Kredibilitas Baekhyun sebagai detektif kepolisian seolah sedang diuji saat ini. Setelah 10 tahun lamanya berpisah, ia kembali dipertemukan oleh Chanyeol dalam sebuah kasus yang tak pernah diduga Baekhyun sebelumnya. Dalam proses penyelidikan, bukan hanya sekedar fakta dalam kasus itu yang Baekhyun temui, sebuah fakta lain membuat ia mulai ragu dengan tindakan apa yang selanjutnya akan ia lakukan.

Haruskah ia tetap bertahan dengan komitmen awal untuk membongkar si pelaku dalam kasus ini? Atau haruskah ia berpihak pada orang yang masih ia sayangi selama ini?

Sejak awal, sejak Baekhyun mengenal orang yang bernama Chanyeol saat ia masih bersekolah menengah. Baekhyun tau, seharusnya dari dulu ia tak pernah berurusan dengan namja tampan itu.

Karena Chanyeol adalah sosok berbahaya bagi Baekhyun.

It's Dangerous...

.

.

.

.

.

.


Dangerous Chanyeol

By Sayaka Dini

Disclaimer: This story belong to me, but the character not be mine

Main Cast: Baekhyun; Chanyeol

Other: Jongin; Kyungsoo; Sehun; Luhan; Kyuhyun

Pairing: Chanbaek / Baekyeol, Hunhan, Kaisoo

Setting: AU

Genre: Crime—Romance

Rated: M.

Warning: Yaoi, Shounen-ai, Boys Love, Boy x Boy.

Please, Don't Like Don't Read.

Note: No bashing, no flame, no copas, no re-publish, no plagiat, yes to like and comment

Hope You Enjoy It~ ^_^

_o0o_

.

.

.

.

.

...


Note: Paragraf bergaris miring menandakan flashback (kejadian masa lalu) dan POV dari seseorang.


...

.

.

.

.

.

Tangannya terasa hangat, membelai lembut pipiku, menghapus air mata yang sempat keluar dari ujung mataku. Aku mengerang tertahan, merasakan perih sekaligus nikmat dalam waktu yang bersamaan. Ia bergerak di atas tubuhku, sengaja mendesah ditelingaku, membuatku semakin meleleh dalam eksistansi kegiatan kami malam ini. Bibirnya berjalan dari sisi telingaku, mencium sisi pipiku, hidungku, daguku, lalu meraup bibirku, menyumbat suara eranganku.

Badanku gemetar, tapi dalam arti yang begitu nikmat. Tanganku memegang bahu telanjangnya, meremas bahunya erat, yang sejak tadi terus bergerak maju mundur, seiring pergerakannya di bawah sana. Aku mendesah keras begitu ia melepas tautan bibir kami. Kutolehkan kepalaku ke samping, mulutku terbuka, mencoba meraup oksigen sebanyak yang kubisa di antara pergerakan badanku yang ikut bergoyang di atas ranjang, karena dorongan kuat yang dibuat pria yang sedang menindihku.

Penglihatanku mengabur, dengan air mata yang menggenang di pelupuk mataku. Kenikmatan yang ia berikan ini terasa luar biasa, sangat memanjakan tubuhku, membuatku menangis bahagia tanpa kusadari.

"Baekhyunie..." ia mendesah di telingaku, mendorong pinggulnya dengan hentakan keras yang membuatku mengerang dalam kenikmatan. "...aku mencintaimu..."

Jantungku berdetak begitu cepat, mataku yang sayu hanya bisa menangkap bias wajah tampan Chanyeol yang tersenyum di atasku...

.

.

.

.

.

.

Date: 3 September 2015. 08.45

Sebuah pukulan dari gulungan beberapa kertas, mendarat cukup apik diatas kepala Baekhyun. Membangunkan namja itu dari tidur lelapnya di atas kursi. Baekhyun tersentak, kepalanya menoleh ke segala arah dengan pandangan mata yang masih tak fokus karena rasa ngantuk yang tersisa dalam pikirannya. Ia menguap begitu lebar, sebelum akhirnya sebuah pukulan lain kembali menjitak kepalanya.

"Ahh, appo," Baekhyun meringis, mengusap belakang kepalanya sambil mendongak. Melihat sang pelaku dengan tatapan memelas andalannya. "Kenapa kau tega sekali padaku hyung~" ia merengek.

Kyuhyun mendengus, tak habis pikir dengan kelakuan Baekhyun yang belum juga berubah. "Berhenti memasang wajah kekanakanmu itu. Kau pikir sudah berapa usiamu sekarang, huh?" Kyuhyun menyentil dahi Baekhyun, membuat namja itu semakin meringis mengusap keningnya. "Cepatlah sadarkan pikiranmu, ada kasus baru yang harus kau tangani."

Sebelum mengucapkan kata protes, Kyuhyun segera menyela Baekhyun. "Alamatnya akan kukirim ke email-mu, Jongin dan Suho juga sudah berangkat dan menunggumu di lokasi. Jangan membantah dan mengeluh. Kau tak ingin mendapatkan gaji buta karena tak mengejarkan tugasmu dengan baik sebagai detektif kepolisian di sini kan?"

Baekhyun cemberut, tak bisa membantah. "Aku mengerti." Dengan gerakan yang masih terlihat malas, ia berdiri, mengambil jaketnya di kursi sebelah.

"Baekhyun-ah."

Baekhyun terhenti, menoleh pada Kyuhyun dengan pandangan bingung.

"Kau lupa dompetmu." Kyuhyun mengangkat dompet Baekhyun dari atas meja kerjanya.

Baekhyun nyengir, berjalan kembali ke arah Kyuhyun. "Terima kasih hyung."

Kyuhyun menghela nafas. "Sesekali, cobalah pergi berkencan," sarannya. "Sejak kau diterima di sini. Aku tak pernah melihatmu menjalin hubungan atau pergi dengan seseorang ke suatu tempat seperti yang lainnya. Jangan terlalu fokus pada pekerjaan. Siapa tahu setelah kau memiliki pasangan, hidupmu akan lebih terurus. Tidak seperti ini, setiap hari tidur di kantor, makan tidak teratur, mandi pun kau jarang. Dasar bau."

Cengiran Baekhyun malah semakin lebar, seolah ia kebal dengan omelan Kyuhyun yang selalu sama tiap hari. "Hyung. Kau sendiri juga tidak pernah pergi berkencan. Kenapa tidak kau saja yang berkencan dengan bawahanmu yang tampan ini? Akh, appo!" Baekhyun kembali meringis mendapatkan pukulan gulungan kertas di atas kepalanya.

"Tampan apanya? Cih." kata Kyuhyun dengan seringai meledeknya. "Sudah sana. Cepatlah pergi!" titahnya.

Dengan bibir yang mengerucut, Baekhyun berjalan pergi keluar kantor kepolisian, menuju mobilnya. Hari ini, di umur yang sudah beranjak 27 tahun, ia akan kembali menjalani aktifitasnya seperti biasa. Terjun langsung ke lapangan, menuju ke tempat kejadian perkara, mencari bukti, mendengarkan kesaksiaan beberapa orang, dan pekerjaan lain yang biasa dilakukan seorang detektif kota seperti dirinya.

Saat masih sekolah dulu, Baekhyun beranggapan kalau pekejaan seperti ini tampak begitu seru. Tapi lama-lama ia merasa bosan juga dengan kegiatan menebak dan mengejar pelaku kriminal seperti ini. Mungkin benar kata seniornya tadi, tidak ada yang salah dengan pergi berkencan sesekali untuk sedikit menghiasi kehidupannya yang penuh dengan kasus kriminal.

Sayangnya, Baekhyun masih merasa belum mampu untuk kembali menjalin sebuah kasih. Tidak setelah apa yang ia alami sepuluh tahun yang lalu...

Baekhyun menepikan mobilnya pada sebuah rumah elit yang sudah tampak ramai dengan mobil polisi. Beberapa warga sekitar sudah ada yang mulai berkumpul di luar jalur kuning kepolisian yang mengelilingi rumah tersebut. Baekhyun berjalan, melewati pembatas kuning itu untuk memasuki rumah, tak ada polisi yang menegurnya karena mereka sudah familiar dengan wajah Baekhyun.

Mengikuti arus beberapa polisi lain yang tampak mondar-mandir, Baekhyun sampai di ruang tengah lantai dasar rumah tersebut. Ia menepuk bahu Jongin yang terlihat sedang menulis sesuatu.

"Ah, hyung. Kau sudah datang." Jongin menoleh sekilas, lalu kembali menulis sesuatu di note saku kecil di tangannya.

"Jadi, bagaimana?" Baekhyun bertanya sambil melihat mayat seorang wanita yang dimasukkan ke dalam kantung kuning, untuk segera dibawah ke rumah sakit dan diotopsi. "Kyuhyun-hyung tak memberikan informasi apapun untukku selain menyuruhku kemari dan membantu kalian."

Jongin mengangguk. Ia telah selesai menulis, dan menyerahkan catatannya pada Baekhyun. "Wanita yang telah mati itu bernama Nana,umur 29 tahun, belum berkeluarga. Profesinya sebagai model. Ada garis bekas tali yang melingkar dilehernya. Dugaan pertama, dia mati karena tercekik oleh tali. Yah, kita tunggu saja hasil otopsinya nanti."

"Kau sudah mendapatkan saksinya?"

"Untuk saat ini, sudah ada tiga orang. Mereka semua sudah dikumpulkan di dalam sana." Jongin menunjuk sebuah pintu kamar yang tak jauh dari ruang tengah. "Ayo Baekhyun-hyung, aku akan mengenalkannya satu persatu padamu. Sebelum kita introgasi mereka dan mencari tahu siapa tersangkanya."

Baekhyun hanya mengangguk sambil membaca catatan Jongin mengenai hal-hal lain yang perlu ia ketahui, dan berjalan di belakang Jongin menuju kamar tersebut. Jongin membuka pintu, dan masuk terlebih dahulu lalu diikuti Baekhyun di belakangnya. Jongin membungkuk memberi salam kepada dua orang pria yang berada di dalam kamar tersebut.

"Kemana seorang lagi?" tanya Jongin heran melihat kurang satu orang di antara mereka.

"Dia baru saja ke kamar mandi," satu di antara kedua namja itu, yang lebih tinggi dan berkulit seputih susu, menjawab Jongin sambil menunjuk pintu kamar mandi yang berada di kamar tersebut.

Jongin mengangguk. Tak ingin mengambil waktu, Jongin memulai duluan, biar nanti saksi satunya akan menyusul setelah ia selesai dari kamar mandi. Jongin lalu mengenalkan Baekhyun sebagai rekannya pada dua namja dalam ruangan itu, dan sebaliknya.

"Saksi pertama. Do Kyungsoo. Tetangga Nana sekaligus orang pertama yang menemukan mayatnya," Jongin menunjuk namja kecil yang sejak tadi duduk di ranjang, lebih banyak diam dengan pandangan yang terus terarah ke lantai, tampak seperti masih terkejut dengan situasi yang melibatkannya.

"Saksi kedua. Oh Sehun," telunjuk Jongin beralih pada namja putih yang berdiri di samping nakas, tampak lebih tenang dari Kyungsoo yang mulai gelisah sendiri di tempat duduknya. "Dia supir pribadi Nana. Nomor ponselnya menjadi daftar panggilan terakhir di ponsel Nana sebelum ia meninggal." Sehun mengangguk sesaat untuk menyapa Baekhyun. Tak ada ekspresi apapun dari wajah datarnya yang dilihat oleh Baekhyun. Tidak terlihat sedih, ataupun senang.

Kyungsoo tiba-tiba berdiri dari duduknya. "Aku memang menemukan mayatnya. Tapi aku bersumpah, aku tidak melakukan apapun!" ia berseru membela diri. "Aku hanya menemukannya tergelak begitu saja di lantai. Kupikir dia hanya pingsan. A-aku tidak tahu kalau—" tubuh Kyungsoo sedikit gemetar, terlihat terguncang dari tatapan mata bulatnya. "...dia sudah tidak bernafas lagi. Sial." Kyungsoo mengumpat dengan tangan yang mengepal, seolah menahan amarah entah pada siapa.

"Tenanglah," Jongin mendekat, menepuk kedua bahunya, mencoba menenangkannya. "Kau di sini sebagai saksi. Kami hanya ingin mendengar kesaksianmu. Tak ada yang langsung menuduhmu jika kami belum memiliki bukti apapun. Jadi tenanglah jika kau merasa dirimu memang tak bersalah dalam kasus ini."

Kyungsoo mencoba menenangkan nafasnya. Ia menggangguk pelan. "A-arraso." Kyungsoo lalu kembali duduk di sisi ranjang. Jongin kembali berjalan ke sisi Baekhyun.

"Dia seorang guru," Jongin berbisik pada patnernya.

"Oh." Baekhyun mengangguk singkat

"Guru matematika sekolah dasar, tubuhnya juga terlalu kecil. Kurasa dia tidak mungkin bisa jadi tersangka pembunuhan," bisik Jongin lagi.

Kening Baekhyun berkerut, memandang curiga pada Jongin. "Kau sangat tahu kalau besarnya tubuh itu tidak bisa jadi patokan seorang tersangka kriminal. Aku saja yang dibilang kecil ini bisa merobohkan laki-laki setinggi dua kaki dengan tendanganku. Kenapa kau tiba-tiba bisa berubah lemah begini padanya?"

"Ah, itu..." mata Jongin bergerak ke arah lain, menolak beradu pandang dengan Baekhyun.

Suara pintu kamar mandi yang dibuka langsung menjadi pengalihan perhatian yang digunakan Jongin pada rekannya. "Nah, itu dia, saksi ketiga sudah keluar dari kamar mandi."

Baekhyun menoleh.

Sementara Jongin kembali melanjutkan penjelasannya. "Namanya Park Chanyeol—"

Mata Baekhyun melebar, beradu pandang dengan namja tinggi yang juga menatapnya dengan terkejut.

"—dia tunangannya Nana."

Nafas Baekhyun memburu, jantungnya berdetak kencang, amarahnya memuncak dalam sekejap.

"Dia sudah dua tahun ini tinggal serumah bersama dengan Nana —"

Baekhyun membanting buku catatan milik Jongin dari tangannya. Jongin tersentak, menghentikan sempat ia bertanya, Baekhyun sudah beranjak duluan mendekati Chanyeol dengan langkah cepat.

"Eum, Hai," Chanyeol bersuara dengan nada canggung, mencoba untuk tersenyum namun gagal setelah menyadari tatapan tajam Baekhyun dengan aura membunuh yang berjalan semakin dekat ke arahnya.

Baekhyun berhenti tepat di depan pemuda tinggi itu, dan tanpa aba-aba, pemuda mungil itu melayangkan sebuah tendangan menyamping ke arah pipi Chanyeol tanpa perlawanan. Membuat pemuda tinggi itu jatuh terjerembab ke belakang dengan kepala yang menoleh ke samping.

Rahang Jongin terbuka lebar. Mata Kyungsoo dan Sehun sama-sama melebar terkejut melihat kejadian itu. Chanyeol merintih kesakitan dengan sudut bibir merah mengeluarkan sedikit darah, ia terduduk di atas lantai sambil mengusap pipinya yang memerah dengan bekas sepatu Baekhyun. Chanyeol perlahan mendongak, menatap Baekhyun yang berdiri tegak di hadapannya sambil terus menatapnya tajam tanpa rasa iba sama sekali.

"Hai juga, brengsek," desis Baekhyun dengan tinju terkepal, seolah menahan diri untuk tidak melakukan kekerasan lagi saat matanya beradu pandang dengan Chanyeol.

Chanyeol tertegun. Mulutnya terbuka hendak mengatakan sesuatu, namun Baekhyun dengan cepat berbalik, beranjak menuju pintu kamar.

"Yach, hyung! Apa yang—"

Baekhyun membanting pintu kamar tertutup, keluar dari kamar tersebut tanpa mempedulikan pertanyaan Jongin barusan.

Kyungsoo memegang pipinya sendiri sambil melihat Chanyeol yang masih meringis sakit di atas lantai. "Apa kita juga akan diberi tendangan seperti dia?" tanya Kyungsoo ragu pada Sehun.

Sehun balas memandang Kyungsoo, tak menjawab apapun dan hanya bisa mengangkat bahu.

.

.

.

.

.

.

Years: 2005

"Dasar nakal!"

Aku meringis perih, mengusap kelapaku yang terasa pening karena jitakan kakakku. "Luhan-hyung, itu sakit!" protesku. Aku langsung mundur dan merentangkan tanganku ke depan sebagai tameng saat melihat gesture tubuh Luhan hyung yang ingin memukulku lagi.

"Aiishh! Jijja Baekhyun-ah!" Luhan mendengus kesal, menatapku gemas dalam arti ingin menghajarku.

"Hyung, sudahlah, jangan memarahiku terus. Tidakkah hyung lihat kalau bibirku sudah berdarah, nih, ini saja sudah sakit," aku berusaha membujuknya, memasang wajah memelas minta belas kasihan padanya.

Luhan hyung menatapku tak percaya. "Jangan memasang wajah aegyo seperti itu di hadapanku! Sementara kau sudah terlibat perkelahian untuk kesekian kalinya tahun ini. Dasar anak nakal. Tunggu sampai Chanyeol mengetahui hal ini, dan akan memberikan hukuman padamu."

"Cih!" Aku mendengus, paling tak suka kalau nama itu disebut. Apalagi saat pemilik nama itu sudah datang menghampiri kami. Dia siswa seangkatan denganku, tapi bertindak sok dewasa hanya karena ia diangkat sebagai ketua dewan keamanan siswa di sekolah kami. Dia diberi wewenang untuk menangani murid-murid bermasalah di sekolah kami, dan untuk hari ini sekali lagi aku yang menjadi murid bermasalah karena terlibat perkelahian dengan murid dari sekolah lain kemarin sore.

"Jangan karena dia adikku, kau sungkan untuk menghukumnya, Chanyeol-ah. Kau mau apakan saja dia, aku tak akan peduli."

Aku melotot tak percaya pada Luhan hyung. Mengapa dia tega sekali padaku?

"Ku serahkan saja semuanya padamu. Aku mau kembali ke kelasku." Luhan-hyung menepuk bahu Chanyeol. Sama sekali tak ingin menoleh padaku yang memasang wajah memelas padanya, ia lalu pergi meninggalkanku berdua dengan makhluk satu ini.

Mata Chanyeol melirik ke arahku. Aku menoleh ke samping, memasang wajah angkuhku di hadapannya. Setidaknya aku ingin menunjukkan kalau aku tak takut dengan orang seperti dia. Meski diam-diam aku bersiap diri untuk menangkis jika tiba-tiba dia ingin memukulku seperti Luhan hyung.

"Tiga lawan satu, kau pikir dirimu jagoan?"

Dia menyindirku mengenai perkelahianku kemarin sore. Sekarang aku yakin kalau tiga anak pengecut dari sekolah sebelah itu benar-benar melapor ke sekolahanku setelah kalah dariku. Awas saja kalau aku bertemu lagi dengan mereka, tak akan kuberi ampun.

"Iya, aku memang jagoan. Lalu kau mau apa? Menantangku juga?" balasku tak mau kalah, mengangkat dagu ke atas, menunjukkan gestur tubuh kalau aku tak takut meski tinggi tubuhnya melebihiku.

Dia menghela nafas. "Sampai kapan kau akan berhenti berkelahi? Ini bukan mengenai kau yang bisa bertindak jagoan dan mengalahkan siapa pun. Tidak kah kau memikirkan bagaimana perasaan orang-orang yang menyayangimu sudah kau kecewakan dengan tindakan burukmu ini?"

"Bisakah kau berhenti menceramahiku dan langsung memberikan hukuman padaku? Kau tampak seperti kakek-kakek tua jika terus berbicara yang bertele-tele," aku berbicara dengan nada sinis. Sungguh, aku tak menyukai dia yang sok tahu tentang diriku dan selalu menganggap dia benar sementara perilaku salah. Memangnya siapa dia?

Dia menatapku dalam diam. Aku balas menatapnya dengan pandangan menantang. Ia bergerak mendekatiku, aku langsung memasang gerakan siap menangkis, tapi ternyata percuma saja karena dia terlalu cepat dan juga terlalu kuat. Bukan tak ada alasan jika dia dipilih sebagai ketua dewan keamanan siswa jika tak bisa menangani siswa bandel, aku akui itu. Terbukti dari gerakannya yang mampu mengunci lenganku setelah memutar badanku berbalik hanya dalan hitungan detik. Dan aku begitu malu dengan diriku sendiri yang sama sekali tak bisa lepas dari kuncian tangannya di balik punggungku.

Aku menoleh ke samping sambil mendongak, bertatap muka dengan wajahnya yang juga memandangku lekat. Aku mendesis dengan nafas memburu menahan amarah, menatapnya tajam. Tapi dia tampak begitu tenang, tanpa mengeluarkan ekspresi apapun. Matanya melirik ke arah bibirku yang sedikit terbuka karena mendesis.

"Lepaskan," nadaku kubuat mengancam.

Matanya kembali menatap mataku. Nafasku langsung tercekat saat ia mencoba merunduk mendekati wajahku lebih dekat. Mataku melebar, pikiranku langsung blank saat ujung hidungnya nyaris menyentuh hidungku.

"Kamar mandi..." ia berbisik di depan bibirku dengan suara husky yang sangat pelan. Aku bergidik. "Sepulang sekolah. Kau harus membersihkan kamar mandi siswa di lantai dasar..." setelah itu ia langsung melepasku. Pergi berbalik meninggalkan aku yang masih terpaku di tempat.

Aku tak tahu, tapi pikiranku saat itu benar-benar mendadak kacau dan tak bisa mencerna dengan baik ucapannya dengan cepat. Nafasku terasa memburu, tapi sekarang aku merasakan efek ini dalam arti yang berbeda...

.

.

.

.

.

Date: 3 September 2015. 09.30

"Aku tidak mau menangani kasus ini!" Baekhyun langsung berseru lancang begitu hubungan selulernya tersambung dengan atasannya.

"Yach, ada apa denganmu hah?" ada nada kesal dalam suara Kyuhyun di ujung sana.

"Pokoknya aku tak mau kasus ini. Berikan aku yang lain saja. Lagipula kurasa Jongin dan Suho hyung sudah cukup untuk menangani hal ini."

Ada helaan nafas terdengar dari speaker ponselnya. Baekhyun bisa membayangkan kalau senior yang sudah menjadi atasannya itu sedang memijat pelipisnya. "Tak ada kasus lain, dan Suho tak bisa menangani kasus itu lebih dalam karena besok dia akan segera cuti. Kau sendiri tahu kan kalau Suho sebentar lagi mau menikah, makanya dia hanya membantu kalian sebentar di sana malam ini. Dan langsung menyerahkan semuanya pada kalian. Tak akan bisa kalau Jongin yang menanganinya sendiri. Kau harus membantuannya."

"Tapi hyung—"

"Jangan membantah. Kau pikir dirimu siapa, hah?"

Baekhyun mengerucutkan bibirnya dengan sebal. Kesal karena keputusan Kyuhyun yang memang tak bisa diganggu gugat. "Kau tahu, hyung. Hari ini kau sangat menyebalkan!"

"Yach!"

Baekhyun langsung memutuskan saluran secara sepihak tanpa ingin mendengarkan kemarahan Kyuhyun dari teleponnya. Ia lalu mengumpat, menendang ban mobil di sampingnya. Astaga, mengapa harus bertemu dengan orang itu lagi? Apalagi harus berurusan dengannya lama-lama. Baekhyun sangat membenci situasi yang ia alami saat ini. Sungguh.

"Hyung!" Jongin berlari menghampirinya. "Apa yang baru saja kau lakukan? Mengapa kau—" ada raut bingung sekaligus ragu dalam ekspresi Jongin. "—mengapa kau tadi tiba-tiba menendangnya? Apa kau mengenal saksi itu?"

"Tidak!" ketus Baekhyun langsung dalam hitungan detik.

Jongin tersentak, dan sedikit melompat ke belakang saat mendengar seruan Baekhyun yang terbilang kencang itu. Ia menggaruk pipinya, kikuk dengan tingkah Baekhyun yang sepertinya sebagian dikuasai oleh amarah. "Kalau kau memang tidak mengenalinya..." Jongin berbicara dengan nada pelan, berpikir akan kata-kata apa yang tepat agar Baekhyun tidak bertambah marah. "...mengapa kau tadi langsung menendangnya?"

Baekhyun menghela nafas. Melihat wajah pemuda yang satu tahun lebih muda darinya itu tampak sedikit takut, membuat Baekhyun merasa bersalah karena sempat melampiaskan kemarahannya pada Jongin yang sama sekali tak tahu apa-apa.

"Mian..." Baekhyun menunduk, mencoba meredakan amarahnya sejenak. Rasanya percuma saja kalu dia mau lari. Lagipula itu benar-benar tindakan pengecut jika ia tak mau menghadapi ini semua. "Aku tadi hanya sedikit kalut, dia terlihat mirip seseorang."

Sebenarnya Jongin tidak percaya begitu saja. Sebagai detektif dan juga sudah lama berteman dengan Baekhyun membuat Jongin tahu jika Baekhyun sedang menyembunyikan sesuatu. Tapi sekali lagi, ia tak ingin membuat Baekhyun kembali marah, Jongin menahan rasa ingin tahunya untuk saat ini.

"Apa sekarang kita bisa kembali ke dalam? Kita harus mulai mengintrogasi ketiga saksi itu." Jongin bisa melihat Baekhyun mengerjap sebagai tanggapan ucapannya barusan, terlihat Baekhyun seperti sedang memikirkan sesuatu. Dan Jongin mulai merasakan firasat buruk ketika sebuah senyuman aneh muncul di wajah rekannya tersebut.

"Arraso. Mari kita mulai mengintrogasinya."

Jongin tak tahu alasannya apa, tapi ia seolah bisa melihat aura seorang pembunuh muncul di sekitar tubuh Baekhyun yang terlihat lebih menyeramkan dari pelaku pembunuh yang pernah Jongin temui. Diam-diam, Jongin menelan ludah sambil bergidik.

...

Baekhyun menggebrak meja di hadapannya. Menatap tajam pada seorang saksi yang duduk di seberang mejanya. "Jawab aku dengan jujur," katanya penuh penekanan. "Kapan kau mengenal wanita itu? Tahun berapa? Bulan berapa? Tanggal berapa? Dimana dan jam berapa tepatnya kau pertama kali mengenalnya?"

Jongin yang duduk di samping Baekhyun, menghentikan kegiatan nulisnya. Ia menatap rekannya dengan alis terangkat, tak mengerti. "Apa pertanyaan itu tidak terlalu jauh, hyung?"

Baekhyun langsung meemutar kepalanya pada Jongin. "Tentu saja harus. Kita membutuhkan informasi sedetil mungkin tentang hubungannya dengan si korban itu kan?" Baekhyun kembali menatap tajam saksi di seberang meja mereka. "Sapatahu saja kita bisa menemukan sebuah motif yang ia punya untuk membunuh tunangannya sendiri, dan bisa membuat aku langsung menyeret bedebah ini ke penjara."

Dia terlalu berlebihan, pikir Jongin sambil menghela nafas. Melihat tingkah Baekhyun yang tak biasa ini dengan saksi mereka yang bernama Chanyeol ini, semakin menguatkan spekulasi Jongin kalau sebelumnya ada sesuatu antara Baekhyun dengan Chanyeol sendiri. Tapi sekali lagi, Jongin tak bisa menanyakan itu secara langsung pada Baekhyun jika rekannya itu sekarang terlihat seperti bukan dirinya sendiri.

"Yach! Jawab aku! Jangan diam saja dan menatapku seperti itu!" maki Baekhyun nyaris hilang kendali saat melihat wajah Chanyeol tampak biasa saja, seolah ia tak terpengaruh apapun dengan tekanan yang coba Baekhyun berikan padanya.

"Aku tak tahu pastinya, bulan berapa, tanggal berapa atau jam berapa pertama kali aku mengenal Nana," suara Chanyeol terdengar tenang. Jongin cukup salut dengan sikap Chanyeol yang sama sekali tak terganggu dengan sikap Baekhyun barusan. "Yang ku ingat, kami sudah menjadi teman sejak kecil, sejak ayahku dan ayahnya terlibat sebuah bisnis perusahaan."

Pandangan Jongin teralihkan dengan pergerakan tangan Baekhyun di atas meja, yang terkepal kuat setelah mendengar penuturan itu. Jongin ingin mengajukan pertanyaan lain pada Chanyeol ketika tiba-tiba Baekhyun kembali bertanya terlebih dahulu.

"Jadi... kapan tepatnya kau bertunangan dengan wanita itu? Apa—" Jongin bisa mendengar suara nafas Baekhyun yang mulai memburu. "—kau sudah terikat dengannya sebelum sekolah menengah atau setelahnya?"

Chanyeol menghela nafas. "Kurasa kita harus bicara berdua secara pribadi terlebih dulu Baekhyunie."

"Jangan memanggil namaku dengan sok akrab seperti itu!" Baekhyun langsung bergerak maju, menaiki meja dan meraih kerah baju Chanyeol. Ia nyaris melayangkan sebuah pukulan jika Jongin tidak bergerak cepat untuk menahannya. Menarik tubuh mungil Baekhyun menjauh dari atas meja dan Chanyeol.

Sepertinya untuk urusan mengintrogasi, kali ini harus dilakukan Jongin seorang diri.

.

.

.

.

.

Years: 2005

"Akh," aku meringis sendiri saat kucoba menjilat luka di sudut bibirku hasil perkelahian kemarin sore dengan siswa dari sekolah lain yang juga belum menghilang. Ku perhatikan luka itu melalui refleksi wajahku di depan cermin wastafel toilet siswa. "Sial. Luka ini sangat mengangguku," keluhku, tanpa sadar mengerucut bibirku yang malah mebuatku sekali lagi meringis karena luka di sudut bibirku.

"Sudah selesai membersihkan kamar mandinya?"

Tanpa menoleh, aku sudah tahu siapa yang berbicara itu di ambang pintu masuk toilet. Aku mendengus mendengar nada bicaranya yang seolah tak bersalah sama sekali, padahal dia yang sudah membuatku bisa berada di sini dan melakukan hukuman bodoh darinya. Menyebalkan.

Aku membasuh tanganku di depan wastafel. Iseng, aku ikut membasuh luka di bibirku, siapa tahu saja bisa sedikit tersamarkan dan rasa panasnya menghilang. Tapi ternyata rasanya makin perih, sekali lagi aku meringis kesakitan.

"Biar kubantu."

Kali ini aku menoleh dengan heran ke arah Chanyeol yang berjalan mendekatiku. Ia mencoba menyentuh daguku, tapi aku langsung menangkisnya. "Apaan sih?" ketusku, menatap aneh padanya.

Dia balas menatapku dalam diam. Tangannya kembali terulur ingin menyentuh wajahku, dan aku mencoba untuk menangkisnya kembali, tapi kali ini dia menangkap tanganku, dan dalam sekejap tanpa kuprediksi sebelumnya, dia tiba-tiba mencium sudut bibirku, tepat di atas lukaku.

... sekali lagi pikiranku terasa blank dalam sekejap. Tapi begitu aku sadar dengan apa yang baru saja ia lakukan padaku, aku langsung bergerak mundur dan tanganku yang bebas dari pegangannya, tanpa diperintah langsung melayang dan mendarat di sisi pipinya.

Aku menamparnya.

"Dasar gila." kata-kata itu meluncur begitu saja dari bibirku di antara pikiranku yang terasa kacau. Aku segera beranjak pergi keluar dari toilet itu dengan nafas yang tiba-tiba memburu, tapi anehnya, aku sama sekali tak merasakan kemarahan dalam nafasku yang memburu.

Langkahku terhenti ketika aku mulai menyadari satu hal. Tanganku terangkat menyentuh dadaku. Aku bisa merasakannya. Ada sesuatu yang berdetak terlalu cepat dari biasanya. Di dalam sini.

"Ini bahaya..." aku bergumam panik. Sadar di usia muda seperti ini, aku sudah memiliki penyakit jantung.

Sebuah penyakit jantung yang hanya berfungsi jika berdekatan dengan Chanyeol.

.

.

.

.

.

.

Bersambung~

.

.

.

.

.


Keterangan peran masing-masing:

Baekhyun dan Jongin berprofesi sebagai detektif polisi yang bekerja di tim penyelidikan, dan Kyuhyun sebagai senior mereka sekaligus ketua tim detektif polisi.

Nana sebagai model dan tunangan Chanyeol yang menjadi korban pembunuhan.

Kyungsoo sebagai guru matematika sekolah dasar yang bertetangga dengan Nana dan Chanyeol.

Sehun sebagai supir pribadi Nana.

Dan Luhan sebagai kakak Baekhyun.

Keterangan selanjutnya akan dijelaskan di chap-chap selanjutnya sesuai alur cerita nantinya.


.

.

.

_o0o_

Review?

~Sayaka Dini~

[22 Januari 2015]