"Mou, onii-chan! Chotto!"

"Kejar aku kalau kau bisa, Himawari~!"

Seorang wanita berambut biru tersenyum kecil melihat kelakuan kedua anaknya. Sedangkan sang suami, tertidur lelap di pangkuannya. Ditambah dengan cuaca yang mendukung, hari ini memang waktu yang tepat untuk menikmati hari kosong dengan berada di luar desa.

Jari-jemarinya menari di helaian rambut pirang sang pria dua anak tersebut. Sebuah senyuman lembut terajut diwajahnya, mengingat kenangan masa lalu.

"Nee, Okaa-san."

Pandangannya beralih kedua anaknya tersebut. "Ada apa, Boruto-kun?" Tanyanya halus kepada sang kakak, Uzumaki Boruto. Sang bocah berambut pirang itu menunduk malu sambil menggaruk pipinya, entah oleh apa.

"Onii-chan dan Himawari-chan penasaran dengan masa muda okaa-san dan otou-san~!" Kicau sang adik, Uzumari Himawari, membeberkan isi hati kakaknya yang tsundere-wannabe.

Hinata mengedipkan matanya bingung sebelum sedikit memerah, menyadari maksud dari pasangan adik-kakak tersebut. "Baiklah... Kalian mau dimulai dari mana?"

"Sejak masa kecil Otou-san yang membuat Okaa-san suka dengan Otou-san!"

Dan kedua bocah itu terlalu polos untuk mengetahui arti dari rona merah di wajah ibunda tercinta mereka.


Masa Lalu dan Masa Sekarang
By : Chained Feathers

.

.

Genre :
Family and Romance

.

.

Disclaimer :
Naruto Owned by Masashi Kishimoto

.

.

Warning(s) :
First Story, Typos, OOC, Head-canon, DLL

.

.

Author Note : Hajimemashita! Boku wa Chained Feathers desu, yoroshiku onegaishimasu~ Jujur, saya agak deg-degan saat membuat fic ini berhubung ini adalah fic pertama saya. Selamat membaca, readers-san~! ^^)


Third POV

"Ayahmu dulu... sama seperti dirimu, Boruto-kun," Hinata menutup matanya sesaat, mengingat kejadian-kejadian minor-tapi-bikin-gempor ala Naruto. "Menjahili penduduk lain, mencoret-coret patung wajah para hokage, dan lain-lain. Bahkan Okaa-san tidak bisa menghitung seberapa banyak kekacauan yang dibuatnya."

Boruto mengangguk-angguk mengerti. Well, like father, like son. "Tapi kenapa ayah melakukannya? Kukira ayah selalu easy-going dan cuek dengan komentar orang lain karena kebiasaannya dari kecil." Tanyanya sambil mengernyitkan dahi.

Hinata mengacak-acak pelan rambut sang not-so carbon copy Naruto. "Itu karena ayah meminta perhatian, sama sepertimu. Bedanya, ayahmu itu meminta tidak hanya ke satu orang saja, tapi semua."

"Semua?"

Dia mengangguk. Sedikit perih memang mengingat hal ini, tapi inilah yang membuat dirinya menyukai Naruto. "Kau tahu bukan, didalam tubuh Otou-san kalian ada Kurama-san? Ditambah orang tuanya sudah meninggal dari kecil, seluruh penduduk Konohagakure mengucilkan Otou-san."

Himawari dan Boruto terdiam mendengar masa lalu kelam ayahnya. Terutama Boruto, dia mulai mengerti penderitaan sang ayah yang jauh lebih berat dibandingkan dirinya. "Lalu? Kenapa Okaa-san bisa menyukai Otou-san? Atau malah sebaliknya?" Tanya Himawari.

"I-itu karena..." Hinata berusaha mencari kata-kata yang pas. "Okaa-san dulu mengagumi kerja keras ayahmu. Walaupun dikucilkan, dia tetap tersenyum cerah dan bersemangat seakan tidak ada hari esok. Ayahmu itu tipe yang akan melakukan segalanya untuk membuktikan keadilannya." Dia tidak menyadari bahwa pipinya kini telah bersemu merah, ditambah sebuah senyuman lembut terajut di wajahnya.

"Lalu, lalu? Saat ujian jounin, apa Otou-san dan Okaa-san satu tim? Apakah Otou-san menyadari Okaa-san dan mulai suka?" Tanya Himawari dan Boruto antusias.

Hinata menggeleng. "Waktu itu, Otou-san dan Okaa-san berbeda tim. Otou-san satu tim dengan Sasuke-san dan Sakura-chan. Lucunya, dulu Otou-san menyukai Sakura-chan, padahal Sakura-chan sudah menyukai Sasuke-san." Terangnya sambil terkikik geli. Ah, andaikan saja Naruto sudah bangun, dia pasti akan berteriak malu.

"EEEEEH!? HONTOU!? DENGAN SAKURA-SAN!?" Boruto sukses jawdrop mendengarnya. Hei, dia tidak pernah tahu–tidak ada rumor tentang ini!– kalau ayahnya –yang sangat dia kagumi, pernah menyukai ibu dari musuh bebuyutannya a.k.a. Uchiha Sarada!

Jduk!

"Itte!" Sang bocah berambut pirang itu mengelus-elus kepalanya yang sedikit benjol–hasil karya dari sang adik.

"Ssssh! Baka onii-chan! Kau bisa membuat Otou-san bangun!" Peringat sang adik sambil melirik ke ayahnya. Naruto hanya sedikit bergerak, dan...

Kembali tidur.

"...Perlu Okaa-san lanjutkan ceritanya?"

"Tentu! Aku mau mendengar tentang kejadian heroik ayah!"

"Hmm... Kalau soal itu..." Hinata memiringkan kepalanya berusaha mengingat-ingat semuanya. "Jujur, ayahmu itu dari kecil selalu teguh dengan keadilan dan keras kepala, makanya dia sering terlibat dengan masalah, dalam misi atau diluar misi. Seperti melawan Orochimaru, memaksa Sasuke-san untuk kembali ke Konoha, melawan Gaara-san dari sergapan Akatsuki, melawan Pain dari Akatsuki, dan perang melawan Madara. Sebenarnya masih banyak lagi, sayang Okaa-san tidak terlalu mengingatnya. Singkat kata, tiada hari tanpa masalah."

"Whoa... Sugoi!" Mereka berdua bertepuk tangan kagum. "Lalu? Bagimana caranya Otou-san tahu Okaa-san menyukai Otou-san? Yang menembak duluan siapa?"

Lagi-lagi sang wanita berambut biru itu merasakan pipinya memanas. "Y-yah... S-sebenarnya... O-Okaa-san yang duluan bilang, s-saat... melawan... Pain... Tapi sepertinya ayahmu masih fokus dengan pertarungan, ditambah Okaa-san tidak menggubris hal itu lagi saking malunya. Jadi waktu itu kita berdua masih belum pacaran." Terangnya sambil tertunduk malu. Dia merasakan seluruh wajahnya panas.

"Heee... Otou-san lemot ya..." Komentar Himawari dan Boruto bebarengan. Di sisi lain, Hinata hanya tertawa hambar mendengarnya.

'A, aha... ha... Kuharap Naruto-kun tidak mendengar hal ini.'

"Kalau Okaa-san gimana? Kata Okaa-san tadi, Otou-san dulu menyukai Sakura-san bukan? Okaa-san masih tidak menyerah atau bagaimana?"

"He?"

Hinata terdiam mendengar pertanyaan polos kedua anaknya. 'Bagaimana denganku? Memang Naruto-kun menyukai Sakura-chan... Sedangkan aku... Apa perasaanku dulu?'

"..."

"Okaa-san?"

Jari-jemari Hinata masih bermain di helaian pirang Naruto sembari memikirkan pertanyaan-pertanyaan yang menghujani kepalanya. 'Perasaanku... dulu...'

"Ngnh..."

Gerakan Naruto yang mendekatkan kepalanya ke perut Hinata dengan pelan mengagetkannya. Tangannya yang dibalut perban memegang telapak tangan Hinata yang berada di perutnya, seakan mengatakan sesuatu.

'Pikirkan perasaanmu yang sebenarnya, Hinata.'

Dirinya tersentak mendengar suara Naruto yang tiba-tiba muncul di benaknya. 'Perasaan...ku?'

Lambat laun sebuah senyuman lembut tersungging di bibirnya, mengerti apa yang suaminya sampaikan.

Manusia memang berubah, tapi perasaan mereka tidak dapat diubah–

"Perasaan Okaa-san..." Pandangannya beralih kepada Himawari dan Boruto. "Tidak pernah berubah kepada Otou-san. Walau waktu itu memang rasanya tidak mungkin menyukai seseorang yang tidak menyukai kita... Okaa-san tidak pernah menyesal telah menyukai Otou-san, dan tidak akan pernah menyerah, karena Okaa-san memang sangat, sangat menyukai Otou-san."

"...Jujur, aku tidak terlalu mengerti apa yang Okaa-san bilang. Tapi yang pasti..." Sebuah senyuman matahari terpampang di wajah Boruto. "Okaa-san sangat menyukai Otou-san!"

"Yay~!" Himawari juga memasang senyum seindah namanya.

Hinata tersenyum senang melihat ekspresi kedua anaknya. Bahkan disaat mereka kembali bermain–menjauhi tempat dia duduk, senyuman itu masih belum lepas dari wajahnya. Jari-jemari tangan kanannya dia tautkan ke tangan Naruto yang menimpa tangannya.

"Kau tahu, aku ingin mendengar itu lagi darimu."

"He?"

Jari-jemari Naruto menautkan balik ke tangan Hinata tatkala tubuhnya bangun, memposisikan tubuhnya duduk tepat disamping Hinata.

Di sisi lain, Hinata sibuk meredakan derupan jantungnya yang kaget sekaligus malu mendapati sang suami –yang menjadi bahan topik telah bangun. "Ka-kapan... kamu bangun, Naruto-kun?"

Sebuah smirk ala Naruto terpampang. "Sedari tadi, sejak Boruto berteriak."

Nah lho.

"Naruto–"

Omongannya terputus lantaran Naruto tiba-tiba mendekatkan wajahnya ke dirinya–dan seketika menciumnya. Memang bukan yang intense, namun sudah lebih cukup membuat Hinata bahagia.

Disaat Naruto melepaskan Hinata, dirinya langsung menariknya kedalam pelukannya. "Andaikan saja aku masih tidur, seumur hidup aku menyesal tidak mendengar hal tadi." Bisiknya lembut, makin membuat Hinata serasa mau meledak.

"Terima kasih atas segalanya, Hinata. Apa aku harus kembali berterimakasih kepada Pain karena telah membuatku menemukan pasangan hidupku?"

Deg!

Sebuah kalimat yang simpel dan penuh godaan, membuat Hinata kembali–untuk kesekian kalinya–jatuh dalam pesona seseorang didepannya. Kepada sang Uzumaki Naruto.

Bibir mereka kembali bertemu, menyatukan kembali perasaan mereka kepada satu sama lain. Membagi kehangatan didalam tubuh mereka.

Mungkin disaat Hinata masih remaja, merasakan kehangatan tubuh Naruto hanyalah impian belaka, apalagi jikalau Naruto membalas perasaannya.

Namun sepertinya, kini itu bukan hal yang tidak mungkin lagi.

Hingga sekarang, Hyuuga Hinata–atau Uzumaki Hinata, terus-menerus jatuh cinta kepada sang suami, Uzumaki Naruto.


Yay! Yaa-Yaaay!

First Story, DONE!

NaruHina forever~! \(^w^)/ *cheers*

U-uuh... Sepertinya saya memang harus latihan lagi ya, membuat Romance QwQ) Jujur, saya merasa nakal dikarenakan membuat ini saat sedang musim Ujian XD Tapi biarlah~

Bagi yang menyukai humor –dan saya ragu ini lucu atau kagak hueng–, silahkan membaca omake~


OMAKE [1]

"Nee, Naruto-kun."

"Hm?"

Hinata yang sedang duduk menyender di dada Naruto, dengan pelan mengelus tangan Naruto.

"Um... Kamu sudah bangun sejak Boruto-kun teriak 'kan?"

"Mm-hm. Memangnya ada apa?" Tanya Naruto malas. Dagunya dia senderkan ke bahu Hinata.

"...Kau... tidak sakit hati... saat... Himawari-chan dan Boruto-kun... berkomentar?"

"Komentar ap–ah. Yang itu."

Hening.

"...Cuman nge-jleb di kokoro kok..."

"Hwaaa! Go-gomen Naruto-kun!"


Mohon review-nya, readers-tachi~