luar. Aku takut akan dunia yang selama ini aku kenal baik, akan memusuhiku. Sendirian lebih menjanjikan di mataku, bagaimana tidak? Kau tidak perlu memikirkan orang lain terlalu keras, kau hanya harus memikirkan nasib dan kebahagiaanmu sendiri saat kau sendirian.

Hikikomori? Kalian bisa menyebutku begitu, tapi, aku bahkan lebih rendah dari mereka. Semi-Hikikomori? Mungkin itu lebih tepat. Aku kagum dengan para Hiki-NEET yang benar-benar tidak keluar dari rumah dan mengasingkan diri dari dunia luar, mereka hebat, mereka bisa membuat keputusan untuk hidup mereka sendiri. Sedangkan aku? Aku bahkan masih memiliki rasa takut tidak naik kelas, oleh karena itu aku masih bisa keluar dari rumah menuju sekolah. Aku bahkan tidak bisa menentukan, apa sekolah adalah tujuan hidupku sekarang, atau menjadi NEET-lah yang menjadi tujuan hidupku sekarang. Aku lemah bukan? Aku tidak punya pendirian dan integritas sebagai makhluk sosial, di satu sisi aku ingin berada di keramaian, tapi aku bahkan tidak berani mengambil resiko untuk berada di keramaian tersebut.

Semenjak orang tuaku mati, aku jadi terpuruk, rumor menyebar dengan sangat cepat. Hubungan dengan orangtuaku yang mulai memburuk ketika aku di SMP, semakin hari semakin menjadi bahan pembicaraan tetangga. Tanpa aku sadari, orang-orang mulai menatap aku sebagai pihak yang sepenuhnya salah. Apa tidak ada satupun dari mereka yang memahami perasaanku? Aku juga bertengkar dengan orang tuaku bukan karena aku mau, tapi ada saatnya bukan dimana aku harus mempertahankan sesuatu bahkan dari orang tuaku sendiri?

Bayangan itu selalu muncul, bayangan tentang orangtuaku yang sudah mati, mereka seakan menghantuiku, menakutkan bukan? Jika kalian menganggap itu tidak menakutkan, aku jadi semakin iri dengan kalian. Apa kalian tidak pernah merasakan ketakutan yang luar biasa hingga bisa mengubah dirimu menjadi orang yang benar-benar berbeda dalam sekejap? Aku sudah pernah, bahkan terlalu sering, ketika aku mengingat orang tuaku lagi, aku akan selalu meringkuk dan mengatakan 'Aku akan menjadi anak baik'.

Mungkin awalnya aku terkesan sebagai anak nakal yang easygoing, tapi pada kenyataannya aku hanya orang lemah yang tidak bisa lepas dari masalah yang kubuat sendiri. Aku tidak pernah berpikir untuk menyelesaikan masalah yang ada pada diriku sendiri, aku memang benar-benar pengecut.

"Hei… Apa yang sedang kau lakukan?"

Ketika sedang merenung, aku mendengar suara merdu yang seakan melepasku dari semua masalahku. Aku menengok ke asal suara itu, ah dia…

"Perkenalkan, namaku Aria, boleh aku duduk di sampingmu?"

Dia si murid baru…

"Ah… Silahkan…"

Aku tidak tahu apa yang terjadi, tapi entah kenapa kami malah menikmati senja bersama pada sore itu. Apa ini yang dinamakan arus takdir?


XOXOX


"Takdir tidak akan lari darimu, dia akan selalu kembali pada dirimu walau lama waktu tertunda baginya dan apapun yang kau lakukan untuk menghindarinya."


XOXOX


Chapter 1 selesai~

Bagaimana? Masih terkesan aneh dan membosankan? Ini masih awal, jangan keburu underestimate dulu :3
Saya akan berusaha memberikan yang terbaik!

Mungkin kalian kira fict ini hanya akan membahas masalah Len, tapi saya cuma mau katakan 'setiap orang punya masalah.' Membicarakan beberapa kata yang diberi tanda bintang di atas, saya akan menjelaskannya.

Pertama kata Aniki, di sini Len takut dalam artian kalau Rin memanggilnya Aniki dan bukan Onii-chan, itu sama saja kalau kasih sayang Rin terhadap Len berkurang, karena sebutan Aniki sebenarnya cukup kasar untuk digunakan dalam hubungan keluarga sedarah, kecuali kalau panggilan tersebut memang benar-benar 'panggilan sayang'. Onii-chan lebih menunjukan kasih sayang karena ada imbuhan –chan. Sedangkan Aniki lebih sering digunakan pada hubungan yang lebih terbatas pada hal mental dan batin antar individu, seperti seseorang yang menghormati orang lain dalam sebuah perkumpulan atau saudara sedarah yang tidak terlalu dekat. Bahkan kata Aniki lebih sering dipakai kumpulan anak-anak nakal di Jepang yang berarti "Masbro" atau "Boss"

Sedangkan Si Pintar yang saya maksud di atas, itu artinya Tsukkomi. Dalam drama komedi tradisional Jepang, ada pertunjukkan di mana ada dua orang yang memerankan si bodoh (Bokke) dan si pintar (Tsukkomi). Si bodoh akan melempar lelucon mulai dari yang gaje sampai terkadang sedikit mesum, sedangkan tugas Tsukkomi adalah memberikan klimaks dengan memperbaiki lelucon dari si Bokke (Bahkan ada pertunjukkan dimana si Bokke disiksa sama Tsukkomi, gak berat sih, paling cuma dipukul pakai kipas kertas)

Akhir kata, maaf jika ada kata yang kurang berkenan, saya mau tahu komentar kalian soal chapter kali ini, apapun itu, karena bentuk apresiasi dari kalian adalah kebahagiaan untuk saya.

Jaa~~ Matta ne~~ ^^

Best Regards,

Aprian