HELLO STRANGER

DISCLAMER MASASHI KISHIMOTO

STORY BY SHOKUN-DAYO

RATED : M FOR THIS CHAPPIE

STANDART WARNING APLLIED

DON'T LIKE DON'T READ DON'T BASH

CHAPTER 2

.

.

.

"Woow, woow, tenang dulu Nee-chan! Kau agresif sekali." Menahan pundak Hinata yang tiba-tiba menyerangnya setelah sampai dibalik pintu flatnya.

Naruto yang tidak siap dengan serangan mendadak itu kewalahan mengimbanginya. Hinata yang tiba-tiba mengalungkan tangannya dilehernya dan menariknya turun dalam ciuman yang panas membuatnya merosot dan berlutut menjadi lebih pendek dari tinggi Hinata yang mendadak mendapat kekuatan entah dari mana untuk berdiri tegak dihadapannya.

Tidak mengurbis teriakan protes Naruto. Hinata tetap melumat bibir atas Naruto dan menghisapnya dengan kuat. Lidahnya beberapa kali mencoba masuk dalam mulut sang pria mencoba melakukan invansi yang disambut dengan suka cita karena selanjutnya yang dilakukan Naruto hanya pasrah dan membuka mulutnya membiarkan Hinata yang memegang kendali permainannya.

"Kau tenang saja, Nee-chan akan membimbingmu." Dan Naruto pun mendengus geli mendengar kata-kata yang dibisikan Hinata ditengah-tengah serangan ciuman panasnya yang sedikit ceroboh. Merasakan apa yang Hinata lakukan padanya, Naruto berani menjamin bahwa perempuan didepannya ini adalah seorang perawan yang baru pertama kali menyentuh seorang pria.

Bukannya memadamkan libidonya tetapi informasi yang didapatnya membuatnya gemetar karena ekspektasi yang berkembang diotaknya mengantarkannya pada imajinasi liar yang belum dialaminya. Selama ini dirinya hanya bermain dengan orang-orang yang sudah mahir dalam memuaskan hasrat lelakinya. Tetapi bermain dengan perawan? Oh, itu hal baru baginya dan dirinya tidak sabar untuk mendapatkan pengalaman itu.

"Ohh-" Badannya gemetar hebat dengan desahan nikmat lolos dari bibirnya saat Hinata mengulum daun telinganya dan mengusap bagian belakangnya. Nah kan, Naruto mendapat pengalaman baru. Siapa sangka bahwa selama ini telinganya merupakan bagian sensitif dari dirinya? Dan Naruto berani bersumpah bahwa orang pertama yang menemukannya adalah Hinata.

"Ngomong-ngomong siapa namamu?" Tanya Hinata tepat ditelinga Naruto membuat sang pria dapat merasakan hawa panas yang dihembuskan menghangatkan indra pendengarannya.

"Na-Naru-hmpph." Sebelum dapat menyelesaikan namanya, dirinya sudah kembali dibungkam oleh kedua bibir bengkak merah merekah yang membuatnya menelan kembali kata-kata yang hendak dilontarkannya.

Rasa empuk yang diterima pundaknya membuatnya sadar bahwa Hinata menempelkan dadanya kepadanya. Dan wait-wait-wait sejak kapan jas kerja milik Hinata tergelatak tak berbentuk dilantai dengan kemeja putih yang kancingnya sudah terbuka bagian atasnya. Dan Naruto akan melewatkan kesempatan ini? Nah, itu tidak akan terjadi.

"Biar aku-" Sebelum Naruto menyelesaikan kalimatnya, Hinata memotongnya dengan kecupan kecil sebelum mengangguk dan melangkah mundur agar Naruto dapat melakukan apa yang diinginkannya.

Dalam sekejap, sang pria melucuti semua pakaian yang Hinata kenakan kecuali pakaian dalamnya. Meneguk salivanya nervous, ini juga pertama kalinya Naruto turn on saat mendapati Hinata hanya memakai celana dalam putih dan bra putih yang terlihat simpel. Mungkin saja, dirinya sudah bosan melihat berbagai macam underwear branded yang biasanya dipakai wanita sebelum teronggok tak berguna dikakinya. Tapi ini, oh god! Naruto refleks mengusap bibirnya untuk mencegahnya mengeluarkan air liur karena pemandangan indah didepannya.

"Suka apa yang kau lihat?" Hinata memutar badannya sedikit berpose dihadapan Naruto yang mengangguk-angguk cepat seperti kerbau dicocok hidungnya. "Kemarilah-" Dan Hinata pasti tidak akan percaya jika besok ada yang bilang padanya bahwa dirinya juga bisa mengeluarkan suara menggoda yang meruntuhkan iman dan membakar hasrat kaum adam.

Naruto segera menggendong Hinata dan berlari kecil menuju sofa coklat yang ada didepannya. Menghempaskan tubuh Hinata keatas sofa panjang tersebut sebelum menindihnya. Naruto dapat merasakan bahwa celananya mulai sesak dan keringat panas diproduksi oleh tubuhnya. Apa-apaan ini? Bahkan masuk kedalam foreplay saja belum dia lakukan dan dia sudah seperti ini?

Tanpa aba-aba, dirinya segera menyerang dada Hinata yang membusung keatas seolah menantangnya untuk digarap. Menghisap bra yang beruntungnya hanya sebuah kain sedikit kaku yang menjadi penghalang antara mulutnya dan gundukan istimewa milik perempuan dibawahnya, tangannya yang lain dengan terampil menyusup masuk kedalam cup-nya dan merasakan tekstur kenyal padatnya. Tapi toh percuma juga jika Hinata memakai bra yang menggunakan busa. Miliknya sudah besar, kenyal dan padat. Tidak perlu bantuan tambahan busa untuk membuatnya terlihat seksi dan menarik.

"Hmm-" Menikmati sensasi puncaknya yang mengeras walau terhalang kain penutup dilidahnya. Telinga Naruto disambut oleh desahan-desahan erotis yang mengalun memenuhi ruangan yang sepi.

Puas akan hasil garapannya, Naruto kembali menegakan badan untuk melihat hasil jerih payahnya. Tanda basah jelas terlihat dibra Hinata yang berwarna putih gading kontras dengan kulitnya yang memerah. Menengok kebawah, Naruto terkejut mendapati bahwa bukan hanya bra Hinata yang basah tetapi juga celana dalamnya.

"Kau sudah basah-" Bisik Naruto sembari mendaratkan kecupan-kecupan kecil disepanjang leher Hinata dan berakhir pada belahan dadanya untuk menenggelamkan kepalanya diantara gundukan empuk yang sedang dipijat oleh tangannya.

"Dan adikmu juga sudah bangun-" Balas Hinata seduktif dengan tangannya yang menggerayangi selangkangan Naruto sebelum akhirnya meremas gundukan yang ada ditengah membuat sang pria memekik tidak percaya akan apa yang dilakukan oleh wanita tersebut.

"Jangan menggodaku." Tangannya menyusup kebelakang punggung Hinata untuk melepaskan kaitan bra yang dipakainya. "Nee-chan nakal!" Tambahnya sok cadel ingin terlihat imut sebelum memulai aksinya mengulum puting Hinata yang berwarna pink kemerahan seperti cherry.

Lengkingan tinggi tiba-tiba terdengar saat Naruto berusaha mengigit dan menarik apapun itu yang sedang dikulum dalam mulutnya. Tangannya yang bebas tak henti-hentinya mengabsen lekuk tubuh Hinata yang menurutnya sangat pas dalam rengkuhan tangannya. Berlama-lama meremas gundukan lembut yang terasa penuh ditangan kirinya. Tangan kanannya yang bebas meluncur untuk mengusap paha mulus Hinata sebelum menggeseknya kasar diluar celana dalamnya yang sudah basah.

"Na-Naru-berbaliklah Nee-chan ingin melihat punyamu." Dengan nafas yang tersenggal-senggal Hinata meminta Naruto untuk mengarahkan adiknya tepat didepan wajahnya. Terkesima akan permintaan Hinata yang frontal, dalam beberapa detik dirinya hanya bisa diam tanpa melakukan apa-apa.

"NARU!" Panggilan kedua dengan nada lebih tinggi membuatnya kembali ke realitas. Segera mengatur badannya untuk membentuk posisi 69 karena tidak ingin hanya Hinata yang menikmati permainannya. Tenggorokan Naruto tiba-tiba kering dan dengan refleks kembali meneguk salivanya sendiri saat telinganya menangkap resleting celananya yang diturunkan.

"Be-besar sekali." Ini memang baru pertama kalinya Hinata melihat alat genital seorang laki-laki secara langsung. Tapi Hinata berani bersumpah bahwa apa yang ada dihadapannya merupakan size besar yang tidak akan dia temukan bila patnernya bukanlah Naru. Tanpa sadar tangannya terangkat untuk meremas gundukan yang masih terbalut boxer orange membuat sang pemilik mendesis keenakan dan sedikit kesusahan mempertahankan berat tubuhnya agar tak ambruk menimpa Hinata.

Hinata mengangkat kepalanya menyurukan hidungnya digundukan besar yang berontak ingin bebas tersebut. Naruto sendiri didorong oleh gelegak libidonya yang tinggi menekan pantatnya untuk semakin menempelkan selangkangannya pada wajah Hinata. Menggesek-gesekan hidungnya diatas kejantanan Naruto yang masih berada dalam balutan kain. Akhirnya Hinata memberanikan diri menurunkan boxer milik Naruto.

"A-aaw." Hinata tidak siap saat kejantanan Naruto yang sudah tegak dan bebas dari sangkarnya segera menampar pipi Hinata dan meninggalkan jejak basah akibat cairan putih kental yang bercecer kesana-kemari.

"Ma-maaf." Tertawa kikuk sambil melihat kebawah, Naruto dihadiahi tatapan kesal yang Hinata layangkan padanya. Well, dirinya tidak akan membiarkan suasana panas seperti ini dirusak. Maka cepat-cepat Naruto kembali menjilati celana dalam Hinata yang sudah basah dimana kedua tangannya mencengkram erat kedua kaki Hinata yang berusaha menutup saat merasakan sensasi asing dibagian kewanitaannya.

Desisan halus mulai terdengar memenuhi ruangan saat Naruto menghentikan kegiatannya merasakan sesuatu yang hangat menyelimuti kepala kejantanannya dan benar saja. Kembali menengok kebawah penasaran akan apa yang dilakukan oleh Hinata, mata Naruto terbelalak lebar melihat Hinata memasukan adiknya kedalam mulut mungilnya. Dan hell! Naruto bisa merasakan lidahnya menyapu ujungnya sebelum turun kebawah menjilati urat-uratnya yang keluar dan berkedut sakit menginginkan perhatian.

Tak mau kalah, Naruto segera menurunkan celana dalam basah Hinata hingga kelututnya sebelum membombardirnya dengan kecupan basah dan jilatan singkat mengakibatkan tubuh Hinata mengelinjang kesana kemari dan sedikit melupakan tugasnya meski tangannya tetap bergerak meremas dan mengocok batang kejantanannya.

"Na-Naru, itu kotor." Tolak Hinata semakin meronta walau akhirnya bungkam karena Naruto segera mengarahkan kejantanannya pada mulut Hinata yang mendesah erotis. Memompa pinggulnya naik turun, Naruto yang dilain pihak sedang asyik menikmati cairan manis yang diproduksi Hinata tidak peduli akan geraman protes Hinata saat kejantanannya menyumpal mulutnya. Yang ada, Naruto merasakan reaksi menyenangkan saat getaran suara itu membuat kejantanannya ikut bergetar.

Merasa bahwa klimaksnya sudah berada diujung tanduk. Naruto segera menarik kejantanannya keluar membuat Hinata terbatuk-batuk karena gerakannya yang kasar. Bertumpu pada kedua sikunya, Hinata yang hendak bangun dari posisi tidurnya tiba-tiba dikejutkan oleh kedua tangan yang memenjara dikedua sisi kepalanya.

"Kau mau kemana Nee-chan? Aku belum selesai." Berbisik dengan nada rendah tepat ditelinga Hinata. Naruto dapat melihat wajah bingung Hinata yang dialamatkan kepadanya.

"Ta-tapi aku-" Dengan nada yang terbata-bata Hinata mencoba menyingkirkan tubuh Naruto yang menindih tubuh kecilnya. Namun percuma, karena sang pria tidak beranjak seinchi pun dari tempatnya.

"Bukankah Nee-chan bilang ingin menghangatkanku?" Rajuk Naruto manja menggesekan kejantanannya yang basah oleh air liur diantara gundukan kewanitaan Hinata yang menggoda. "Dan aku juga belum menghangatkanmu, Nee-chan." Gumamnya parau sebelum menghujamkan miliknya masuk memenuhi kewanitaan Hinata diiringi teriakan histeris dari Hinata yang kehilangan keperawanannya pada pemuda bernama Naru yang menjadi patner satu malamnya.

.

.

.

Menyampirkan rambut Hinata yang menutupi pipi gembilnya kebelakang telinganya. Naruto berkali-kali mengusap penuh sayang pipi merona milik Hinata yang tertidur pulas disampingnya. Jujur setelah aktivitas panas mereka yang baru berakhir jam lima pagi tadi. Naruto tidak sedetik pun memejam mata, dirinya sibuk mengamati wajah Hinata yang terlihat seperti malaikat yang sedang tidur. Ya, malaikat ciptaan Tuhan yang diberikan kepadanya seandainya Tuhan ingin membuatkannya satu.

Melirik jam kecil yang diletakan diatas nakas tepat disamping ranjang sudah menunjukan pukul tujuh pagi. Naruto yang masih enggan meninggalkan Hinata sendiri mau tidak mau beranjak pergi dari kasur setelah mencuri satu kecupan kecil dibibirnya menuju kamar mandi yang terletak diluar kamar karena desakan lahiriah yang memaksanya pergi.

Kembali dalam keadaan fresh setelah mengguyur dirinya dengan air hangat. Naruto mulai memunguti pakaiannya yang bertebaran dilantai dan memakainya satu-persatu. Mungkin sebelum berangkat ke kantor dirinya bisa mampir diapartemennya dan berganti pakaian terlebih dahulu. Mengeluarkan iPhone6-nya yang dayanya tinggal 10 persen, Naruto mengirimkan pesan pada Kakashi untuk menjemputnya didepan flat milik Hinata.

Mendadak Naruto menolehkan kepalanya kekanan dan kekiri seolah-olah sedang mencari sesuatu. Okay, lalu bagaimana caranya Naruto bisa meninggalkan informasi pada Hinata bahwa dirinya masih ingin bertemu kembali. Ah, bukan hanya bertemu mungkin karena dirinya dengan senang hati akan menagih janji yang Hinata ucapkan padanya. Mencari dompetnya untuk mengambil kartu namanya, Naruto berdecak kesal takkala mendapati bahwa dirinya tidak membawa apa-apa kecuali kartu atmnya. Sepertinya sang Namikaze harus memutar otaknya dan mencari ide yang lain.

Melihat secarik tissu yang terletak diatas tanpa pikir panjang Naruto segera mengecek laci nakas Hinata mencari apa saja yang bisa dijadikan alat tulis. Dalam usahanya yang pertama, Naruto langsung menemukan sebuah pena yang bisa digunakannya untuk menulis walaupun tintanya sedikit macet tapi setidaknya tulisan yang ditorehkannya masih bisa dibaca.

Merasa puas akan hasil kerjaannya, Naruto segera menyambar mantelnya, mengecup singkat dahi Hinata dan berbisik pelan 'sampai jumpa' sebelum bergegas pergi keluar flat takkala menerima pesan bahwa Kakashi sudah berada didepan karena kebetulan setelah tadi pagi melihat berita badai yang sudah berhenti, Kakashi segera pergi ketempat sang direktur untuk menjemputnya kembali dan flat Hinata tidak jauh dari tempat dimana dirinya meninggalkannya terakhir kali.

.

.

.

"Dan aku mengutuk siapapun yang merekomendasikan tequila yang aku minum semalam." Bangun dengan hang over parah yang membuatnya hanya bisa merintih kesakitan menenggelamkan kepalanya pada bantal yang dipakainya. Hinata yang tidak mau menyalahkan dirinya sendiri atas kecerobohan yang dilakukannya mulai mengkambinghitamkan bartender yang tidak bersalah.

Menarik selimut tipis yang sama sekali tidak membantunya untuk menghangatkan badan. Hinata kembali mencoba mengingat kejadian semalam dimana dirinya melakukan kesalahan terbesar dalam hidupnya. Semenjak tumbang diacara reuni SMA tiga tahun lalu dimana dirinya yang baru berumur 20 tahun dilegalkan untuk meneguk minuman beralkohol. Hinata berjanji untuk menjauhi minuman tersebut seumur hidupnya.

Tapi lihatlah kemarin, didorong dengan perasaan putus asa akan ujung karir yang sebentar lagi dilihatnya. Dalam perjalanan pulangnya, kaki pendek terbalut highheelsnya otomatis menuntunnya untuk mengunjungi salah satu bar kecil yang terletak tidak jauh dari kawasan tempat tinggalnya. Sesampainya disana, Hinata memesan apapun itu yang direkomendasikan oleh sang bartender yang menunaikan tugasnya dan well--dirinya menyerah setelah berhasil menghabiskan setengah gelas yang dihidangkan.

Dan dalam perjalanannya pulang keflatnya-astaga! Astaga! Bagaimana bisa dia melupakan pemuda itu? Meloncat dari kasurnya, Hinata mendapati bahwa dia hanya sendiri. Yap! Dia sendirian diatas kasurnya dalam kondisi telanjang dan acak-acakan. Gerakan tiba-tiba yang dilakoninya membuat otot-ototnya protes sehingga sedetik kemudian dirinya hanya bisa mengaduh kesakitan merasakan pegal disana-sini belum lagi bagian kewanitaannya yang terasa perih. Bahkan sekarang dirinya bisa merasakan basahnya paha bagian dalamnya saat cairan hasil bercinta mereka keluar perlahan dari liang kewanitaannya.

Hinata menggelengkan kepalanya tidak percaya bahwa dirinya melakukan one night stand dengan orang asing. Tapi que-sera-sera apa yang terjadi biarlah terjadi, mau menyesal juga nasi sudah menjadi bubur. Lagipula sepertinya sang pemuda juga tidak mempermasalahkan cinta satu malam yang mereka bina atas dasar ketertarikan fisik semata. Buktinya sekarang, dia tidak repot-repot berpamitan pada Hinata, menghilang begitu saja tanpa meninggalkan identitas yang jelas. Jadi untuk apa dia yang memikirkan masalah yang mungkin bagi pemuda tersebut hanya sekedar salam tempel saja mengingat anugrah fisik yang diterimanya dari sang Maha Kuasa.

Oh, atau mungkin pemuda tersebut hanya seorang pemuda bayaran mengingat Hinata menemukannya didistrik merah yang berada disekitar kawasan tempat tinggalnya. Jadi Hinata tidak akan kaget bila mendapati isi dompetnya berkurang dari nominal yang sebelumnya ada. Apalagi kemarin sepulang kerja dirinya sempat mengambil uang dalam jumlah yang banyak diatm saat alam bawah sadarnya mengkomporinya untuk menghabiskan malam penuh derita bersama minuman alkohol paling mahal untuk melupakan kesedihan hidupnya.

"Hachiim-" Mengusap hidungnya yang mulai basah. Hinata menjulurkan tangannya untuk meraba-raba nakas kecil yang ada disampingnya berharap bisa menemukan kertas, tissu atau kain yang bisa digunakannya untuk mengusap ingus yang mulai keluar dan bingo! Dirinya menemukan sebuah tissu yang terlipat rapi dan dengan segera menggunakannya untuk membersihkan hidungnya yang kotor.

"Demam musim dingin-" Ucapnya dengan suara serak disertai bersin-bersin yang semakin menjadi. Melempar tissu yang sudah digunakan kedalam ketong sampah, Hinata beranjak mencari ponselnya untuk menghubungi orang kantor dan meminta izin selama tiga hari untuk istirahat. Tanpa tahu bahwa apa yang dilakukannya akan menjadi kesalahan terbesar keduanya dalam kurun waktu kurang dari 24 jam.

.

.

.

TBC

.

.

.

Adegan nanggung?

Jelas, karena fanfic ini emang lebih menitikberatkan kejalan cerita daripada adegan begituan. Kalau cuma mau nulis fanfic M seperti biasa sih sudah Sho-kun bikin oneshoot atau twoshoot aja dan nggak bakal ditambahkan dengan chapter sebelumnya itu.

Nih update kilat karena beberapa hari ini sakit dan nggak bisa ngapa-ngapain jadi bisa bikin banyak. Walau tetap pendek seperti biasanya.

O ya ada kesalahan dichapter sebelumnya, seharusnya manggilnya Nee-chan bukan Nee-san tapi nggak apalah toh males ngebenerin.

Jujur pengen segera namatin satu-satu dan hiatus untuk sementara dulu.

Atau hiatus dulu baru namatin satu-satu.

Intinya Sho-kun bakal terus lanjut nulis tapi nggak janji kapan update.

With Love, Shokun.