Minseok mengaduk sup yang hampir mendidih dengan bantuan spatula di tangan kiri sementara tangan kanannya masih sibuk memegang ponsel, menempelkan benda itu di telinga kanan.

.

"Tidak, tidak. Jangan mengambil keputusan tanpa memberitahuku lebih dulu." Putusnya saat mendengar penjelasan di seberang sana.

"Aku tahu apa yang harus kulakukan. Percayalah." Ia berujar meyakinkan seraya mulai mencicipi sup yang selama beberapa puluh menit terakhir ia geluti. "Enak." Pujinya seraya tersenyum.

"Kau sedang memasak?" Suara di seberang sana terdengar.

"Tentu saja. Aku punya alasan untuk memasak." Jawab Minseok seraya memutar perlahan pengendali kompor agar nyala api meredup.

"Kuharap masakanmu layak untuk dikonsumsi."

"Kau jangan cemaskan aku, cemaskan dirimu sendiri." Minseok menjawab ketus dan hal itu membuat lawan bicaranya terkekeh pelan. Minseok tak menanggapi tawaan itu, ia memilih sesekali mengaduk supnya agar matang merata.

Sementara itu dari arah utara terlihat satu sosok yang masih berpakaian rapi masuk setelah terlebih dahulu menutup pintu di belakangnya dengan gerakan pelan. Saat matanya berhasil melihat punggung Minseok , sosok itu tersenyum seraya mulai mengendap. Ia sangat menjaga langkahnya agar tak terdengar dan tepat saat berada di belakang Minseok sosok itu segera memeluk Minseok dari belakang.

Minseok kaget, tubuhnya tersentak dan ponsel yang sejak tadi ada di tangan kanannya nyaris jatuh jika saja tak Minseok genggam kuat.

"Astaga, Lu ! Kau mengagetkanku." Minseok berteriak tertahan seraya memutuskan panggilan tanpa memberitahu lawan bicaranya terlebih dahulu sementara itu Luhan hanya terkekeh pelan.

"Aku pulang." Ujar Luhan saat Minseok berbalik menatapnya, hal itu membuat pelukan Luhan sedikit mengendur di sekitar pinggang Minseok .

"Selamat datang kembali, suamiku." Minseok tersenyum manis sebelum mengecup pipi kanan dan kiri Luhan bergantian, namun seakan tak puas dengan penyambutan Minseok barusan membuat Luhan memajukan bibirnya sekilas.

"Hanya itu saja?" Ujarnya seraya kembali mengeratkan pelukan di pinggang Minseok namun tetap menjaga jarak agar wajah mereka bisa bertatapan.

Minseok tahu apa yang suaminya maksudkan namun ia berpura-pura tak mengerti malah dengan sengaja mengalihkan pembicaraan. "Bagaimana harimu di kantor, Manager?" Dengan gerakan pelan Minseok mengendurkan lilitan dasi di kerah kemeja Luhan sebelum menarik dasi itu agar terlepas.

"Seperti biasa, membosankan tanpa dirimu." Jawab Luhan, mata pria itu terus saja menatap Minseok hingga istrinya merona seketika. "Lalu bagaimana harimu di sekolah Bu guru? Apa murid-muridmu terlalu sulit dikendalikan?" Luhan balas bertanya.

"Mereka memang sulit dikendalikan, Tapi disana letak kebahagiannya Lu ." Ujar Minseok . Tangan perempuan itu tak mau diam, dari dasi sekarang jemarinya bergerak menuju kancing jas Luhan.

"Ya. Karena kau bahagia berada di sekeliling anak kecil makanya kau bisa bertahan. Aku tahu." Luhan mengangguk beberapa kali seolah memaklumi namun Minseok tahu ucapan suaminya tadi hanya bentuk sindiran saja.

Sejak mereka menikah tiga bulan lalu Luhan memintanya untuk tetap di rumah namun Minseok menolak. Sebelum mereka bertemu Minseok memang sudah menjadi tenaga pengajar dan mendadak diminta berhenti membuat Minseok cukup keberatan, beruntung Luhan mengerti dan memaklumi apa yang diinginkan Minseok , jadilah sekarang mereka sibuk dengan dunia sendiri-sendiri. Namun walau begitu sepasang pengantin baru ini punya trik jitu agar tetap bisa menghabiskan waktu bersama.

"Sana mandi. Aku sudah menyiapkan makan malamnya." Minseok berbisik lembut saat menyadari Luhan mendekatkan wajah mereka, entah sejak kapan suaminya itu berniat menciumnya. Jika menyangkut rayuan Minseok akui suaminya paling hebat.

Luhan menggeram tertahan karena interupsi itu sebelum menatap Minseok lekat. "Sekali~ saja." Ucapan Luhan dengan suara memohon namun Minseok menggeleng. "No" ujar wanita itu pelan.

"Mandi." Tambahnya lagi menahan senyum. Minseok tahu apa jadinya jika mereka memulai ciuman, itu akan memakan waktu lama dan kemungkinan Luhan tak akan pergi ke kamar mandi.

"Baiklah." Dengan helaan napas pasrah Luhan melepaskan pelukan, berbalik lalu meninggalkan Minseok sendiri di dapur untuk pergi ke kamar mereka.

Melihat punggung Luhan yang tak bersemangat membuat Minseok semakin tersenyum manis. "Dasar keras kepala." Katanya pelan sebelum kembali menatap supnya. " Ya Tuhan! Untung tak kering." Minseok buru-buru mematikan api kompor.

.

.

Beberapa puluh menit kemudian Minseok telah menghidangkan masakannya di meja makan, ingin memanggil Luhan namun urung saat melihat pria yang mengenakan kaos biru serta celana rumahan itu menuruni anak tangga. Minseok sedikit terdiam saat melihat bagaimana rupa suaminya sekarang. Ia lebih tampan dengan baju rumahan terlebih rambutnya yang setengah basah.

Luhan tersenyum mendapati keterdiaman Minseok , pria itu terus mendekat lalu duduk di hadapan Minseok . "Sudah. Jangan mengagumiku seperti itu." Ujarnya seraya mengambil piring berisi nasi.

Minseok tersentak lalu menatap Luhan dengan tersenyum, perempuan itu ikut duduk. "Aku tidak mengangumimu." Jawab Minseok .

Luhan yang ingin mengambil sup mendadak terhenti, tangannya terdiam di udara namun matanya menatap Minseok kaget. "Apa yang…"

"Aku mencintaimu. Itu baru benar." Minseok kembali tersenyum saat melihat Luhan menghela napas lega mendengar jawabannya.

"Dasar kau ini." Luhan melanjutkan niatnya tadi dan beberapa menit kemudian mereka tampak menyantap makanan dalam diam.

Saat makanannya hampir habis Luhan mulai melirik Minseok yang duduk tenang di depannya. "Sayang." Panggil pria itu pelan yang membuat Minseok balas menatapnya. "Dua hari lagi tanggal pernikahan kita. Kau ingin apa kali ini?" Tanya Luhan.

"Pftt…" Minseok hampir menyemburkan nasi yang ada di dalam mulutnya jika saja tak cepat ia tahan, hal itu jelas membuat Luhan mengerutkan dahi.

"Kenapa? Apanya yang lucu?" Tanya Luhan seraya meletakkan sendok makan sementara mata pria itu terus menatap Minseok lekat.

"Bukan apa-apa." Minseok melambaikan tangannya beberapa kali sebelum menelan makannya susah payah. "Hanya saja kau terlihat lebih manis jika mengingat tanggal pernikahan kita." Sambung Minseok .

Mendengar itu membuat Luhan tersenyum sebentar. "Katakan, kali ini kau ingin apa dariku?" Luhan kembali menatap Minseok lekat, meneliti ekspresi yang dikeluarkan istrinya seolah tak ingin terlewat.

"Hm…" Minseok ikut meletakkan sendok makan itu lalu bertingkah seperti orang yang tengah berpikir keras untuk menjawab pertanyaan Luhan tadi. "Terserah. Asal bersamamu aku sudah puas." Akhirnya jawaban itu keluar dari mulut Minseok , membuat Luhan yang sejak tadi terdiam dibuat tersenyum karenanya.

"Kemarilah." Luhan mengisyaratkan Minseok agar mendekat dengan jemarinya dan tak butuh waktu lama Minseok beranjak dari kursi lalu menghampiri Luhan, duduk dipangkuan pria itu tanpa sungkan. "Bagaimana jika hari ini saja kuberikan hadiahnya pada istriku?" Luhan berujar bertepatan saat Minseok melingkarkan tangan di lehernya.

"Bagaimana bisa kau melakukan itu Lu? Suatu hadiah harus diberikan saat perayaan, bukan sebelum atau sesudah perayaan." Minseok mengembungkan kedua pipinya sekilas, tampak kurang setuju dengan niat Luhan tadi.

"Namun jika Luhan sudah memutuskan maka seorang Minseok pun tak akan bisa menolaknya."

Luhan berujar dengan suara pelan yang tersirat, lalu saat Minseok ingin menjawab pria itu terlebih dahulu memberikan ciuman mematikannya hingga beberapa detik kemudian hanya terdengar suara aneh di sekitar ruang makan.

.

.

Saat Luhan berhasil membawa Minseok menuju kepuasan, saat itu juga rasa lelah mereka benar-benar datang. Luhan beranjak dari atas Minseok kemudian membaringkan tubuhnya di sebelah sang istri. Deru napas yang tak beraturan semakin jelas terdengar di penjuru ruangan.

Diantara napasnya yang hampir putus Luhan menyempatkan diri menatap kesamping dan di sana istrinya belum ingin menutup mata, masih sibuk menatap langit-langit kamar mereka dengan dada yang naik-turun. Luhan tersenyum sebentar lalu memiringkan tubuhnya untuk dapat mendekap Minseok . Mendapati tingkah Luhan itu membuat Minseok ikut tersenyum dan tanpa diminta secara langsung perempuan itu balas memeluknya.

"Maaf membuatmu lelah setiap malam. Aku tahu aku sangat jahat. Sudah dipusingkan oleh muridmu di sekolah dari pagi hingga siang dan malamnya malah aku yang memusingkanmu. Maaf. Entah kenapa jika berada di dekatmu sisi monster dalam tubuhku bangkit tak terkendali." Bisik Luhan seraya mengusap punggung Minseok yang tak terlapisi apapun.

Minseok kembali tersenyum. Tangan kirinya tanpa sadar mengusap dada Luhan yang juga tak terlapisi apapun. "Siapa bilang aku dipusingkan oleh murid-muridku terlebih kau? Tapi mengenai monster sepertinya kau benar." Balas Minseok setengah menggoda Luhan.

Menanggapi ucapan istrinya Luhan tersenyum sebentar. "Bagaimana jika kau berhenti bekerja saja?" Luhan tahu ia sering meminta hal ini pada Minseok namun tetap saja ia ingin memintanya lagi.

Mendengar ucapan Luhan tadi membuat Minseok menengadah, menatap pria itu lekat. "Haruskah?" Tanya Minseok dengan suara pelan.

Luhan balas menatapnya lalu tangan pria itu mengusap rambut Minseok beberapa kali. "Aku tak ingin kau semakin lelah tapi jika kau keberatan meninggalkan pekerjaanmu maka aku tak bisa melakukan apapun." Ujar Luhan.

Minseok kembali tersenyum, lalu dengan gerakan cepat ia berhasil mengecup pipi kanan Luhan. "Kau tenang saja. Aku tak akan lelah jika harus mengurus pekerjaan terlebih mengurusmu. Aku bahagia dengan kesibukanku." Jawab Minseok .

Luhan terdiam sebentar, lalu beberapa detik kemudian pria itu tersenyum. "Baiklah. Aku tak akan memaksamu lagi." Luhan kembali memeluk Minseok namun kali ini sedikit lebih erat.

"Ya Tuhan. Lu aku tak bisa bernapas." Minseok memukul pelan punggung Luhan beberapa kali hingga pria itu tertawa kecil. Luhan mengendurkan pelukan tanpa melepasnya untuk kemudian beralih mengecup dahi Minseok lama. "Tidurlah." Bisiknya tepat di telinga kiri Minseok lalu menyanyikan lagu pengantar tidur untuk istrinya hingga Minseok benar-benar terjatuh ke alam mimpi.

.

.

Setelah sarapan bersama, memperbaiki dasi Luhan di ambang pintu bahkan mengantar pria itu ke mobil Minseok segera bersiap dan meluncur ke tempat kerjanya.

Dengan bermodal kartu pengenal Minseok berhasil masuk ke gedung bagai pencakar langit itu tanpa diperiksa lebih dulu oleh pihak keamanan yang ketat. Seolah tak ingin membuang waktu Minseok segera masuk ke dalam lift untuk sampai ke lantai teratas.

"Pagi." Sapa Minseok saat ia berhasil masuk ke salah satu ruang, dengan sembarangan ia melempar tas ke atas meja kerja dan mulai duduk di kursinya.

"Pagi. Mau Kopi?" Baekhyun menjawab pertama kali seraya menaikkan gelas kopi ke udara pertanda menawarkannya pada Minseok .

"Tidak sekarang sayang." Ujar Minseok seraya mulai fokus ke layar komputer yang ternyata sudah menyala sejak tadi, hal itu jelas membuat Baekhyun mendengus, tak ada yang pernah menolak kopi buatannya sebelum ini.

"Min. Aku sudah berhasil memperjelas gambar pada video insiden itu." Mendadak Kyungsoo menyeletuk dan jelas saja membuat Minseok mengalihkan tatapan ke meja Kyungsoo .

"Benarkah?" Minseok tanpa sungkan meninggalkan komputernya demi menghampiri meja Kyungsoo , menatap komputer rekan kerjanya dengan teliti saat menayangkan video kejadian malam minggu lalu. "Berhenti." Pinta Minseok mendadak namun seperti sudah terlatih jari telunjuk Kyungsoo mampu menuruti perintah Minseok . "Perbesar lagi." Jari telunjuk Minseok mengarah pada sosok di dalam video yang tengah bersembunyi di balik tembok pembatas.

"Belum bisa terlihat jelas jika diperbesar Min, aku sudah mencoba namun sepertinya membutuhkan sedikit waktu untuk itu." Ujar Kyungsoo seraya memutar kursi agar berhadapan dengan Minseok sementara Minseok sendiri menegakkan tubuhnya namun mata perempuan itu masih menatap layar komputer. Menatap seolah tanpa kedip sosok yang memakai topi hitam yang ada di video.

"Cari cara untuk memperjelas wajah bajingan itu." Ada sedikit nada amarah dari ucapan Minseok tadi sebelum ia beralih duduk kembali di kursinya. "Bagaimanapun caranya ia harus mendapatkan ganjaran yang setimpal dariku atas apa yang ia lakukan." Minseok menahan geram dan tampaknya menaruh dendam pada sosok asing itu.

"Punggungmu masih sakit?" Baekhyun beranjak dari kurisnya untuk mendekat lalu mengusap bahu Minseok pelan.

"Aku rutin memeriksakannya ke dokter pribadi, beruntung suamiku tak curiga. Kalian tahu sendiri bagaimana cerewetnya dia jika menemukan satu luka saja di tubuhku." Ujar Minseok seraya mengusap punggungnya dari balik pakaian.

"Oh Tuhan. Lihat bagaimana caramu membicarakan pria itu." Baekhyun mendorong bahu Minseok pelan seraya menatapnya tajam sementara Kyungsoo menahan senyum dari balik komputer. "Katakan. Hal konyol apa lagi yang kalian persiapkan untuk perayaan ulangtahun pernikahan kalian yang baru seumur jagung ini?" Baekhyun menatap Minseok dengan tatapan mengejeknya.

"Perayaan? Aku juga bingung harus melakukan apa untuk kali ini." Minseok sedikit berpikir. "Lebih baik kau cari dan sarankan untukku bagaimana harus melewati tanggal pernikahanku bulan ini." Minseok yang malas berpikir mulai memerintah lagi seraya kembali menatap layar komputernya.

"Apa? Aku yang harus mencari ide sementara kau menghabiskan waktu berdua dengan suamimu? Enak saja kau." Baekhyun mendengus lalu mulai beranjak meninggalkan meja Minseok .

Bukannya tersinggung, Minseok malah menahan tawa mendapati ucapan pedas Baekhyun tadi.

"Lagipula kau sadarlah, sudah dewasa namun kelakuan seperti anak kecil. Ulang tahun itu dirayakan satu kali setiap tahun, bukan setiap bulan." Kembali gadis itu berujar saat berhasil duduk di kursinya.

"Baiklah. Jika begitu aku ralat, namanya ulang bulan pernikahanku." Putus Minseok .

Kyungsoo yang sejak tadi tak ingin bergabung terus saja menahan senyumnya namun mata gadis itu tak lepas dari layar komputer. Tangannya yang terampil serta otaknya yang memang pintar membuat gadis berkaca mata itu jarang terlibat perdebatan dengan dua rekan kerjanya, ia lebih memilih fokus bekerja tanpa banyak bicara.

Tak lama ketukan di balik pintu ruangan mereka terdengar, lalu masuk satu gadis bernama Yixing yang tengah membawa berkas ke meja Minseok .

"Lagi?" Tanya Minseok seraya mulai menatap berkas yang sudah tergeletak cantik di mejanya.

"Ya. Sepertinya malam ini. Kakak bisa?" Yixing bertanya untuk memastikan.

"Baiklah, aku akan mencobanya." Minseok mengangguk singkat sebelum membuka salah satu berkas itu.

Yixing tersenyum sebentar lalu menatap Baekhyun dan Kyungsoo bergantian. "Siapa yang bertanggung jawab untuk kelas B hari ini?"

"Minseok ." Jawab Baekhyun namun matanya terus menatap layar komputer seolah benar-benar sibuk dengan benda elektronik di depannya.

"Apa? Aku?" Minseok gagal membaca berkas tersebut karena jawaban Eunyuk tadi dan memilih menatap menatap Baekhyun tak percaya.

"Kau sejak kemarin terus menolak masuk Min, sekarang kau tak bisa lagi menghindar." Baekhyun kembali menjawab, kali ini jemarinya sibuk dengankeyboard.

"Lagipula kelas B tak menyusahkan seperti kelas lain Min, cobalah." Mendadak Kyungsoo membuka suara.

Minseok menghela napas sebelum mengangguk, entah kenapa Minseok percaya semua penjelasan jika itu berasal dari mulut Kyungsoo . "Baiklah." Minseok menyandarkan punggungnya pertanda mengalah. "Tampaknya hari ini jadwalku padat." Bisiknya entah pada siapa.

"Baca berkasnya sungguh-sungguh Kak.Jangan gagal seperti kejadian minggu lalu." Yixing berujar seraya menepuk pelan bahu Minseok , lalu selanjutnya gadis itu memilih pergi dari ruangan.

Minseok memikirkan ucapan Yixing tadi dan membuatnya lama terdiam seraya menerawang, membuat ruang yang ditempati tiga orang itu hening sejenak.

"Sebaiknya kuberitahu suamiku dulu." Buru-buru Minseok membuka tasnya untuk mengambil ponsel, kemudian seakan tak melihat tatapan horor Baekhyun di seberang mejanya Minseok mulai menghubungi nomor ponsel Luhan.

"Sayang." Minseok segera berujar manja saat panggilannya terhubung.

"Hm? Merindukanku?" Suara rendah Luhan terdengar di seberang sana.

Minseok menahan senyum lalu kembali bersuara. "Maaf. Tampaknya hari ini aku pulang terlambat. Ada perayaan di sekolah jadi semua pengajar harus ikut. Aku ingin menghindar namun sepertinya tak bisa." Minseok menjelaskan dan berharap Luhan bisa mengerti.

"Tak masalah. Lagipula beberapa bulan ini kau terus bersamaku, pergilah bersenang-senang, bagaimanapun kau harus bergaul." Jawab Luhan.

Minseok kembali tersenyum, merasa Luhan benar-benar sudah berada di bawah kendalinya hingga membuat pria itu menuruti apa yang dia mau. "Baiklah. Jika begitu sampai jumpa nanti malam."

"Hm." Jawab Luhan seadanya lalu tak lama panggilan terputus. Minseok meletakkan kembali ponsel itu ke dalam tas dan sedikit bersenandung tak jelas saat menatap layar komputer.

"Kau sepertinya begitu peduli pada warga sipil itu." Baekhyun menyindir.

"Warga sipil itu suamiku Byun." Jawab Minseok tanpa mengalihkan tatapannya dari layar komputer.

"Begitu? Atau jangan-jangan kau mulai bermain api dengan warga sipil yang sekarang kau sebut suami itu." Baekhyun kembali berujar, terus-terusan memojokkan Minseok karena memang orang yang pertama kali tak menyetujui pernikahan mendadak Minseok tiga bulan lalu adalah Baekhyun .

Minseok terdiam sebentar, jemarinya yang ampir menari di atas keyboard ikut berhenti. Minseok tampak memikirkan sindiran Baekhyun tadi dan Kyungsoo menangkap jelas raut bingung Minseok dari mejanya.

"Kau bercinta sungguhan dengannya?" Mendadak pertanyaan frontal itu terdengar dari mulut Kyungsoo yang membuat Minseok tersentak kaget.

"Itu…"

"Sudah jelas Kyung. . Kau lihat bagaimana setiap hari dia mati-matian menyembunyikan lehernya dengan kerah tinggi itu." Baekhyun menunjuk kerah kemeja yang menutupi leher Minseok dengan sempurna dan sekali lagi Minseok terdiam salah tingkah.

"Ya~ walau kau benar-benar melakukannya aku tak bisa melarang, bagaimanapun kalian sudah menikah dan akan memancing kecurigaan suamimu jika kau tak melayaninya, namun…" Kyungsoo menghentikan ucapannya lalu menatap Minseok lekat. "Kau tak boleh mencintainya jika ingin selamat. Akan sangat menyakitkan jika mendadak kau menghilang dari sisinya."

"Skak mat." Baekhyun menyeringai kearah Minseok yang terus terdiam, ia benar-benar menyetujui ucapan Kyungsoo barusan. "Lagipula kenapa harus menikahi orang asing yang bahkan baru sebulan kau kenal?" Baekhyun kembali menanyakan hal yang empat bulan ini menganggu pikirannya. Ia mengenal Minseok sejak mereka berada di akademi dan sekarang Minseok berubah semenjak bertemu pria asing itu.

"Karena apa lagi? Aku ingin menutup kecurigaan orang-orang mengenai kita dengan menjalankan kehidupan normal." Jawab Minseok .

"Oh ayolah. Kau bukan orang yang memusingkan perkataan orang lain." Ejek Baekhyun lagi.

"Berhenti memojokkanku Baek!" Minseok mulai kehabisan pertahanan diri hingga ucapan nada tingginya keluar.

Baekhyun yang kaget mendengar bentakan itu segera membungkam mulut lalu matanya sok sibuk menatap layar komputer.

"Cukup carikan rencana untuk perayaan tiga bulan pernikahanku." Kembali Minseok memerintah dan dengan cepat Baekhyun menjalankannya. "Aish!" Minseok menggeram tertahan sebelum kembali menatap layar komputer dan mendadak ruangan mereka hening, hanya terdengar suara tombol keyboard yang ditekan brutal oleh Minseok .

Tanpa dua orang itu sadari, Kyungsoo dari mejanya terus saja memperhatikan Minseok , matanya memicing di balik kaca mata transparan yang ia kenakan lalu beberapa detik kemudian ia memilih kembali menatap layar komputernya.

.

.

Luhan merubah posisi tidur menjadi menyamping, lalu beberapa detik kemudian terlentang menatap langit-langit kamarnya yang suram. Lama pria itu terdiam sebelum beranjak bangkit dan menyalakan lampu tidur di sisi kanan ranjang.

Luhan melirik jam dinding yang telah menunjukkan pukul setengah dua belas, hampir tengah malam dan istrinya belum pulang. Luhan mendadak cemas, belum lagi ponsel istrinya yang tak bisa dihubungi sejak pukul tujuh tadi. Luhan tak tahu harus mencari istrinya dimana selain menunggu di rumah. Jujur Luhan tak bisa tidur jika istrinya tersebut belum kembali, perasaan tak tenang mendadak menyeruak kepermukaan seolah menggerogotinya dengan ganas.

Lama Luhan berdiam diri dalam keheningan kamar sebelum samar-samar ia mendengar pintu utama terbuka. Luhan mengerutkan dahi lalu pikirannya tertuju pada Minseok . Tampaknya sang istri yang dinanti sudah pulang, mendapati pemikiran itu membuat Luhan tersenyum sebelum kembali berbaring di atas kasur. Luhan ingin berpura-pura tidur hingga nanti Minseok masuk, lalu setelahnya Luhan akan mengejutkan perempuan itu.

Beberapa menit menunggu Luhan mendengar pintu kamarnya terbuka pelan diikuti derap langkah kecil mendekat ke arah ranjang, lebih tepatnya lemari besar mereka. Luhan menahan senyum masih memejamkan mata sebelum ia mendengar pintu lemari terbuka. Dengan perlahan Luhan bangun dan terduduk di ranjang tanpa menimbulkan suara, ia memperhatikan Minseok yang memunggunginya seraya melepaskan mantel. Luhan ingin menyapa perempuan itu namun urung saat melihat pakaian apa yang dikenakan Minseok di balik mantelnya.

Lingerie.

Mata Luhan membulat hebat, pikirannya mulai menjelajah entah kemana melihat dandanan Minseok tengah malam ini. Pesta apa yang dihadiri istrinya hingga harus mengenakan pakaian minim tersebut.

"Kenapa kau mengenakan lingerie?"

"Astaga!" Minseok terperanjat lalu berbalik untuk menatap kearah ranjang. "Kau mengagetkanku." Minseok bernapas lega saat benar-benar mendapati Luhan terduduk di sana.

"Aku tanya kenapa kau mengenakan lingerie?" Luhan menyingkap selimutnya lalu beranjak turun demi menghampiri Minseok . "Pesta apa yang kau dan teman-teman pengajarmu buat hingga kau harus mengenakan pakaian ini?" Mata Luhan menatap Minseok tajam saat mereka berhadapan, tatapan itu seakan ingin memakan Minseok bulat-bulat.

"Ini…" Minseok gugup dan tanpa sadar mengepalkan tangannya kuat, otaknya dengan cepat memikirkan jawaban yang logis untuk Luhan agar pria itu tak mengamuk.

"Jawab aku Minseok !" Luhan kali ini berteriak menandakan bagaimana tak sabarannya ia dengan penjelasan Minseok .

TBC