Tetsuya masuk kelas bunga Matahari. Onee-chan dan er—kalau tidak salah Chihiro-sensei ? mengajar dikelas bunga Matahari. Lalu sepupunya yang kelewat cantik—soalnya dia laki-laki, tidak mungkin Akashi mengakui dengan kata 'cantik'—juga berada dikelas Matahari. Tapi, kenapa ia ditempatkan dikelas bunga Mawar ?

Apa salahnya ?

Akashi mengetuk pintu ruang kepala sekolah, dengan batu. Kalau memakai tangan takut nanti sakit, terus memerah.

"Masuk," setelah mendengar sahutan itu, Akashi mengambil sapu yang sudah dipersiapkannya sedari tadi, kemudian menyundulkannya pada gagang pintu.

Cklek.

Yes, terbuka.

Nijimura mengernyit saat melihat pintu terbuka, tapi tidak ada orang. Ia edarkan pandangannya ke kanan, ke kiri, ke atas—barang kali yang membuka adalah hantu, dan ke bawah. Bukan, tepatnya didepan meja—kursi yang sudah diduduki bocah berambut merah.

Ia langsung menghembuskan nafas lega, untung bukan hantu.

"Pak Kepala Cekolah Chūzō." Akashi memanggil. Masih cadel rupanya, tapi cara bicaranya itu lho, seperti Otou-samanya yang sekarang sedang bersin-bersin. "Kenapa Cei ditempat, 'kan di kelas bunga Mawal, Pak ?"

Sang kepala sekolah berpikir. "Kata Reo-sensei agar kamu pandai sih ?"

Akashi memiringkan kepalanya. "Pandai apa ?"

"Merayu,"

Bocah itu langsung berdiri dari kursi yang didudukinya. Ia mengambil penggaris besi yang tersedia pada kotak peralatan Nijimura.

"Kalau cala melayu cih Cei udah tau." Ia tersenyum sombong. "Tapi yang Cei nggak mau tau, apapun yang teljadi, buat Cei duduk dikelas bunga Matahali!"

Pagi-pagi Nijimura sudah ditodong, dengan seorang anak kecil berambut merah yang hanya menggunakan penggaris besi sebagai senjatanya.

Namun tetap saja, nyalinya menciut, ia takut.

"Baiklah,"

.

.

.

.

Kuroko no Basuke Fanfiction © Tadatoshi Fujimaki

Warning; Typo bertebaran, OOC, Chibi! AU, Reader/OC as Kakak Akashi berdasarkan sudut pandang orang ke dua (niatku sih X3 #dibuang), OC bertebaran, dll.

.

.

.

.

Chapter 2 : Mayuzumi-senseiyang lolicondan Akashi-sensei.

Hari pertama Onee-san mengajar dan hari pertamanya belajar di TK. Akashi sudah tidak sabar untuk menantikan apa yang akan terjadi. Sebagai jaga-jaga bila akan ada yang nyolot padanya, Akashi sudah menyiapkan penggaris besi hasil pemberian Pak Kepala Sekolah. Meskipun benda itu tampak biasa saja, terlalu biasa karena Akashi ingin benda itu terlihat normal untuk impresi pertama—hanya sebuah penggaris yang digunakan untuk membuat gambar rumah rapi.

"Sei, kenapa disitu ? Ayo masuk," kakaknya datang dengan seorang laki-laki—sepertinya ia adalah partner kakaknya untuk membimbing kelas bunga Matahari. Ia menyimpan kembali alat gambarnya kedalam tas. "Tunggu," bergerak protektif, Akashi langsung memberi jarak lebih luas lagi dengan berdiri dan berjalan diantara mereka.

"Mayuzumi-sensei, katanya adikmu sekolah di TK ini juga ya?" Pria disebalah Kakak Akashi mengangguk. Sebuah tanda tanya bertengger dikepala Akashi.

Siapa ?

Namun pertanyaan Akashi tidak terjawab karena Kakak Akashi sepertinya tidak punya insiatif untuk bertanya lebih lanjut.

Ketika Akashi, Kakaknya dan Mayuzumi-sensei memasuki kelas bunga matahari, pemandangan horror akan anak-anak yang berebutan bangku, bergosip, dan melempar 'entah-apa-itu' tersajikan. Akashi mendengus, kalau begini caranya... pasti, ya pasti... perhatian Kakaknya akan teralihkan.

"Anak-anak ?"

Sunyi, sepi, suara si rambut janda makan keripik mendominasi. Semua mata murid dikelas itu menatap kakak Akashi, secara intens. Sang adik ? Sedang mendekati Kuroko yang tengah dibully bersama Kise—sepupunya.

"Sensei ?" Gadis perempuan beramput pink menarik rok-nya dengan lembut, Kakak Akashi berjongkok. "Ya ?"

"D, dia—" ia menunjuk orang yang sekarang menjadi korban pembullyan Akashi, Kakak Akashi menahan napas. "—membully Kuroko-kun."

Mayuzumi sabar, namun ekspresinya terlalu seram ketika senyuman ia tebar. Kakak Akashi mundur minggir beberapa langkah menjauhi, kata 'bahaya' melekat dipikirannya.

Para murid masih setia terdiam, mereka was-was karena Mayuzumi sudah mengeluarkan aura kelam ala ibu mereka pagi tadi karena tidak mau ditinggal (namun mereka masih sayang, pada nyawa, video game, jatah uang jajan dan lain-lain. Jadi ya, menurut saja). Anak berkulit tan mencuri kesempatan dengan menarik kursi bahan perebutannya dari sang rival yang berambut merah—setengah hitam.

"Boleh aku yang mengatur semuanya ?"

Mereka mengangguk—sok—antusias, tak menyadari ekspresi yang mereka tunjukkan malah ketakutan. Semua murid—tak terkecuali—langsung berlari dan berdiri dibelakang kakak Akashi.

Hening. Lagi-lagi suasana hening. Sampai suara Kuroko yang menyeruput milkshake-nya terdengar. Anak berambut perak—Haizaki—yang paling berandalan dan macho pun maju, layaknya pahlawan keren.

"..." Mayuzumi dan Haizaki saling bertatapan.

"Apa ?" Yang lebih tua bertanya dahulu.

"...A—" Haizaki tampak berfikir, menimang kosa kata yang tepat. "A—SENSEI INGIN MEMPERKOSA KAMI,"

"KYAAAAAAAAAAAAAA!"

Mayuzumi merasa turun derajat. Iya, ia suka anak kecil. Mayuzumi ngaku.

Tapi—

"Aku bukan pedophile bodoh!" Haizaki disentil jidatnya. "Aku hanya mencintai gadis loli yang ada dimanga."

Iya 'kan ? Yang Mayuzumi sukai itu memang seorang anak kecil.

Mendengar perkataan Mayuzumi, kakak Akashi tersenyum—sangat menakutkan, lebih menakutkan dari ibu mereka. "Aku tau," ia menjentikkan tangannya. "Ternyata kesimpulanku tidak salah," kemudian ada background kelam penuh hawa iblis dibelakangnya.

"Mayuzumi-sensei memang seorang lolicon,"

Akashi langsung mundur ketika mendengar cekikikan setan Onee-san-nya, pasti nanti malam ia akan mimpi buruk. Pasti.