"Hei, Sakura-chan… Selamat atas pernikahanmu yaaa…"

"Terima kasih, yaa…"

Sosok gadis berparas cantik dengan surai indigo berbalut dress warna pink itu memeluk seorang pengantin wanita dengan erat. Sakura, pengantin wanita, begitu senang dan kembali memeluk erat gadis itu yang tak lain adalah salah satu sahabatnya semasa kuliah dulu. Masih dengan raut kebahagiaan, Sakura dan sahabatnya itu melepas pelukan secara perlahan. Tak lama, beberapa gadis yang juga kerabat dekat Sakura mulai mendatangi mereka berdua.

"Forehead, tak kusangka kau akhirnya menikah. Kukira kau akan jadi jones dan terus mendambakan Sasuke. Hahaha…." Wanita dengan surai kuning bersanggul itu tertawa terbahak-bahak mencemooh si pengantin wanita.

"Mou! Ino-Pig! Siapa bilang aku jones. Penantianku terhadap Sasuke-kun tidak sia-sia tau!" Si pengantin cemberut, "Ne, Hinata?" Dan menoleh ke sahabat indigonya tadi untuk meminta persetujuan.

"Hahaha… Iya, iya, Sakura-chan…" Balas si gadis yang ternyata bernama lengkap Hyuuga Hinata.

"Selamat ya, Saku-chan…" Kali ini wanita bernama Tenten menyenggol pelan bahu Sakura.

"Wah… Lihat wajahmu. Kau bahagia sekali!" Gadis lain dengan surai keemasan menyahut. "Ne, ne, ne… Bulan madu kalian rencananya kemana?!" Gadis itu mengerling penasaran.

"Wah! Pertanyaan yang tepat Shion! Aku juga penasaran!" Ino berseru semangat.

"Hei, hei, hei… Kalian ini. Biarkan teman pinky kita ini bahagia dulu dengan pernikahannya.." Hinata menyahut.

"Aah… Kita kan hanya penasaran, Hina-chan…" Tenten menimpali.

"Ngomong-ngomong tentang pernikahan, ne, Hinata, kapan kau akan menikah?" Sakura menatap Hinata disertai semua pasang mata wanita-wanita tadi. "Di antara kita semua, hanya kau saja yang belum menemukan pasangan…"

"I-Itu…" Hinata gelagapan.

"Wah.. Benar juga ya. Ne, kapan nyusul kita-kita, Hinata-chan?" Shion ikut bertanya.

"Jangan-jangan kau jones ya, Hinata?! Hihihi…" Ino terkikik geli.

"Iya, iya, kapan kau menyusul?" Tenten juga ikut nimbrung.

Sedangkan gadis bermanik amethyst itu hanya tersenyum canggung. Dalam hatinya, ia merasa kesal dan emosinya siap meluap-luap. Namun ia sadar ia harus menahannya. Inilah yang ia tidak sukai dari acara, entah itu reuni ataupun pesta pernikahan, yang dihadiri sahabat atau kerabatnya. Setiap kali di dalam acara, ia selalu diserang dengan satu pertanyaan yang menyebalkan, menurutnya. Satu pertanyaan yang selalu hampir menghantuinya selain urusan pekerjaan. Ya, satu pertanyaan yang menjengkelkan…

'Hinata, kapan menikah?'

.

.

.


.

.

.

Hinata… Kapan Kau Menikah?

.

Story By : Neko Nichibana

.

Disclaimer : Masashi Kishimoto

.

Rate : M

.

Genre : Romance, Drama, Comedy (Little)

.

Pair : Hyuuga Hinata x Namikaze Naruto

WARNING : AU, TYPO, OOC, OC, TWO SHOOTs (or Three Shoots, maybe?), Lemon, Gaje, Alur sana-sini, Hinata's OOC, Naruto's OOC, little song fic (maybe?), dll…

.

DON'T LIKE, DON'T READ. NOT FOR UNDER 18TH. TETEP MAKSA? DOSA TANGGUNG SENDIRI!

.

.

.


.

.

.

HYUUGA HINATA'S APARTEMENT 13.00 p.m.

.

Hinata mengehempaskan dirinya di sandaran sofa ruang tamu apartemen miliknya. Masih dengan mengenakan heels pinknya, gadis itu menghela napas panjang. Wajahnya mendongak ke atas menatap langit-langit apartemen sederhananya. Pemilik wajah ayu tersebut pikirannya sedang kacau. Wanita yang baru saja memasuki usia 27 tahun itu mengusap wajahnya dengan kasar. Masih teringat dengan pertanyaan bodoh dan tolol, menurutnya, dari sahabat-sahabatnya tadi. Bagaimana tidak, bahkan di pernikahan sahabatnya ia mendapatkan pertanyaan yang memukul dirinya secara kasat mata. Ya, pertanyaan yang dulunya ia aggap remeh dan sekarang ia membencinya. Pertanyaan yang memuakkan bagi sebagian orang yang berstatus lajang.

"Apa katanya tadi,'Hinata, kapan kau akan menikah? Kapan kau akan menyusul kami? Jangan-jangan kau jones?!', cih! Menyebalkan!" Gadis itu mendecih pelan.

Hinata dengan perasaan gusarnya kini mulai duduk dengan tegap. Sambil meneguk segelas air yang ada di atas meja, gadis itu menahan kesal dan amarah. Matanya yang biasanya terlihat teduh, kini terlihat berapi-api. Gadis itu sungguh merasa sedang badmood dan stress tingkat akut saat ini.

"Memangnya kenapa kalau aku belum menikah? Apa itu salah?" Hinata mulai meracau sendiri. "Kenapa semua orang selalu mempermasalahkan pernikahanku? Lagipula, apa untungnya dengan menikah? Dilihat dari segi manapun, menikah itu merepotkan!" Hinata lantas menegak habis sisa air minumnya.

"Sekarang coba kita lihat, orang yang sudah menikah mendapatkan permasalahan dan stress berkali-kali lipat dibandingkan dengan orang lajang. Mengurus suami, mengurus anak, mengurus rumah tangga, mengurus keuangan, belanja, bersih-bersih, memasak, dan… dan… AAARGH!" Gadis itu mengacak rambutnya.

"Semua pekerjaan itu belum termasuk jika aku menjadi wanita karir seperti sekarang! Pasti akan lebih, lebih, dan lebih menyusahkan!" Hinata kini bangkit dari duduknya. "Pokoknya! Aku tidak akan menikah sebelum memiliki kekasih! Sekali pun Tou-san, bahkan Neji-nii menjodohkanku dengan pilihan mereka, aku tidak akan menikah! Aku akan menikah ketika aku memiliki keinginan untuk menikah!" Gadis itu mengepalkan tangannya dengan antusias.

"Ya, Hinata! Kau tenang saja! Jika Kami-sama pun memaksamu menikah, kau akan tetap bersikeras untuk tidak menikah sampai kau ingin sendiri!" Gadis itu lantas tersenyum dan menyeringai dengan cukup menyeramkan.

PIP… PIP… PIP…

Hinata yang masih menyemangati diri sendiri tersebut lantas mengalihkan pandangannya pada smartphone Docomo miliknya. Ponsel pintar itu bergetar tanda ada telpon yang masuk. Dengan raut muka penasaran, gadis itu mengambil ponselnya untuk melihat siapa yang tengah menelponnya saat ini. Pada layar ponsel, tertera 'The Devil'. Hinata membelalakkan mata. Buru-buru gadis itu memencet tombol hijau dan menerima telpon dari sang penelpon.

"M-Moshi-moshi… –"

"HINATA! KEMANA SAJA KAU INI?! CEPAT KEMBALI KE KANTOR!" Terdengar suara baritone yang mengamuk-amuk di seberang sana yang memotong ucapan Hinata yang kelewat belum lengkap tadi.

"S-Siap, Direktur!" Hinata lantas bergegas untuk memasuki kamarnya masih dengan memegang gagang telponnya.

"KUTUNGGU KAU 15 BELAS MENIT DARI SEKARANG! Jika kau terlambat, aku akan menghitung ijinmu itu sebagai bolos kerja! Kau paham?!"

"B-Baik, Direktur! S-Saya akan segera ke kantor!" Hinata menyahut dengan melepas dressnya secara brutal.

"AWAS JIKA SAMPAI TERLAMBAT!" Ancam direkturnya.

TUUUT… TUUUT… TUUUT… TUUUT…

Suara telpon ditutup.

Hinata yang masih mengganti pakaiannya dengan seragam kerja itu pun menoleh sesaat. Dengan memasang wajah kesal, ia pun tergopoh-gopoh untuk mengambil rok hitam selutut. Selesai dengan pakaiannya, gadis itu langsung menyambar tas kerjanya. Buru-buru ia memasukkan dompet, powerbank, dan smartphonenya. Tak lupa dengan beberapa berkas yang sebelumnya ia siapkan untuk meeting dengan client nanti. Karena bertindak dengan tergopoh-gopoh, gadis itu sampai lupa untuk merias wajahnya, bahkan merapikan rambutnya yang sedikit acak-acakan saja tidak sempat. Hinata lantas meraih stockingnya dan menyambar sepatu kerja hitam yang ada di sudut ruangan. Heels yang ia pakai, ia lempar begitu saja. Sungguh, bagi Hinata ia merasa saat ini adalah saat-saat dimana ia akan digantung oleh atasannya jika ia sampai terlambat. Gadis itu menggerutu pelan.

"Aah~! Jika saja bukan karena pertanyaan bodoh tadi, aku pasti akan langsung ingat jika aku harus pergi kerja dan tidak disambar petir oleh si Setan!" Hinata memaki dirinya sendiri.

Merasa telah siap berangkat, gadis itu lalu berlari membuka pintu apartemen dan melesat keluar, tak lupa menguncinya. Kali ini ia harus benar-benar sampai kantor tepat waktu. Dia tidak ingin mengulang insiden terlambatnya beberapa tempo hari dulu. Sesampainya diluar gedung apartemen, gadis itu segera melambaikan tangan pada salah satu taksi yang lewat. Taksi berhenti, dan ia melesat masuk.

"Pak, tolong antar ke Namikaze Corp! Cepat ya Pak! Aku akan terlambat!"

Dan taksi pun melesat dengan kecepatan tinggi.

.

.

.


.

.

.

NAMIKAZE CORP 13.10 P.M.

.

Sesosok pria gagah dengan setelan jas berdiri dengan gelisah di dalam ruangan yang cukup luas dengan berjejer beberapa deret kursi serta meja. Giginya menggigit pelan salah satu kuku dari jemari rampingnya. Alisnya saling bertautan. Kecemasan bercampur dengan emosi menelungkupi dirinya. Dengan berulangkali menghembuskan napas, lelaki yang terlihat berusia awal 30an itu menghentakkan sepatu. Kali ini, ia menatap jam tangan yang melingkar di pergelangan tangan kirinya. Waktu menunjukkan sudah 10 menit semenjak lelaki itu menghubungi salah satu staf karyawati pentingnya. Beberapa orang yang ada di ruangan itu menatapnya heran dengan sedikit katakutan. Sedangkan lelaki tadi, kini berganti menatap salah seorang bawahannya yang berdiri tidak jauh dari tempatnya.

"Apa Hinata masih belum datang?!" Tanyanya dengan sorot tajam.

"B-Belum, Direktur…"

"SIAL! Kemana saja wanita bodoh itu! Sudah tahu sebentar lagi akan ada rapat dengan client, tetapi masih belum juga datang!" Lelaki itu menggerutu kesal.

"A-Ano… Direktur Namikaze, s-sepertinya H-Hinata sedang terkena macet…" Salah satu karyawan di ruangan itu berucap lirih.

"APA?!" Sang direktur langsung mendelik tajam pada karyawan tadi. "Katakan sekali lagi, Inuzuka!"

"B-Barusan, Hinata mengirimkan pesan singkat jika dia terkena m-macet." Lelaki dengan surai kecoklatan tadi berucap dengan hati-hati. Sang direktur mendelik. "T-Tetapi, dia bilang dia sudah di jalan Kaiiki, jadi sebentar lagi i-ia pasti sampai…" Buru-buru laki-laki bernama Inuzuka Kiba itu melengkapi kalimatnya, agar tak membuat direkturnya semakin marah.

"Ck! Gadis itu…!"

TOK TOK TOK…

Terdengar suara pintu diketuk dari luar.

"Masuk!" Perintah lelaki tadi kasar.

Perlahan pintu ruangan terbuka dan menampilkan Hinata. Gadis itu perlahan memasuki ruangan dengan wajah tertunduk. Hinata tahu jika ia tidak terlambat, hanya saja ia tak berani menatap direkturnya yang ada di depannya itu. Dengan memasang wajah menyesal, gadis itu berhenti dan tetap menatap lantai kantor. Sedangkan sang direktur yang melihat kedatangan Hinata itu hanya mendecih pelan dan menoleh ke arah lain, masih dengan segudang kesal dan emosi tentunya. Lelaki itu perlahan berjalan mendekati Hinata. Dia mendekap kedua tangannya ke depan. Ia tatap wanita yang tingginya tak sampai sebahunya itu dengan tajam.

"Kau ini…"

"Maafkan saya, Direktur Namikaze. S-Saya tadi sempat lupa…" Hinata masih menundukkan wajah.

"Apa kau bilang?! Kau lupa?!" Lelaki itu sedikit memajukan wajahnya. "Bagaimana bisa kau lupa begitu saja, sedangkan kita hari ini akan ada rapat dengan client dari Suna Insurance?! Lebih lagi semua berkas rapat kau bawa!" Lelaki tadi mulai membentak, walaupun dengan nada yang rendah.

"M-Maafkan saya…"

"Sudahlah!" Lelaki itu berbalik. "Cepat siapkan bahan yang akan kita rapatkan nanti! Dan kau!" Ia ganti menunjuk salah satu stafnya yang gendut. "Cepat turun ke bawah untuk kau sambut orang-orang dari Suna!"

"B-Baik, D-Direktur!" Lelaki tadi segera keluar untuk melaksanakan perintah.

Namikaze Naruto, sang direktur, kemudian menatap satu per satu bawahannya yang masih diam saja. Ia pun menghela napas. Kepalanya terasa berkedut-kedut melihat karyawannya masih diam saja.

"TUNGGU APA LAGI! AYO CEPAT SIAPKAN BAHAN RAPAT!" Naruto membentak orang-orang tersebut.

"H-HAI!"

Bentakan keras dari sang direktur tadi sontak membuat 4 orang lainnya dalam ruangan itu terburu-buru untuk menyiapkan rapat. Hinata segera menyusun konsep yang akan dirapatkan. Yang lainnya menyiapkan proyektor dan meja untuk rapat. Inuzuka Kiba yang bertugas sebagai operator segera mengecek perangkat laptopnya dan bahan rapat yang ia dapatkan dari Hinata. Namikaze Naruto yang mengamati kinerja karyawannya itu hanya menggelengkan kepala. Sudah hampir lima tahun ia menjabat direktur bagian pemasaran Namikaze Corp dan bekerja sama dengan tim-timnya itu, tetapi ia merasa tidak ada perubahan dalam timnya itu. Awal ia menjabat, ia memberi kesan bahwa timnya tidak cepat tanggap dan kompeten. Dan sekarang, sepertinya anak bungsu dari pemilik Namikaze Corp itu juga harus memberikan penilaian yang sama.

Ketika hendak keluar untuk mengambil beberapa file rapat miliknya, Naruto sempat berpapasan dengan Hinata yang selesai menata konsep rapat. Teringat hal penting, lelaki itu pun segera memanggil Hinata.

"Hinata!"

"Ya, Direktur?" Hinata menoleh.

"Rapat kali ini kau ambil kursi di sebelahku. Kau yang memberikan ide awal untuk proyek periklanan bagi perusahaan Suna 'kan? Jadi, jika mereka masih belum paham dengan konsep kita, kau bisa membantuku. Paham?!"

"Hai, Direktur…" Hinata mengangguk patuh.

Tak lama kemudian, salah satu karyawan Naruto, yang bertugas untuk mengecek apakah client mereka sudah datang, telah masuk. Lelaki dengan berat badan diatas rata-rata itu mengetuk pintu pelan dan masuk. Dengan sigap dan hormat, lelaki itu memberitahu Naruto jika client dari Suna telah hadir.

"Direktur, client sudah datang dan sekarang sedang menunggu di luar…"

"Baiklah, Chouji." Lelaki Namikaze itu lantas menatap karyawan lainnya. "Apakah persiapan telah selesai?" Tanyanya.

"Sudah, Direktur!" Semuanya menjawab kompak.

"Bagus! Em, Emi, sekarang kau ambilkan file rapat di ruanganku!"

"Baik, Direktur!" Wanita bernama Emi itu langsung bergegas keluar untuk mengambil berkas yang dimaksud.

"Chouji, persilahkan mereka masuk!" Perintah Naruto.

.

.

.


.

.

.

NAMIKAZE CORP BAGIAN PEMASARAN 15.30 P.M.

.

"Jadi, begitulah konsep yang perusahaan kami tawarkan untuk proyek periklanan perusahaan Anda." Naruto tersenyum pada tiga orang client dari Suna Insurance.

"Bagaimana, Direktur Gaara?" Salah seorang bawahan dari direktur Suna Insurance itu berbisik pelan.

"Hm… Aku masih belum paham dengan konsep dibagian 'wanita yang berlari di padang rumput'. Bagaimana kita bisa meyakinkan konsumen untuk memahami maksud bagian periklanan tersebut?" Lelaki yang tadinya dipanggil Gaara tersebut mulai bertanya.

Naruto dan bawahannya lalu melihat konsep rapat masing-masing. Manik safir milik Naruto lantas melirik Hinata. Perlahan lengan kekar lelaki itu menyenggol pelan lengan kiri Hinata. Sontak saja hal tersebut mengagetkan Hinata. Perlahan gadis itu menoleh pada atasannya. Dengan mimik muka sedikit ragu dan takut, gadis bermarga Hyuuga itu menatap sang direktur. Dapat ia lihat direkturnya itu berbisik pelan.

"Cepat kau jelaskan pada mereka. Bagian ini kau yang membuatnya kan!" Naruto berbisik pelan.

"T-Tapi, Direktur…" Hinata hendak menolak.

"Tidak apa-apa. Kau pasti bisa!" Sang direktur yang tergolong muda itu mengerlingkan sebelah matanya pada Hinata dan tersenyum lembut.

Hinata yang mendapat respon luar biasa dari direkturnya itu tertegun untuk sesaat. Baru kali ini direktur yang ia anggap galak seperti Lucifer itu tersenyum lembut. Tiba-tiba saja gadis itu merasakan jantungnya yang bergedup kencang. Wajahnya sedikit memanas dan rona merah mulai menjalar di seluruh area pipi gembilnya. Hinata lantas memegang pipinya dan menunduk pelan. Bagi Hinata, senyuman dari direkturnya tadi sangat menawan dan tulus. Tidak ada paksaan. Terlebih lagi wajah direktur Namikaze itu tampan dan mempesona. Andai saja direkturnya itu tidak segalak Lucifer, pasti sekarang Hinata akan mati-matian menyukai direkturnya. Hinata yang berandai-andai itu langsung menggelengkan kepalanya. Berusaha untuk menyadarkan diri. 'Apa yang kau pikirkan sih, Hinata?!'

"Jadi, apakah ada yang bisa menjelaskan bagian tersebut pada kami?" Asisten direktur Suna bertanya dan menyadarkan lamunan Hinata.

"Bagian tersebut akan dijelaskan oleh penggagas idenya. Silahkan, Nona Hyuuga…" Naruto menoleh dan menatap Hinata untuk mempersilahkan wanita itu.

"E-Em…" Hinata mulai mengatur suara. "Jadi untuk b-bagian itu konsep dengan wanita yang berlari di padang rumput akan memberikan pandangan pada konsumen tentang kebebasan. Berlari di padang rumput sama halnya dengan bebas melakukan apa saja. Dan itu sama seperti motto dari Suna Insurance yang berbunyi 'Freedom is always number one for us'. Jadi, untuk itulah saya memberikan konsep mengenai seorang wanita yang berlari di padang rumput yang luas…" Hinata menyelesaikan kalimatnya.

"Hm… Begitu rupanya. Maaf aku tidak menangkap maksud dari bagian itu. Jika memang demikian, tidak apa-apa, aku setuju saja dengan konsep yang Nona Hyuuga paparkan tadi. Dengan begitu, konsumen akan semakin memberikan kepercayaan pada perusahaan kami." Lelaki bermanik jade itu tersenyum.

"Kalau begitu, silahkan Anda menandatangani berkas ini di sini dan di sini." Naruto lalu memberikan beberapa surat kontrak kerjasama antara pihak Namikaze Corp dan Suna Insurance.

Penandatanganan kontrak antara Namikaze Corp dan Suna Insurance pun berjalan lancar. Kedua lelaki yang sama-sama menjabat direktur itu saling menjabat tangan. Sedangkan para staf baik dari pihak Namikaze Corp maupun Suna Insurance bertepuk tangan senang. Hinata yang berada di samping Naruto juga tersenyum serta menghela napas lega. Ia begitu senang karena ia cukup lancar menjelaskan apa yang ditanyakan clientnya tadi sehingga kontrak perjanjian pun berjalan sesuai dengan harapan. Tanpa sengaja, manik lavender Hinata bertemu dengan safir indah milik Naruto. Lelaki itu mengulas senyum padanya. Hinata hanya dapat merona dan jantungnya kembali berdegup kencang. 'Oh Kami-sama… Kenapa kau menciptakan makhluk setampan namun juga kejam ini…'

"Kalau begitu, kami permisi untuk pamit dahulu, Direktur Namikaze. Senang bisa bekerja sama dengan perusahaan Anda!" Direktur Gaara tersenyum sambil kembali menjabat tangan Naruto untuk unjuk diri.

"Oh, tentu saja, Direktur Gaara. Terima kasih telah mempercayakan perusahaan Anda pada perusahaan kami. Senang juga bisa bekerja sama dengan perusahaan Anda!" Naruto menerima jabatan tangan tersebut dan balas tersenyum.

Tak lama kemudian, rombongan client dari Suna Insurance tersebut telah meninggalkan ruang rapat. Kini yang tersisa adalah Direktur Namikaze disertai para anggota staf dari bagian pemasaran. Keheningan yang tercipta sejak awal, kini berganti dengan sorak gembira dari para karyawan dan karyawati itu. Naruto memandang satu per satu anggotanya dan tersenyum sekilas. Inuzuka Kiba yang terlihat sangat senang langsung memeluk Chouji dengan gembira. Hinata pun mendapat pelukan dari Emi serta Kazuha dan memberikan selamat pada gadis indigo tersebut.

"Yatta! Kita berhasil mendapatkan kontrak dengan Suna Insurance! Kerja bagus, teman-teman! Yeay!" Kiba berseru senang.

"Cih… Kalian ini…" Naruto hanya tertawa singkat dengan melihat wajah gembira bawahannya.

"Oh iya! Bagaimana kalau kita merayakan keberhasilan kita malam ini dengan karaoke dan makan-makan?!" Kiba mengusulkan.

"Wah… Ide bagus Kiba!" Chouji menyahut senang.

"Em… Aku juga setuju!" Emi menyahut. "Tetapi… Apakah Direktur juga akan ikut dengan kami?" Wanita itu bertanya pada atasannya.

Yang lainnya juga menatap Naruto, begitu juga dengan Hinata.

"Hm… Tentu saja aku ikut. Kalian mau bersenang-senang tanpa mengajak atasan kalian, heh?!" Naruto tertawa sejenak.

"Yosh! Kalau begitu sudah ditetapkan!" Kiba berseru. "Nanti malam ayo kita ke Yakiniku Café!"

"A-ano…" Kali ini suara lembut Hinata menginterupsi. "K-Kurasa aku tidak bisa ikut…" Gadis itu menatap semua rekan-rekannya.

"Eeeeeh?!" Semuanya terheran kecuali Naruto.

"Tapi Hinata-chan, kita berhasil karena konsep yang kau buat kan? Masa kau tidak mau ikut bersenang-senang dengan kita…" Kazuha berucap sedikit kecewa.

"I-Itu…"

"Ikutlah Hinata! Kenapa tidak ikut saja sekali-sekali. Lagipula kau juga jones gitu! Jadi daripada kau sendirian di apartemenmu, lebih baik kau senang-senang saja. Bukankah begitu?!" Kiba tertawa terbahak-bahak.

Kata-kata Kiba barusan sukses menohok ulung hati Hinata. Perkataan yang disertai candaan khas lelaki penyuka anjing itu cukup memberikan rasa kesal bagi Hinata. Memang benar apa yang dikatakan oleh Kiba jika dia saat ini sedang melajang atau jomblo. Tetapi, tidak berarti dia jones bukan?!

"Mou! Kiba-kun! Aku tidak jones tau! Aku hanya sedang melajang!" Hinata berseru kesal.

"Ah, sama saja!" Kiba menimpali. "Kalau jomblo itu hanya sedang melajang tapi sudah pernah pacaran. Nah kau berbeda. Kau telah melajang semenjak kau lahir hingga sekarang! Ups!" Buru-buru Kiba membekap mulutnya sendiri. Menahan tawa yang siap-siap keluar.

"K-Kau ini…!" Hinata yang tidak terima hendak memukul kepala Kiba.

"Hei, hei, hei… Kalian ini seperti anak kecil saja! Kiba, kau juga begitu. Sekalipun Hinata masih melajang, jangan mengejeknya jones seperti itu. Jones atau bukan itu pilihannya kan..." Naruto menengahi kedua bawahannya tersebut. "Dan kau, Hinata, jangan masukkan hati candaan Kiba tadi!" Naruto menatap Hinata.

'Bahkan Direktur Namikaze pun mengatakan aku jones secara tidak langsung… hiks…' Batin Hinata sedih.

Dan satu per satu dari mereka keluar dari ruangan rapat, tentunya dengan wajah yang berseri-seri.

.

.

.


.

.

.

YAKINIKU CAFÉ, 20.00 P.M.

.

"… Tsunaideitai te wa kimi no mono datta yo…~

Nigirikata de nani mo kamo o tsutaeaeru sono te datta.

Hoka no dare demo nai kimi ja nakya dame da yo…~

Itsumademo soba ni itai to omoeta.

Kiiteitai koe wa kimi no mono datta yo…~

Mimi o tsutai karadajuu o tsutsumuyouna sono koe datta.

Deai kara subete ga kakegaenonai hibi…

Tsumademo kono mune ni aru yo…

Arigatou…~" *

Hinata menyelesaikan lagu pertamanya dengan baik. Semua orang bertepuk tangan dengan meriah. Hinata yang mendapat respon seperti itu hanya tersenyum malu-malu dan kembali duduk di tempatnya. Selanjutnya, ia meneguk birnya.

"Yosh… Sekarang satu-satunya yang belum bernyanyi adalah direktur! Nah, Direktur, ayo silahkan menyanyikan sebuah lagu untuk kami!" Kiba yang berdiri di depan segera menunjuk Naruto.

"Aku?" Naruto menunjuk dirinya sendiri. "Aku tidak bisa bernyanyi…" Ia menolak tawaran Kiba.

"Ayolah, Direktur! Satu lagu saja, oke?!" Kiba memohon.

"Yah.. Yah.. Baiklah…"

Akhirnya Naruto bangkit dari kursinya dan meraih mic yang diberikan Kiba. Tak lama sebuah alunan musik terdengar. Naruto cukup kaget dengan lagu yang dipilihkan oleh Kiba untuk ia nyanyikan. Ia pun mendelik pada pemuda Inuzuka tersebut.

"Maaf, Direktur! Tapi kudengar kau sangat pandai menyanyikan lagu luar, hehehe…"

Naruto yang mendengar ucapan Kiba barusan hanya mendengus kecil. Dan saat itu pula instrumental musik terdengar dan ia mulai bernyanyi.

"Please…, don't see

Just a boy caught up in dreams

And fantasies…

Please…, see me

Reaching out for someone

I can't see…

Take my hand,

Let's see where we wake up tomorrow,

Best laid plans,

Sometimes are just a one night stand…

I'll be damned,

Cupid's demanding back it's arrow…

So let's get drunk on our tears…

And God..~

Tell us the reason,

Youth is wasted on the young…

It's hunting season,

And the lambs are on the run…~

Searching for meaning,

But are we all lost stars…~

Trying to light up the dark…~" *

.

.

Beberapa menit pun berlalu dan Naruto kini telah kembali ke kursinya. Semua bawahannya memuji atasannya tersebut yang ternyata sangat lihai berbahasa asing, terlebih Bahasa Inggris. Naruto yang sedikit canggung serta malu tersebut hanya tertawa kecil. Hinata yang sedari tadi menatap atasannya juga menaruh kagum pada Naruto. Menurutnya, selain tampan, cerdas dan juga baik, meskipun lebih banyak kejamnya, atasannya tersebut juga mahir berbahasa Inggris. Hinata tersenyum diam-diam mengingat betapa sempurnanya sang Direktur muda tersebut. Dan sekali lagi aksi Hinata yang menatap diam-diam direkturnya tersebut ketahuan oleh sang direktur sendiri. Amethyst dan safir kembali bertemu. Hinata yang kaget buru-buru memalingkan muka. Rona merah kembali mengitari area wajahnya. Naruto yang menangkap gerak-gerik aneh Hinata tersebut hanya heran. 'Kenapa gadis itu?'

Setelah bersenang-senang dengan karaoke dan minum-minum, mereka menyantap makanan yang baru datang dengan disertai obrolan santai. Tak sedikitnya obrolan santai itu disertai beberapa cerita kehidupan keseharian masing-masing dari mereka. Mulai dari Emi yang sekarang sedang renggang dengan tunangannya karena masalah sepele, Kazuha yang memberikan tips-tips agar Hinata tidak kelamaan melajang, bahkan Kiba dan Chouji yang mengeluh dengan rumah tangga mereka baru-baru ini. Sedangkan Hinata dan Naruto hanya mendengarkan cerita mereka saja.

"Aah… Kehidupan setelah menikah ternyata cukup menyeramkan!" Kiba mulai cerita serta bergidik ngeri.

"Oh, kau benar Kiba! Jika dulu istriku saat masih pacaran sudah galak, sekarang dia malah seperti Medusa di rumah!" Chouji menyetujui.

"Hah… Itu sih karena kalian saja yang membuat istri kalian marah! Kalian kurang memahami pola pikir wanita sih!" Kazuha berkomentar.

"Benar apa yang dikatakan Kazu-chan! Kalian para lelaki ini harusnya lebih bisa bersabar dan terlihat keren di mata istri kalian…" Emi menyahut.

"Memahami apa! Sudah sering aku mengalah padanya, tapi dia tetap saja mengeluarkan apinya dan menyembur kemana-mana. Padahal ia sedang hamil tua sekarang…" Kiba meneguk birnya.

"Justru itu masalahnya, Bodoh!" Emi dan Kazuha menyahut bersamaan.

"Wanita hamil itu tingkat sensitifnya tinggi karena dipengaruhi hormon! Kau ini tidak tahu atau memang sudah bodoh dari awal, Kiba?!" Emi menggelengkan kepalanya.

Kiba hanya mendengus pelan karena penuturan Emi tersebut. Pandangan lelaki penyuka anjing itu kini tertuju pada Hinata yang sedari tadi diam saja sambil meneguk birnya. Dapat ia lihat diantara para wanita, hanya gadis itu saja yang kelihatannya diam saja. Ide jahil pun muncul di kepalanya. Ia pun berencana untuk menakut-nakuti Hinata perihal pernikahan.

"Ne, Hinata, mumpung kau masih lajang, lebih baik jangan menikah dulu jika tidak ingin berakhir sepertiku!" Kiba terkekeh pelan.

"Eh?" Hinata menatap Kiba heran dan bingung. "Aku?"

"Iya, kau! Siapa lagi yang masih melajang di sini kecuali dirimu. Dengar Hinata, pernikahan jika tidak benar-benar diawali dengan niat yang kuat, tidak akan bertahan lama. Ingat itu baik-baik Hinata!" Kiba mulai menasehati.

"Yang lajang bukan hanya aku saja, Kiba-kun! Direktur–" Hinata lantas membungkam mulutnya sendiri. Menutupi keceplosannya tersebut.

Sedangkan yang menjadi target Hinata yang keceplosan tadi menoleh dengan bir yang masih ia teguk ke arah Hinata. Naruto yang sadar bahwa Hinata sempat membicarakannya tadi hanya berdeham kecil. Sedangkan Hinata hanya merutuki ucapannya tadi dalam hati. Dalam benaknya, gadis itu mengutuk ucapan yang baru saja keluar diluar kehendaknya. 'Hinata, dasar bodoh!'

"E-Em, maksudku, di dunia ini yang melajang itu bukan hanya aku saja, Kiba-kun!" Hinata berusaha mengelak, "Masih banyak di luar sana yang bahkan lebih tua dariku yang masih lajang! Oh! Contohnya adalah nenek yang tinggal di sebelah apartemenku pun dia masih lajang!" Hinata protes.

"Hinata tidak usah menanggapi candaan Kiba! Dia hanya mengerjaimu saja!" Emi berkata untuk menenangkan Hinata.

"Iya, lebih baik sekarang kau fokus saja untuk mencari pasangan hidupmu. Menikah bukan hal yang menakutkan kok…" Kini Kazuha mengerlingkan matanya. "Nanti kalau sudah menemukan pasanganmu, segera menikah! Hihihi…"

"K-Kalian.." Hinata menahan geram.

Gelak tawa dari orang-orang disitu semakin membuat Hinata merasa kesal. Terlebih juga direkturnya juga ikut-ikutan tertawa dengan rekan-rekannya. Hinata yang kesal akhirnya mengambil sebotol birnya yang masih tersisa banyak dan meneguknya sekaligus. Kiba yang melihatnya hanya semakin tertawa terbahak-bahak. Sedangkan yang lainnya hanya memperingatkan Hinata untuk tidak menegak minumannya sekaligus. Namun, telinga Hinata sepertinya tersumbat dan ia semakin gencar meminum habis birnya hingga habis, dan tak ketinggalan, ia memesan sebotol bir lagi.

.

.

.


.

.

.

NAMIKAZE NARUTO'S APARTEMENT, 22.00 P.M.

.

Namikaze Naruto berjalan sempoyongan memasuki apartemennya disertai seorang gadis yang juga ia bopong di sampingnya. Naruto sedikit merutuki tindakannya yang nekat membawa gadis yang tak lain bernama Hinata tersebut ke apartemennya. Hal ini dikarenakan Hinata yang mabuk berat dan terpaksa sebagai atasan yang baik, Naruto berbaik hati untuk mengantarkannya. Namun, satu kesalahan ia buat. Kenapa jika ia akan mengantarkan gadis itu pulang, ternyata ia malah tidak mengetahui tempat tinggal Hinata?

"Aah… Kau berat sekali, Hinata…" Naruto lantas merebahkan Hinata ke ranjangnya.

"Aah…~ Akuu akhaan menikaaah! Kalian ingat ituuu… hik!" Dan boom! Gadis itu mulai meracau disela-sela mabuknya.

"Ah! Iya, iya, iya! Suatu saat kau akan menikah! Ck, dasar!" Naruto meladeni asal-asalan racauan Hinata.

Selesai merebahkan Hinata, Naruto kini berbalik hendak pergi dari situ dan mengganti pakaiannya. Namun, pergerakan direktur muda itu harus terhenti ketika dua buah tangan menahan lengannya. Ia pun berbalik arah dan melihat kedua tangan Hinata melingkar di salah satu lengannya. Pria itu tertegun dan heran dengan tindakan Hinata. Manik safir itu membulat sempurna karena kekagetan yang tiba-tiba dibuat oleh Hinata. Dengan cepat Hinata menarik lengan kekarnya dan mendekatkan wajah tampannya pada wajah Hinata. Dengan jarak sedekat itu, Naruto dapat mencium aroma Hinata yang penuh dengan alkohol bercampur dengan aroma tubuhnya. Laki-laki itu susah payah menelan ludah. Di jarak sedekat itu, Naruto menyadari bahwa Hinata selama ini memiliki paras yang cantik.

"Neee…~ Direktur-kun… Daisukiiiii..~" Hinata lantas dengan cepatnya mencium pipi atasannya tersebut.

Dan Naruto? Jangan ditanya lagi. Meskipun Hinata yang menciumnya dengan keadaan mabuk, tetapi lelaki itu merasa sedikit gerah dengan aksi Hinata itu. Baru kali ini ada wanita lain yang menciumnya selain mantan kekasihnya dulu, terlebih lagi wanita itu adalah pegawainya sendiri. Naruto yang masih memiliki kesadaran akal sehatnya itu, berusaha melepaskan cengkraman Hinata dan kembali menidurkannya. Namun, tindakannya tidak membuahkan hasil. Cengkraman tangan Hinata cukup kuat untuk dilepaskan. Dengan susah payah lelaki itu melepaskan tangan Hinata. Dan lagi, Hinata tetap berkutat untuk tidak mau melepaskan lengan atasannya.

"Hei, Hinata! Lepaskan tanganmu! Cepat tidur sana!" Naruto berbisik pelan namun masih dengan nada yang memerintah.

"Tidak mau~!" Hinata merengek. "Akhuuu mau tidur jika direktur… hik… tidur dengankhuuuu..~" Hinata kini malah berani memeluk lengan kekar atasannya dan tak sengaja menyenggol dada gadis itu.

Naruto semakin merasa gerah dan kesulitan. Terlebih lagi dengan permintaan aneh-aneh dari pegawainya ini. Naruto bisa saja menolak atau bahkan menuruti keinginan Hinata. Tetapi, Naruto sadar betul bahwa wanita yang hampir menggoyahkan pertahanannya itu kini sedang meracau tak jelas dan hanya dipengaruhi oleh alkohol. Sekali lagi, Naruto berusaha melepaskan tangan Hinata. Namun, Hinata tetap bersikeras.

"H-Hei!"

"Direktur…" Kini amethyst Hinata menatap sayu Naruto. "Kumohon…" Pintanya lirih dengan suara mendesah.

'Aargh! Persetan dengan akal sehat!'

.

.

WARNING!

.

.

"Aahn…~"

Hinata mengerang kecil ketika Naruto mulai mencium bibir ranumnya. Ciuman yang berawal dari saling mengecap kini berganti saling melumat. Seakan memberikan lampu hijau, Hinata membuka mulutnya untuk mempersilahkan Naruto memperdalam lumatannya. Lelaki itu pun menyadari tanda dari Hinata dan langsung saja menekan bibir Hinata semakin dalam. Tak lupa ia menyelipkan lidahnya dan mengabsen satu per satu gigi rapi Hinata. Lumatan disertai adu lidah itu terjadi kurang lebih menghabiskan waktu hingga 5 menit. Baik Naruto maupun Hinata kini kehabisan patokan oksigen dan menghentikan aktivitasnya sejenak. Selang beberapa detik kemudian, ciuman panas itu kembali berlanjut. Kali ini jauh lebih panas dan lebih bergairah.

"Aahn.. Direktur…" Hinata mendesis pelan di sela lumatannya.

"Ssst… Panggil aku Naruto…" Naruto kembali menyerang Hinata.

Kali ini bukan hanya melumat bibir Hinata, perlahan jemari Naruto mulai berani meraba dada Hinata. Meskipun masih berbalutkan pakaian yang lengkap, Naruto dapat menebak jika pasangannya itu ternyata memiliki dada yang mungkin diatas ukuran rata-rata wanita Jepang. Hal tersebut tentu saja membuat Naruto cukup kagum dan semakin bergairah untuk menggauli pegawainya itu. Sedangkan Hinata semakin mengerang dan mendesis hebat karena sentuhan Naruto tersebut.

"Aahn..~ Nnaruu…~"

Naruto kini mulai menurunkan kepalanya hingga berada di sekitar area leher jenjang Hinata. Tanpa melepas kecupannya, Naruto mulai menyesap area tersebut hingga menimbulkan beberapa kissmark di keseluruhan leher Hinata. Tak berhenti disitu saja, jemari Naruto perlahan mulai membuka satu per satu kancing baju kantor yang Hinata kenakan hingga wanita itu kini hanya mengenakan bra putih sebagai satu-satunya penutup bagian atas tubuhnya. Hisapan dan kecupan Naruto lambat laun semakin menurun. Kini lelaki itu sampai pada daerah tulang selangka Hinata. Masih dengan menyesap dan menciumi kulit indah Hinata, tangan nakal Naruto juga meraba pelan dada kiri Hinata yang masih berbalutkan bra.

"Aahn…~" Kali ini erangan Hinata cukup keras daripada yang tadi.

Tanpa menunggu aba-aba ataupun ba-bi-bu lagi, dengan satu tarikan, Naruto melepas bra Hinata yang menjadi penghalang kegiatannya. Lelaki itu sempat berhenti sejenak untuk mengagumi lekuk tubuh Hinata, terlebih dadanya. Jika ia tadi mengira dada Hinata memiliki ukuran lebih dari rata-rata, kali ini ia harus meneguk ludah karena dada yang tergolong besar itu ternyata sangat indah. Masih dengan kekaguman untuk wanita yang ia tindih, Naruto secara hati-hati menempelkan tangannya untuk mengusap dada tersebut. Dan diluar dugaan, dada Hinata terasa sangat lembut dan kenyal. Dengan nipple yang berwarna pink sedikit kemerahan, Naruto meremas perlahan dan memainkan salah satu dada Hinata tersebut.

"Waah… Dadamu sangat kenyal dan indah, Hinata…"

"Aahn… N-Narhuuu…~" Hinata masih dengan mendesis pelan.

"Tenang, Sayang…" Naruto berbisik. "Malam ini aku akan mengabulkan permintaanmu…"

Dan segera saja Naruto mulai mengisap dan memainkan dada Hinata. Sedangkan gadis yang ada di bawahnya semakin meracau tak jelas karena merasakan kenikmatan yang belum pernah ia rasakan selama ini. Sambil menyelang, minum air. Itulah yang dilakukan Naruto saat ini. Sambil menghisap dan memainkan dada Hinata, ternyata ia juga melucuti pakaiannya sendiri. Naruto mulai tidak tahan dengan bagian bawahnya yang meronta-ronta karena sesak. Safirnya sedikit melirik keatas untuk melihat ekspresi Hinata. Ia tersenyum puas melihat sang gadis ternyata menikmati permainannya. Kini Naruto sudah melepaskan pakaiannya dan masih meninggalkan boxernya yang menjadi satu-satunya penutup tubuhnya. Naruto lantas menyibak rok hitam Hinata dan membuangnya begitu saja. Begitu pula stocking gadis itu ia buang di sembarang tempat. Dan saat ini Hinata hanya mengenakan satu-satunya pelindung di bagian intim tubuhnya. Naruto mengamati sejenak tubuh indah dan seksi milik Hinata.

"Cantik…"

Satu kata tersebut mewakili seluruh ungkapan kagum dari Naruto atas Hinata. Meskipun dengan keadaan mabuk sekalipun, Naruto tetap kagum dengan gadis itu. Hinata yang merasa sentuhan dari direkturnya itu terhenti, kini memasang wajah cemberut dan kesal. Naruto lantas menyadari bahwa gadisnya itu merasa kesal akibat permainan yang sempat terhenti.

"K-Kenapa berhentiihh…" Gadis itu mulai protes.

"Hn.." Naruto menggeleng pelan. "Aku justru baru akan memulai…" Bisiknya dengan nada erotis di samping telinga gadis itu.

Dan di detik selanjutnya, Naruto mulai kembali menyerang dada kenyal Hinata. Ia hisap. Ia pilin dan ia mainkan putting Hinata. Hingga Hinata merasa ada sesuatu yang akan keluar. Dan gadis itu pun mengerang panjang. Naruto yang melihat ekspresi Hinata tersebut dapat menyimpulkan bahwa gadisnya itu telah mencapai orgasmenya yang pertama. Tak ingin menyia-siakan keadaan tersebut, Naruto langsung saja menarik celana dalam Hinata dan melemparnya asal. Dan kini gadis yang akan menjadi wanita itu telah sepenuhnya telanjang bulat. Naruto lantas menuruni tubuh Hinata melewati perut rampingnya dan berhenti tepat di depan vagina gadis itu.

Naruto mendekatkan kepalanya hanya sekedar untuk menghirup aroma dari bagian intim Hinata tersebut. Naruto juga mengagumi bagian terintim Hinata itu. Ia menduga bahwa gadis itu pasti merawat bagian itu dengan baik karena tidak ada satu pun bulu yang tumbuh dan aroma wangi bercampur dengan cairan yang dikeluarkan Hinata dapat memabukkannya. Naruto lantas memasukkan salah satu jarinya dan mengocok pelan vagina Hinata. Gadis yang baru saja orgasme tersebut tentu saja melengkingkan tubuhnya karena sensasi yang Naruto berikan di bawah sana. Jemari mungil Hinata meremas pelan surai kuning Naruto. Menikmati segala sentuhan dan permainan yang dibuat oleh atasannya tersebut.

"Aaahn..~ Naruu….~ tohkhuun…~" Desah Hinata.

Desahan Hinata barusan menjadikan Naruto semakin tidak tahan lagi. Dengan cepat ia menarik salah satu jemarinya tadi untuk melepaskan boxer yang ia kenakan. Dan, voila! Kini tubuh mereka berdua sama-sama terbebas dari sehelai benang. Terlihat junior Naruto yang tadi sempat tersiksa (?) kini berdiri. Naruto mulai membuka lebar kaki Hinata dan mendekatkan juniornya di mulut vagina Hinata. Tanpa basa-basi lagi, Naruto langsung saja melesatkan juniornya itu ke dalam lubang intim Hinata.

"Aaaaahnn…~!"

Alhasil Hinata berteriak keras. Merasakan benda asing memasuki tubuhnya. Naruto berhenti sejenak sebelum melanjutkan aksi jelajahnya itu. Dapat ia rasakan sebagian juniornya yang kini menancap di mulut vagina Hinata terasa seperti dipijat oleh dinding vagina gadis itu. Naruto pun merasa bahwa milik Hinata ternyata sangat sempit, sehingga juniornya serasa akan sulit untuk digerakkan. Naruto mendesis pelan. Kali ini ia memperdalam penetrasinya di dalam Hinata. Naruto sempat merasakan adanya sesuatu yang menghalangi juniornya untuk menerobos masuk. Tanpa pikir panjang, Naruto menerjang 'halangan' tersebut yang ternyata adalah selaput dara Hinata.

"AAAAAKH!" Hinata berteriak kencang dan mencakar punggung Naruto dengan kuku cantiknya.

Sejenak lelaki itu tertegun. Dapat ia lihat secercah darah keluar dan mengalir dari bagian intim Hinata. Lelaki itu membelalakkan matanya. Tidak menduga bahwa selama ini ternyata Hinata masih seorang perawan. Ia sama sekali tidak tahu jika ternyata omongan Kiba di acara minum-minum tadi benar bahwa gadis itu sama sekali belum memiliki kekasih. Ia mengira bahwa tadi adalah salah satu candaan dari Kiba untuk membuat Hinata kesal. Tetapi, sekarang…

"H-Hei Hinata…" Naruto mulai panik. "K-Kenapa kau tak bilang jika kau masih perawan?!" Pria itu berbisik lirik di telinga Hinata.

"Hiks…" Hinata kini mulai terisak akibat rasa sakit di bagian bawah tubuhnya. "Sakiiitth…" rengeknya.

Naruto pun merasa khilaf dan hendak beranjak untuk tidak melanjutkan hubungan badan mereka lebih jauh. Namun, hal yang tak terduga adalah Hinata justru mengalungkan tangannya pada leher Naruto.

"K-Kita lanjuth… sajaahh… hiks…" Hinata berbisik pelan.

"T-Tapi…"

"Akhu.. thidak apa-apa.. hiks…"

"Kau yakin?" Naruto menatap intens mata sayu Hinata. Dan dibalas anggukan kecil dari gadis itu. "Baiklah kalau begitu. Kita berhenti sejenak untuk meredakan rasa sakitnya…"

Selang beberapa waktu, Hinata mulai merasakan bagian bawahnya sudah tidak sesakit tadi. Naruto pun menduga jika rasa sakit gadis itu di bawah sana perlahan mulai hilang. Ia pun menanyai Hinata apakah masih merasakan sakit atau sudah lebih baik. Dan dibalas dengan ungkapan bahwa Naruto sudah bisa mulai menggerakkan juniornya perlahan. Naruto menurut. Dengan perlahan pria itu bergerak memaju-mundurkan penetrasinya. Hinata meringis sedikit karena masih sedikit sakit di bawah sana. Namun, perlahan rintihannya berubah menjadi erangan yang penuh rasa nikmat. Naruto juga demikian. Ia semakin mempercepat tempo maju-mundurnya dengan kecepatan tinggi.

"Aaahn..~ Teruss… Teruuus…~" Hinata meracau hebat.

Naruto yang mendapat respon demikian hanya tersenyum sambil kembali melumat bibir ranum Hinata. Hingga pada waktu tertentu, Naruto mulai merasakan kedutan di juniornya. Seperti ada sesuatu yang akan melesak keluar. Naruto mendesis pelan. Ia sudah hampir sampai pada batasnya. Ia berbisik di telinga Hinata untuk meminta persetujuan apakah ia harus melepaskannya di dalam atau di luar.

"H-Hinata… Aku akan keluar…" Naruto mendesis pelan.

"A-Akhu jugaa.. Ahn..~" Hinata membalas. "K-Keluarkan di dalam, N-Naruu..~"

"Benarkah?" Naruto masih bertahan untuk tidak mengeluarkan benihnya sebelum mendapat persetujuan Hinata.

"Iyaaaah…~" Hinata berucap. "Pour it inside me…" Hinata meminta.

"As you wish… Hime…"

Dan benih yang Naruto tahan mati-matian tadi akhirnya melesak keluar dan memenuhi rahim Hinata. Baik Naruto maupun Hinata sama-sama berteriak dan mengerang keras. Cairan yang terasa hangat bagi Hinata tersebut perlahan meluber keluar. Naruto yang terengah-engah itu menatap intens wajah cantik Hinata. Disibakkannya helaian-helaian kecil yang ada di sekitar wajah Hinata yang terlihat kelelahan itu. Ia pun tersenyum lembut dan kembali mengecup bibir Hinata.

"Arigatou… Hinata…" Bisik lelaki itu lirih sebelum tumbang di samping Hinata.

.

.

.


.

.

.

TBC

.

.

.


.

.

.

Author Note:

* Kirameki – Wacci (Ending Shigatsu wa Kimi no Uso)

* Lost Stars – Adam Levine (Ost Begin Again)

.

.

Em.. Oke…

Err… aah! Sudahlah… maaf jika lemon kurang hot atau apa, yang jelas neko sudah berusaha bikin bagus. Dan etoo… untuk proyek yg sebelah #nunjukfictsatunya, maaf ya neko malah meninggalkannya sejenak dan bikin fic ini. Tapi neko tetep lanjutin yang satunya itu kok sama ini juga..

So..

Would you please give me some reviews about the story above?