Present

KaiChen

B-A-I-T-S

(White Love)

.

.

.

This is pure from my own imagination. Do Not Copy-Paste, or remake without my permission. Understand?

.

.

.

Hanya sebuah kisah mereka yang sering bertemu untuk memancing, tanpa sadar... hati mereka juga ikut terkait satu sama lain.

.

Chapter 3 : Should we said like 'it was our beginning'?

Jongdae merengut sepanjang jalan menuju apatemennya. Kyungsoo jelek itu terus saja mencemoohnya dengan "Tuan Kim, kita akan menjadi saudara ipar!" atau, "Astaga, beruntungnya kau dapat manusia penuh modal seperti Kim Jongin!"

Ya Tuhan. Apa sih mau anak ini?

"KimJong, KimJong.. Kalian berjodoh! Aish, aku jadi gemas sendiri." si mata bulat itu membeo dengan girang, meloncat-loncat dari aspal kembali ke trotoar. Warga domestik Los Angeles melihatnya sambil mengernyit, Is those guys was mad? Jongdae jadi malu. Kyungsoo itu manusia paling tidak berperikemanusiaan setelah ibunya, dan pasti sahabat nya yang secara tidak langsung Jongdae katakan kalau dia sakit jiwa itu akan mengadu. Parahnya, semua alat pancingnya akan disita.

"Can you stop it?! Kau berisik!" Jongdae menggerutu sedemikian rupa, dan Kyungsoo malah makin menertawainya.

"I would, but i can't. Jongin itu tampan, kurang apa?"

"Dia menyebalkan!" Jongdae menjambak kupluk abu-abunya frustasi, ingin rasanya menenggelamkan kedua matanya agar kepalanya terbentur tiang listrik sekalian. Kyungsoo malah berdecak lidah, "Kau berlebihan sekali."

Dua anak itu terus berjalan, ini hampir siang hari dan terasa sangat suram lantaran langit California dimusim gugur, cuacanya sangat buruk untuk semua orang. Walaupun tak dapat dipungkiri Jongdae akan sangat senang menghabiskan waktu natalnya dengan bergelung dalam selimut tebal miliknya ketimbang berkumpul dikedai Baekhyun untuk memenuhi reuni kawan lama. Mereka sudah tiba digedung apatemen milik Jongdae, Kyungsoo menyusul dengan lari-lari kecil yang menggemaskan. Pegawai kebersihan menyapa mereka tetapi Kyungsoo harus mewakili balasan ramah—tentu saja mood Jongdae sedang sangat buruk hanya untuk sekedar membalas senyum. Ting menandakan pintu lift terbuka setelah Jongdae menekan tombol dimana 'rumah'nya berada. Mereka berdua larut dalam suasana hening, hati Jongdae masih dongkol rasanya.

Kyungsoo merengut, "Kau bahkan melupakan aku tapi tidak dengan itu!" telunjuknya terangkat, mengarah kepada tas dan peralatan pancing yang Jongdae bawa. Jongdae mendengus, merasa pertanyaan sahabatnya tak perlu untuk dijawab.

"Tuhkan!"

Ting!

Jongdae benar-benar mengacuhkan Kyungsoo, bahkan mereka sudah berdiri didepan pintu tempat Jongdae.

"KimJong!"

"..."

Tok-Tok-Tok

"Kim Jongdae!"

Tok-Tok-Tok

"Ya! Jongdae!"

Tok-Tok-Tok

Kyungsoo menghentakkan kedua kakinya secara bergantian, Jongdae mengabaikan setiap teriakan lantangnya yang menghabiskan suara indah berharganya itu. Anak itu terus mengetuk pintu, menganggap seolah Kyungsoo tak ada. Tetangga sebelah pintu temannya itu menatap aneh kearah mereka berdua.

Setelah itu seorang wanita membukakan pintu, Jongdae langsung masuk tanpa memberikan salam. Ibunya menggerutu sebal, "Ya! Dasar anak tidak sopan! Kemari kau!" Kyungsoo juga ingin berteriak, tapi ia urungkan saat mendengar gebrakan pintu kamar Jongdae. Okay, temannya benar-benar mengamuk. Mrs. Kim menatap penuh curiga pada Kyungsoo, kedua mata bulatnya melebar dan ia hampir saja lari dari posisi bekunya. "Ada apa dengan anakku?"

"..."

"Kau apakan anakku?"

"..."

Ibunya tidak segalak ini, demi apapun. Bagaimana Jongdae bisa tahan dengan Mrs. Kim? Kyungsoo selalu bertanya-tanya dalam hati, kadang juga ia curahkan saat bermain ke kedai Baekhyun. Disaat lenggang teman cantiknya itu akan menyiapkan telinga, dan mengomel setelahnya karena merasa Kyungsoo terlalu ikut campur dalam urusan orang lain.

"Kyungsoo?"

"Eum, Aunty Kim—"

Wanita itu sudah siap mendengarkan penjelasan Kyungsoo, "Aku pamit pulang."

Anak itu langsung lari kearah lift. Membuat kedua mata wanita tua itu melebar kaget, "YA! Kyungsoo! Kembali kau!" ia mencak-mencak didepan pintu. Kyungsoo dengan gemetar langsung memencet tombol turun semampunya. Berhadapan dengan Jongdae yang sedang marah tak ada apa-apanya dengan Mrs. Kim yang akan mengomelinya. Kyungsoo sangat hapal, mereka berteman sudah lama.

.

.

.

.

Untuk pertama kalinya dalam hidup seorang Kim Jongdae, ia sangat malas memancing. Untuk pertama kalinya juga, ia merasa malas menerobos salju yang turun dengan kabut dihari pertama. Ia benar-benar tidak pernah mengunjungi pesisir walaupun ingin. Dan disaat seperti ini, Kyungsoo malah memaksanya untuk keluar dengan alasan teman-teman lama tengah berkumpul. Seperti yang temannya itu jelaskan melalui ponsel kalau ia akan mengajak Kim Minseok juga. Itu kekasih Do Kyungsoo, siapa lagi? Dan Kim Minseok itu sepupu Kim Jongin, jadi pastinya takkan jauh-jauh dari pemuda tan maniak gila itu kan?

Jongdae malas membahas ini sebenarnya. Ia hendak menolak, namun semua terlambat. Kyungsoo yang sedang menelponnya ternyata sudah berdiri dengan menggandeng mesra lengan kekasihnya didepan pintu apartemen Jongdae. Jongdae ingin sekali berteriak saat mendapati sosok itu dari balik lubang pintunya. Namun ibunya yang cerewet sudah terlanjur berteriak.

Ia membuka kenop pintu, memutarnya dengan malas. Kyungsoo tampak berseri-seri, Jongdae melihat semuanya karena acara mengintipnya tadi memergoki kegiatan tidak senonoh pasangan sok romantis itu—saling mengecup-ngecup pipi pasangannya. Eww..

Kyungsoo melebarkan kedua matanya seperti biasa, menatap Jongdae penuh tanya. "Kau belum bersiap?"

"Aku kan tidak bilang ingin ikut."

"Tapi kan aku sudah menelponmu tadi. Aku dan Minseok hyung juga sudah menunggu hampir sepuluh menit didepan pintu cantikmu itu."

"Apa aku perlu peduli?"

Kyungsoo hendak menjawab, Jongdae lagi-lagi membuat tensinya naik, Jongdae juga sudah menyiapkan segalanya kalau-kalau anak didepannya itu akan mengamuk dan kekasih tercintanya itu sudah pasti membela. Namun teriakan kedua dari ibunya membuat Jongdae mengumpat, ibunya sungguh tak tahu situasi. Lagi-lagi, ia menyuruh Jongdae untuk keluar. Dengan terang-terangan bilang untuk manfaatkan waktu dimusim dingin selain tidur seperti olahraga dan cari udara segar. Ia membuang nafas berharganya dengan kesal, "Baik, aku ikut!"

.

.

.

.

Acara kumpul kawan lama diawal musim dingin membuat Jongdae merasa benar-benar payah. Oke, ia memang tidak peduli dengan status lajangnya, namun hampir semua temannya sudah menikah. Ia berpikir kalau dunia sudah mulai tidak waras. Enam sekawanan lamanya ternyata menikahi laki-laki juga!

Tidak usah jauh-jauh, Kyungsoo memang kekasih Minseok, Baekhyun sendiri sudah bertunangan dengan si primadona tampan seperti Luhan. Lalu Sehun dan Zitao atau siapalah itu yang akan melaksanakan acaranya minggu depan, Kris yang sibuk menciumi pipi suaminya dengan mesra—lelaki Park kesayangannya. Juga Jumyeon bodoh yang punya selera menyukai pecinan macam Sehun. Siapa namanya? Zhang? Atau Yixing?

Masa bodoh dengan semuanya. Jongdae menekuk wajahnya yang kata Kris semakin imut setelah lama tak bertemu itu. Katanya kumpul dengan kawan lama, tapi ini lebih mencondong ke menonton lovey dovey punya kawan lama! Ya Tuhan.

Jongdae yang satu-satunya tak punya pasangan, ia diabaikan sejak ia menapakkan kakinya dikedai Baekhyun. Hiasan ala menyambut natal, dan makanan manis membuat Jongdae mual. Rasanya tidur dirumah akan jauh lebih baik daripada ikut kemari. Ia mengambil minum karena iseng, sambil melihat-lihat apakah setidaknya disediakan salad dimeja jamu atau tidak. Jongdae berusaha tak mempedulikan suara tawa gurih teman-temannya yang asik nostalgia karena akan membuat mood yang akhir-akhir ini ia tata hancur saat itu juga.

Ia mengumpat, disitu disediakan mangkuk salad, ya.. mangkuk salad dan hanya disisakan sausnya saja. Saladnya habis. Sial sekali. Jongdae benar-benar akan muntah sepertinya. Ia sangat benci makanan manis, rasanya perutnya bergejolak saat yang ia dapati dimeja hanya tersisa cupcake-cupcake motif natal. Merah-putih, dan santaclaus. Juga, ada rusa. Huh. Jongdae mendengus sekali lagi karena ia baru sadar kenapa semua jamuannya diberikan makanan manis berlebihan itu. Baekhyun pernah bercerita tentang Luhan dan suatu hari ia tahu kalau Luhan sangat suka dengan rusa dan punya satu di pekarangan rumahnya. Dan hal lain, Luhan itu suka manis.

Jongdae hanya pasrah dengan sajian cappuchino panas yang mengepulkan uapnya menabrak permukaan kulitnya sendiri. Tiba-tiba seseorang berdiri dan bersandar dimeja yang sama, tempat Jongdae merenung. "Kau bosan?"

Orang itu bertanya, Jongdae sendiri tak mau langsung menanggapinya. Ia pura-pura melamun, seolah-olah terlalu menghayati cappuchino dicangkir kecilnya. Jongin tersenyum, "Kau mendengarku?"

Kali ini Jongdae menoleh, "Tentu saja, aku punya telinga."

"Lalu kenapa kau tidak langsung menjawabnya?"

"Karena aku enggan."

"Kenapa kau enggan? Apa ada yang salah?"

Jongdae menoleh, dahinya mengerut. "Apa aku harus menjawab yang itu juga?"

Jongin tertawa, tertawa sangat lepas, namun tak melepaskan kesan bagus dari dirinya. Jongdae menatapnya berbeda, "Tentu saja."

Tanpa sadar, ia sudah terlanjur mengalihkan wajahnya, menatap kearah lain yang lebih masuk akal untuk dirinya. Jantungnya berdegub aneh, jadi Jongdae tidak mau melangkah lebih jauh. "Kenapa?" Jongin bertanya lagi. Ia merasa kalau orang disebelahnya ini ingin menghindar, Jongdae hanya menggeleng dan bergumam, "Nothing."

Jongdae menghabiskan sisa dicangkirnya dengan cepat-cepat, ia meletakkan gelasnya dimeja, berlagak seolah tidak terjadi apa-apa. Dengan santai, Jongdae akan melangkah. Namun, gerakkannya terhenti, sebuah tangan menahan pergerakan lengannya yang ingin menjauh. Walaupun berbatas kain, walaupun mereka tak menyentuh secara langsung, namun debaran itu semakin besar tercipta didada Jongdae. Batinnya berkonflik sendiri. "Kau mau kemana?"

Lelaki dibelakangnya bertanya, seolah Jongdae takkan hadir didepannya lagi. Tangannya masih memegang erat lengan kecil Jongdae. Ia hendak menampik si kurang ajar itu, namun ia tidak bisa. Malah Jongdae hanya diam saja.

"Kenapa diam saja? Answer me!"

Ia tersentak sendiri, saat merasakan Jongin membalik tubuhnya dengan kasar. Ia meringis, dan Jongin merasa harus melakukan ini. Teman-temannya sibuk dengan obrolan hangat juga pegangan kekasih masing-masing, hingga tak menyadari kalau Jongdae diseret paksa oleh Jongin menuju lorong kearah toilet dalam kedai Baekhyun. "Lepas!" saat itu juga Jongdae menyerukan penolakan, saat itu juga tubuh kecilnya terhempas kedinding. Namun ia tak merasakan benturan apapun karena kedua lengan Jonginnya lah yang menghadang. Lelaki itu memeluknya secara tak langsung. Membuat Jongdae merinding sendiri dan merasa takut.

Semuanya tak bisa diprediksi, tiba-tiba saja bibir tebal itu sudah memakan bibirnya. Memaksanya untuk terbuka, namun Jongdae tidak mau. Rasanya ia ingin menangis, sungguh. Ia mendorong Jongin, keduanya terlepas dari posisi itu. Kedua matanya memerah. "What the hell are you doing?!"

"I just give you my lips, Kim!"

Jongin mendekat lagi. Merapat lagi, dan melingkarkan kedua lengannya dibalik tubuh Jongdae untuk kesekian kali. "Bodoh!" bisiknya. Membuat Jongdae menatapnya bingung sekaligus tidak terima. "Apa katamu?" tanyanya dengan nada tak bersahabat.

"Kau bodoh! Kau tidak pernah berubah!"

"Beri tahu saja, apa maumu!" Jongdae memukul-mukul dada yang lebih tinggi lantaran kesal.

"Aku menyukaimu bodoh. Ya Tuhan! Demi apapun bagaimana aku bisa menyukai manusia tidak peka yang hanya peduli dengan ikan sepertimu?!" Jongin memekik dengan keras. Menyuarakan segala yang ia rasakan selama ini. Ia mengatai seolah Jongdae adalah manusia paling bodoh di dunia, padahal ia hanya ingin menjelaskan kalau dirinya bahkan lebih bodoh dari itu.

"W-what?" Jongdae baru bisa mencerna semuanya.

"Kim Jongdae, aku menyukaimu."

Sekali lagi Jongin menempelkan bibirnya itu diatas milik Jongdae. Mengajaknya menari dengan lumatan-lumatan yang berhasil menciptakan sengatan-sengatan tersendiri. Kedua tangan Jongdae merangkak kearah leher pemuda itu, seiring dengan sentuhan lembut yang meraba-raba pinggangnya dari luar sweaternya. Tubuhnya semakin terhimpit kearah dinding.

Sekali lagi, Jongin melepaskan ciumannya.

"Be ma boy.."

.

.

.

.

Kyungsoo menepuk-nepuk pundak Minseok yang tengah asik mengobrol dengan pasangan Luhan dan Baekhyun, Minseok terasa terganggu dan sungkan juga, namun ia menuruti apa mau kekasihnya. "Kenapa?"

Bukannya menjelaskan, ia malah sibuk terpaku pada sesuatu. Minseok mengernyit bingung, apa yang membuat kekasihnya sampai menatap seperti itu? Ia akhirnya mengikuti arah pandang Kyungsoo menggunakan sudutnya sendiri. Okay, memang ini sungguh mengejutkan. Ia tercengang.

Kim Jongin, bergandengan tangan dengan Kim Jongdae?

Minseok ikut menatap dua orang itu sedemikian rupa seperti Kyungsoo. Teman-teman yang lain bingung, namun sama-sama kaget juga. Jongin seperti habis mengajak Jongdae dari suatu tempat, tapi kenapa setelahnya mereka jadi aneh begitu? Semua orang-orang bertanya dan bergelut dengan pikiran masing-masing. Baekhyun yang tadinya sibuk bermanja dengan Luhan jadi kesal sendiri. Dua orang itu ikut dalam ruang lingkup sepuluh orang didepannya.

"Boleh kami bergabung?"

"Apa kami ketinggalan sesuatu?"

Bukannya menjawab, Minseok malah menyanggah pertanyaan sepupunya tadi. "Kalian tidak tertinggal akan apapun."

"Lalu itu apa?" Kali ini Luhan angkat bicara, kedua tangannya ia lipat didada, dagunya mengangkat dan mengarah kepada tangan yang saling menaut itu.

Jongin tersenyum, ia menatap sebentar kearah Jongdae yang menundukkan kepalanya. Semburat merah samar dikulit pucatnya, ia ingin tertawa. "Ini?"

"..."

"Kim Jongdae, ia kekasihku."

.

.

.

.

"Be ma boy..."

"Yes, i do..."

.

.

.

.

Few months later...

Jongin menatap tingkah kekasihnya, ia ingin menumpahkan tawanya saat itu juga namun ia urungkan daripada Jongdae mengamuk lagi seperti minggu lalu. Jongin berjanji untuk menemuinya demi makan malam berdua, niatnya langsung menjemput Jongdae dari tempat kerja, namun rapat mendadak membuatnya tak sempat. Juga tidak sempat memberitahu kekasihnya. Ia mencarinya tadi, bertanya pada penjaga perusahaan surat kabar dan mereka bilang kalau pegawai sudah pulang semua. Ia ingin sekali langsung ke apartemen Jongdae, namun ia merasa kalau anak itu tidak disana.

Jongdae ternyata berada ditaman kota seperti dugaannya. Anak itu merajuk sambil memakan icecream nya kasar. Jongin terkekeh, akhirnya ia mengejutkan Jongdae. Pemuda itu menutupkan telapaknya pada mata Jongdae. "Ya! Siapa ini?!"

Jongin cekikikkan sendiri. Membuat kening Jongdae berkerut, bibirnya makin maju. "Aku tahu itu kau, dan aku benci padamu. Jadi, enyahlah!"

Jongin melepaskan kedua tangannya, ia duduk diruang kosong pada bangku yang kekasihnya duduki, Jongin tertawa dengan renyah. Jongdae membuang mukanya, "Kau merajuk?"

"Menurutmu?"

"I'm sorry.."

"Tidak kali ini, kau sudah berkali-kali berjanji Jongin!"

"Tapi tadi ada rapat mendadak."

"Yasudah sana, pacaran saja dengan rapat tersayangmu!"

Jongin merasa maklum dengan sikap cerewet Jongdae, jadi dia diam saja. Namun tindakannya memeluk erat pinggang dan bersandar pada bahu Jongdae membuat anak itu berdebar sendiri. "Kau tahu, kau adalah manusia paling tidak peka yang pernah aku kenal."

Jongdae mendengus, "Huh, apa maksudmu?"

"Ya karena kau terlalu cuek, aku jadi menyukaimu."

Jongdae tidak mau menanggapi Jongin karena lelaki itu akan sangat senang, jadinya ia hanya diam saja. Wajahnya memang merengut, namun jangan tanyakan apa yang terjadi dengan jantungnya yang berkontraksi penuh. Jongin mengecup kilat pipinya, "Kalau aku pacaran dengan rapat dan kantorku, nanti siapa yang aku ciumi?"

"Cium saja temboknya."

"Kau tega membiarkanku mencium tembok?"

"Tentu saja." Entah kenapa ia tertawa, Jongin merengek padanya. Ia bisa membayangkan bagaimana menyeramkan wajah kekasihnya itu kalau sedang sok imut. Jauh dari kata adorable pastinya. Jongin mengeratkan pelukannya.

"Huh, kau jahat!"

Jongin menciumi belakang telinga kekasihnya, Jongdae terkikik geli. "Jongin, stop!"

"Bagaimana bisa aku menerimamu saat itu?" Jongdae mengetes Jongin dengan pertanyaan anehnya, sebenarnya menjurus pada ejekan. Ironi sekali.

"Karena aku yakin kalau kau tahu tentang perasaanku padamu setahun terakhir ini melalui batin kita."

"Melankolis."

"Biarkan saja." Jongin mengecup pipinya lagi. "Kau ingat kata Kyungsoo?"

"Yang mana?"

"Tentang kita yang berjodoh."

Jongdae terkikik, "Aku ingat." Tangannya merapat pada lengan Jongin. "Jadi kalau menikah tidak perlu repot-repot merubah marga."

Keduanya tertawa, menikmati malam dibawah langit musim semi Los Angeles.

.

.

.

.

END

.

.

Udah tau kan siapa ukenya? Sedikit aja, terimakasih buat semua yang udah review. Ini hanya ff request dari sahabat, jadi seperti tak ada harapan untuk panjang-panjang banget. Maaf yang udah nunggu eonni ngaret bangett T-T gapapa kan ya? Hehe, yang penting gak putus ditengah jalan..

Thanks to:

[AlexandriaLexie] [Miyuk] [HyuieYunnie] [VeAmilla] [kimtams] [JungJin] [asdfghjklKaiHun] [KimDaeyu] [Rikanagisa] [mashuang] [PrinceChangsa] [HamsterXiumin] [cheni] [jasminejas]

Especially, this fanfict is belong to me—for my friend kimtams.

Want to give me some reviews again?