DESTINY

Naruto © Masashi Kishimoto

Story by Imee-chan Uchiha

.

Chapter 1

.

Pemuda berambut kuning itu membuka pintu ruangan di depannya dan udara sejuk langsung menghambur menerpa wajah tampannya. Cuaca di luar yang sangat terik membuat ia lebih memilih mendekam di ruangan be-AC itu daripada harus menghabiskan waktu di luar seperti teman-temannya yang lain. Lagipula ia kesini juga bermaksud mencari salah satu sahabatnya yang tidak ikut latihan basket di lapangan outdoor dengan alasan tidak enak badan dan ingin beristirahat. Dan dugaannya bahwa temannya ada di sini membuat ia sedikit lega. Pemuda yang ia cari sedang duduk di sofa sambil memegang sesuatu—sebuah bingkai foto.

Pemuda itu berwajah tampan dengan rambut hitam kebiruan yang mencuat di bagian belakang. Ia memiliki garis wajah dan rahang yang tegas sehingga semakin menambah kadar ketampanannya. Di tambah dengan kulit putih seputih porselen serta hidung mancung, membuat nilai lebih tersendiri untuk penampilannya.

Pemuda blonde pirang itu akhirnya ikut duduk di sebelah sang pemuda berambut raven. Pemuda itu sama sekali tidak bergerak, seakan tidak menyadari bahwa ada orang yang baru saja duduk di sampingnya.

"Memandanginya lagi?" tanya pemuda berambut pirang.

Pemuda yang diajak bicara sama sekali tidak bergeming di tempat duduknya. Pandangannya tertuju pada bingkai foto yang ia pegang. Walaupun begitu, tatapannya sangat kosong dan tidak fokus.

Di dalam bingkai foto yang berukuran cukup besar dan terlihat mewah itu terpotret seorang gadis cantik yang berdiri di sebelah piano berwarna merah. Gadis itu memakai dress selutut tanpa lengan berwarna soft pink dengan rajutan bunga sakura di bagian ujung roknya, sekitar dada dan lengan serta simpul pita di bagian pinggang. Ia memiliki rambut yang juga berwarna merah muda, terlihat kontras dengan kulitnya yang putih bersih. Di tangannya memangku seekor kucing Persia dengan bulu-bulu putih yang lebat. Benar-benar foto yang sempurna dilihat dari sudut manapun.

"Ayolah, Teme…" Pemuda berambut kuning kembali angkat bicara. "Mau sampai kapan kau seperti ini? Bukan hanya kau saja yang merasa kehilangan Sakura-chan. Kami semua juga," bujuknya.

Pemuda yang dipanggil Teme itu masih tetap tak bergeming. Pikirannya seolah tidak ada disana.

"Teme…"

"…"

"Aku tau kau sangat mencintainya, tapi kita bahkan tidak tau dimana dia sekarang dan bagaimana keadaannya."

"…"

"Hei, ayolah. Kita sudah berusaha mencarinya kan selama ini?" Pemuda blonde itu masih berusaha membujuk.

"…"

Merasa diabaikan, pemuda berambut kuning seperti durian itu mulai merasa kesal. Percuma. Jika sudah menyangkut soal Sakura, pemuda raven itu akan seperti mayat hidup dan tidak akan mendengarkan siapapun.

"Sasuke—"

"Diamlah, Naruto."

Setelah sekian lama terdiam, akhirnya pemuda berambut raven itu angkat bicara. Ia menatap pemuda berambut kuning itu dengan tatapan tajam.

"Kau tak tau apapun," desisnya tajam.

"Tentu saja aku tau, Teme. Sakura-chan juga sahabatku."

Sasuke mendengus. Ia kemudian menenggelamkan wajah tampannya dalam kedua telapak tangannya—mengusap wajahnya pelan lalu memijat keningnya.

Pemuda yang dipanggil Naruto itu tidak berkomentar apa-apa. Sejak kejadian lima tahun yang lalu, Sasuke selalu seperti ini. Melihat sahabatnya seperti ini hanya gara-gara seorang gadis membuat ia merasakan rongga dadanya sesak sehingga ia kesulitan bernafas.

Namun sayangnya hanya ia dan keempat sahabatnya yang lain yang mengetahui Sasuke yang seperti ini. Di luar, Sasuke adalah pribadi yang dingin dengan wajah tampan yang terlihat tenang dan sama sekali tidak peduli dengan apapun. Di luar, ia adalah seorang playboy yang suka sekali mempermainkan hati wanita. Itu adalah sebagai bentuk pelampiasannya pada Sakura. Namun walaupun begitu, ia tetap menjaga kehormatan seorang wanita. Walaupun kekasihnya sangat banyak dan sering bergonta-ganti, tak ada satupun yang ia istimewakan.

Naruto menghela nafas. Tak ada apapun yang bisa ia lakukan saat ini selain merangkul bahu sahabatnya dan menepuk-nepuk punggungnya pelan.

_oOo_

Konoha Hidden Leaf School adalah sekolah swasta paling terkemuka dan terbaik di Konoha. Kebanyakan dari mereka yang bersekolah disana adalah anak-anak yang berasal dari golongan atas. Rata-rata orangtua mereka mempunyai jabatan penting di Konoha atau orangtuanya adalah pengusaha bisnis yang mempunyai perusahaan besar yang bergerak di berbagai bidang. Singkatnya, sekolah ini adalah sekolah milik orang-orang kaya.

Namun tak jarang juga banyak siswa yang bersekolah disana berasal dari keluarga yang kurang mampu. Mereka dapat bersekolah di sana dikarenakan adanya beasiswa yang diadakan setiap tahunnya untuk siswa berprestasi yang tidak mampu untuk melanjutkan sekolah karena keterbatasan biaya. Tentu saja dengan catatan siswa tersebut harus memiliki tingkat kepintaran diatas rata-rata.

Sekolah ini didirikan oleh Uchiha Corporation. Sebuah perusahaan bisnis paling terkemuka di Kohoha sekaligus termasuk jejeran perusahaan terbaik di seluruh dunia. Pendirinya adalah Madara Uchiha. Namun karena beliau sudah cukup berumur, Madara menyerahkan tugas kepemimpinannya pada anak-cucunya. Saat ini perusahaannya ada dibawah kendali Fugaku Uchiha.

Bangunan sekolah terdiri dari tiga gedung. Gedung A adalah gedung khusus untuk para siswa golongan atas yang bisa masuk sekolah tanpa harus susah-payah mendapatkan beasiswa. Sedangkan sebaliknya gedung B di peruntukkan bagi siswa khusus peraih beasiswa. Sedangkan gedung C terdiri dari ruang guru, ruang kepala sekolah, kantor-kantor, ruangan staf administrasi, perpustakaan, kantin, loker dan gudang. Gedung C terdapat di ujung antara gedung A dan gedung B. Walaupun berbeda gedung, namun fasilitas yang ada tetap sama. Hanya saja gedung A mempunyai lapangan basket indoor yang sangat luas dan satu ruangan khusus.

Untuk gedung A dan gedung B hanya dipisahkan oleh lorong terbuka yang terdapat di masing-masing ujung gedung. Hal ini dilakukan agar siswa yang mempunyai keperluan di gedung lain mempunyai akses lebih mudah. Sedangkan di sebelah kiri lorong-persis di depan gedung C-terdapat lapangan yang biasa di gunakan untuk berlatih basket. Namun karena lapangannya sangat luas, kadangkala sering dibagi dua untuk berlatih futsal atau cabang olahraga yang lain. Lagipula sudah ada lapangan basket indoor yang terdapat di gedung A.

Sedangkan di sebelah kanan lorong—antara lain di seberang lapangan—terdapat jalan kecil yang mempunyai lebar sekitar dua meter dengan marmer seperti bebatuan kecil—khas jalan taman. Jalan ini adalah satu-satunya akses untuk masuk dan keluar gerbang utama. Jalan ini persis di tengah-tengah. Karena di sebelah kanan dan kirinya terdapat taman yang masing-masing seluas setengah hektar dimana terdapat kolam kecil dengan air mancur di dalamnya. Serta bangku-bangku taman di beberapa sudut. Rindangnya pepohonan besar di kedua taman membuat taman itu begitu sejuk, bersih dan asri. Sangat cocok jika dipakai untuk siswa yang suka makan siang sambil menikmati alam atau yang suka membaca buku di luar ruangan sambil menghirup udara segar. Lagipula matahari tidak bisa menyengat kulit dikarenakan pohon yang tumbuh lebat di beberapa bagian taman.

Sedangkan di ujung jalan kecil dengan bebatuan tadi terdapat gerbang utama setinggi dua meter untuk akses masuk siswa. Gerbang itu cukup untuk dimasuki tiga mobil sekaligus secara bersamaan. Sedangkan untuk lokasi parkir terdapat persis di sebelah gedung A, mengingat rata-rata siswa yang membawa mobil atau kendaraan mewah lainnya berasal dari gedung A. Namun walaupun begitu, lokasi parkir tidak hanya terdapat mobil atau motor, ada lokasi parkir khusus untuk sepeda karena kebanyakan siswa di gedung B memakai sepeda untuk sekolah.

Jika kau berani memasuki wilayah Konoha Hidden Leaf School, maka kau harus bersiap-siap takjub dengan suasana dan pemandangan sekolah yang mirip sekali dengan hotel berbintang kelas atas. Apalagi tiga gedung sekolah yang berwarna hijau cerah—tidak terlihat keretakan atau rusak sedikitpun—semakin menambah poin tersendiri untuk sekolah ini.

Wow.

Hal inilah yang di rasakan Sakura saat pertama kali menginjak gerbang utama daerah teritori Konoha Hidden Leaf School. Ia merasa seakan-akan datang ke wilayah hotel kelas atas padahal jelas-jelas di pintu gerbang utama tadi ia melihat deretan huruf-huruf besar yang tersusun secara melengkung—menyesuaikan dengan puncak gerbang yang juga berbentuk seperti lengkungan.

KONOHA HIDDEN LEAF SCHOOL.

Tulisan itu beukuran besar dengan huruf yang juga besar terbuat dari perunggu yang di pasang tepat di atas gerbang sekolah. Sedangkan persis di tengah-tengah gerbang terdapat lambang Konoha Hidden Leaf School berupa seekor elang yang sedang menukik hendak bersandar pada sebatang pohon. Di bagian sayapnya terdapat sebuah spanduk hijau bertuliskan 'Konoha Hidden Leaf School' dengan tulisan berwarna perak. Tentu saja ketika pintu gerbang itu terbuka, lambang itu akan terbagi menjadi dua.

Gerbang itu memang di beri sensor dan akan terbuka secara otomatis. Lalu siswa yang memasuki sekolah akan menempelkan sidik jari mereka di fingerprint machine (mesin absensi sidik jari) yang berada di sebelah gerbang dekat dengan pos satpam sebagai pengganti absensi kehadiran. Jika ada siswa yang terlambat dan melebihi waktu yang di tentukan untuk jam sekolah, maka pintu gerbang tidak akan terbuka secara otomatis. Namun siswa itu akan memencet intercom di sebelah gerbang untuk meminta satpam yang bertugas membuka gerbang. Lalu setelah pintu gerbang dibuka, maka siswa tetap menempelkan sidik jari pada fingerprint machine namun akan di beri tau pada layar kecil di mesin itu bahwa ia terlambat sesuai dengan waktu keterlambatan. Lalu bukti absensi itu akan langsung dikirim pada pusat dan akan dicatat dalam pembukuan absensi sekolah. Selain mewah dan berkelas, sekolah ini juga menerapkan kedisiplinan yang ketat. Hal ini terbukti sangat jarang sekali siswa yang melakukan ini. Lagipula dengan sekolah yang mempunyai fasilitas layaknya hotel berbintang seperti ini siapa yang tidak betah berlama-lama disana?

Sakura memarkirkan sepedanya pada tempat parkir khusus sepeda sambil membayangkan betapa beruntungnya ia bisa bersekolah di sekolah elite dan mewah seperti ini.

Bahkan tempat parkir saja luas sekali, batinnya kagum.

Semuanya tertata rapi. Ada palang dengan tulisan 'Bicycle' yang digantung di atap lokasi parkir itu. Hal ini juga terdapat pada parkir mobil dengan tulisan 'Car' atau parkir motor dengan tulisan 'Motorcycle'. Untuk membedakan dengan lokasi kendaraan yang lain, diberi sebuah tembok pembatas.

Puas memerhatikan sekeliling, gadis itu lalu melangkahkan kakinya pada jalan setapak kecil yang berada di tengah taman sekolah itu. Ia juga melihat ada beberapa palang penunjuk arah. Mungkin karena besarnya sekolah ini, sehingga disediakan penunjuk arah agar siswa yang belum terbiasa berada di sini tidak tersesat. Padahal sebelum resmi masuk ke sekolah ini, semua murid sudah di lengkapi atribut-atribut sekolah termasuk map (peta) sekolah. Gadis musim semi itu tidak henti-hentinya berdecak kagum. Di pinggir kedua sisi jalan terdapat tanaman rumput yang di pangkas rapi. Bahkan suara kecipak air yang berasal dari air mancur di tengah kolam terdengar dari jalan tempatnya berdiri padahal letaknya cukup jauh. Hal ini dikarenakan suasana pagi ini masih sangat hening.

Sakura melirik jam tangan yang berada di pergelangan tangan kirinya. Pukul enam pagi—hari memang masih sangat pagi. Sedangkan sekolah dimulai pukul tujuh. Oleh karena itulah suasana masih sangat damai dan tidak berisik. Atau karena sekolah ini juga mengutamakan kedamaian? Entahlah. Hanya ada beberapa anak yang duduk di taman sambil membaca buku. Sakura bisa menebak bahwa kemungkinan itu adalah siswa gedung B—gedung yang akan ia tempati nantinya—rasanya sedikit mustahil bila ada anak gedung A yang sudah membaca buku pagi-pagi buta seperti ini. Bahkan saat ia melihat sampul buku yang di baca gadis itu, Sakura dapat melihat itu adalah sebuah buku Fisika. Ini masih sangat pagi dan gadis itu sudah memutar otaknya keras.

Sakura kembali melangkahkan kakinya secara perlahan sambil sesekali menghirup udara pagi yang segar. Ia ingin menikmati hal ini lebih lama. Sesekali ada murid yang melewatinya, lalu memperhatikannya dan berbisik-bisik pada teman di sebelahnya. Entahlah apa yang sedang mereka bicarakan—mungkin memang membicarakannya. Ia tak mau ambil pusing.

Ketika sampai di depan lorong terbuka yang memisahkan antara gedung A dan gedung B, ia terpaku sejenak. Pandangannya lurus kedepan, menatap ring basket yang menjulang tinggi beberapa meter dari tempatnya berdiri.

Kakinya seolah terpaku disana. Pandangannya tetap tidak berubah sampai gadis itu merasakan pandangannya kabur karena ada cairan bening yang menggenangi pelupuk matanya. Tangannya terulur untuk mengusap matanya perlahan sebelum cairan itu benar-benar keluar.

Basket.

Kata itu mengingatkannya pada luka lama. Memori masa kecilnya saat semuanya masih bisa tersenyum bahagia. Saat dimana semua masih seperti sedia kala. Saat dimana ia tidak mengenal air mata. Saat dimana ia menghabiskan waktu dengan sahabat masa kecilnya. Masa-masa silam sebelum insiden itu terjadi.

Namun kemudian gadis itu tersenyum, walau masih jauh dari kata senyuman manis. Ia tau tidak ada gunanya ia menyesali semua hal yang telah terjadi selama ini. Ia tau semua ini adalah takdir. Suatu hal yang sudah digariskan oleh Tuhan untuknya. Ia tak boleh menyesalinya. Jangan.

Kakinya mantap melangkah melintasi lapangan basket menuju gedung C. Gadis berambut seperti permen kapas itu tidak langsung pergi ke gedung tempat ia seharusnya berada. Namun ia harus terlebih dulu ke deretan loker siswa yang berada di gedung C untuk mengganti sepatu yang ia gunakan dengan uwabaki* dan mengambil beberapa buku yang ia perlukan untuk bahan pelajaran nantinya.

_oOo_

Sakura membuka loker di depannya dengan pelan. Ia menghembuskan nafas panjang. Untung saja jarak di antara rumah dan sekolahnya tidak jauh. Jadi ia bisa cepat sampai di sekolah saat sekolah masih sangat sepi. Sejujurnya ia tak terlalu suka keramaian. Ini adalah hari pertamanya masuk sekolah di Konoha Hidden Leaf School di tahun ajaran baru. Tahun ini ia ikut seleksi beasiswa dan lulus. Namun karena di sekolahnya yang dulu ia sudah kelas XI, maka ia tidak perlu mengulang lagi kelas X. mungkin lebih tepatnya, ia adalah seorang murid pindahan.

Sebenarnya ia sudah berencana mengikuti seleksi beasiswa yang diadakan rutin setahun sekali oleh Konoha Hidden Leaf School. Hanya saja sayangnya tahun kemarin nasibnya kurang baik. Saat itu ia harus menahan diri sejenak untuk bersekolah di sekolah paling terkemuka di Konoha ini dikarenakan ia terlambat datang dan kehabisan formulir pendaftaran. Untung saja tahun ini ia berhasil mendapatkannya. Otaknya yang encer membuat ia sama sekali tidak mengalami kesulitan untuk menjawab tes-tes tertulis maupun lisan.

"Sakura!"

Gadis berambut pink itu menoleh dan mendapati sahabat gembulnya, berlari tertatih-tatih kearahnya—Chouji Akimichi.

Chouji mempunyai tubuh yang besar dan hobi ngemil. Ia selalu memegang makanan-makanan ringan seperti kripik di tangannya. Dan ia selalu menenteng tas kecil—selain tas ransel sekolahnya—yang berisi berbagai macam makanan ringan itu. Namun walaupun begitu, jangan pernah sekalipun kau menyebut kata 'gendut' di depannya atau kau akan berakhir tragis saat itu juga. Minimal ada tulang yang patah. Itu adalah kata taboo untuknya.

Chouji mengatur nafasnya yang memburu, padahal ia hanya berlari-lari kecil dari arah gerbang ke deretan loker di gedung C ini. Salahkan sekolah ini yang terlalu luas. Setelah berhasil mengatur nafasnya, ia merangkul bahu Sakura. "Aku senang akhirnya kau masuk ke sekolah ini juga," ujarnya terkekeh sambil tetap mengunyah kripiknya.

Sakura tersenyum simpul. Setidaknya rasa takut yang sedari tadi ia rasakan berkurang karena kehadiran sahabatnya.

Chouji adalah teman kerjanya. Mereka pertama kali bertemu dua tahun lalu ketika Sakura kelas tiga Junior High School. Waktu itu ia sedang makan siang seperti biasa di taman sekolah. Namun saat sedang asyik menyantap makanannya, ia mendengar suara rintihan pelan. Ketika ia menengok ke sumber suara—dibalik pohon di dekat tempatnya duduk—Ia menemukan Chouji sedang kesakitan sambil memeluk perutnya. Ketika Ia bertanya kenapa, ternyata pemuda itu sedang menahan lapar karena ia lupa membawa makanan dan ia juga kehilangan uangnya dijalan.

Sakura hampir saja menertawai tingkah konyolnya jika saja ia tidak melihat wajah memelas Chouji. Akhirnya karena merasa kasihan, ia membagi roti bolunya—yang memang cukup banyak di buat neneknya untuk ia makan sendiri—pada Chouji.

Sejak saat itu, mereka menjadi semakin dekat dan setiap hari selalu berbagi makan bersama. Bahkan Chouji menawarkan kerja menjadi koki sepertinya di restoran milik ayahnya sewaktu Sakura mengatakan bahwa ia sedang mencari pekerjaan. Sebenarnya tanpa bekerja menjadi koki sekalipun, Chouji adalah anak yang cukup mampu dengan bisnis restoran keluarganya yang bahkan sudah tersebar ke berbagai belahan dunia. Namun pemuda gembul itu tetap bersikeras untuk bekerja karena ia memang bercita-cita menjadi koki—selaras dengan hobinya yang suka makan.

Awalnya Sakura sama sekali tidak berniat mencari teman. Ia sedikit tidak percaya diri dengan keterbatasan yang ia miliki. Dulu sewaktu ia masih bersekolah di Junior High School, ia selalu di kucilkan karena ia tidak sempurna seperti teman-temannya yang lain. Namun ia sempat memiliki sahabat seorang gadis yang selalu melindunginya dari teman-teman perempuannya yang suka mengolok-oloknya karena kondisinya itu. Namun setelah itu ia mengetahui bahwa gadis itu tidak benar-benar ingin bersahabat dengannya. Ternyata pembelaan dan kebaikan yang ia lakukan saat itu dikarenakan Ia ingin menarik perhatian seorang pemuda yang disukainya namun ternyata pemuda itu malah menyukai Sakura. Lalu setelah kejadian itu terungkap, gadis itu langsung pindah sekolah.

Oleh karena itulah Ia selalu menyendiri dimanapun dan kapanpun. Ia merasa ia tidak butuh teman. Toh, ia juga bisa melakukan semua hal sendiri. Namun semenjak mengenal Chouji, pandangannya berubah. Mungkin memang tidak semua orang bermaksud jahat.

"Kau di kelas berapa, Sakura?" tanya Chouji membuyarkan lamunan gadis itu. Ia melemparkan sampah kripiknya ke dalam tempat sampah yang ada di dekatnya.

Sakura merogoh saku rok seragamnya dan mengeluarkan sebuah buku notes kecil. Kemudian menuliskan sesuatu disana.

Kelas XI BA.

"Wah! Itu kan kelas paling tertinggi untuk anak beasiswa!" seru Chouji. Sebenarnya ia tak terlalu heran. Toh ia sudah tau bahwa Sakura adalah anak yang cerdas. "Selamat ya!" ia menjabat tangan gadis itu.

Sakura menerima uluran tangan Chouji. Kemudian ia menuliskan sesuatu lagi di saku notes-nya.

Terima kasih, Chouji. Kau sendiri ada dikelas berapa?

"Kelas XI AB. Yah, kau tau sendirilah aku tak sepintar kau, Sakura."

Sakura terkekeh pelan. Walaupun tak ada suara yang keluar, namun raut wajah gadis itu yang menunjukkannya.

"Oh, iya. Bagaimana kabar Chiyo baa-san? Sudah lama aku tidak bertemu dengannya."

Sakura kembali menulis sesuatu di buku notesnya.

Baik. Nenek sudah bisa berjalan dengan normal sekarang.

Chouji mengangguk-angguk tanda mengerti. Chiyo adalah nenek Sakura. Beliaulah yang menyelamatkan hidup gadis itu dari bencana yang pernah menimpanya.

"Syukurlah kalau begitu," Chouji kembali merogoh tas kecil yang ditentengnya dan mengeluarkan sebuah keripik kentang. "Kau mau?" tawarnya pada Sakura.

Gadis itu menggeleng sambil mengangkat tangannya.

"Ah, atau kau mau kue bolu? Aku bawakan spesial untukmu. Sebentar."

Belum sempat Sakura merespon, Chouji sudah mengeluarkan kotak bekal dari tasnya dan menyerahkannya pada Sakura. Gadis itu tidak sempat menolak karena Chouji sudah menjejalkan kotak bekal itu—dengan paksa—kedalam tas ranselnya.

Sakura mendengus pelan. Chouji memang selalu seperti ini. Namun hal itu justru membuat ia tersenyum.

"Ah, iya. Kau harus berhati-hati ya, jangan cari masalah dengan penguasa sekolah ini atau kau akan di bully oleh satu sekolah," ujar Chouji mengingatkan.

Sakura menaikkan alisnya tanda bahwa ia tidak mengerti maksud perkataan Chouji.

"Iya." Ia mengangguk. "Biasa. Anak pemilik yayasan, orangnya playboy dan suka menindas orang yang berani mencari gara-gara dengannya. Bahkan masalah sepele saja, kau bisa dikeluarkan dari sekolah ini. Jadi kau harus berhati-hati ya, jangan cari masalah dengannya. Namanya Sa-"

Ucapan Chouji terpotong oleh suara-suara berisik dari arah gerbang.

"Sepertinya mereka panjang umur," gumam Chouji sambil menunjuk gerbang dengan dagunya.

Sakura menoleh dan mendapati banyak murid-murid perempuan sedang berbisik-bisik di dekat gerbang. Mereka kompak membentuk barisan di samping pintu masuk. Jarak di antara loker dan gerbang terpaut cukup jauh sehingga gadis itu tidak bisa mendengar apa yang mereka ributkan. Lalu tak lama kemudian ada sekitar lima—ah, tidak—enam mobil mewah memasuki halaman gerbang utama menuju tempat parkir.

Sakura mengernyitkan dahinya heran. Ada presiden, eh? Ia mendengus. Ada-ada saja. Ia teringat pada drama-drama romantis yang pernah ia tonton. Ternyata hal semacam itu memang ada di dunia nyata. Ia membalikkan badannya menghadap loker untuk mengganti sepatu yang ia pakai dengan uwabaki. Kemudian ia mengambil blazer hitam dengan lambang KHLS di saku dadanya lalu memakainya. Ia tidak mempedulikan bisik-bisik yang makin keras, sepertinya rombongan presiden itu menuju ke arahnya. Mungkin lebih tepatnya ke arah deretan loker yang ada di dekatnya.

Sakura menutup lokernya setelah mengambil beberapa buku yang ia perlukan untuk bahan pelajaran nanti. Ia sedikit menaikkan alisnya ketika suara berisik di belakangnya sedikit mereda, padahal ia yakin jarak mereka berada tidak jauh dari tempatnya berdiri.

"Errr, Sakura..."

Sakura menoleh dan mendapati Chouji menatap takut-takut ke arahnya. Bahkan kripiknya sudah terjatuh ke lantai dan isinya langsung berhamburan keluar. Ia mengernyit heran. Ada apa dengan sahabatnya itu?

Baru saja ia berbalik badan, buku yang di pegangnya langsung terjatuh ke lantai sehingga menimbulkan suara gedebum yang keras. Ia spontan menutup mulutnya dengan kedua tangannya. Mata hijau sewarna batu permata emerald itu membulat kaget.

Ia sudah memperkirakan bahwa cepat atau lambat ia pasti akan bertemu dengan mereka. Namun, ia tidak mengira akan secepat ini. Bahkan di hari pertamanya masuk sekolah di pagi hari! Apalagi sepertinya—ah, tidak—mereka memang menyadari keberadaannya.

Di depannya sekarang berdiri enam orang pemuda tampan yang terlihat sangat jelas bahwa mereka sangat terkejut melihat gadis di depannya itu. Puluhan siswi yang ada di belakang mereka berbisik-bisik pelan, namun tidak berisik dan berteriak histeris seperti tadi. Bahkan sangking kagetnya, salah satu dari pemuda tampan yang berambut kuning seperti durian bahkan sampai melongo hebat sambil tangannya menunjuk-nunjuk Sakura.

"Sakura-chan!" teriaknya.

Sakura tidak mempedulikan teriakan pemuda itu. Ia sangat mengenali mereka. Namun pandangannya hanya terpaku pada sesosok pemuda tampan berambut hitam kebiruan yang juga sedang menatapnya dengan pandangan yang sulit diartikan.

Onyx hitam sekelam batu obsidian itu menatapnya tajam, ada kilatan marah di sana. Namun juga terlihat sedikit kesedihan dan kerinduan di mata hitam itu. Sedangkan keempat pemuda yang lain berhasil menghilangkan keterkejutannya dan memasang tampang seperti biasa.

Namun tidak dengan pemuda berambut kuning, ia masih saja terpaku dengan blue sapphire yang membulat dan mulut yang menganga. Dan setelah berhasil menghentikan keterkejutannya, ia langsung menghambur memeluk Sakura.

Sakura terpaku sejenak. Pandangannya sama sekali tidak lepas dari pemuda berambut raven yang sepertinya juga mengalami hal yang sama sepertinya.

Naruto melepaskan pelukannya. "Aku merindukanmu, Sakura-chan," ujarnya sambil terkekeh senang.

Sakura tersenyum simpul. Tak dapat dipungkiri ia senang bisa bertemu kembali dengan sahabat masa kecilnya itu.

"Kau tau? Rambutmu itu sangat mencolok," ucapnya masih sambil terkekeh. "Bahkan dari jauh kita sudah bisa mengetahui bahwa itu kau."

Sakura hanya mampu tersenyum canggung. Ia tidak bisa mengira apa reaksi sahabatnya jika ia mengetahui kondisi dan keterbatasannya saat ini.

Pemuda berambut merah yang mempunyai tato ai di keningnya ikut maju dan mendekati Sakura, disusul oleh tiga yang lainnya. Namun hanya pemuda berambut raven yang terus mematung sejak tadi. Ia sama sekali tidak bergerak dan hanya diam terpaku di tempatnya berdiri. Namun onyx-nya masih tetap setia memandangi gadis berambut sewarna permen kapas dihadapannya.

"Apa kabarmu, Sakura?'" tanya Shikamaru. Pemuda berambut seperti nanas itu menjabat tangan Sakura.

Sakura tersenyum canggung pada pemuda itu. Sedikit ragu-ragu ia membalas jabatan tangan Shikamaru. Melihat bahwa Shikamaru menunggu jawabannya, Sakura menelan ludah. Perlahan ia mengeluarkan sebuah buku notes kecil dari saku jas hitamnya lalu menuliskan sesuatu dan menyodorkannya pada pemuda nanas itu.

Baik.

Shikamaru mengernyit heran, dan detik itu juga ia langsung menyadari sesuatu. "Kau...?"

Sakura mengusap tengkuknya. Inilah yang ia takutkan. Tentu saja mereka—yang notabene adalah sahabat masa kecilnya—pasti terkejut dengan perubahan yang ada pada dirinya sekarang.

Hening untuk beberapa saat. Para gadis yang ada di belakang Sasuke kembali berbisik-bisik namun kali ini sambil memperhatikan gadis musim semi itu dengan pandangan mencela. Sakura yang tidak suka menjadi pusat perhatian, segera berlari keluar dari kerumunan yang semakin lama semakin banyak. Saat berlari melewati Sasuke, ia melirik pemuda itu masih tidak bergeming di tempatnya berdiri. Gadis itu bahkan tidak menghiraukan Chouji yang memanggil namanya.

_oOo_

Kelas XI BA.

Begitulah yang tertulis di palang berupa papan persegi kecil berwarna coklat yang tergantung tepat di samping pintu masuk.

Penamaan nama kelas adalah berdasarkan pada tingkatan kelasnya, nama gedung dan peringkat akademik. Huruf romawi yang berada paling awal diambil berdasarkan kelas masing-masing. Sedangkan dua huruf yang ada di belakang di ambil dari nama gedung dan peringkat akademi para murid. Bila A, berarti ia termasuk jajaran murid-murid yang pintar. Bila B, berarti ia termasuk dalam murid yang prestasi akademiknya termasuk kategori biasa. Sedangkan bila C, maka ia termasuk ke dalam golongan murid-murid yang masih harus memerlukan bimbingan ekstra dari para guru dan pembimbing.

Sakura menarik nafas dalam dan menghembuskannya lewat mulut. Ia harus siap bertemu dengan teman-teman baru di tahun ajaran yang baru ini. Apalagi ia adalah anak pindahan. Tentu saja bisa di pastikan ia tidak kenal satu sama lain dengan mereka.

Sejujurnya Sakura adalah tipe anak yang mudah bergaul dan cepat akrab dengan orang lain. Tapi itu dulu. Tentu saja dengan keterbatasannya saat ini ia tidak bisa dengan mudah berinteraksi dengan orang lain. Tidak semua orang mau menerima keadaannya.

Gadis itu akhirnya memantapkan hati dan memutar gagang pintu. Baru saja ia melangkahkan kakinya masuk, suasana kelas yang awalnya terdengar ramai itu langsung berubah hening. Sakura berusaha untuk tidak terpengaruh dan mencoba bersikap biasa. Walaupun begitu, di dalam hatinya ia merasa sangat gugup dan canggung. Tatapan mata mereka seolah-olah mengintimidasinya dari ujung rambut sampai ujung kaki.

"Siapa dia?"

"Wah, cantik sekali!"

"Apakah dia seorang model?"

"Kau benar. Aku merasa pernah melihatnya di suatu tempat."

"Ya, tapi dimana?"

"Aku rasa dia bukan murid sekolah ini. Aku belum pernah melihatnya."

"Ya, tapi wajahnya tidak asing!"

"Hei, kau! Jangan bicara keras-keras! Bagaimana kalau dia dengar?"

"Hei, bukankah dia sangat imut?"

Sakura berusaha tidak mempedulikan bisik-bisik mengenai dirinya itu. Ia melangkahkan kakinya menuju bangku yang terletak di deretan bangku paling kanan ruangan persis di tengah-tengah barisan—asal pilih.

Seorang gadis cantik berambut cokelat bercepol dua tersenyum pada Sakura saat gadis itu menghampiri tempat duduknya. Sakura mengeluarkan buku notes-nya dan menuliskan sesuatu lalu memberikannya pada gadis itu.

Maaf, apa bangku ini kosong?

Si gadis berambut cokelat sedikit mengernyit, mengerjap sejenak lalu tersenyum canggung. Ia mengusap tengkuknya. "Ah, silahkan. Tidak ada yang menempatinya kok."

Sakura tersenyum manis, membuat wajahnya yang cantik semakin terlihat cantik. Ia kembali menuliskan sesuatu di buku notesnya.

Terima kasih.

"Ah, iya." Si gadis berambut cokelat tersenyum tak kalah manis—sedikit canggung sejujurnya. Ia berpikir apakah gadis berambut seperti permen kapas disampingnya ini tidak bisa berbicara sehingga ia menggunakan perantara sebuah buku notes kecil? Namun, ia kemudian teringat sesuatu. "Hei, namaku Tenten. Siapa namamu?"

Sakura menyambut uluran tangan Tenten, senyum di wajahnya tak kunjung hilang. Gadis itu melepaskan jabatan tangan mereka lalu kembali menulis di buku notes-nya. Tenten terus memperhatikan tingkah gadis itu.

Aku Sakura Haruno. Salam kenal, Tenten.

Gadis bercepol dua itu mengangguk-angguk sebentar. "Maaf, apakah kau...?" Kata-katanya terhenti, sejujurnya ia bingung dan takut untuk menanyakan hal ini. Ia takut bahwa Sakura akan tersinggung nantinya.

Namun ia benar-benar tidak bisa melanjutkan perkataannya, apalagi saat gadis berambut pink itu tersenyum manis padanya. Senyum yang lembut dan tulus namun juga seperti mengandung suatu kesedihan yang mendalam. Tenten membalasnya dengan senyum canggung. Tidak perlu dijelaskan siapapun pasti akan mengerti maksud dari senyum itu.

Ya. Sakura Haruno. Gadis cantik berambut merah muda itu—

—tidak bisa berbicara.

.

To be continued…

.

*uwabaki : sepatu sekolah jepang, biasanya berwarna putih.

Hai! :D

Saya bikin fanfic ketiga. Wakakak… :DPadahal yang kemaren aja belum selesai. -_- Tapi tangan saya gatel (?), ini setting ceritanya bukan canon lagi, tapi AU—school mode-on.

Gimana? Gimana? Gimana? *berisik

Oke deh, langsung aja.

.

Kritik dan saran. Review, please?

Jakarta, 18 Januari 2015