THE ALBINO CLAN


Xi Luhan, Oh Sehun, Wu Shixun (Sehun's Chinese Name) and the other cast | Romance, Fantasy, Hurt/Comfort, Supranatural, Drama | M (language and plot) | Yaoi/BL, HunHan, XunHan, Same!SehunShixun, OOC, OC, AU, AT, bashing chara, typo(s)—This story and OC belongs to me. Sehun&Luhan belongs to God, himself and their family.


CHAPTER 1

MARGA OH


Prak!

Seorang pria parubaya melemparkan sebilah kayu ke perapian. Kursi kayu jatinya bergoyang mengikuti tempo dari detik waktu. Matanya mengkilat ketika pantulan cahaya api perapian berefleksi di matanya yang kecoklatan. Tangan kanannya memegang pipa rokok kayu bermotif naga yang rumit. Sesekali bola matanya melirik seorang pemuda yang sedang sibuk membersihkan debu yang sepertinya menempel pada senapan miliknya.

"Kau selalu sibuk membersihkan alat itu." katanya seraya menghisap ujung pipa rokok kayu itu.

Oh Sehun—pemuda itu melirik lelaki parubaya yang sedang menghembuskan asap rokok melewati mulut dan hidungnya, "Mereka masih mengincar keberadaan klan, Ayah."

"Mereka tidak membawa senjata api, tetapi membawa ramuan berbentuk lendir merah yang berasal dari darah klan kita. Seharusnya kita mencari penawar untuk ramuan itu." sahut pria parubaya yang merupakan Ayah Sehun dengan nada menyindir, "Marga Oh adalah marga paling cerdas di dalam klan. Seharusnya kau sebagai salah satu keturunannya mampu membuat penawar, bukan membersihkan senjata yang sepertinya tidak berguna itu."

Sehun menggertakkan giginya, "Apa Ayah masuk di dalam marga lain dalam klan ini? Ayah tidak dapat melakukan hal itu juga. Lagipula kita tak sama dengan mereka, jadi bagaimana klan ini membuat ramuan? Konyol sekali."

Skak mat!

Sehun menaikkan salah satu sudut bibirnya, sedangkan Ayahnya yang masih duduk di kursi goyang miliknya memejamkan mata pelan. Tangannya meletakkan pipa rokok kayu di dalam asbak dengan motif senada yang rumit.

"Kau akan mengerti setelah ini." gumam Ayah Sehun pelan, "Penawar itu akan melindungi dirimu sendiri bukan orang lain di dalam klan."

(The Albino Clan)

Xi Luhan menyalakan pancuran dan melepas kemeja yang dikenakannya—dengan ukuran yang lebih besar dari tubuhnya—serta dalamannya, membiarkan pakaiannya teronggok di atas dudukan toilet. Dalam beberapa detik air hangat mulai membuat ruangan itu beruap, mengaburkan cermin yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri. Kakinya melangkah menuju ruangan kecil yang dikelilingi oleh pintu kaca. Begitu melangkah ke bawah pancuran, Luhan membasahi rambutnya.

Tubuh Wu Shixun menyelinap di belakang Luhan. Luhan tidak mendengar pria itu memasuki kamar mandi. Tangan-tangan yang kuat meluncur menuruni lengan Luhan yang licin. Rambut Shixun yang masih kering menggelitik bahu Luhan. Bibir Shixun yang tipis menciumi bagian lain dari pundak itu dan hidungnya menghirup aroma khas dari tubuh Luhan yang telah lama dicintainya.

"Aku menyukai saat seperti ini." katanya setengah berbisik tepat di telinga Luhan, "Apa kau menggunakan sihir hingga membuatku seperti ini?" tanya Shixun.

"Tidak, tidak ramuan semacam itu yang aku ciptakan." sahut Luhan terkekeh. Sesaat kemudian Luhan tersadar dengan apa yang dikatakan oleh Shixun, "Tunggu! Bukankah kau juga seorang penyihir? Bagaimana kau bisa tak tahu tentang hal ini? Dan lagi, kau sudah lama bersamaku."

Tangan Shixun membelai lekuk pinggul milik Luhan, "Aku kira pendahulu kita mampu membuat ramuan seperti itu."

Tangan Luhan meraih tangan Shixun. Sensasi yang ditimbulkan di bagian pinggulnya membuatnya sedikit terganggu. "Hentikan itu Shixun!" sergahnya.

Tak tinggal diam, sekarang tangan Shixun naik ke perut Luhan, membelai perut itu lembut dan lagi-lagi membuat sensasi geli pada si empunya. "Sudah kukatakan untuk menghentikan hal ini, Shixun!" Luhan membalikkan tubuhnya kasar hingga menghadap Shixun. Ia mulai merasa tak nyaman dengan perlakuan Shixun padanya. "Kita sudah melakukannya beberapa kali tadi, apa kau tak bisa menundanya hanya untuk sehari saja?" tanya Luhan.

Shixun tersenyum, "Aku mengerti. Kau memerlukan istirahat kan?" tanya Shixun, "Aku juga tahu, kau tidak memiliki ramuan untuk menghilangkan lelah itu dan memulai hal itu kembali." tambahnya sambil tertawa kecil.

"Nadamu itu seperti meremehkanku. Suatu saat aku akan membuatnya Wu Shixun!" kata Luhan dengan nada menantang, "Aku mengambilnya langsung dari klan albino bermarga Oh." tambah Luhan.

"Whoaa… Benarkah?" tanya Shixun dengan nada yang agaknya tak percaya dengan kata-kata Luhan, "Mereka adalah marga terkuat di dalam klan albino. Tak mudah untuk mendapatkan darah ataupun tubuh mereka."

"Aku belum mencobanya, jadi aku belum tahu seberapa sulit melakukan pekerjaan itu."

"Kau—ya aku akui kau adalah Xi Luhan, penyihir dengan suara merdu dan tak pernah menyerah." puji Shixun, "Haruskah aku memberimu julukan Circe hum?"

"Tidak! Namaku Xi Luhan, jadi kau hanya perlu menjuluki Xi Luhan—ah tidak, mungkin akan segera menjadi Wu Luhan."

Shixun menahan tawanya, tangannya meraih kepala Luhan kemudian mengacak rambutnya, "Aku akan menandaimu sebagai milikku menggunakan darah salah satu marga Oh yang kau bawa padaku." Shixun berbisik serius, "Setelah itu kau tidak akan pernah lepas dariku, Xi Luhan."

(The Albino Clan)

Sehun meraih sisir yang tergeletak di meja belajarnya. Ia menyisir rambutnya yang hitam, rambut yang sebenarnya tak umum dimiliki oleh klan albino. Tetapi itulah salah satu sisi baik dari penampilan fisik Sehun karena ia tidak akan mudah diincar oleh penyihir untuk diambil jantung ataupun darahnya.

Sehun merupakan seorang albino bermarga Oh. Sebenarnya marga Oh sudah dikenal selama ratusan tahun sebagai marga terkuat yang mampu mengalahkan penyihir yang menyerang mereka. Biasanya penyihir akan menggunakan darah dari klan itu sebagai ramuan pelumpuh untuk mendapat orang dari dalam klan. Bagian tubuh lain akan penyihir gunakan untuk memperkuat diri mereka. Konon penyihir juga menggunakannya dalam ritual tertentu.

Sehun sendiri berasal dari hutan pedalaman di Korea Utara yang kemudian membelot ke Korea Selatan dengan tujuan untuk berbaur dengan manusia normal yang berkehidupan lebih modern.

Tidak. Jangan salah paham. Sehun bukanlah vampire. Dia hanya seorang manusia yang berasal dari keturunan dengan kelainan kulit. Walaupun dalam kehidupannya Sehun tak tampak seperti albino, tetapi dia tetaplah seorang yang berklan albino.

Sehun melangkahkan kakinya pelan memasuki ruangan yang penuh dengan meja panjang dan beberapa kursi yang mengelilinginya—di kampusnya. Sehun menuju ke sebuah meja dan duduk di salah kursi yang terletak di sisi meja. Seorang pemuda dengan kulit yang cukup bertolak belakang dengan warna kulit Sehun mendorong piring porselen dengan beberapa macam buah diatasnya.

"Kyungsoo membawakannya untukku, tetapi aku berniat membaginya sedikit denganmu." katanya, "Kurasa buah ceri di musim semi dengan warna yang menggoda itu tidak dapat kau tolak."

Sehun mengulurkan tangannya, mengambil sebuah ceri dengan warna merah yang memang menggoda. Kim Jongin—pemuda yang menawarkan buah itu—mengulurkan tangan kanannya juga, mengambil sebuah raspberry lalu memasukkan ke dalam mulutnya.

"Kyungsoo, dimana dia?" tanya Sehun yang mengedarkan matanya ke sekililing kantin mencari keberadaan pemuda lain yang bernama Kyungsoo.

"Dia sedang membelikanku beberapa camilan lain di sebelah sana." sahut Jongin santai—ibu jarinya menunjuk ke bagian deretan kios kantin—tangannya yang lain mengambil sebuah ceri matang dan memasukkan ke mulutnya lagi.

"Berhenti bersikap seperti itu pada Kyungsoo. Kau tak bisa memanfaatkan anak polos itu seenaknya." Sehun menatap Jongin datar—atau mungkin sedikit marah.

Do Kyungsoo, itu adalah nama lengkapnya. Kyungsoo juga merupakan klan albino, namun Kyungsoo bermarga Do. Dia kehilangan Ayahnya beberapa tahun yang lalu. Itu disebabkan oleh beberapa penyihir yang menyerang kediaman Kyungsoo. Di sisi lain Kyungsoo sangat tergila-gila pada Jongin, namun seringkali Jongin mengabaikannya bahkan terkesan memanfaatkan kebaikkan anak polos itu.

"Diamlah!" sahut Jongin malas—agak membentak, "Lagipula dia suka melakukan itu untukku."

"Jika kau selalu melakukan itu padanya, dia bisa saja berpaling darimu. Mungkin saat itulah kau akan takut kehilangannya."

"Berhenti bergurau!" Jongin menatap Sehun kali ini. Jongin menoleh ke arah lain lagi, tangannya lagi-lagi meraih sebuah ceri lalu memasukkan ke dalam mulutnya, "Kalau dia bosan, aku bisa mencari pengantinya, bahkan banyak yang lebih baik dari Kyungsoo." kata Jongin sambil mengunyah ceri yang memenuhi sebagian mulutnya.

"Jongin!" Kyungsoo berdiri di belakang Jongin membawa beberapa jenis camilan dan juga minuman pelepas dahaga, "Sehun, sejak kapan kau datang?" tanya Kyungsoo sambil meletakkan bawaannya di atas meja.

"Emhh—baru saja." jawab Sehun agak canggung. Ia khawatir kalau Kyungsoo mendengar percakapannya barusan dengan Jongin.

"Whoaa… Ini banyak sekali, Kyung. Terima kasih." kata Jongin mengambil camilan itu, "Ah ya, buah yang kau bawakan sangat manis. Aku menyukainya." sambungnya. Tangan Jongin sibuk memunguti satu persatu camilan yang Kyungsoo letakkan di atas meja. "Aku akan kembali ke kelas."

Kyungsoo mendongak, menatap Jongin yang berdiri—dengan camilan di depan dadanya, "Sehun baru saja datang, kenapa kau ingin pergi?" tanya Kyungsoo.

"Kau ingin menemani Sehun? Kalau begitu aku akan mendahuluimu ke kelas. Jika sudah selesai, kau bisa menyusulku." Jongin beranjak dari sana. Kyungsoo hanya menatap nanar Jongin yang makin menjauh dari pandangan matanya.

Sehun menggaruk belakang kepalanya canggung, "Kyung…"

"Ya?" Kyungsoo menoleh ke arah Sehun. Ia mengerutkan kedua alisnya bermaksud merespon Sehun.

"Kau mendengar pembicaraan kami barusan?" tanya Sehun dengan ragu, "Kau yakin kalau kau mencintai Jongin yang seperti itu?"

Kyungsoo hanya menatap Sehun dengan mata bulatnya. Bibirnya terkatup diam hingga beberapa saat kemudian, "Aku memutuskan untuk menunggunya hingga aku mencapai titik jenuhku, Sehun."

(The Albino Clan)

Luhan berjalan diantara rumput-rumput ilalang yang tingginya hingga mencapai pinggangnya. Ia menggantungkan sebuah keranjang buah berbahan rotan di tangannya. Disana terdapat beberapa buah apel merah. Luhan memang penyihir, tetapi bukan berarti jika pemuda itu membawa keranjang apel ia akan mencelakai Putri Snow White. Jangan bercanda, tidak ada Putri Snow White di masa ini.

"Sudah lama menungguku?" tanya Luhan. Ia mengambil posisi duduk di sebelah Shixun.

Shixun mengadah, menatap langit malam yang bertabur bintang, "Ini kesekian kalinya aku mengajakmu berkencan di luar rumah." gumamnya masih menatap langit.

"Aku lebih suka berada di luar rumah." Luhan tersenyum. Ia mengulurkan tangannya, meraih lengan Shixun, "By the way, aku merasakan perbedaan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan legenda penyihir pendahulu kita."

"Well. Kehidupan memang banyak yang berubah, tetapi sepertinya tidak akan merubah apa pandangan penyihir terhadap klan albino." Shixun mengambil sebuah apel dari keranjang, lalu mengigitnya hingga menimbulkan lubang yang cukup besar di apel itu.

"Mereka takut pada kita?"

Shixun menelan apel yang dikunyahnya, "Kau berpikir seperti itu?" Luhan mengangguk ragu, "Mungkin seperti itu." jawab Shixun dan menggigit apel itu lagi, "Setidaknya sejauh ini kita masih dapat mengalahkan mereka."

"Apa kau pernah berpikir vampire akan menyerang kita?" tanya Luhan.

"Entahlah." Shixun menjawab acuh, "Posisi penyihir saat di serang vampire, sama saja dengan posisi klan albino saat di serang para penyihir. Mungkin semacam eumhh—ironi di atas ironi."

Srek!

Shixun menoleh ke belakang, begitu pula dengan Luhan. Suara aneh baru saja melintas di belakang mereka. Rumput ilalang pun bergerak seperti baru saja dihempaskan oleh angin yang cukup kencang. Shixun berdiri. Kepalanya melongok—dengan kaki sedikit berjinjit—ingin menemukan sesuatu yang baru saja mengganggu kencan pribadi mereka.

"Kau!" Sehun berteriak kencang. Ucapannya seperti menunjuk seseorang yang bersembunyi di balik pohon.

Luhan sedikit melongok. Tentu saja ia penasaran. Hanya ada dua kemungkinan, vampire atau salah satu dari klan albino.

Srek!

Makhluk itu bergerak cepat, menghempas rumput-rumput ilalang itu lagi. Sesosok bayangan hitam dan tinggi melangkah mendekati mereka, "Sudah lama, Wu Shixun."

"Park Chanyeol?"

Bayangan itu berangsur-angsur mulai terlihat. Salah satu sudut bibirnya tertarik ke atas, menambah kesan buruk di dalam diri pemuda tinggi bernama Park Chanyeol itu. "Tebakkan yang sangat tepat, Tuan Wu." sahutnya dengan suara berat.

Luhan berpindah ke belakang Shixun, seakan meminta perlindungan dari Shixun. Bagaimana Luhan tidak takut? Park Chanyeol, dia adalah seorang vampire yang sangat haus akan darah penyihir. Ia mengincar darah Shixun sejak lama. Bahkan Chanyeol telah berhasil menghabisi Ayah Shixun, Kris Wu.

"Kau datang kembali setelah kehilangan Baekhyun, huh?" Shixun tersenyum remeh.

Chanyeol menggeram marah. Kemarahannya sepertinya sengaja di pancing oleh Shixun. Bola matanya memerah dan taring panjang nan tajam mencuat dari balik bibirnya, "Aku akan memastikan kau mati hari ini!" Ancam Chanyeol.

Shixun menggenggam erat tangan Luhan lalu mengucap beberapa bait mantera. Dalam sekejap mata, Shixun dan Luhan menghilang. Chanyeol semakin marah karena mangsanya melarikan diri begitu saja. Chanyeol berbalik, kemudian berlari secepat mungkin. Ia sampai di sebuah rumah bergaya Eropa kuno. Cukup—sangat—mewah untuk rumah yang berada di tengah hutan belantara yang gelap juga lembap.

Chanyeol mendobrak pintu rumah berdaun dua itu dengan kasar.

Hup!

Chanyeol terkejut. Pistol perak dengan isi peluru perak mengacung tepat di depan matanya. Taring yang tajam dan panjang itu berangsur-angsur memendek. Bagaimanapun itu adalah salah satu kelemahan vampire. Segala sesuatu yang berbahan perak.

"Aku akan membuatmu bernasib sama seperti kekasih—upss atau mungkin harus aku sebut dengan mantan kekasih huh?"

"Kau bisa saja mengancamku dengan senjata itu, tetapi setiap detik nyawamu lebih terancam olehku." kata Chanyeol.

Shixun memajukan langkahnya, sedangkan Chanyeol memundurkan langkahnya. Shixun tersenyum penuh kemenangan. Sekali saja ia menarik pelatuk pistol tersebut maka habislah vampire bernama Park Chanyeol itu.

Brak!

Chanyeol menendang Shixun hingga pistol perak itu terlempar jauh ke bawah lemari di ruang tengah. Sangat sulit untuk mengambilnya. Shixun lengah. Chanyeol menginjak dada Shixun hingga Shixun tak dapat berkutik lagi. Kali ini giliran Chanyeol yang tersenyum menang. Taring yang tajam kembali mencuat dari balik mulutnya, siap menerkam Shixun yang tak berdaya di bawah sana.

Chanyeol berjongkok—dengan posisi salah satu kaki masih menginjak dada Shixun. "Ini akhir dari marga Wu." gumam Chanyeol penuh kemenangan. Tangannya terulur membelai pipi Shixun. Kuku tangannya yang tajam ia torehkan disana hingga menimbulkan luka.

Aroma darah yang memabukkan bagi vampire yang haus. Mata Chanyeol menyala lapar. Ia menorehkan kuku miliknya di tangannya yang lain. Darah hitam keluar dari balik kulit Chanyeol. Chanyeol meneteskan darah tersebut di pipi Shixun hingga terjadi kontak antara darah vampire dan darah penyihir.

Luka bakar timbul di pipi Shixun yang melepuh. Sekujur tubuhnya menahan nyeri yang hebat. Tangan dan kakinya kaku dan sulit digerakkan. Darah vampire itu mengalir ke seluruh tubuhnya. Dapat Shixun rasakan darah itu akan segera menuju kemudian merusak jantungnya.

Pryangg!

Luhan tiba-tiba datang menyerang Chanyeol dan memecahkan sebotol darah albino tepat di kepalanya. Asap tipis timbul dari lepuhan kulit Chanyeol. Ia tak dapat mengendalikan dirinya hingga Chanyeol menghilang dari tempat itu.

Luhan menghampiri Shixun yang terkulai lemas. Napas Luhan terengah-engah. Air matanya memaksa keluar dari balik pelupuk matanya. Luhan tak hanya bisa diam ketika bersembunyi sedangkan Shixun dalam kesulitan. Mata Shixun melotot ketika ia merasakan darah vampire mencapai jantungnya. Luhan kebingungan. Tak ada yang bisa ia lakukan. Mungkin hanya bisa menunggu Shixun sampai selesai meregang nyawa. Air mata makin deras mengalir menuruni pipi Luhan. Suaranya seakan tercekat, tak mampu mengatakan apapun.

Shixun menarik napas terakhirnya lalu matanya terpejam sempurna.

"Shixun! Shixun!" teriak Luhan bermaksud untuk menyadarkan Shixun.

"Shixun!"

(The Albino Clan)

Suara dentuman yang berasal dari pintu depan berhasil menghancurkan harapan Sehun untuk tidur. Hari itu ia sangat lelah. Rasanya tak ingin melakukan apapun termasuk membukakan pintu untuk si 'pengganggu' di depan rumah. Rumah yang semula tenang, kini berubah menjadi gaduh karena seseorang yang tak sabar ingin dibukakan pintu.

Jderr!

Petir dan guntur semakin menambah kesan gaduh di rumah itu. Di luar sana mungkin sedang hujan deras. Sehun hanya sendirian di rumah karena tadi sore Ayahnya kembali ke Korea Utara.

Brak!

Sehun menendang pintu rumahnya—cukup—keras. Mungkin Sehun bermaksud menakut-nakuti orang yang akan bertamu di malam dengan hujan deras seperti ini. Suara dentuman pintu terdengar lagi. Rupanya orang itu tidak menyerah.

"Siapa disana?" teriak Sehun sekencang mungkin. Ia tak ingin suaranya dikalahkan oleh suara hujan.

"A—Aku ingin berteduh semalam saja dirumahmu!" sahutnya lantang—dengan nada bergetar. Sepertinya orang itu kedinginan. Sehun berani bertaruh, pakaian yang dikenakan orang itu basah kuyup.

Tangan Sehun mengulur, hampir menekan kenop pintu berdaun satu tersebut. Beberapa detik kemudian Sehun mengurungkan niatnya. Pikirannya mulai berputar. Sehun sedang sendirian di rumah itu. Bagaimana jika itu adalah seorang penyihir yang mengincarnya? Oh, tidak!

"Apa aku harus takut?" gumamnya bermonolog. Sehun pikir ia mempunyai cukup kemampuan untuk mengalahkan penyihir yang menyerangnya.

Sehun membulatkan niatnya untuk membuka pintu. Kenop pintu ia tekan lalu menarik daun pintu dengan perlahan. Sesosok pemuda dengan pakaian basah dan menggigil kedinginan sedang berdiri terpaku disana. Pemuda itu mengangkat wajahnya. Kontak mata seketika terjadi antara Sehun dan pemuda itu.

"Maaf kalau aku mengganggumu malam-malam." katanya dengan suara bergetar, "Aku tidak memiliki rumah lagi karena aku tidak mampu membayar sewanya. Aku mengetuk setiap pintu rumah yang aku lewati malam ini, tetapi akhirnya pemilik rumah ini yang membukakan pintunya untukku." Pemuda itu bercerita panjang.

Sehun mengangguk canggung. "Ayo masuk!" ajak Sehun setelah cukup lama mematung mencerna penjelasan pemuda tadi. Sehun mempersilahkan pemuda itu untuk duduk di sofa. Sementara itu Sehun mengambil beberapa selimut dan pakaian kering. Ia juga mengambil kompres penurun panas dan membuat dua cangkir coklat panas. "Minumlah! Itu akan membuatmu merasa lebih baik."

Pemuda itu mengangguk. Tangannya yang kedinginan dan tampak basah meraih cangkir coklat panas. Ia menghirup aroma khas coklat panas, itu membuatnya merasa lebih hangat. "Terima kasih." katanya pelan lalu menyesap coklat panas tersebut.

"Sama-sama." jawab Sehun sembari menyesap coklat panas miliknya, "Kalau boleh tahu, siapa namamu?" tanya Sehun.

"Xi Luhan." jawab pemuda itu dengan senyum aneh, namun Sehun sama sekali tak menyadarinya.


To Be Continue…


A-Oh! :) Aku bawa FF HunHan ini :v bagaimana setelah baca chapter 1 nya? Ada yang minat buat dilanjutkan? Kalau ga banyak respon mungkin bakal aku delete.

Err sepertinya aku mengangkat cerita yang sekiranya agak basi. Vampire dan penyihir. Ini juga dapet idenya gegara ga sengaja buka google terus nemu tentang warga Albino yang di ganggu sama penyihir di Tanzania. Jadilah FF ini.

Sebenarnya aku masukin lumayan banyak paduan antara legenda yang berkembang, kenyataan sama fantasy aku. Tetapi yang namanya FF tetaplah hanya sebuah fantasy—absurd—penulisnya /digaplok penulis lain/

Sehun dan Shixun orang yang berbeda ya :) Sudah jelas terlihat dari Sehun yang berasal dari clan albino dan Shixun adalah penyihir. Hanya saja mereka mempunyai wajah yang mirip :) (err atau mungkin sama)

Aku harap ada orang baik hati yang review FF ini. Mungkin itu aja. Thank you ^^